Anda di halaman 1dari 18

PENGGUNAAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR UNTUK

PENGOLAHAN LIMBAH GAS

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Teknologi Pengolahan


Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

DISUSUN OLEH :

1. RIZKY AMALIA 03031381419110


2. ELSI ROSMALISA P.P 03031381419112

JURUSAN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah pengolahan limbah dengan judul
makalah Electrostatic Precipitator.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum pada mata
kuliah Pengolahan Limbah.

Semoga tugas ini dapat diterima dan bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya.

Palembang, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2. Tujuan..................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Mengendalikan Polusi Abu (Fly Ash) .................. 2

2.2. Abu yang Dihasilkan dari Boiler dengan Pulverized .............. 3

2.3. Electrostatic Precipitator ......................................................... 4

2.4. Prinsip Kerja Electrostatic Precipitator ................................... 5

2.5. Bagian-bagian Electrostatic Precipitator ................................. 7

2.6. Mekanisme Electrostatic Precipitator ...................................... 10

2.7. Kelebihan dan Kekurangan Electrostatic Precipitator ............ 10

2.8. Komponen Electrostatik Precipitator ...................................... 11

2.8. Precipitator Design .................................................................. 11

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan........................................................................... ..12

3.2. Saran ..................................................................................... ..12


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Udara sebagai komponen yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan
ditingkatkan, sehingga dapat memberikan daya dukungan hidup yang optimal bagi
makhluk hidup. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan
penurunan kualitas udara, yang berdampak negative pada kesehatan manusia. Ukuran
partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung
kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya
berkisar 0.1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikulat
debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk
kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Partikulat yang lebih besar dapat
mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.
Oleh karena itu diperlukan suatu alat pemisah partikulat. Beberapa jenis
pengontrol partikulat yang ada antara lain adalah inertial separator (settling chamber,
baffle chamber, dan cyclone), fabric filter (baghouse), wet scrubber dan electrostatic
presipitator (ESP). Inertial separator memisahkan partikulat dengan menggunakan
kombinasi gaya seperti sentrifugal, gravitasi, dan inersia. Salah satu jenis inertial
separator yaitu cyclone. Alat pengendali partikulatyang dapat menangani partikulat
lengket adalah wet scrubber, scrubbing liquid dikontakkan dengan aliran gas yang
mengandung partikulat. Namun wer scrubber juga memiliki kekurangan yaitu harus
menggunakan material anti korosi dalam menangani gas asam. Menyebabkan polusi
air sehingga dibutuhkan perlakuan lebih lanjut.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari elektrostatik presipitator (ESP).
2. Untuk mengetahui prinsip kerja elektrostatik presipitator (ESP).
3. Untuk mengetahui metoda dari elektrostatik presipitator (ESP).
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dari elektrostatik presipitator (ESP)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Mengendalikan Polusi Abu (Fly Ash)

