Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

STROKE HEMORAGIK

Oleh :

Veronica

112016253

Pembimbing

Kolonel CKM dr. Sholihul M, Sp.S, Msi.Med

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 2 JULI 2018 – 4 AGUSTUS 2018
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal Masuk : 14 Juli 2018
Tanggal Periksa : 16 Juli 2018
Dirawat yang ke : Pertama
No. RM : 898836

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 16 Juli pukul 09.00 di Unit Sroke RSPAD
Gatot Subroto

KELUHAN UTAMA
Lengan dan kaki sebelah kanan lemah sejak 2 jam SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
Bicara pelo , nyeri kepala

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Subroto dengan keluhan lengan dan kaki kanan
lemah sejak 2 jam SMRS. Keluhan terjadi ketika pasien sedang memarkirkan sepeda motornya.
Setelah parkir, pasien terjatuh karena badan terasa lemas. Pandangan terasa berkunang-kunang
dan sempoyongan. Pasien sulit bangun sendiri, dan membutuhkan pertolongan untuk bangun,
dan bicara menjadi pelo dan mulut tertarik ke kiri.
Sebelum kejadian, pasien mengeluh nyeri kepala. Mual dan muntah, disangkal oleh
pasien. Pasien menyangkal adanya sesak, berdebar-debar, kejang, tersedak saat menelan
sesuatu, dan gangguan pengelihatan setelah terjadi serangan. Pasien tetap sadar saat dibawa ke
rumah sakit namun keluarga mengatakan pasien terlihat seperti mengantuk dan bicara kacau.
Saat di rumah sakit dokter yang memeriksa pasien mengatakan bahwa tekanan darah pasien
sangat tinggi. Pasien mengaku kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi pada dirinya.
Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu tetapi tidak
rutin kontrol dan minum obat. Pasien hanya mengkonsumsi obat jika kepalanya terasa nyeri.
Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, dan asma. Pasien
mempunyai riwayat tertabrak motor kurang lebih 15 tahun yang lalu, tidak ada riwayat kepala
terbentur dan sudah di CT scan dan semuanya dalam batas normal. Pasien juga mempunyai
riwayat batu ginjal, sudah dilaser dan sudah tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat
merokok sejak muda namun sekarang sudah berhenti, riwayat minum alcohol disangkal. Buang
air besar agak sulit dan buang air kecil dalam batas normal.
Saat ini, pasien masih merasakan lemah pada lengan dan tungkai kanan, dan sudah
dapat menggerakan tangan dan kakinya, masih sedikit pelo bila berbicara, dan kepala sudah
tidak terasa nyeri. Tekanan darah relatif stabil dengan systole berkisar 150 -160 mmHg dan
diastole 90 – 100 mmHg. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Hipertensi : sejak 15 tahun yang lalu, minum obat tidak teratur
Diabetes mellitus : disangkal
Sakit jantung : disangkal
Trauma kepala : disangkal
Sakit kepala sebelumnya : tidak disangkal
Kegemukan : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit stroke, ibu pasien menderita hipertensi

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN
Tidak ada kelainan
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5, GCS 15
 Berat Badan : 60 kg
 Tinggi Badan : 170 cm
 Gizi : Normal (Index Massa Tubuh = 20,7 kg/m2)
 Tanda Vital
Tekanan Darah Kanan: 150/90 mmHg
Tekanan Darah Kiri : 150/90 mmHg
Nadi Kanan : 84 kali per menit
Nadi Kiri : 84 kali per menit
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 36,5ºC
 Mata : Konjungtiva tidak anemis / konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik / sklera tidak ikterik
 Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar, Jugular vein
pressure tidak meningkat
 Jantung : Bunyi jantung I-II, murni, regular, tidak ada gallop,
tidak ada murmur
 Paru : vesikuler kedua lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak
ada wheezing
 Hepar : Tidak teraba pembesaran
 Lien : Tidak teraba pembesaran
 Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema

STATUS PSIKIATRI
 Tingkah Laku : Wajar
 Perasaan Hati : Eutim
 Orientasi : Baik
 Jalan Pikiran : Koheren
 Daya Ingat : Baik
STATUS NEUROLOGIS
 Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5, GCS 15
 Sikap Tubuh : Berbaring terlentang
 Cara Berjalan : Tidak dapat dinilai
 Gerakan Abnormal : Tidak ada

KEPALA
 Bentuk : Normosefali
 Simetris : Simetris
 Pulsasi : Teraba pulsasi Arteri Temporalis dextra dan sinistra
 Nyeri tekan : Tidak ada

LEHER
 Sikap : Lurus, simetris
 Gerakan : Bebas
 Vertebra : Normal
 Nyeri tekan : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada
Laseque Tidak ada Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky I Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky II Tidak ada Tidak ada
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
 Daya penghidu : Normosmia Normosmia

N II ( Optikus )
 Ketajaman penglihatan : Baik Baik
 Pengenalan warna : Baik Baik
 Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
 Fundus : Tidak dilakukan

N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )


 Ptosis : (-) (-)
 Strabismus : (-) (-)
 Nistagmus : (-) (-)
 Exopthalmus : (-) (-)
 Enopthalmus : (-) (-)
 Gerakan bola mata :
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial : (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Gaze : (+) (+)

 Pupil :
Ukuran pupil : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : ditengah ditengah
Reflek cahaya langsung : (+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V ( Trigeminus )
 Menggigit : Baik
 Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
 Reflek masseter : (-) (-)
 Reflek zigomatikus : (-) (-)
 Reflek kornea : Tidak dilakukan
 Reflek bersin : Tidak dilakukan

N VII ( Facialis )
Pasif
 Kerutan kulit dahi : Simetris
 Kedipan mata : Simetris
 Lipatan nasolabial : asimetris, sisi kanan lebih mendatar
 Sudut mulut : asimetris, sisi kanan lebih rendah
Aktif
 Mengerutkan dahi : Simetris
 Mengerutkan alis : Simetris
 Menutup mata : Simetris
 Meringis : Asimetris, tertinggal pada sisi kanan
 Mengembungkan pipi : Asimetris, kiri lebih mengembung
 Gerakan bersiul : Tidak bisa
 Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan
 Hiperlakrimasi : Tidak ada
 Lidah kering : Tidak ada
N VIII ( Vestibulocochlearis )
 Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
 Mendengar detik jam arloji : (+) (+)
 Test swabach : Tidak dilakukan
 Test rinne : Tidak dilakukan
 Test weber : Tidak dilakukan
N IX ( Glossopharyngeus )
 Arcus pharynx : Simetris
 Posisi uvula : Di tengah
 Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
 Reflek muntah : Tidak dilakukan

N X ( Vagus )
 Denyut nadi : Teraba, Reguler
 Arcus pharynx : Simetris
 Bersuara : disartria
 Menelan : tidak ada gangguan.

N XI ( Accesorius )
 Memalingkan kepala : Normal
 Sikap bahu : Simetris
 Mengangkat bahu : Asimetris

N XII ( Hipoglossus )
 Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
 Kekuatan lidah : Simetris
 Atrofi lidah : Tidak ada
 Artikulasi : disartria
 Tremor lidah : Tidak ada
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Gerakan : Terbatas Bebas
Terbatas Bebas
Kekuatan : 4444 5555
4444 5555
Tonus : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus

SISTEM REFLEKS
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon: Kanan Kiri
 Refleks Biseps : Normal Meningkat
 Refleks Triseps : Normal Meningkat
 Refleks Patella : Normal Normal
 Refleks Achilles : Normal Normal
Refleks Periosteum : Tidak dilakukan
Refleks Permukaan : Tidak dilakukan
 Dinding perut : Simetris Simetris
 Cremaster : Tidak dilakukan
 Spinchter Anii : Tidak dilakukan

Refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman tromer : (-) (-)
Babinski : (+) (-)
Chaddok : (+) (-)
Oppenheim : (+) (-)
Gordon : (-) (-)
Schafer : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
SISTEM SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Nyeri : Normal
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil : Normal
Proprioseptif
Vibrasi : Tidak dilakukan
Posisi : Normal
Tekan dalam : Normal

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Tes Romberg : Tidak dilakukan
Tes Tandem : Tidak dilakukan
Tes Fukuda : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : Tidak dilakukan
Tes telunjuk telunjuk : Tidak dilakukan
Tes tumit lutut : Tidak dilakukan

FUNGSI OTONOM
Miksi (terpasang kateter urin)
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
Anuria : tidak ada kelainan

Defekasi
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi kognisi : Baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan 14 Juli 2018


Hematologi
Hemoglobin 13-18 g/dl 13,7
Hematokrit 40-52% 41
Eritrosit 4,3-6,0 juta/uL 4,8
Leukosit 4.800-10.800 10190
Trombosit 150.000-400.000 302.000
Hitung jenis :
Basofil 0-1% 0
Eosinofil 1 - 3% 0*
Neutrofil 50 - 70% 88*
Limfosit 20 – 40 % 8*
Monosit 2–8% 4
MCV 80 -96 fl 87
MCH 27 – 32 pg 29
MCHC 32 – 36 g/dl 33
RDW 11.5 – 14.5 % 13.10
KIMIA KLINIK
Ureum 20 – 50 mg/dl 35
Kreatinin 0.5 – 1.5 mg/dl 1.4
Glukosa Darah (sewaktu) 70 -140 mg/dl 126
Natrium (Na) 135 – 147 mmol/L 144
Kalium (K) 3.5 – 5.0 mmol/L 4.3
Klorida (Cl) 95 – 105 mmol/L 104

Jenis pemeriksaan Nilai rujukan 16 Juli 2018


Hematologi
Fibrinogen 136 – 384 mg/dl 330
D-dimer < 550ng/mL 1070*
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) < 35 U/L 18
SGPT (ALT) < 40 U/L 15
Albumin 3.5 – 5.0 g/dL 4.2
Kolesterol total < 200 mg/dL 326 *
Trigliserida < 160 mg/dL 76
Kolesterol HDL > 35 mg/dL 76
Kolesterol LDL <100 mg/dL 235 *
Ureum 20 -50 mg/dL 28
Kreatinin 0,5 – 1,5 mg/dL 1,4
Asam Urat 3.4 – 7.0 mg/dL 7.6 *
Kalsium (Ca) 8.6 – 10.3 mg/dL 9.1
Magnesium (Mg) 1.8 – 3.0 mEq/L 1.78 *
Glukosa Darah (Puasa) 70 -100 mg/dL 85
Glukosa Darah (2 jam PP) 70 – 140 mg/dL 105

Foto thoraks AP (AnteroPosterior ) 14 Juli 2018

Kesan : Kardiomegali dengan elongasi dan kalsifikasi aorta, infiltrate di lapangan paru kanan
dan suprahilar paru kiri, DD/ pneumonia

CT Scan kepala tanpa kontras 14 Juli 2018

Kesan :
- Perdarahan intraparenkim di basal
ganglia dan kapsula eksterna kiri
dengan edema perifokal
- Tidak tampak infark maupun SOL
intracranial pada CT scan saat ini.
V. RESUME

