Anda di halaman 1dari 15

Kumpulan

Sistem biner fenol – air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat solubilitas timbal balik
antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Solubilitas (kelarutan) adalah
kemampuan suatu zat terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Kelarutan dinyatakan dalam
jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil
disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang
dapat berupa zat murni ataupun campuran.

Campuran terdiri dari beberapa jenis. Di lihat dari fasenya, Pada system biner fenol –air,
terdapat 2 jenis campuran yang dapat berubah pada kondisi tertentu. Suatu fase didefenisikan
sebagai bagian system yang seragam atau homogeny diantara keadaan submakroskopiknya,
tetapi benar – benar terpisah dari bagian system yang lain oleh batasan yang jelas dan baik.
Campuran padatan atau dua cairan yang tidak saling bercampur dapat membentuk fase terpisah.
Sedangkan campuran gas-gas adalah satu fase karena sistemnya yang homogen.

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian bila
temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan tersebut
dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati temperatur kritis
maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi.

Salah satu contoh dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang
membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap
perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis (gambar 1). Jika temperatur dari dalam
kelarutan fenol aquadest dinaikkan di atas 50°C maka komposisi larutan dari sistem larutan
tersebut akan berubah. Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan bertambah (lebih dari
11,8 %) dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang (kurang dari 62,6 %). Pada saat
suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi seimbang dan
keduanya dapat dicampur dengan sempurna.
T

L1
L2

A2
B2 T1
A1 B1 T2

T0
XA = XC XF =
1 1
Molfraksi

Gambar 1. Komposisi campuran fenol air

L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol, XA dan XF masing-masing adalah mol fraksi
air dan mol fraksi fenol, XC adalah mol fraksi komponen pada suhu kritis (Tc). Sistem ini mempunyai
suhu kritis (Tc) pada tekanan tetap, yaitu suhu minimum pada saat dua zat bercampur secara
homogen dengan komposisi Cc. Pada suhu T1 dengan komposisi di antara A1 dan B1 atau pada
suhu T2 dengan komposisi di antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fase (keruh). Sedangkan di
luar daerah kurva (atau diatas suhu kritisnya, Tc), sistem berada pada satu fase (jernih).

Temperatur kritis atas Tc adalah batas atas temperatur dimana nterjadi pemisahan fase.Diatas
temperatur batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur.Temperatur ini ada gerakan
termal yang lebih besar menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua
komponen,

Beberapa system memperlihatkan temperatur kritis Tc . dimana dibawah temperatur itu


kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan diatas temperatur itu kedua
komponen membentuk dua fase. Salah satu contohnya adalah air-trietilamina. Dalam hal ini pada
temperatur rendah kedua komponen lebih dapat campur karena komponen-komponen itu
membentuk kompleks yang lemah, pada temperatur lebih lebih tinggi kompleks itu terurai dan
kedua komponen kurang dapat bercampur.