Figure 1. Bentuk Umum ESP

Abu adalah material padat yang tersisa setelah terjadinya proses pembakaran.
Dalam jumlah banyak, abu menjadi salah satu polutan yang sangat berbahaya jika
bercampur dengan atmosfer. Salah satu penghasil polusi abu yang cukup tinggi
adalah boiler. Setiap boiler yang menggunakan bahan bakar fosil (kecuali gas alam)
pasti menghasilkan emisi abu. Bahan bakar fosil yang paling banyak mengandung
abu adalah batubara. Kandungan abu di dalam batubara berkisar antara 5-30%
tergantung dari jenisnya serta proses penambangannya.
Ada dua jenis abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara di dalam boiler,
yakni fly ash dan bottom ash. Fly ash adalah abu yang berukuran cukup kecil,
sehingga ia bercampur dengan gas-gas hasil pembakaran (flue gas) dan akan keluar
melalui cerobong asap boiler. Sebagian dari abu yang dihasilkan dari proses
pembakaran akan menempel pada dinding-dinding pipa boiler, terakumulasi,
memadat, dan suatu saat ia akan jatuh ke bagian bawah boiler. Abu yang jatuh ini
dikenal dengan sebutan bottom ash. Kuantitas terbentuknya kedua jenis abu ini
tergantung dari jenis batubara yang digunakan, serta jenis boiler itu sendiri.
Boiler yang menggunakan pulverizer batubara, 70-90% abu akan keluar
bersamaan dengan gas buang dan sisanya berupa bottom ash. Boiler kecil berjenis
stoker-fired, 40% abu akan keluar sebagai fly ash. Pada boiler dengan tipe
pembakaran tangensial, akan menghasilkan fly ash hanya 15-40% dari keseluruhan
abu. Sedangkan boiler yang menggunakan sistem fluidized-bed, keseluruhan abu
akan ikut terbawa oleh flue gas tanpa terjadi pembentukan bottom ash. Jenis boiler
yang digunakan juga mempengaruhi bentuk serta ukuran dari abu yang dihasilkan
boiler. Boiler dengan pulverizer menghasilkan abu yang halus dengan ukuran 7-12
mikron. Pada boiler dengan metode pembakaran tangensial, akan dihasilkan bentuk
abu yang bulat. Boiler tipe stoker-fired akan menghasilkan abu dengan ukuran yang
paling besar jika dibandingkan dengan boiler tipe lain.
Berdasarkan penelitian, komponen abu boiler tersusun atas berbagai senyawa
oksida beracun diantaranya silikon oksida, titanium oksida, ferit oksida, aluminium
oksida, kalsium oksida, magnesium oksida, sodium oksida, potasium oksida, sulfur
trioksida, difosfor pentoksida, serta beberapa senyawa lain. Proporsi jumlah dari
senyawa-senyawa penyusun abu dapat bervariasi tergantung dari jenis dan lokasi
penambangan batubara yang digunakan.

2.2. Abu yang dihasilkan dari Boiler dengan Pulverized Fuel; Pembesaran
1000x

Figure 2. Abu
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009, fly
ash atau abu yang dihasilkan oleh proses pembakaran dari boiler, dikategorikan
sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sehingga penanganan abu ini harus
sesuai dengan regulasi pemerintah agar tidak mencemari lingkungan. Ada beberapa
teknologi yang dapat digunakan untuk mengontrol emisi fly ash yang dihasilkan dari
proses pembakaran boiler. Alat pengontrol emisi abu ini bertugas untuk
menghilangkan kandungan abu dari gas buang boiler, menjaga abu tersebut agar tidak
masuk kembali bercampur dengan udara pembakaran, serta mengontrol proses
pembuangannya agar sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Ada beberapa
jenis teknologi yang dapat digunakan untuk mengontrol fly ash, diantaranya adalah
electrostatic precipitator, sistem filter, kolektor abu mekanik, dan venturi scrubbers.
Masing-masing jenis teknologi tersebut memiliki ciri khas dan fungsi sendiri-sendiri.
Namun yang paling umum digunakan pada boiler di dunia industri adalah
electrostatic precipitator (ESP) tipe kering. Teknologi ini akan menjadi fokus
pembahasan pada kesempatan kali ini.

2.3. Electrostatic Precipitator

Figure 3. Bagian ESP


Electrostatic adalah sebuah fenomena listrik dimana muatan listrik berpindah
dari satu potensial tinggi ke potensial rendah tanpa adanya bagian yang
bergerak 'bandingkan dengan generator, sedangakan Precipitator adalah alat yang
digunakanuntuk mengendapkan sesuatu. Jadi electrostatic Precipitator adalah alat
yang digunakan untuk mengendapkan debu/partikel padat dengan memanfaatkan
prinsip elektrostatis. ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu
alternatif penangkap debu dengan efisiensi tinggi mencapai diatas 4-5 dan rentang
partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator
(ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar
,+6 5 efektifitas penangkapan debu mencapai 44,785%
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah sebuah teknologi untuk menangkap
abu hasil proses pembakaran dengan jalan memberi muatan listrik padanya. Prinsip
kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif kepada abu-abu tersebut melalui
beberapa elektroda (biasa disebut discharge electrode). Jika abu tersebut dilewatkan
lebih lanjut ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan
lebih positif (biasa disebut collecting electrode), maka secara alami abu tersebut akan
tertarik oleh plat-plat tersebut. Setelah abu terakumulasi pada plat tersebut, sebuah
sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari
sistem ESP. Untuk lebih jelasnya, silahkan Anda perhatikan ilustrasi sistem ESP
berikut ini.