Pasien laki-laki usia 55 tahun, dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan
mendadak terasa lemah dan sulit untuk digerakkan saat sedang memarkirkan motor sekitar 2
jam SMRS. Pasien sulit bangun dan butuh bantuan untuk bangun dan setelah kejadian pasien
bicara pelo dan mulut tertarik ke kiri. Sebelum serangan, pasien mengatakan bahwa mengalami
nyeri kepala. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang sudah lama namun tidak berobat teratur.
Pasien memiliki riwayat merokok.
Pada pemeriksaan fisik, untuk status internus didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg
sedangkan paru dan jantung dalam batas normal. Status psikiatri dalam batas normal. Pada
status neurologis, kesadaran compos mentis E4M6V5. Pemeriksaan nervi cranialis didapatkan
parese N VII dekstra sentral dan disartria. Pada pemeriksaan motoric ditemukan hemiparese
dextra spastic. Sistem sensibilitas, fungsi otonom, dan fungsi luhur dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan eusinofil, netrofil, dan limfosit rendah.
Didapatkan peningkatan D dimer yaitu 1070 mg/mL. Peningkatan kolestrol total 326 mg/dL,
peningkatan kolesterol LDL 235 mg/dL dan peningkatan asam urat 7,6 mg/dL serta penurunan
magnesium 1,78 mEq/L. Pemeriksaan foto thoraks posisi anteroposterior menunjukkan
Kardiomegali dengan elongasi dan kalsifikasi aorta, infiltrate di lapangan paru kanan dan
suprahilar paru kiri, DD/ pneumonia dan pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras
menunjukkan Perdarahan intraparenkim di basal ganglia dan kapsula eksterna kiri dengan
edema perifokal.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra spastik , parese N. VII dextra sentral, disartria
Diagnosis topis : hemisfer serebri sinistra,
Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragik
Diagnosis sekunder : Hipertensi kronik
VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

IVFD RL 15 tpm
Perdipin drip ( Target Sistolik 160 mmHg)
Manitol 4 x 100 mg IV
Citicolin 2 x 500 mg IV
As. Traneksamat 3 x 500 mg IV
Captopril 3 x 25 mg
Amlodipin 1 x 10 mg

Non medikamentosa
Fisioterapi
Edukasi pada pasien dan keluarga

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
BAB II

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan gejala berupa kelemahan anggota gerak sisi kanan yang
terjadi secara tiba-tiba sehingga pasien terjatuh saat pasien sedang parkir sepeda motor. Setelah
kejadian juga pasien mengeluh bicara pelo dan mulut bengkok. Hal tersebut mengarah kepada
kelumpuhan nervus VII yang sering terjadi pada penyakit serebrovaskular. Dan pada
pemeriksaan kekuatan motoric didapatkan kaki dan tangan kanan dalam derajat 4, yaitu pasien
dapat melawan gaya berat dan dapat pula mengatasi sedikit tekanan yang diberikan. Dengan
keadaan seperti ini maka pasien mengalami suatu hemiparese dextra. Defisit neurologis akut
pada pasien ini mengarah pada suatu lesi vaskular, karena onset lesi vaskular timbul secara
mendadak dan terjadi tanpa didahului pencetus yang jelas seperti trauma atau infeksi
sebelumnya. Berdasarkan data diatas dapat diduga bahwa pasien mengalami stroke, dengan
merujuk pada pengertian stroke itu sendiri yaitu suatu ganguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1,2
Data selanjutnya yang ditemukan adalah mengenai riwayat penyakit dahulu pada
pasien yaitu hipertensi, dimana hal ini termasuk dalam faktor resiko stroke, tepatnya faktor
resiko yang dapat diubah. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pada atau dari pembuluh darah besar.1
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan tekanan darah 150/90
mmHg, sedangkan untuk status neurologis kesadaran compos mentis, E4V5M6. Pemeriksaan
nervi cranialis didapatkan parese N VII dextra sentral serta disartria. Pada pemeriksaan motoric
didapatkan hemiparese dextra spastik. Sistem sensibilitas, fungsi otonom, dan fungsi luhur
dalam batas normal. Hemiparese dextra ditunjukkan dengan penurunan pergerakan dan
kekuatan pada tangan dan kaki kanan pasien. Tipe lesi dari hemiparese dextra ini yaitu tipe
UMN karena didapatkan dari pemeriksaan neurologis dimana pada pasien terjadi peningkatan
dari refleks fisiologis dari otot-otot dextra. Keadaan hiperefleksia ini terjadi karena impuls
inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal untuk lengkung refleks tidak dapat
disampaikan ke motorneuron medulaspinalis. Dan ditemukan juga adanya refleks patologis
untuk sisi tubuh sebelah kanan.
Parese nervus cranialis VII didapatkan pada pemeriksaan wajah yaitu wajah bagian
bawah terlihat tertarik kesamping kiri dan pada saat pergerakan otot wajah terlihat adanya
perbedaan antara kanan dan kiri. Manifestasi ini timbul dikarenakan walau secara umum
kebanyakan nervus kranialis motorik (N III, IV, V, VI, VII, IX, X, XII, XII) mendapatkan input
motorik bilateral dari korteks serebri. Akan tetapi muskulus yang dipersarafi N. VII ada yang
hanya mendapat input motorik kontralateral saja dari korteks serebri, Di lain pihak N.XII
mendapatkan input motorik dominan dari hemisfer serebri kontralateral. Koneksi kortikal
bilateral ada untuk semua nuklei motorik nervus kranialis kecuali untuk bagian nukleus fasialis
(VII) yang mensuplai muskulus wajah bagian bawah dan bagian nukleus hipoglossus (XII)
yang mensuplai muskulus genioglossus. Otot-otot yang diinervasi nukleus motorik yang
mendapat input kortikal bilateral tidak menjadi lemah setelah terkena lesi unilateral pada
korteks motorik, kapsula interna ataupun jaras motorik desenden setelahnya. Proyeksi dari
hemisferium serebri yang intak cukup untuk mengkompensasi. Sedangkan untuk muskulus
yang hanya menerima input kortikal kontralateral ,jika terjadi lesi unilateral maka akan terlihat
parese. Divisi motorik N.VII menginervasi otot otot wajah. Otot-otot dahi yang mendapat input
kortikal bilateral tidak terganggu karena masih ada kompensasi sehingga pasien masih dapat
memejamkan mata dan menaikkan alis dengan kuat tetapi otot wajah bagian bawah yang hanya
mendapat input kortikal kontralateral tampak lumpuh. Sudut mulut pasien sisi yang parese
tampak lebih rendah, lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar dan hanya sudut mulut yang
sehat saja yang dapat terangkat. Temuan ini menunjukkan terjadinya parese nervus VII yang
bersifat spastik.2
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Untuk
membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik kita dapat menggunakan Skor Siriraj
yang telah teruji sensitif karena dapat mengidentifikasi stroke hemoragik dengan angka
ketelitian 89,3% dan stroke non hemoragik sebesar 93,2%.3
Berikut adalah penghitungan dengan menggunakan Siriraj Stroke Score (SSS).3

No Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor


1 Kesadaran (0) Kompos Mentis X 2,5 0
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
2 Muntah (0) Tidak X2 0
(1) Ya
3 Nyeri Kepala (0) Tidak X2 2
(1) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik X 10% 14
5 Ateroma (0) Tidak X (-3) -3
A. DM (1) Ya
B. Angina Pektoris
Klaudikasio intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil Siriraj Stroke Score 1

Hasil Siriraj Stroke Score 1 menunjukkan kesan meragukan. Terdapat sebuah skoring lagi
untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik yaitu Djoenadi Stroke Score,
dengan perbedaan hal-hal yang dinilai. Berikut merupakan penilaiannya.

No Gejala Klinis Onset Nilai


1. TIA sebelum serangan 0
2. Peemulaan serangan Mendadak (menit – 1 jam) 6.5
3. Waktu serangan aktivitas 6,5
4. Sakit kepala saat serangan Tidak ada 0
5. Muntah Tidak ada 0
6. Kesadaran Hilang mendadak (beberapa 10
menit/jam)
7. Tekanan darah sistole Waktu masuk rumah sakit 7,5
sangat tinggi (>140/100)
8. Tanda rangsangan selaput otak Tidak ada 0
9. Pupil Isokor 5
10 Fundus Okuli Normal 0
.
Jumlah 35,5

Berdasarkan penilaian Djoenadi Stroke Score disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke
hemoragik karena memiliki skor lebih dari 20.
Terdapat juga algoritma Gadjah mada yaitu dinilai dari adanya penurunan kesadaran, refleks
Babinski, dan juga nyeri kepala. Pada pasien ini didapatkan adanya nyeri kepala dan refleks
Babinski postif yang menandakan terjadinya stroke hemoragik.

Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas bagi penegakan diagnosis stroke adalah
CT Scan kepala. Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke seperti hematoma, neoplasma, dan abses serebri. Berdasarkan
hasil CT Scan kepala pada pasien menunjukkan adanya Perdarahan intraparenkim di basal
ganglia dan kapsula eksterna kiri dengan edema perifokal yang sesuai dengan gambaran stroke
hemoragik.3

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin yang
diperlukan sebagai dasar dan dapat menunjukkan beberapa keadaan yang dapat berhubungan
dengan stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia. Selain itu ada
pemeriksaan kimia darah, yang dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala
seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita
pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan
terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan
antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke. Modalitas
lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah elektrokardiografi dan foto
thoraks. Pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko stroke.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan peningkatan kadar kolesterol total, dan
kolesterol LDL, serta peningkatan kadar asam urat, dan peningkatan D-dimer.

Setelah diagnosis stroke ditegakkan maka penting untuk merencanakan penanganan pada
pasien. Berikut merupakan panduan tatalaksana pada penderita stroke. Penjelasan selanjutnya
akan melengkapi gambar dibawah ini.4
Terdapat pengobatan umum dan spesifik yang harus dilakukan.
1. Pengobatan umum terdiri dari: 1
- Breathing
dengan memperbaiki jalan nafas dan memastikan fungsi paru tetap baik. Bila pasien
sesak dapat diberikan nasal kanul 2L- 3L.
- Blood
Tekanan darah pasien perlu diperhatikan juga. Tekanan darah pada pasien saat masuk
IGD RSPAD adalah 205/142 mmHg sehingga perlu dilakukan penurunan tekanan
darah bila tekanan darah sistolik >200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat anti hipertensi intravena
secara kontinu dengan penurunan tekanan darah setiap 5 menit. Penurunan tekanan
darah maksimal 20%. Obat yang diberikan pada pasien yaitu perdipin drip dengan
target sistolik 160 mmHg.
- Brain
posisikan kepala 20 sampai 30 derajat untuk mengurangi edema otak. Bila didapatkan
peningkatan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah proyektil, dan
bradikardi relative, penggunaan obat yang biasa dipalai adalah mannitol 20 % 1- 1,5
gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/kgBB). Pada pasien ini diberikan
mannitol 4 x 100 mg IV. Suhu tubuh juga harus diperhatikan agar tidak meningkat
karena dapat memperbanyak pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas,
kerusakan sawar darah otak.
- Bladder
pemasangan folykateter pada keadaan retensio urin dan kondom kateter pada
inkontinensia urin.
- Bowel
pasien masih dapat makan dan minum dengan baik sehingga hanya dibutuhkan cairan
infus isotonik, tidak perlu pemasangan NGT. Monitor defekasi agar teratur

Pengelolaan konservatif perdarahan intraserebral


Pada pasien ini diberikan asam traneksamat 3 x 500 mg IV untuk mencegah lisisnya bekuan
darah yang sudah terbentuk oleh tissue plasminogen.

