Anda di halaman 1dari 9

HIKAYAT AMIR HAMZAH

Ceritera pertama pria mengatakan kelakuan Alkosi Menteri dengan Khoja Bhakti Jamal.
Demikian bunyinya :Ada suatu negeri Madina namanya, negeri itu terlalu besar lagi dengan
eloknya, dan rajanya dalam negeri itu Kibad Syahriar namanya. Dikata orang : raja itu terlalu
hartawan, lagi budiman, lagi dermawan dan kasih akan segala hulubalang, dan menterinya, dan
rakyatnya, lagi adilnya pun terlalu mashur, dan seorang pun raja di dalam dunia tiada dapat
melalui titahnya dan tiada dapat mengikuti lakunya. Pada masanya semuanya raja-raja. Dalam
hikayat dan takluknya. Adapun akan raja itu empat puluh empat ada menterinya dan tujuh ratus
bentaranya, dan dua ratus pahlawan yang gagah-gagah yang memakai mahkota yang keemasan
duduk dihadapannya, dan sepuluh laskar hulubalang yang mengendarai kuda semberani dan
memakai baju jarah besi niah lagi kelihatan tubuhnya, dan tiga puluh ribu hamba tebusan yang
memakai kalah-kalah yang keemasan bertahtakan ratna mutu manikam dan berikut berumbai-
rumbaikan mutiara dan berbaju keemasan sekalian orang itu khidmad kepada raja Khibad
Syahriyar pagi dan petang menghadap baginda itu. Adapun yang penghulu sekalian menteri itu
ada seorang menteri terlalu amat adil dan budiman namanya Alkosi Menteri, barang
sembahnya diperkenankan raja lagi sempurna pada ilmu jaman suda itu dari pada anak cucu
Nabi Danial alaihissalam. Dalam neteri itu ada seorang lagi Islam, Khoja Bakhti Jamal
namanya. Disebut orang lain daripada sudah itu semuanya kafir menyembah berhala, dan
menyembah api. “Alkisah” : adapun Alkosi Menteri dan Khoja Bakhti Jamal terlalu sekali
berkasih kasihan bersahabat seperti orang bersaudara lakunya. Sudah kala berkunjung
kunjungan tiada dapat lagi ia berjarak. Jika belum Alkosi Menteri bertemu dengan sahabatnya
Khoja Bakhti Jamal, belum Alkosi Menteri pergi menghadap raja. Sekali peristiwa seperti
adatnya dahulu kala itu pada suatu hari datang Alkosi Menteri ke rumah sahabatnya Khoja
Bakhti Jamal. Maka ia pun memandang kepada muka Khoja Bakhti Jamal, seraya dilihatnya
pada telaah rumahnya maka digaruk-garukkannya kepalanya maka dilihatnya oleh Khoja
Bakhti Jamal akan Alkosi Menteri menggarukkan kepalanya.

Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai saudaraku mengapa muka engkau melihat mukaku, mala
engkau menggarukkan kepalamu ?” Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku kulihat pada
telaah ramalku bahwa dalam empat puluh hari ini suatu masa besar datang kepadamu”. Setelah
didengar Khoja Bakhti Jamal katanya Alkosi Menteri demikian itu, maka kata Khoja Bakhti
Jamal : “Hai Saudaraku Alkosi Menteri, bicarakan apalah olehmu betapa periku menyulut mara
itu katakan kepadaku supaya kukerjakan”. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku pada
bicaraku baiklah engkau khulwat empat puluh hari jangan engkau keluar dari rumahmu dan
jangan engkau berkata dengan seorangpun. Arkian kata Alkosi Menteri itupun diperkenankan
oleh Khoja Bakhti Jamal maka Alkosi Menteri pun kembalilah dari sana.