2.4. Prinsip Kerja Electrostatic Precipitators

Figure 4. Prinsip kerja ESP


Proses-proses yang terjadi pada ESP sehingga abu (fly ash) dapat terkumpul
adalah sebagai berikut:
1. Charging.
ESP menggunakan listrik DC sebagai sumber dayanya, dimana Collecting
Electrode (CE) terhubung dengan kutub positif dan ter-grounding, sedangkan untuk
Discharge Electrode terhubung dengan kutub negatif yang bertegangan 55-85 kilovolt
DC. Medan listrik terbentuk diantara DE dan CE, pada kondisi ini timbul fenomena
korona listrik yang berpendar pada sisi DE. Pada saat gas buang batubara melewati
medan listrik ini, fly ash akan terkena muatan negatif yang dipancarkan oleh kutub
negatif pada DE. Proses pemberian muatan negatif pada abu tersebut dapat terjadi
secara difusi atau induksi, tergantung dari ukuran abu tersebut. Beberapa partikel abu
akan sulit dikenai muatan negatif sehingga membutuhkan medan listrik yang lebih
besar. Ada pula partikel yang sangat mudah dikenai muatan negatif, namun muatan
negatifnya juga mudah terlepas, sehingga memerlukan proses charging kembali.
2. Pengumpulan.
Abu yang sudah bermuatan negatif, akan tertarik untuk menuju ke CE atau
bergerak menurut aliran gas yang ada. Kecepatan aliran gas buang mempengaruhi
proses pengumpulan abu pada CE. Kecepatan aliran gas yang rendah akan
memperlambat gerakan abu untuk menuju CE. Sehingga umumnya desain ESP
biasanya digunakan beberapa seri CE dan DE yang diatur sedemikian rupa sehingga
semua abu yang terkandung di dalam gas buang boiler dapat tertangkap.
3. Rapping.
Lapisan abu yang terkumpul pada permukaan CE harus secara periodik
dirontokan. Metode yang paling umum digunakan adalah dengan jalan memukul
bagian CE dengan sebuah sistem mekanis. Sistem rapper mekanis ini terdiri dari
sebuah hammer, motor penggerak, serta sistem gearbox sederhana yang dapat
mengatur gerakan memukul agar terjadi secara periodik. Sistem rapper tidak hanya
terpasang pada sisi CE, pada DE juga terdapat sistem rapper. Hal ini karena ada
sebagian kecil dari abu yang akan bermuatan positif karena ia ter-charging oleh CE
yang bermuatan positif. Abu yang rontok dari CE akan jatuh dan terkumpul di
hopper yang terletak di bawah sistem CE dan DE.
4. Hopper
ini harus didesain dengan baik agar abu yang sudah terkumpul tidak masuk
kembali ke dalam kompartemen ESP. Selanjutnya dengan menggunakan udara
bertekanan, kumpulan abu tersebut dipindahkan melewati pipa-pipa ke tempat
penampungan yang lebih besar. Gas buang yang keluar dari boiler mengandung
banyak senyawa yang bersifat sangat korosif, jika senyawa-senyawa tersebut bereaksi
dengan uap air yang terkandung di dalam gas buang itu pula. Pada temperatur rendah
uap air hasil pembakaran hidrokarbon batubara dapat terkondensasi dan bereaksi
dengan SO2 atau NOx dan menghasilkan larutan asam yang sangat korosif. Larutan
tersebut jika melewati ESP akan sangat mungkin dapat merusak komponen-
komponennya. Maka pada prakteknya, pengoperasian ESP pada berbagai sistem
boiler, baru dinyalakan jika temperatur gas buang boiler sudah mencapai nilai
tertentu. Hal ini bertujuan selain untuk menghindari bahaya korosi, juga untuk
menghindari terjadinya short circuit akibat adanya senyawa-senyawa asam tersebut.