< Sumber>
Kelarutan atau solubility adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute) untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil
disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya
disebut Miracible (Keenan, 1986).
Bila dua cairan dicampur membentuk larutan ideal, maka masing-masing cairan akan
menguap sehingga tekanan uap larutannya sama dengan jumlah tekanan uap parsialnya.
Tekanan uap parsial masing-masing komponen dalam larutan lebih kecil tekanan uap
murninya, karena pada permukaan larutan terdapat dua zat yang saling berinteraksi sehingga
kecenderungan tiap komponen untuk menguap berkurang. Besarnya tekanan uap parsial
masing-masing komponen dalam larutan, dirumuskan oleh Hukum Raoult, yang berbunyi:
“Tekanan uap parsial dari tiap-tiap komponen dalam larutan sama dengan tekanan uap
komponen tersebut dala keadaan murni kali fraksimolnya”.
Jika larutan terdiri dari komponen A dan B, maka:
PA = XA PA° dan PB = XB PB°
(Yazid, 2005)
Temperatur kritis atau Tc adalah batas atas temperatur dimana menjadi pemisahan fase.
Di atas temperatur batas atas, kedua komponen benar-benar bercampuran. Temperatur ini ada
gerakan termal yang lebih besar menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada
kedua komponen. Beberapa sistem memperlihatkan temperatur kritis Tc. Dimana di bawah
temperatur itu kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan di atas temperatur
itu kedua komponen membentuk dua fasa. Salah satu contohnya adalah air-trietilamina. Dalam
hal ini pada temperatur rendah kedua komponen lebih dapat campur karena komponen-
komponen itu membentuk kompleks itu teruarai dan kedua komponen kurang dapat bercampur
(Atkins, 1999).
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan,
seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya
karbondioksida (CO2) atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan
lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat misalnya aloi (campuran
logam) dan mineral tertentu (Sukardjo, 2002).
Larutan jenuh adalah larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam jumlah
maksimal, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut. Pada keadaan ini terjadi
kesetimbangan antara solute yang larut dengan yang tak larut atau kecepatam pelarutan sama
dengan kecepatan pengendapan (Yazid, 2005).
Larutan tak jenuh (unsaturated) adalah suatu larutan yang mengandung jumlah solute
lebih sedikit (encer) daripada larutan jenuhnya. Sedangkan larutan lewat jenuh (supersaturated)
mengandung solute lebih lebih banyak (pekat) daripada yang ada dalam larutan jenuhnya pada
suhu yang sama (Yazid, 2005).
Daya larut cairan dalam cairan lain sangat berbeda-beda mulai dapat bercampur
sempurna, bercampur sebagian, sampai tidak bercampur sama sekali. Demikian pula zat padat
dalam cairan, mulai ada yang larut sempurna sampai dengan yang tidak larut. Kelarutan zat
selain bergantung dai sifat solute dan pelarutnya juga dipengaruhi oleh suhu dan tekanan
(Yazid, 2005).
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang sau dengan yang
lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalamm cairan bertambah dengan naiknya
suhu, karena kebanyakan prses pembentukan larutannya bersifat endoterm. Sebagai
pengecualian ada beberapa zat yang kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti serium
sulfat dan natrrium sulfat karena proses pelarutannya bersifat eksoterm. Bahkan ada zat yang
hampir tidak dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida (Yazid, 2005).
Perubahan tekanan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kelarutan suatu zat cair
atau zat padat dalam pelarut cair. Tetapi kelarutan gas selalu bertambah dengan bertambahnya
tekanan. Secara kuantitatif pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh William
Henry (1804) yang dikenal dengan hukum Henry yaitu “Kelarutan suatu gas dalam larutan cair,
berbanding lurus dengan tekanan gas di atas larutan tersebut” (Yazid, 2005).
Dalam kimia larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih zat.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solute, sedangkan
zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau
solvent. Komposisi zat terlarut dan pelarut banyak dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi
larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut
pelarut atau solvasi (Keenan, 1986).
Zat terlarut dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu
larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut seperti perak klorida dalam air. Istilah “tak
larut” (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya
ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa
kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh yang menstabil atau mengendap (Atkins, 1999).
Sistem biner fenol-air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal
balik antara fenol-air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Disebut sistem biner karena jumlah
komponen campuran terdiri dari dua zat yaitu fenol dan air. Fenol dan air kelarutannya akan
berubah apabila dalam campuran itu ditambah salah satu komponen penyusunnya yaitu fenol
atau air. Jika komposisi campuran fenol air dilukiskan terhadap suhu akan diperoleh kurva yang
setimbang. Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan
dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi antara solvent-
solvent adalah kuat (Atkins, 1999).

<sumber>

Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Suatu larutan disebut
campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Homogen karena susunannya seragam
sehingga tidak dapat diamati ada atau tidaknya bagian yang berbeda (Hardjono, 2001)

Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut
pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat pada dasarnya sangat
bergantung dengan sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, seperti temperatur, tekanan
dan pH larutan, dan lain-lain. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu merupakan
suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit zat
terlarut pada pelarut sampai zat terlarut tersebut mengendap (tidak dapat larut lagi). Rentang
kelarutan sangat bervariasi, ada banyak sekali zat kimia yang mempunyai kelarutan tak
terbatas, dan hasilnya bercampur sempurna (miscible), misalnya adalah etanol dalam air. Ada
pula zat kimia yang sama sekali tidak larut, sebagai contoh adalah perak klorida dalam air.
Namun kebanyakan suatu zat dapat terlarut dalam pelarut sampai tepat jenuh, setelah itu
mengendap seperti NaCl dalam air (Anonim, 2013).

