No Dokumen :
No Revisi :
SOP
Tanggal Terbit :
Halaman :1-5
1. 1. Pengertian Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit non-
imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh
proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa memandang
umur, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas,
asam, alkali, dan serbuk kayu yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan.
Faktor Risiko
Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan
Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu
Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan,
montir, penata rambut.
Riwayat dermatitis atopic
1
Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat
iritan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya,
tergantung pada kondisi akut atau kronis. Selengkapnya dapat dilihat pada
bagian klasifikasi.
3. Pemeriksaan Penunjang
-
4. Penegakan Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi
menjadi:
a. DKI akut:
Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4)atau
asam klorida (HCl), termasuk luka bakar oleh bahan kimia.
Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis.
Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.
b. DKI akut lambat:
Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah
kontak.
Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya
adalah podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, dan asam hidrofluorat.
Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang
pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa
pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada
sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
Reaksi iritan:
3
6. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
a. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi,
berupa:
Topikal (2x sehari)
Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
Kortikosteroid Desonid krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia
dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0.025%).
Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis
likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
betametason valerat krim 0.1% atau mometason furoat krim
0.1%).
Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topikal.
Oral sistemik
Antihistamin hidroksisin (2 x 1 tablet) selama maksimal 2
minggu, atau
Loratadine 1x10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu.
Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-
bahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis,
dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari
kontak iritan saat bekerja.
7. Komplikasi
Infeksi sekunder
8. Edukasi dan Konseling
a. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
b. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan
dan sepatu boot.
c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.
9. Kriteria Rujukan
Apabila dibutuhkan patch test
Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan
standar dan sudah menghindari kontak.
10. Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bisa
4
menghindari kontak, prognosisnya adalah bonam (sembuh tanpa
komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari kontak,
prognosisnya adalah dubia.
1. Diagram Alir
terkait
11. Rekaman
Tgl. Mulai
Historis No Hal yang diubah Isi Perubahan
Perubahan
Perubahan