2.5. Bagian-bagian Electrostatic Precipitators

Secara umum bagian-bagian dari Electrostatic Precipitators (ESP) adalah


sebagai berikut:
1. Casing.
Casing dari ESP umumnya terbuat dari baja karbon berjenis ASTM A-36 atau
yang serupa. Casing ini didesain untuk kedap udara sehingga gas buang boiler yang
berada di dalam ESP tidak dapat bocor keluar. Selain itu ia didesain memiliki ruang
untuk pemuaian karena pada operasional normalnya ESP bekerja pada temperatur
cukup tinggi. Oleh karena itu pula sisi luar casing ini dipasang insulator tahan panas
demi keselamatan kerja. Discharge electrode dan collecting electrode didesain
menggantung dengan sisi support (penyangga) berada pada sisi casing bagian atas.
Dan pada sisi samping casing terdapat pintu akses masuk untuk keperluan perawatan
sisi dalam ESP.
2. Hopper.
Hopper terbuat dari bahan yang sama dengan casing. Ia berbentuk seperti
piramida yang terbalik dan terpasang pada sisi bawah ESP. Hopper berfungsi sebagai
tempat berkumpulnya abu fly ash yang dijatuhkan dari collecting electrode dan
discharge electrode. Abu hanya sementara berada di dalam hopper, karena
selanjutnya ia akan dipindahkan menggunakan sebuah sistem transport khusus ke
tempat penampungan yang lebih besar. Namun, hopper ini didesain untuk mampu
menyimpan abu sedikit lebih lama apabila terjadi kerusakan pada sistem transport fly
ash yang ada di bawahnya.
3. Collecting Electrode.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, CE menjadi tempat terkumpulnya
abu bermuatan negatif sebelum jatuh ke hopper. Jarak antar CE pada sebuah ESP
didesain cukup dekat yakni 305-406 mm dengan kedua sisi plat (depan-belakang)
yang sama-sama berfungsi untuk menangkap abu. CE dibuat dari plat yang didukung
dengan baja penyangga untuk menjaga kekakuannya. Ia dipasang dengan suppot yang
berada di atas dan menggantung pada casing bagian atas. Untuk mendapatkan medan
listrik yang seragam pada CE, serta untuk meminimalisir terjadinya loncatan bunga
api elektron, maka CE harus dipasang dengan ketelitian yang sangat tinggi.
4. Discharge Electrode.
DE menjadi komponen paling penting di ESP. DE terhubung dengan sumber
tegangan DC tinggi hingga berpendar menciptakan korona listrik. Ia berfungsi untuk
men-charging abu sehingga abu menjadi bermuatan negatif. DE dipasang pada tiap
tengah-tengah CE dengan jarak 152-203 mm tergantung jarak antar CE yang
digunakan. Untuk mencegah short circuit, pemasangan DE harus dipasang juga
insulasi yang memisahkan DE dengan casing dan CE yang bermuatan netral. DE
merupakan Sistem Kontrol Aliran Gas Buang. Efisiensi ESP sangat tergantung
dengan distribusi aliran gas buang boiler yang melintasinya. Semakin merata
pendistribusian gas buang tersebut ke seluruh kolom CE dan DE, maka akan semakin
tinggi angka efisiensi ESP. Oleh karena itu dipasang sebuah sistem vane atau sudu
pada sisi masuk gas buang ke ESP agar gas tersebut dapat lebih merata
didistribusikan ke setiap kolom.

Figure 5. Discharge Electrode

5. Rapper.
Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, sistem rapper berfungsi untuk
menjatuhkan abu yang terkumpul pada permukaan CE ataupun DE agar jatuh ke
hopper. Biasanya motor penggerak rapper terletak di bagian atas ESP, dan
dihubungkan ke bagian pemukul dengan sebuah poros yang terinsulasi untuk
menghindari short circuit.