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut (Sukardjo, 2003) :

a. Temperatur
b. Jenis zat terlarut
c. Tekanan
2.3 Kelarutan Timbal Balik
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis, maka larutan tersebut akan bercampur secara
homogen, dan jika melewati temperatur kritis, maka larutan tersebut akan kembali bercampur
sebagian. Sebagai contoh adalah kelarutan timbal balik fenol dalam air yang berdasarkan
pertambahan persen fenol akan membentuk kurva parabola dalam setiap perubahan temperatur
baik di bawah temperatur kritis mapun di atas temperatur kritis (Sukardjo, 2003).

2.4 Sistem Biner Fenol Air


Sistem biner fenol-air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal
balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Campuran fenol dan air disebut
campuran/sistem biner, karena terdiri dari dua komponen yaitu fenol dan air. Sistem biner
fenol-air tergolong fase padat-cair, fenol berupa padatan dan air berupa cairan. Kelarutan
sistem ini akan berubah apabila dalam campuran itu ditambahkan salah satu komponen
penyusunnya yaitu fenol atau air. Temperatur mempengaruhi komposisi kedua fase pada
kesetimbangan. Menaikkan temperatur aka menambah kemampuan bercampurnya (Atkins,
1996).
2.5 Analisis Bahan

2.5.1 Akuades (H2O)

Akuades merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa dengan rumus
molekul H2O dan bersifat polar, sehingga merupakan pelarut yang baik untuk bermacam-
macam zat ; molekul air terikat oleh ikatan hidrogen satu sama lain. Air membeku pada 0 oC,
mendidih pada 100 oC, dan mempunyai kerapatan (1 g cm-3) terbesar pada 4 oC (Pudjaatmaka,
dkk, 1993 ; Wertheim, 2000).

2.5.2 Fenol (C6H5OH)


Fenol merupakan zat padat tak berwarna, bersifat racun, biasanya digunakan sebagai antiseptik,
desinfektan, bahan peledak, zat celup, dan merupakan suatu asam lemah penyebab korosi
(Rahayu dan Giriarso, 2011).

2.5.3 Metanol (CH3OH)


Metanol merupakan cairan tak berwarna yang digunakan sebagai pelarut. Disebut juga alkohol
kayu. Spirtus adalah salah satu jenis penggunaan metanol yang diberi warna biru agar tidak
tertukar dengan air. Sifatnya sangat beracun (Rahayu dan Giriarso, 2011).

2.5.4 Natrium klorida (NaCl)


Natrium korida adalah senyawa ionik sederhana berbentuk padatan rapuh dengan titik leleh
801°C. Dalam bentuk lelehan dan larutannya, senyawa ini dapat menghantarkan arus listrik
(Sutresna, 2008).