Maka Khoja Bakhti Jamal khulwatlah di rumahnya hingga datang kepada tiga puluh sembilan
hari. Maka Alkosi Menteri pun datang berseru-seru kepada Khoja Bakhti Jamal : “Hai
Handaiku pertetaplah hatimu, adapun mara itu telah lepaslah dari padamu, sekarang hanya
sehari lagi tinggal tiadalah mengapa akan sekarang niscaya kebajikan datang akan engkau. Hai
saudaraku bangkitlah engkau marilah kita kedua berjalan kepada taman memakan segala buah-
buahan yang baik-baik rasanya dan bunga yang harum baunya itu kita pakai. Menengar kata
Alkosi Menteri demikian itu, maka Khoja Bakhti Jamal pun turunlah keduanya merayakannya
berjalan berpegang pegangan tangan. Maka pada antara jalan itu Khoja Bakhti Jamal pun
hendak pada hajat. Maka ia berkata kepada Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku, Tuan hamba
berdirilah disini seketika, karena aku hendak kodha hajat”. Maka diberi hajat oleh Alkosi
Menteri : maka Khoja Bakhti Jamal pun masuk kepada suatu penjuru taman itu. Setelah sudah
Kodla hajat. Maka iapun mengangkat suatu batu hendak akan istinja’. Maka dilihatnya dari
bawah batu itu suatu lubang kelihatan bagus diikat manusia. Batu itu terlalu indah indah sekali
rupanya dan perbuatannya. Maka Khoja Bakhti Jamal pun masuk ke dalam lubang itu
dilihatnya suatu suatu pintu pada suatu bilik diikat orang dengan batu : dalamnya itu kelihatan
suatu perbendaharaan empat puluh buah tempayan, penuh dengan emas. Dibawah tempayan
itu perbendaharaan karun tandanya ada suatu surat pada batu emas itu. Setelah Khoja Bakhti
Jamal melihat emas itu, maka terlalu sekejutlah karena emas itu terlalu banyak sekali. Maka
Khoja Bakhti Jamal pun pikir dalam hatinya adapun harta ini harta Baitul Maal. Akan apa
gunanya baik aku memberi tahu sahabatku Alkosi Menteri agar supaya harta ini dibagikan akan
segala fakir miskin. Setelah sudah ia pikir demikian itu, maka Khoja Bakhti Jamal pun pergi
memberi tahu Alkosi Menteri. Demikian katanya : “Hai Saudaraku, adapun aku ada bertemu
dengan suatu perbendaharaan tempayan berisi emas dalamnya empat puluh banyaknya. Maka
kata Alkosi Menteri : Hai Saudaraku, dimana tempatnya perbendaharaan itu katakan
kepadaku”. Maka lalu dicabutnya tangan Khoja Bakhti Jamal dan dipeluknya maka katanya :
“Hai Saudaraku dan kekasihku, dimana tempat perbendaharaan itu ? tunjukkan apalah
kepadaku”. Maka Khoja Bakhti Jamal pun membawa Alkosi Menteri kepada perbendaharaan
itu. Setelah Alkosi Menteri melihat harta dalam perbendaharaan itu terlalu banyak sekali, maka
hatinya pun terlalu sekejutnya. Mukanya pun berseri-seri seperti bunga dalam bahru kembang.
Maka ia pun pikir dalam hatinya. Adapun jika Handaiku Khoja Bakhti Jamal kuhidupkan
niscaya keluar juga rahasia ini seperti apimu kata orang dahulu kala tatkala berpantun demikian
bunyinya : “Jikalau begitu memenggal kepala jangan bersaudara demikianlah. Hendaknya
pekerjaan ini kukerjakan maka sempurna akan daku adapun sahabatku Khoja Bakhti Jamal di
atas perbendaharaan inilah kubunuh supaya seumurku hidup aku makan harta ini datang kepada
anak cucuku makan diberbiayakan habis dan suatu pun tiada hilanglah akan daku dan anak dan
cucu juga. Sudah ia pikir itu, maka ditangkapnya Alkosi Menteri rambut Khoja Bakhti Jamal
maka digagahinya ditekankan kepala Khoja Bakhti Jamal itu ke bumi maka didudukinya
dadanya lalu dihunusnya hanjarnya dihantarkannya kepada leher Khoja Bakhti Jamal. Maka
kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Saudaraku, tiada tega setiamu ! pekerjaan apa yang kau
kerjakan ini ?” Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Sahabatku ! inilah sebaik-baik muslihatku
hendak membunuh engkau supaya rahasia ini jangan lagi seorang pun tahu”. Maka kata Khoja
Bakhti Jamal : “Demi Tuhan yang menjadikan engkau dan aku bahwa rahasia ini tiada
kukatakan pada seorangpun. Berapa kata Khoja Bakhti Jamal tiadalah didengarkan oleh Alkosi
Menteri. Arkian, maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Sahabatku pada bicaraku engkaulah
sahabat yang terlalu baik dari pada segala sahabatku yang lain. Pada bicaraku tiadalah daya
lakumu demikian ini akan daku”. Maka kata itupun tiada juga diperkenankan oleh Alkosi
Menteri. Tatkala itu Khoja Bakhti Jamal pun taulah bahwa Alkosi Menteri dengan sunguh-
sungguh hatinya hendak membunuh akan daya. Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai
Saudaraku ! Kuketahuilah sekarang ajalku akan mati dan dengan sungguh-sungguh hatimu
engkau hendak membunuh aku. Ridholah aku dengan kehendak Allah Subhana Wataala dan
kuserahkannyalah nyawaku pada tanganmu : tetapi ada suatu pesanku padamu jangan tiada kau
sampaikan ke rumahku”. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Khoja Bakhti Jamal, apa pesanmu
kepadaku ? Katakanlah supaya kudengar karena tiadalah aku menghidupi engkau !” Maka kata
Khoja Bakhti Jamal : Bahwa isteriku hamil kutinggalkan karena sekarang aku berlayar dari
negeri fana kepada negeri yang baqo’. Adapun akan istriku itu, Allah Subhana Wataala juga
lagi menghidupi lain dari pada Allah tiada siapa kuasa. Adapun dari pada harta ini barang seribu
tanggah emas berikan kepada isteriku dan katakan salam kekasihmu bahwa suamimu itu
ditolong oleh seorang baya pria dibawanya berlayar sertanya ke negeri hujam. Sekarang
sudahlah ia pergi, inilah seribu tanggah emas disuruhnya berikan akan dayaku dan demikian
pesannya jika anaknya laki-laki namanya Khoja Bajar Jamar dan bayiku peliharakan, Adapun
jika anaknya perempuan, Bariq Bahramulah namanya itu. Maka pesan Khoja Bakhti Jamal
itupun dikabulkan oleh Alkosi Menteri. Maka Khoja Bakhti Jamal itupun disembelihnya oleh
Alkosi Menteri. Setelah sudah Alkosi Menteri membunuh Khoja Bakhti Jamal, maka
ditanamkannya diatas perbendaharaan itu. Maka diambilnya seribu tanggah emas. Maka ia pun
keluar dari dalam taman itu dengan sekejutnya. Maka dibawanya tanggah emas itu kepada istri
Khoja Bakhti Jamal. Syahdan seperti pesan Khoja Bakhti Jamal dikatakannya pada isterinya
Khoja Bakhti Jamal. Maka istri Khoja Bakhti Jamal pikir dalam hatinya : Sungguhlah seperti
kata Alkosi Menteri itu. Maka tanggah emas itupun diambilnya oleh istri Khoja Bakhti Jamal
dan hatinyapun terlalu suka. Serta minta dihalalkan Alkosi Menteri, maka Alkosi Meteri pun
pulang ke rumahnya ; maka ia pun memanggil segala laskarnya dan hamba sahayanya, maka
disuruhnya pagari taman itu berkeliling tuguh-tuguh. Setelah sudah dipagari orang. Maka
Alkosi Menteri pun menyuruh mendirikan sebuah mahligai dibatas perbendaharaan itu
berkeliling mahligai itu di tanamnya bagai-bagai pohon kayu. Maka Alkosi Menteri pun sudah
kalah disanalah melakukan kesukaannya siang malam dengan anak isteri dan hamba sahaya
sekalian. “Wallohu a’lam”