6. Sumber Energi Listrik.

Alat yang berfungsi untuk men-supply energi listrik ke sistem ESP disebut
dengan Transformer Rectifier (TR). Sumber energi listrik berasal dari listrik AC
bertegangan 480 Volt, yang ditingkatkan menjadi 55.000 sampai 75.000 Volt
sebelum diubah menjadi tegangan DC negatif yang akan dihubungkan dengan
discharge electrode. Karena secara elektris ESP merupakan beban kapasitif, maka
sumber tegangannya didesain untuk menahan beban kapasitif tersebut. Selain itu,
sumber tegangan ini didesain harus tahan terhadap gangguan arus yang terjadi akibat
adanya loncatan listrik (sparking) dari abu fly ash.

2.6. Mekanisme Electrostatic Precipitator

Mekanisme dari electro static precipitator (ESP) adalah (1) melewatkan gas
buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge
electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung butiran debu pada
awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel debu
tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negatif (-
). (2) Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian menempel pada
pelat-pelat pengumpul (collector plate), lihat gambar . Debu yang dikumpulkan di
collector plate dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu
getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper), lihat
gambar 1 dan 2, dan ditransport (dipindahkan) ke fly ash silo dengan cara di vakum
atau dihembuskan.

2.7. Kelebihan dan Kekurangan Electrostatic Precipitator


Kelebihan ESP
1. Memiliki biaya operasi yang rendah kecuali hendak mencapai efisiensi
yangtinggi.
2. Efsiensi sangat tinggi untuk partikel yang berukuran sangat kecil.
3. Dapat mengatasi volume gas yang tinggi dengan penurunan tekanan
yangrendah.
4. Dapat melakukan dry colection untuk material yang akan digunakan
Kekurangan ESP
1. Harganya mahal.
2. Tidak dapat mengontrol emisi gas.
3. Sangat tidak fleksibel untuk berubah sesuai kondisi operasional.
4. Memerlukan tempat yang luas.
5. Tidak bekerja pada partikulat dengan resistivitas elektrikal yang tinggi.

2.8. Komponen Electrostatic Precipitator


Berikut adalah komponen pada Electrostatic Precipitator :
1. Roof
2. High Voltage Transformer-Rectifier Unit
3. Manhole
4. Discharge Electrode Rapping Motor
5. Outlet Nozzle
6. Manhole
7. Collecting Electrode
8. Internal Walkway
9. Discharge Electrode
10. Collecting Electrode Rapping Motor
11. Hopper
12. Partition Plate of Hopper
13. Thermal Insulation
14. Inlet Nozzle
15. Gas Distribution Screen
16. Discharge Electrode Support Insulator