<sumber>

Pembahasan
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan
tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati
temperatur kritis, maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur
sebagian lagi.
Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu
tertentu sampai membentuk larutan jenuh. Kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan
menimbangkan zat yang akan ditentukan kelarutannya kemudian dilarutkan.
Titik kritis adalah sebuah titik suhu dimana fase cairan dan fase uap tidak bisa
dibedakan. Pada saat mendekati temperatur titik kritis, properti gas dan cairan menjadi sama,
fase ini disebut fluida superkritikal. Tekanan kritis adalah tekanan uap pada titik kritis. Titik
dimana temperatur kritis dan tekanan kritis bertemu.
Rantai terbuka yaitu rantai karbon alifatis dimana rantai ini bisa lurus dan bisa juga
bercabang. Sedangkan rantai tertutup yaitu rantai karbon siklis yang dibedakan atas karbosiklik
dan heterosiklik. Dimana karbosiklik adalah senyawa karbo siklik yang rantai lingkarnya hanya
terdiri dari atom C saja, heterosiklik adalah senyawa karbo siklik yang di dalam rantai
lingkarnya terdapat atom lain selain atom karbon.
Titik jenuh yaitu suatu kondisi dimana suatu benda terlarut sudah tidak bisa larut lagi
pada lingkungan yang sama. Contoh gula akan larut pada air, tetapi bila kita memasukkan gula
terus-menerus ke dalam gelas berisi air tersebut, akan terjadi suatu kondisi dimana gula tidak
akan bisa larut lagi alias titik jenuh gula pada air.
Lewat jenuh yaitu suatu kondisi yang terjadi dalam suatu larutan apabila larutan
mengandung zat terlarut lebih daripada yang diperlukan untuk memperoleh larutan jenuh.
Aplikasi percobaan kelarutan timbal balik di dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
- Proses pembuatan logam besi, ketika uap panas dimasukkan ke sebuah besi panas, uap
panas ini akan bereaksi dengan besi dan membentuk sebuah besi oksida magnetik berwarna
hitam yang disebut magnetit, Fe3O4. Hidrogen yang terbentuk oleh reaksi ini tersapu oleh
aliran uap.
- Kelarutan fenol dalam air yang membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada
bertambahnya % fenol dalam setiap perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan timbal balik:
- Sifat solute dan solvent
Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula, solute yang non polar akan
larut dalam solvent yang non polar juga.
- Temperatur
Zat pada umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan
bersifat endoterm.
- Salting out
Adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar
dibandingkan zat utama akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau
terbentuknya endapan karena adanya reaksi kimia.
- Salting in
Adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi
lebih besar.
- Consolvensi
Adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain atau
modifikasi pelarut.
- Tekanan
Semakin besar tekanan yang diberikan pada larutan maka akan semakin besar pula
kelarutan suatu campuran.
- Volume
Semakin banyak volume pelarut yang digunakan untuk melarutkan suatu senyawa maka
akan semakin mudah senyawa itu untuk larut dalam suatu pelarut.
- pH
Suatu senyawa akan mudah larut dalam suatu pelarut apabila suasananya tidak terlalu asam
atau terlalu basa yaitu pH netral.
- Kelarutan (Ksp)
Semakin besar nilai kelarutan (Ksp) suatu senyawa maka akan semakin mudah pula
senyawa itu larut dalam suatu pelarut.
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih besar dibandingkan zat utama akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau
terbentuknya endapan karena adanya reaksi kimia. Contohnya kelarutan minyak atsiri dalam
air akan turun bila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Sedangkan salting
in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent
menjadi lebih besar. Contohnya riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang
mengandung nicotinamida.
Prinsip percobaan pada percobaan kelarutan timbal balik ini yaitu berdasarkan proses
pemanasan pada larutan untuk mengetahui kelarutan suatu zat padat pada saat sebelum
mencapai titik kritis. Suatu zat akan menjadi dua fasa sebelum dan sesudah melewati titik kritis
dan akan menjadi satu fasa sesaat setelah mencapai titik kritik.
Bunyi Hukum Raoult:
“Tekanan uap parsial dari tiap-tiap komponen dalam larutan, sama dengan tekanan uap
komponen tersebut dalam keadaan murni kali fraksimolnya.”
Jika larutan terdiri dari komponen A dan B, maka:
PA = XA PAo dan PB = XB PBo
dimana:
PA dan PB = tekanan uap parsial komponen A dan B
XA dan XB = fraksi mol komponen A dan B dalam larutan
PAo dan PBo = tekanan uap murni komponen A dan B
Struktur fenol:

OH

Sifat-sifat fenol sebagai berikut:


- Mengandung gugus OH yang terikat pada sp2 hibrida
- Mempunyai titik didih yang tinggi
- Mempunyai rumus molekul C6H6O/C6H5OH
- Larut dalam pelarut organik
- Berupa padatan kristal (kristal yang tidak berwarna)
- Mempunyai titik didih 181,9 oC
- Mempunyai massa molar 94,4 gr/mol
- Mempunyai titik beku 40,9 oC.
Struktur NaCl

Na Cl

Sifat-sifat NaCl sebagai berikut:


- Bersifat higroskopis
- Hasil reaksi dari NaOH dan HCl menjadi NaCl dan H2O.
Struktur Aquades
H
O
H
Sifat-sifat aquades sebagai berikut:
- Mempunyai rumus molekul H2O
- Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa pada kondisi standar
- Bersifat polar
- Memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia.

Fungsi reagen pada percobaan ini yaitu:


- Fenol sebagai zat terlarut
- Aquades sebagai pelarut
- NaCl sebagai pelarut.
Faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu:
- Kurang teliti pada saat penimbangan
- Kesalahan pada saat pembacaan suhu pada termometer
- Kurang teliti pada saat melihat perubahan warna larutan
- Kurangnya pengadukan yang dilakukan.
Pada percobaan ini pertama dilakukan dengan menggunakan zat terlarut fenol dan
pelarut aquades. Dimana pertama dengan menimbang fenol sebanyak 2 gram dalam beaker
glass menggunakan neraca Ohauss. Setelah ditimbang beaker glass ditutup dengan aluminium
foil agar fenol tidak menguap atau menyerap air di udara. Fenol dan beaker glass ditimbang
sebanyak 8 buah yang akan digunakan untuk sistem fenol-aquades dan sistem fenol-NaCl.
Pada sistem fenol-aquades, pertama ditambahkan aquades dengan volume yaitu 12 mL,
13 mL, 14 mL dan 16 mL ke dalam 2 gram fenol. Setelah dicampurkan larutan tersebut
kemudian dipanaskan dengan hot plate sambil diaduk secara terus-menerus, diukur suhunya
dengan termometer hingga campuran menjadi bening. Didapatkan suhu campuran ketika
bening berturut-turut yaitu 51 oC, 50 oC, 47 oC dan 49 oC. Kemudian setelah itu diletakkan
pada lantai sambil diaduk hingga kembali keruh, didapatkan suhu campuran ketika keruh
berturut-turut yaitu 48 oC, 47 oC, 52 oC dan 50 oC.
Pada sistem fenol-NaCl, pertama ditambahkan larutan NaCl dengan volume yaitu 12
mL, 13 mL, 14 mL dan 16 mL ke dalam 2 gram fenol. Setelah dicampurkan larutan tersebut
kemudian dipanaskan dengan hot plate sambil diaduk secara terus-menerus, diukur suhunya
dengan termometer hingga campuran menjadi bening. Didapatkan suhu campuran ketika
bening berturut-turut yaitu 67 oC, 63 oC, 71 oC dan 73 oC. Kemudian setelah itu diletakkan
pada lantai sambil diaduk hingga kembali keruh, didapatkan suhu campuran ketika keruh
berturut-turut yaitu 64 oC, 68 oC, 69 oC dan 63 oC.
Dari hasil grafik fenol-aquades didapatkan bahwa semakin banyak volumenya maka
semakin kecil nilai fraksi molnya. Semakin tinggi suhunya maka semakin besar nilai fraksi
molnya. Dari hasil grafik fenol-NaCl didapatkan bahwa semakin banyak volumenya maka
semakin kecil nilai fraksi molnya. Semakin tinggi suhunya maka semakin kecil nilai fraksi
molnya.
<sumber>

Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Suatu larutan
disebut campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Kelarutan adalah kuantitas
maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada pelarut tertentu
membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat pada dasarnya sangat bergantung
dengan sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut seperti temperatur, tekanan dan
pH larutan, dan lain-lain. Kelarutan suatu zat kedalam suatu pelarut sangat ditentukan
oleh kecocokan sifat antara zat terlarut dengan pelarut, yaitu like dissolve like. Like
dissolve like itu sendiri merupakan zat yang polar cenderung larut dengan zat yang
polar dan zat yang nonpolar cenderung larut dengan zat yang non polar (Widarta,
dkk., 2013).
Kelarutan timbal balik merupakan kelarutan yang tergantung pada temperatur
kritis, kelarutan timbal balik akan mampu untuk berpisah menjadi dua fase, walaupun
tadinya bisa homogen. kelarutan timbal balik termasuk kelarutan yang sudah mampu
untuk melewati temperatur kritisnya. Temperatur kritis adalah kenaikan temperatur
tertentu dimana akan diperoleh komposisi larutan yang berada dalam kesetimbangan
(Daintith, 1994).
Sesuai dengan prinsipnya yaitu proses mempelajari kelarutan timbal balik
antara dua cairan yaitu fenol dengan akuades, fenol dengan metanol serta fenol
dengan NaCl dimana masing-masing memiliki sifat kimia fisika yang berbeda-beda.
Akuades memiliki BM 18.02 gr/mol, titik didih 100˚C dan titik leleh 0˚C. Fenol
memiliki BM 94.11 gr/mol, titik didih 182˚C, titik leleh 42˚C dan mudah larut dalam
metanol dan dietil eter. Metanol memiliki BM 32.04 gr/mol, titik didih 64.5˚C, titik
leleh -97.8˚C dan mudah larut dalam air dingin dan air panas. Sedangkan NaCl
memiliki BM 58.44 gr/mol, titik didih 1413˚C, titik leleh 80 1˚C dan mudah larut
dalam air dingin dan air panas (Kusuma, 1983).
Percobaan ini diawali dengan pengukuran kelarutan timbal balik antara fenol
dengan akuades. Pertama-tama disiapkan 6 buah tabung reaksi dimana dimasukkan
masing-masing tabung dengan fenol dan air dimana perbandingannya yaitu 2 gr : 2
ml ; 2 gr : 2.5 ml ; 2 gr : 3 ml ; 2 gr : 4 ml ; 2 gr : 5 ml dan 2 gr : 6 ml. Dilakukan
dengan variasi volume air yaitu mengetahui pengaruh fraksi mol fenol (X fenol)
terhadap perubahan suhu dan menentukan titik kritis campuran fenol dan air.
Kemudian diaduk dan dipanaskan masing-masing campuran dari keruh menjadi
bening lalu dicatat suhunya menggunakan thermometer. Campuran diaduk untuk
membantu pelarutan fenol dan membantu percepatan reaksi hingga cepat homogen.
Sedangkan pemanasan ini dilakukan untuk mencapai temperatur kritis ketika
campuran sudah larut (Bird, 1994).
Setelah itu campuran didinginkan dan dibiarkan menjadi keruh kembali. Hal ini
bertujuan agar larutan bisa melewati titik temperature kritisnya. Suhu saat
pencampuran keruh kembali dicatat sebagai hasil bahwa larutan tersebut telah
melewati temperature kritisnya. Pada kelarutan fenol dan akuades ini berdasarkan
pada prinsip like dissolve like yaitu pelarut yang bersifat polar akan melarutkan
komponen yang bersifat polar sedangkan pelarut non polar akan melarutkan
komponen senyawa yang bersifat non polar. Fenol disini memiliki sifat polar, sama
halnya dengan akuades (Basri, 2003).
Menurut penelitian Kassim, dkk (2011) mengungkapkan bahwa pelarut yang
memiliki berat molekul yang tinggi dengan tingkat kepolaran yang rendah
memungkinkan zat lainnya yang memiliki berat molekul yang sama akan mudah
terekstraksi. Hal ini berhubungan dengan prinsip like dissolve like atau polar polar.
Selanjutnya dilakukan pengukuran timbal balik antara fenol dengan metanol.
Perlakukan pada pengukuran ini sama halnya dengan perlakuan pada pengukuran
timbal balik antara fenol dengan akuades. Efek penambahan metanol kedalam fenol
disebut efek salting in karena fenol mengalami peningkatan kelarutan. Hal ini
dibuktikan dengan penurunan suhu untuk melarutkan (membeningkan) fenol tersebut.
Terakhir yaitu pengukuran timbal balik antara fenol dengan NaCl. Adapun efek dari
penambahan NaCl disebut efek salting out karena fenol mengalami penurunan
kelarutan. Akibatnya untuk melarutkan fenol dibutuhkan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan air biasa (akuades). Pada pengukuran kedua (fenol dengan
metanol) dan pengukuran ketiga (fenol dan NaCl) dilakukan sebagai pembanding
kelarutan pada larutan fenol dengan air (Alberty dan Daniels, 1984).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, data yang diperoleh dapat dibuat
grafik hubungan antara fraksi mol fenol-akuades dengan suhu rata rata. Adapun fraksi
mol fenol berturut-turut adalah sebesar 0.1526; 0.1259; 0.1071; 0.0826; 0.0672 dan
0.0567. Berdasarkan grafik maka diperoleh persamaan y = -1.691x + 44.08 sehingga
nilai R² = 0.004.
< Sumber >

Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada
pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat pada dasarnya sangat
bergantung dengan sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, seperti temperatur, tekanan
dan pH larutan, dan lain-lain. Rentang kelarutan sangat bervariasi, ada banyak sekali zat kimia
yang mempunyai kelarutan tak terbatas, dan hasilnya bercampur sempurna (miscible),
misalnya adalah etanol dalam air. Ada pula zat kimia yang sama sekali tidak larut, sebagai
contoh adalah perak klorida dalam air. Namun kebanyakan suatu zat dapat terlarut dalam
pelarut sampai tepat jenuh, setelah itu mengendap seperti NaCl dalam air (Anonim, 2013).

Dalam kelarutan juga dikenal dengan like disolve like, yang artinya zat yang polar
cenderung larut dengan zat yang polar, dan zat yang nonpolar cenderung larut dengan zat yang
non polar. Selain itu juga dikenal dengan salting out dan salting in. Salting Out adalah peristiwa
adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan
menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi
kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut
ditambahkan larutan NaCl jenuh. Sedangkan salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang
menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin
tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida.

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis (titik konsulat bawah), maka larutan tersebut
akan bercampur secara homogen (titik konsulat), dan jika melewati temperatur kritis (titik
konsulat atas), maka larutan tersebut akan kembali bercampur sebagian. Sebagai contoh adalah
kelarutan timbal balik fenol dalam air yang berdasarkan pertambahan persen fenol akan
membentuk kurva parabola dalam setiap perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis
mapun di atas temperatur kritis (Sukardjo, 2003). Temperatur kritis adalah temperatur dimana
terjadinya fase transisi (peralihan fase), sedangkan fase adalah suatu keadaan zat yang
mempunyai sifat fisik dan kimianya yang seragam (homogen), fase terdiri atas tiga yaitu fase
padat, cair, dan gas.
Prosedur percobaan kelarutan timbal balik antara fenol-air adalah pertama-tama
membuat campuran antara fenol dan air dengan perbandingan masing-masing 2 gr : 3 mL, 2 gr
: 3,5 mL, 2 gr : 4 mL, 2 gr : 5 mL, 2,5 gr : 6 mL, 3 gr : 4,25 mL, 3,5 gr : 5,25 mL, 4 gr : 6,25
mL. Tujuan dari variasi perbandingan pencampuran adalah untuk mengetahui pengaruh fraksi
mol fenol (X fenol) terhadap perubahan suhu dan menentukan titik kritis campuran fenol dan
air. Kemudian buat campuran fenol-CH3OH 1%, dan fenol-NaCl 1% masing-masing dengan
perbandingan 2 gr : 4 mL. Kemudian dipanaskan dan diaduk masing-masing campuran dari
keruh menjadi bening, catat suhunya. Tujuan dari pemanasan campuran ini adalah untuk
mencapai temperatur kritis (campuran sudah larut) Keluarkan biarkan campuran tersebut keruh
kembali dan catatnya. Lakukan hal yang sama untuk setiap larutan.

4.2.2 Analisis Hasil

Dari hasil percobaan antara campuran fenol-air dengan perbandingan masing-masing


2 gr : 3 mL, 2 gr : 3,5 mL, 2 gr : 4 mL, 2 gr : 5 mL, 2,5 gr : 6 mL, 3 gr : 4,25 mL, 3,5 gr : 5,25
mL, 4 gr : 6,25 mL diperoleh fraksi mol fenol (X fenol) berturut-turut adalah 0,105 ; 0,095 ;
0,083 ; 0,066 ; 0,082 ; 0,111 ; 0,113 ; 0,102, serta suhu yang teramati berturut-turut adalah
64,5°C ; 64°C ; 61,5°C ; 64,5°C ; 62,5°C ; 63°C ; 62,5°C ; 63,5°C. Temperatur kritisnya adalah 64,5°C.
Campuran fenol-CH3OH dengan perbandingan 2 gr : 4 mL diperoleh suhu rata-rata 60,5°C, serta
campuran fenol-NaCl dengan perbandingan 2 gr : 4 mL diperoleh suhu rata-rata 77,5°C.

<sumber>

Anda mungkin juga menyukai