-------------------------

Ceritera yang kedua pria mengatakan tatkala jadi Khoja Bajar Jamar Hakim, dan pria
mengatakan tatkala raja Khibad Syahriar membesarkan Khoja Bajar Jamar Hakim dan
menjadikan ia menteri.

“Alkisah”. Setelah genaplah bulannya, “Khoja Bakhti Jamal” itu, maka iapun beranaklah
seorang laki-laki. Pada ketika yang baik dinamainya akan anaknya “Khoja Bajar Jamar” dan
dipeliharakannya dengan sepertinya harta berapa lamanya daripada sehari-hari “Khoja Bajar
Jamar” pun besarlah dan alamat budak akan berbahagia adalah padanya dan berdualah
rupanya dilihat orang banyak. Bermula segala orangpun terlalu kasih akan daya berapa
lamanya datanglah usianya “Khoja Bajar Jamar” kepada sembilan tahun maka iapun
dibawanya oleh ibunya kepada mualim maka disuruhkannya mengaji Qur’an. Berapa
lamanya “Khoja Bajar Jamar” pun mengaji maka ilmu pun banyak diperolehnya, lidahnya
pun terlalu baik dan gurunya pun terlalu heran melihatnya. Akan “Khoja Bajar Jamar”
mengaji itu terlalu sangat pahamnya kelakuan maka ada suatu kitab di rumah mualim itu
Jamsi Hakim namanya kitab itu. Adapun asalnya daripada Jamsi Hakim juga diperolehnya
oleh “Khoja Bakhti Jamal” maka tiada termutolaahkan oleh “Khoja” itu. Maka diberikah oleh
“Khoja Bakhti Jamal” kepada mualim itu. Maka mualim itu tiada dapat memutholaahkan
kitab itu apa ada dalam kitab itu tiada diketahuinya. Maka pada suatu hari mualim itupun
mengatakan peri kelakuan kitab itu dihadapan “Khoja Bajar Jamar” setelah didengar oleh
Khoja Bajar Jamar kata gurunya itu maka kata Khoja Bajar Jamar : Hai tuanku ! beri apalah
akan hambamu kitab itu barang sehari dua hari hamba pinjam supaya kitab itu hamba
mutholaahkan arkian, maka gurunya itupun segera berbangkit masuk ke dalam rumahnya.
Maka diambilnya kitab itu diberikannya kepada “Khoja Bajar Jamar”. Maka Khoja Bajar
Jamar pun bermohon kepada gurunya pulang ke rumahnya. Dibawanya kitab itu, maka
dimutholahkan oleh Khoja Bajar Jamar dilihatnya dalam kitab itu peri kelakuan raja “Kitab
Syahriar” dan peri “Alkosi Menteri” membunuh bapaknya. Itupun semuanya dilihatnya
dalam kitab itu. Habis diketahuinya sudah itu maka kitab itupun ditaruhnya maka iapun
datanglah kepada ibunya perlahan-lahan dengan sembah sujudnya. Maka ia pun berkata
perlahan-lahan : “Hai ibuku ! Bapakku sekarang kemana ? Maka kata ibunya : “Hai anakku,
tatkala engkau lagi di dalam perutku, Bapakmu pergi berlayar sekarang ia tiadalah ada lagi
wartanya. Betapa halnya pun tiada lagi aku tahu. Sesudah itu maka Khoja Bajar Jamar
berkata pula, Hai ibuku, “Alkosi Menteri itu sekarang adakah ia lagi hidup itu tiadakah ?”
Maka kata ibunya : Hai anakku ! “Alkosi Menteri” itu ada hidup. Ialah yang sahabat
bapakmu terlalu berkasih-kasihan dengan dia lebih dari pada orang bersaudara seibu sebapak.
Demikian kasihnya akan bapakmu. Setelah Khoja Bajar Jamar mendengar kata ibunya
demikian, maka iapun berdiam dirinya. Sehari-hari sudah kalah memutholaahkan kitab itu
juga dan sudah kalah terlalu khidmat akan ibunya dan akan gurunya.

“Alkisah”. Pada suatu hari, maka berkata ibu Khoja Bajar Jamar kepada anaknya : “Hai
Anakku, adapun ingin makan sayur pada taman “Alkosi Menteri” itu kudengar banyak
sayur”. Arkian, maka Khoja Bajar Jamar pun pergi ke pihak taman Alkosi Menteri setelah
datanglah Khoja Bajar Jamar ke pintu taman itu maka, besi kilang-kilang pintu itupun
dihempaskan oleh Khoja Bajar Jamar setelah didengar oleh junggai yang menunggu taman
itu bawanya orang diluar pintu, maka junggai itupun segera keluar. Maka dilihatnya ada
seseorang muda berdiri di muka pintu itu terlalu elok rupanya. Sekalian bunga dalam taman
itu seolah-olah pudarlah warnanya sebab daripada warna muka orang muda itu maka kata
junggai itu : “Hai orang muda ! apa kehendakmu kemari ini? terlalu elok rupamu ! maka kata
Khoja Bajar Jamar : Aku datang ini hendak membeli sayur. Maka kata junggai itu : “Hai
orang muda ! daripada maka aku mengambil harganya sayur ini ? berapa kehendakmu sayur
ini ? ambillah ! kuberi. Marilah engkau masuk ke dalam taman ini. Adapun dalam taman itu
ada sebuah mahligai diperbuatnya oleh Alkosi Menteri ; malam siang disanalah ia duduk
melakukan kesukaannya. Setelah itu maka junggai itupun membawa Khoja Bajar Jamar
masuk ke dalam taman itu. Tatkala itu Alkosi Menteri pun ada di duduk di atas mahligai itu.
Maka dilihatnya segala kelakuan “Khoja Bajar Jamar” tak satupun tiada katanya. Maka
junggai itu pergi memungut sayur. Adapun pada tempat “Khoja Bajar Jamar” duduk itu ada
seekor kumbang bertambat. Kumbang itupun menotok menotok talinya hendak makan sayur.
Maka Khoja Bajar Jamar pun perlahan-lahan mengikat diuraikannya kumbang itu. Setelah
kumbang itu lepas, maka kumbang itu pun berlari-lari masuk ke pada taman. Disanalah dia
makan bunga dan sayur. Dengan demikian maka kumbang terlihat oleh junggai itu
disangkanya kumbang melepaskan dirinya. Maka ditunggunya lalu ditambatkannya pulang
pada tempat yang dahulu itu. Maka ia pun pergi pula memungut sayur. Maka sekali lagi
“Khoja Bajar Jamar” berbangkit dilepaskannya kumbang itu. Maka kumbang itupun berlari-
lari memakan bunga pula dilihat oleh junggai itu. Maka iapun amarah maka ambilnya batang
junggai dilotarkannya kepada kumbang itu kena perutnya. Maka kumbang itupun mati.
Setelah dilihat oleh Khoja Bajar Jamar maka katanya : “Hai junggai ! ketika halal dijadikan
haram. Maka kata Khoja Bajar Jamar terdengarlah oleh Alkosi Menteri maka Alkosi
Menteripun heran lalu memanggil junggai itu. Katanya : “Hai junggai ! kanak-kanak itu bawa
kemari. Maka junggai itu pun membawa Khoja Bajar Jamar kepada Alkosi Menteri. Ini
junggai kumbang itu disuruhnya bawa kehadapan Alkosi Menteri maka Alkosi Menteri pun
bertanya kepada Khoja Bajar Jamar : "Hai kanak-kanak siapa namanya dan anak siapa
engkau ? maka kata Khuja Bajar Jamar : Hai Alkosi Menteri adapun namaku Khuja Bajar
Jamar. Dan nama bapaknya Khoja Bakhti Jamal. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Khoja
Bajar Jamar ! bapakmu kemana perginya sekarang ? maka kata Khoja Bajar Jamar :
“Bapakku kudengar mengerjakan pekerjaan seorang biperi ditolongnya dibawanya berlayar
sertanya berapa lamanya suatupun tiada kabarnya kudengar. Dimana ia sekarang tiada aku
tahu. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai kanak-kanak betapa artinya katamu itu. Ketika halal
kujadikan haram. Seekor yang mati. Maka kata Khoja Bajar Jamar : “Hai Alkosi Menteri !
ada di dalam perut kumbang itu dua ekor anaknya. Seekor hatimu empat kukunya putih, dan
seekor belang sebelah matanya buta sebab kena lotarnya Junggai itu, lalu mati. Setelah
demikian maka disuruh Alkosi Menteri belah perutnya kumbang itu. Setelah dibelah orang
maka dilihatnya singgah seperti kata Khoja Bajar Jamar itu. Maka Alkosi Menteri pun
heranlah seraya pikir dalam hatinya “barang siapa tahu akan segala yang di dalam perut
kumbang itu, niscaya tahulah ia akan orang yang membunuh bapaknya itu. Setelah ia pikir
demikian itu, maka dipanggilnya oleh Alkosi Menteri seorang hulubalang habsyi memegang
pedang. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Hulubalang ! kanak-kanak ini bawa olehmu ke
penjara taman ini sembelih lehernya dan belah dadanya ; sudah itu ambil hatinya maka pajak.
Setelah masuk, maka bawa kepadaku supaya kumakan. Maka hulubalang itupun membawa
Khoja Bajar Jamar ke penjara taman itu. Adapun hulubalang habsyi itu malam siang segala
berahi hatinya akan anak Alkosi Menteri yang perempuan itu. Hatinya hendak berdapat
perempuan itu juga sebab dia telah maka ia pun khidmat kepada ’Alkosi Menteri’. Setelah
sampai habsyi itu ke penjara taman itu, maka dihunusnya khanjarnya hendak membelah leher
Khoja Bajar Jamar maka Khuja Bajar Jamar : “Hai Habsyi ! Jika aku kau bunuh, yang kau
cinta itu tiadalah kau peroleh lagi dan maksudpun tiada sampai kepadamu”. Maka kata
hulubalang itu : “Hai kanak-kanak ! apa yang kucinta itu ?” .Maka kata Khoja Bajar Jamar :
“Adapun engkau anak raja Habsyi akan sekarang kujadikan dirimu hulubalang Alkosi
Menteri dan kuperhambakan dirimu kepadanya. Maksudmu itu hendak akan anak Alkosi
Menteri pada malam dan siang inilah citamu dan rasamu pun terlalu birahi kepada perempuan
itu. Maka Habsyi itupun heranlah mendengar kata “Khoja Bajar Jamar” itu. Lalu didekapnya
dan diciumnya. Maka kata habsyi : “Hari orang muda, bicaramu terlalu elok lagi budiman
sekali engkau. Betapa periku akan sampai kehendakku itu ?” maka kata “Khuja Bajar Jamar”
jika aku tiada kau bunuh, yang kuberikan itu anak “Alkosi Menteri” dalam empat puluh hari
juga kuserahkan kepadamu. Maka kata hulubalang habsyi : “Hai kanak-kanak ! akan
sekarang “Alkosi Menteri” hendak makan pucuk hatimu. Apa kelak katamu padanya? Maka
kata “Khoja Bajar Jamar” : “Hai Hulubalang ! pergilah engkau kepekan ! ada seorang
perempuan tua berjual kambing beli olehmu kambing itu. Maka sembelih olehmu. Ambil
hatinya pajak sudah masih maka bahwa kepada Alkosi Menteri”. Maka kata habsyi itu ”Yang
hati kambing dan hati manusia itu berlain-lainnan rasanya”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar” :
“Hai Hulubalang ! adapun hati kembing seekor itu sama rasanya dengan hati manusia”. Maka
kata hulubalang itu : “Hai anak muda betapa perihnya maka hati kambing sama rasanya
dengan hati manusia?” Maka kata Khuja Bajar Jamar ”Adapun pada suatu hari kambing itu
beranak dan perempuan yang empunya kambing itupun beranak. Arkian ibu kambing itupun
mati. Maka anak kambing itu disusukannya oleh yang empunya kambing itu. Dipeliharakan
seperti anaknya. Akan sekarang ia pun gugur dengan bayinya. Sebab ia telah kambing itu
hendak di jalanya. Hai Hulubalang ! Baiklah tuan hamba segera membeli kambing itu
sembelih pajak hatinya bahwa kepada “Alkosi Menteri” adalah hanya rasa hati kambing itu
seperti cita rasa hati manusia. Mendengar kata “Khuja Bajar Jamar”. Demikian itu maka
Habsi itupun segeralah kekapkan, maka dibelinya kambing itu dibawanya ke rumahnya.
Maka disembelihnya diambilnya hatinya dipajahnya dibawanya kepada “Alkosi Menteri”.
Maka diambilnya pujah oleh “Alkosi Menteri”. Maka dari pada sangat lahapnya semuanya
habis dimakannya. Maka dalam hati “Alkosi Menteri” baharulah sempurna pekerjaanku
tiadalah ada perencanaanku lagi.