2.9 Precipitator Design


Desain presipitator melibatkan penentuan parameter ukuran dan kelistrikan
untuk penginstalan. Parameter yang paling penting adalah tingkat presipitasi
(kecepatan migrasi), area pengumpulan spesifik, dan daya korona spesifik (White
1984). Selain itu, desain mencakup faktor pendukung seperti rapper untuk
menghilangkan debu yang terlepas dari piring, sistem kontrol otomatis, langkah-
langkah untuk menjamin aliran gas berkualitas tinggi, sistem pembuangan debu,
ketentuan untuk isolasi struktural dan panas, dan sistem pemantauan kinerja.
Perancang desain harus menentukan distribusi ukuran debu yang akan
dikumpulkan. Berdasarkan informasi ini, insinyur dapat menghitung kecepatan
migrasi (juga dikenal sebagai tingkat presipitasi) Vp menggunakan Persamaan 5.17
(14) untuk setiap fraksi ukuran. Insinyur menghitung jumlah muatan pada partikel n
dengan menggunakan Persamaan 5.17 (11) atau 5.17 (14) untuk setiap fraksi ukuran.
Insinyur menghitung jumlah muatan pada partikel n dengan menggunakan Persamaan
5.17 (11) atau 5.17 (13), tergantung pada apakah mekanisme pengisian lapangan atau
difusi untuk partikel kurang dari 0,2 m, sementara pengisian lapangan dominan
untuk partikel yang lebih besar dari 1 m. Untuk partikel ukuran menengah, kedua
mekanisme itu signifikan. insinyur juga dapat menghitung Vp secara empiris dari uji
coba presipitator berskala pilot atau skala penuh. Nilai Vp juga bervariasi dengan
setiap pemasangan tergantung pada resistivitas, kualitas aliran gas, kerugian
reentrainment, dan partaliztion. Oleh karena itu, setiap produsen pengendap memiliki
pengalaman untuk membantu insinyur desain dalam memilih nilai Vp. Nilai
kecepatan migrasi tinggi menunjukkan kinerja tinggi.
Setelah memilih tingkat presipitasi, insinyur desain menggunakan hubungan
Deutsch-Andersen, Equation 5.20 (15) 0r 5.20 (18), untuk menentukan luas
permukaan pengumpul yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi yang ada saat
menangani laju alir gas yang diberikan. Jika Persamaan 5.20 (18) digunakan, insinyur
dapat memilih nilai faktor reentrainment f secara empiris dari studi skala pilot atau
pengalaman sebelumnya atau menetapkannya menjadi nol sebagai perkiraan awal.
Kuantitas A / Qg disebut area pengumpulan khusus.
Rasio daya corona adalah Pc / Qg, di mana Pc adalah daya korona yang
berguna. Desainer menentukan kekuatan yang dibutuhkan untuk aplikasi secara
empiris. Persyaratan daya terkait dengan effiensi koleksi dan volume gas yang
ditangani. Gambar 5.17.7 plot efisiensi pengumpulan versus rasio daya korona. Pada
efisiensi tinggi, penambahan daya korona yang besar diperlukan sedikit demi sedikit
dalam efisiensi. Tingkat presipitasi (kecepatan migrasi) berhubungan dengan
kekuatan korona sebagai berikut:


Vp =

dimana k adalah konstanta empiris yang bergantung pada aplikasi. Oleh karena itu,
persamaan Deutsch-Andersen dapat dinyatakan sebagai berikut:


= 1 [ ]

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Electrostatic Precipitator adalah alat yang digunakan untuk menangkap
partikel-partikel (misal: debu) dengan menggunakan prinsip electrostatic
2. jenis-jenis electrostatic precipitation adalah negatively charged dry
precipitators,positively charged two-stage precipitators,negatively charged
wetted-wall precipitator.
3. Teknik yang digunakan adalah dengan menjebak partikel halus menggunakan
listrik bertegangan tinggi dan menampungnya di wadah khusus
4. Prinsip kerja presipitator adalah Presipitator difungsikan dengan memberikan
muatan listrik pada partikel. Partikel yang telah bermutan listrik tersebut
selanjutnya dilewatkan pada plat yang bermuatan listrik berlawanan dengan
partikel sehingga partikel akan menempel pada plat. Bila partikel yang sudah
banyak selanjutnya alat akan digoyang sehingga partikel yang menempel
akan jatuh
3.2 Saran
1. Sebaiknya masyarakat lebih memprhatikan kegiatan-kegiatan yang
menimbulkan pencemaran udara
2. Sebaiknya industry menggunakan teknologi tepat guna dalam pengendalian
pencemaran udara yang mempunyai dampak terhadap kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Y. 2014. Electrostatic Precipitator. (Online): https/rancangandustcollector


.wordpress.com/2014/10/05/fungsi-recipritator/. (Diaskespada 11 September
2017)

Renata, V. 2012.Electrostatic Precippitator. (Online): https/www.scribd.com/


doc/95820910/ Electrostatic-Precipitator. (Diaskespada 11 September 2017)

Winoto, H. 2011. Prinsip Kerja Electrostatic Precipitator. (Online):


https/www,scribd.com/doc/ 1789024/Prinsip-kerja-Electrostatic-Precipitator.
(Diaskespada 11 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai