Dua hal yang ingin dicapai Raffles melalui sistem sewa tanah ini:
a. Memberikan kebebasan berusaha kepada peteni Jawa melalui pajak tanah
Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumi akan mengenal
ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi, dan keadilan
b. Namun pada kenyataannya sistem sewa tanah ini:
Rakyat tetap saja harus membayar pajak kepada pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai
penyewa tanah, karena tanah adalah milik pemerintah. Pada sistem ini feodalisme
dikurangi, sehingga para kepala adat yang dulunya mendapatkan hak-hak atau
pendapatan, sekarang dikurangi bahkan ditiadakan
c. Setiap orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor, dan bebas menjualnya
kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan oleh pemerintah. Tetapi karena
kecenderungan rakyat yang telah terbiasa oleh tanam paksa yakni mereka hanya menanam
saja, untuk menjual tanaman yang mereka tanam tentu mengalami kesulitan, sehingga
mereka menyerahkan semua urusan menjual hasil pertanian kepada para kepala desa
untuk menjualnya secara bebas. Tentu hal ini berakibat terhadap banyaknya korupsi dan
penyelewengan yang dilakukan oleh para kepala desa tersebut.
Secara garis besar kegagalan Raffles dalam sistem sewa tanah di Jawa terkendala akan
susunan kebiasaan masyarakat Indonesia sendiri. Raffles memberlakukan sistem yang sama
antara India yang lebih maju dalam perekonomiannya pada Indonesia yang masa itu masih
cukup sederhana, sifat ekonomi desa di Jawa yang bersifat self suffcient.
Dalam pelaksanaannya, sistem pemungutan pajak tanah ini tidak dapat dilakukan semua
menurut gagasannya, karena banyak menghadapi kesulitan dan hambatan yang timbul dari
kondisi di tanah jajahan. Terlebih praktek pemungutan pajak tanah banyak menimbulkan
kericuhan dan penyelewengan. Belum adanya pengukuran luas tanah yang tepat, kepastian
hukum dalam hak milik tanah belum ada, hukum adat masih kuat, penduduk belum mengenal
ekonomi uang dan sulit memperoleh uang menyebabkan pelaksanaan pemungutan pajak yang
dilancarkan Raffles tidak berhasil dan banyak menimbulkan penyelewengan.
Keinginan Raffles untuk memperbaiki kebijakannya ini terhalang oleh terjadinya perubahan
politik di Eropa yang membuatnya terpaksa meninggalkan Indonesia. Kurang berhasilnya
sistem pemungutan pajak tanah yang dilancarkan Raffles, menyebabkan pemerintah Belanda
yang menerima pengembalian tanah jajahan dari Inggris pada tahun 1816, ragu dalam
memilih antara sistem pajak dan sistem paksa. Dihadapkan tuntutan negeni induk yang
mendesak pertimbangan terhadap sistem yang lebih menguntungkan negeri induk cenderung
selalu yang dipilih. Demikian pula, yang dihadapi para penguasa kolonial pada masa 1816-
1830.