Arkian dengan “Allah Taallah” pada suatu malam maka raja Kibad Syahriyar pun bermimpi.
Setelah sudah bermimpi, maha raja pun sadar dari pada tidurnya, maka rajapun lupa akan
mimpinya itu. Setelah hari siang, pagi-pagi hari maharaja “Kibad Syahriyar” pun duduk
semayam diatas singgasana yang bertahtakan ratna mutu manikam. Maka rajapun menitahkan
memanggil segala menteri dan segala bantara dan segala hulubalang dengan seketika itu juga.
Maka sekalian orang kaya-kaya menghadap raja “Kibad Syahriyar”. Maka raja pun bertitah :
”Hai segala kamu orang kaya, menteriku dan bantarku dan hulubalang! sekarang hendaklah
kamu mengatakan apa yang kumimpi pada malam ini karena aku telah lupa akan mimpiku
itu”. Maka sembah segala menteri dan bantar hulubalang sekalian : ”Ya tuanku sah alam jika
yang dipertuan mengatakan mimpi itu kepada patiku sekalian niscaya dapat petaka
mengadakan takaburnya akan sekarang yang dipertuan lupa akan yang dimimpi itu. Maka
titah raja kepada “Alkosi Menteri” : ”Hai menteriku ! sekarang engkau kujadikan perdana
menteri lebih besar dari pada sekalian orang dalam negeri Madina ini. Seorang pun tiada lagi
sama dengan engkau. Adapun pada harinya hendaklah engkau mengatakan mimpiku ini. Jika
tiada kau katakan mimpiku itu. Demi berhala besar demi berhala kecil bahwa engkau
kusilahkan dengan hidupmu”. Apabila “Alkosi Menteri” mendengar titah raja yang demikian,
maka hatinya ketakutan heran akan dirinya. Maka ia pun teringatnya akan “Khoja Bajar
Jamar” dalam hatinya. Jika kanak-kanak itu hidup dapatlah ia mengatakan mimpi raja ini
karena anak kumbang di dalam perut ibunya lagi diketahuinya. Baik aku kembali. Setelah
sudah ia pikir demikian itu. ”Barang 3 hari lagi hambamu minta janji”, maka titah raja :
”Baiklah”. Maka “Alkosi Menteri” pun pulang ke rumahnya. Maka ia pun segera mencari
memanggil habsi itu. Maka dengan seketika itu juga habsi itu pun datang. Maka kata “Alkosi
Menteri”: ”Hai Hulubalang ! akan budak itu kan mengapa akan dia ?”. Maka kata habsi itu :
”Ya tuanku ! dengan jajah tuan hamba sudahlah hamba bunuh, hamba sembelih lehernya dan
hamba belah dadanya dan hatinya itulah hamba bawa kepada Tuan hamba”.

Maka kata “Alkosi Menteri”: ”Dimana tempat kau bunuh itu ?” maka habsi itupun tiadalah
menjawab lagi. Karena kehabisan jawabnya.

Maka kata Alkosi Menteri: “Hai Hulubalang ! jangan bercinta akan dirimu jika baik budak itu
engkau segera pergi mengambil dia padaku”. Serta ia mendengar kata “Alkosi Menteri”
demikian itu. Maka hulubalang habsi itu pun segera pulang ke rumahnya. Maka dibawanya
budak itu kehadapan “Alkosi Menteri”.

Apabila “Alkosi Menteri” melihat muka “Khoja Bajar Jamar” itu, maka ia pun segera
berangkat maka diberikan hormat akan “Khuja Bajar Jamar”, lalu dipegangnya tangan
dipeluknya dan diciumnya akan “Khoja Bajar Jamar”. Maka kata “Alkosi Menteri” : “Hai
anakku Khoja Bajar Jamar ! dari pada kau heran engkau kuambil akan anakku. Dan anakku
perempuan itupun kuberikanlah padamu. Maka yang salah bab lalu janganlah kau taruh dalam
hatimu, karena aku sahabat bapakmu. Adapun jika ada kasihmu kepadaku, katakanlah olehmu
apa yang dimimpi raja pada malam tadi jika dapat kau katakan, terlalu berbahagia sekali
engkau”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar”: ”Hai Alkosi Menteri jika raja mengatakan mimpi
kepada aku, maka dapat aku mengartikan dia”. Maka beberapa-beberapa kali dipintanya oleh
“Alkosi Menteri” akan “Khoja Bajar Jamar” tiada juga ia mau mengadakan dia. Kemudian dari
itu. Maka “Alkosi Menteri” pun pergi menghadap raja. Setelah dilihat raja, “Alkosi Menteri”
datang, maka dari jauh pun bertanya : “Hai “Alkosi Menteri” dapatkah sekarang engkau
mengatakan mimpiku, atau tiadakah?” Maka “Alkosi Menteri” pun sujud, kepalanya lalu ke
tanah. Maka sembah “Alkosi Menteri” : “Ya tuanku Syah Alam, ada seorang kanak-kanak di
rumah hambamu. Beberapa lamanya ia lari ; sekarang pada hari ini, ia ada duduk. Jika segera
yang dipertuan menitahkan seorang memenggal dia, niscaya datanglah menghadap Syah Alam.
Pada bicara padaku, ialah dapat mengatakan mimpi sah alam itu”.