Pemberian neuroprotektor yaitu citicolin 2x 500 mg IV untuk melindungi sel-sel otak dan
meningkatkan aliran darah ke otak. Bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga
menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
Citicolin adalah obat kolinergik eksogen yang berasal dari sitidin-5-difosfokolin (CDP-
choline). CDP-Choline adalah salah satu zat yang faktor yang berperan dalam biosistensi
membrane sel. CDP-choline juga dinilai berperan dalam membantu sintesis fosfatidilkolin.
Fosfatidilkolin adalah fosfolipid yang dibutuhkan untuk fungsi gray matter otak. Citicolin
juga dinilai dapat meningkatkan sintesis asetilkolin dan memperbaharui fosfolipid dalam
otak. Obat ini juga dinilai dapat meminimalisir iskemia otak dengan menurunkan radikal
bebas (malondialdehida). Hal ini menjadikan citicolin dianggap memiliki efek
neuroprotektif dan regeneratif, sehingga banyak digunakan pada stroke. Penggunaan
citicolin pada cedera kepala ataupun struk secara umum menunjukkan perbaikan gejala
pada pasien meskipun manfaatnya terbatas dan sangat bergantung pada dosis serta waktu
pemberian. Data-data yang ada menunjukkan hasil terapi yang lebih baik dengan
pemberian citicolin.5

Pada pasien juga diberikan captopril 3 x 25 mg dan amlodipin 1 x 10 mg untuk mengatasi


tekanan darah tinggi pasien. Captopril termasuk golongan penghambat ACE, yang bekerja
dengan cara merelaksasi otot pembuluh darah dan menghambat pembentukan zat yang
memiliki efek meningkatkan tekanan darah. Efek samping yang paling sering dikeluhkan
antara lain batuk dan mulut terasa kering. Captopril tidak direkomendasikan untuk pasien
yang memiliki riwayat alergi terhadap golongan penghambat ACE dan pada ibu hamil.
Sedangkan amlodipine termasuk dalam golongan calcium channel blocker, yang bekerja
dengan cara menghambat saluran kalsium yang terdapat di pembuluh darah dan otot
jantung. Efek samping yang sering dikeluhkan adalah pembengkakan pergelangan kaki.
Amlodipin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan dalam kondisi syok atau tekanan
darah rendah dan stenosis aorta.

Edukasi pada pasien penting sebagai pencegahan serangan berulang di kemudian hari,
meliputi modifikasi gaya hidup yaitu dengan memberikan nasihat agar berhenti merokok
dan menghindari lingkungan perokok serta penjelasan mengenai aktifitas fisik. Untuk
sementara pasien dianjurkan mengikuti paket latihan fisik dengan pengawasan tenaga
kesehatan professional yaitu dengan melakukan fisioterapi yang berguna untuk
memperbaiki fungsi motoric dan mencegah kontraktur sendi. Jika pasien sudah dapat
melakukan aktifitas fisik maka disarankan agar melakukan paling kurang 30 menit latihan
fisik dengan intensitas sedang yaitu berjalan cepat atau menggunakan sepeda statis.
Intensitas sedang didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti hingga
berkeringat atau meningkatkan frekuensi denyut jantung, satu hingga tiga kali seminggu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sehingga ketika sudah dapat rawat jalan pasien dapat
diberikan antihipertensi Amlodipine 10 mg sehari dan membatasi asupan garam, diit
dengan kaya buah-buahan dan sayur-sayuran. Pengobatan yang cepat dan tepat
diharapakan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama
pengobatan adalah mencegah progresivitas dan mencari dan menghilangkan faktor
predisposisi.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke 2011. 2011. Jakarta:
PERDOSSI.
2. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS edisi 5. Jakarta: EGC; 2018.
h. 97-161.
3. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. Siriraj stroke score and validation study
to distinguish supratentorial intracerebral haemorrhage from infarction. 1991. NCBI
Journal. Vol.302(6792): 1565–1567.
4. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
5. Doijad R, et al. Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose
Combination. 2012. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences 2(12)
2012, 15-20.

Anda mungkin juga menyukai