Maka dengan seketika itu juga, rajapun menitahkan budawan memanggil “Khoja Bajar Jamar”
: ”Hai budawan! pergi kamu, bawa seekor, kenakan pelananya dan gagangnya, panggil akan
kanak-kanak yang dikata “Alkosi menteri” itu”. Maka biduan itu pun segera sembah lalu
berlari-lari mengambil seekor kuda dengan kelengkapannya. Maka dibawanya pergi
memanggil kanak-kanak itu. Apabila budawan itu datang kepada “Khoja Bajar Jamar”, maka
dijunjungkannya titah raja itu kepada ia serta kuda itupun diberikannya akan kenaikannya.
Maka kata “Khoja Bajar Jamar”, ”Hai budawan ! Katakan katakan sembah hamba manusia.
Betapa peri hamba duduk di atas belakang jana itu”. Maka budawan itupun segera kembali
bepersembahkan kepada raja segala kata “Khoja Bajar Jamar” itu.

Maka titah raja : ”Tanyakan olehmu apa kehendaknya akan kendaraannya”.

Maka budawan itu pun segera pergi kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah budawan itu
datang, maka katanya : ”Hai Khoja! Apa kehendak Khoja akan kendaraan ?” Maka kata
“Khoja Bajar Jamar” : ”Persembahkan sembah hamba kebawah duli yang dipertuan, jikalau
dapat “Alkosi Menteri” itu dibawa kekang pada mulutnya dan pelana pada belakangnya,
maka ia-lah kendaraan hamba. maka hamba mau mengadap raja”. Maka budawan itu pun
segera kembali mengadap raja lalu datang sembah ke bawah raja, seperti kata “Khoja Bajar
Jamar” itu. Setelah raja menengar kehendak “Khoja Bajar Jamar” itu. Maka bagindapun amat
heranlah. Kemudian dari itu, maka raja pun bersebut kepada budawan itu : ”Bawalah olehmu
“Alkosi Menteri” bawa bah kekang pada mulutnya dan kenakan pelana kebelakangan. Maka
segera bawa kepada kanak-kanak itu pada bicaraku ada juga “Alkosi Menteri” berbuat aniaya
kepadanya. Maka dipintanya akan kendarannya”.

Setelah budawan menengar kata raja demikian, maka “Alkosi Menteri” itu pun dibawa bahu
oranglah kekang pada mulutnya dan dikenakan pelana diatas belakangnya. Maka “Alkosi
Menteri” dibawa oleh budawan itu kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah dilihatkan “Khoja
Bajar Jamar” akan “Alkosi Menteri” dibawa orang kepadanya dengan kekangnya dan
pelanya, maka “Khoja Bajar Jamar” pun segera berlari-lari melompat kebelakang “Alkosi
Menteri” maka duduklah diatas pelana yang dibelakang “Alkosi Menteri” Maka diburunya
oleh “Khoja Bajar Jamar” akan “Alkosi Menteri” itu seperti orang memburu kuda lakunya.

Tatkala itu, “Alkosi Menteri” berjalan dengan empat kahi seperti kuda. Maka dicemetinya
oleh “Khoja Bajar Jamar”. Maka dengan seketika datanglah kehadapan raja “Kibad
Syahriyar”. Setelah dilihat raja akan Khoja itu datang, maka raja pun berbangkit memberi
hormat. Akan Khoja itu dirusuh raja naik ke istana lagi dipegang raja tangan “Khoja Bajar
Jamar” maka didudukkannya di sisi raja, pada suatu kursi yang keemasan bertatahkan ratna
manikam. Maka raja pun duduklah. Maka titah raja : ”Hai orang muda yang terlalu budiman !
Apa yang kumimpi pada malam tadi ? Baik segera kau katakan kepadaku”. Maka sembah
“Khoja Bajar Jamar”: ”Ya Syah Alam ! Ada pun yang dimimpi raja pada malam tadi, ada
sebuah talbak dalam thalbak itu sebuah pinggan, dalam pinggan itu suatu makanan. Baharu
raja hendak santap, maka datang seekor anjing hitam, maka makanan itu direbutnya, lalu
dimakannya. Maka dari pada benci raja akan anjing itu. Maka yang pertuan pun terkejut lalu
bangun. Maka daripada sangat murka pertuan lupalah akan mimpi itu”.

Maka titah raja : ”Sungguhlah demikian mimpiku. Seperti kata “Khoja Bajar Jamar” itu
tiadalah bersalahan lagi”. Maka rajapun baharulah ingat akan mimpi itu. Maka raja pun
bersabda : ”Sekarang apa takaburnya mimpiku itu ?”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar” :
”Adapun Sah Alam hendak akan arti mimpi Sah Alam itu, InsyaAllah Taallah dapat petaka,
persembahkan dia tetapi kemudianlah petaka persembahkan arti mimpi yang dipertuan itu.
Akan sekarang petaka pohonkan darimu karna perkas duli yang dipertuan akan hal petaka”.
Maka titah raja: ”Siapa yang berbuat aniaya akan Khoja itu ?”.

Maka sembah “Khoja Bajar Jamar” : Ya Tuanku Sah Alam “Alkosi Menteri” membunuh
bapa hambamu tiada dengan dewasanya”. Maka segala hal ikhwalnya semuanya
dipersembahkannya kepada raja. Peri “Khoja Bajar Jamar” diserahkan oleh “Alkosi Menteri”
kepada Habsyi disuruhnya membunuh, dan peri bapanya diatas perbendaharaan karun dan
“Alkosi Menteri” menanamkan mayat bapanya di atas perbendaharaan itu semuanya
dipersembahkannya kebawah duli raja “Kibad Syariyar”. Maka tatkala itu juga disuruh raja
periksanya seperti sembah “Khoja Bajar Jamar”, dan suruh raja lihat mayat bapanya Khoja
itu; Sungguhlah pada tempat itu. Maka dilihat oleh Hamba raja. Sungguhlah perbendaharaan
Karun itu dan bapa Khoja Bajar Jamar itu, sungguh ditanamkan diatas perbendaharaan itu.
Tetapi hati tolong “Khoja bakhti Jamal” juga lagi takkal. Maka sekalian hal itu
dipersembahkan kepada raja. Maka titah raja : ”Jikalau demikian ia telah “Alkosi Menteri”
membuat aniaya kepada bapa Khoja”.

Maka dengan seketika itu juga “Alkosi Menteri” disuruh raja soalkan dan rumah tinggalnya
“Alkosi Menteri” dan anak istrinya dianugerahkan raja kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah
sudah tersuruh anak istrinya “Alkosi Menteri” dan segala hamba sahayanya kepada “Khoja
Bajar Jamar” hakim. Maka anak “Alkosi Menteri” seorang perempuan diberikannya kepada
hulubalang Habsi itu. Dan seorang lagi disambilnya oleh “Khoja Bajar Jamar” akan istrinya.
Hatta maka raja pun bertanyakan arti mimpinya itu kepada “Khoja Bajar Jamar”. Maka Khoja
itupun hampir ke sisi raja, maka dibisikkannya kepada telinga raja itu. Demikian sembahnya :
”Adapun yang dipertuan baharulah istri. Maka hati raja tiada kasih akan dia maka perempuan
itupun sekarang ada menaruh seorang habsi dalam sebuah peti, apabila malam maka
dikeluarkannya, karna perempuan itu sangat birahi akan habsi itu. Pada tiap-tiap hari
pekerjaan perempuan itu. Setelah didengar raja kata “Khoja Bajar Jamar” demikian, maka
dalam seketika itu juga suruh raja periksa dalam istana raja itu. Maka dengan seketika itu
juga, kedapatanlah seorang habsi dalam sebuah peti. Sungguh seperti kata Khoja itu tiada
bersalahan lagi. Lalu pada waktu itu juga perempuan dan habsi itu disuruh raja tanamkan di
dalam bumi hingga punggung. Maka sekalian orang hina ini disuruh raja melontari dengan
batu akan habsi dan perempuan itu. Maka semuanya orang dalam negeri Madina itulah
melontari dia sehingga mati. Maka raja pun menganugerahi “Khoja Bajar Jamar” dengan
sepertinya selengkapnya pakaian raja-raja bertahtahkan ratna manikam. Maka tatkala itu
“Khoja Bajar Jamar” didudukkan diatas segala menteri. Adapun raja “Kibad Sahriyar”
tiadalah berhari dengan “Khoja Bajar Jamar” nanti segala melainkan pada malam juga
berahirnya. Adapun raja dan khoja itu suda kala bersua kesukaan juga dalam negeri madina
dan memeriksa segala menteri dan hulubalang dan segala rakyatnya. Siapa yang teraniaya
dan siapa menganiaya. Karena negeri itu dipegang raja “Kibat Sahriyar” dan “Khoja Bajar
Jamar” hakim sekalian dalam hukumnya. Wallahu Alam Bisawab.

Anda mungkin juga menyukai