Anda di halaman 1dari 10

B.

     DASAR TEORI


Sistem biner fenol – air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat solubilitas
timbal balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Solubilitas (kelarutan)
adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu
pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam
air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya
merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran.
Campuran terdiri dari beberapa jenis. Di lihat dari fasenya,  Pada system biner fenol –
air, terdapat 2 jenis campuran yang dapat berupah pada kondisi tertentu. Suatu fase
didefenisikan sebagai bagian system yang seragam atau homogeny diantara keadaan
submakroskopiknya, tetapi benar – benar terpisah dari bagian system yang lain oleh batasan
yang jelas dan baik. Campuran padatan atau dua cairan yang tidak saling bercampur dapat
membentuk  fase terpisah. Sedangkan campuran gas-gas adalah satu fase karena sistemnya
yang homogen. Symbol umum untuk jumlah fase adalah P, (Dogra SK & Dogra S, 2008 ).
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari
selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan
suatu larutan yang disebut lewat jenuh yang metastabil atau mengendap.
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan
tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati
temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur
sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air
yang membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap
perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis. Jika temperatur dari dalam kelarutan
fenol aquadest dinaikkan di atas 50°C maka komposisi larutan dari sistem larutan tersebut
akan berubah. Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan bertambah (lebih dari 11,8
%) dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang (kurang dari 62,6 %). Pada saat
suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi seimbang dan
keduanya dapat dicampur dengan sempurna.
Sistem biner fenol - air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal
balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Disebut sistem biner karena
jumlah komponen campuran terdiri dari dua zat yaitu fenol dan air. Fenol dan air kelarutanya
akan berubah apabila dalam campuran itu ditambahan salah satu komponen penyusunnya
yaitu fenol atau air. Jika komposisi campuran fenol air dilukiskan  terhadap suhu akan
diperoleh kurva yang ditunjukan pada gambar 1..mposisi campuran fenol air
L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol, XA dan XF masing-masing adalah
mol fraksi air dan mol fraksi fenol, XC adalah mol fraksi komponen pada suhu kritis (Tc).
Sistem ini mempunyai suhu kritis (Tc) pada tekanan tetap, yaitu suhu minimum pada saat dua
zat bercampur secara homogen dengan komposisi Cc. Pada suhu T1 dengan komposisi di
antara A1  dan B1  atau pada suhu T2 dengan komposisi di antara A2 dan B2, sistem berada
pada dua fase (keruh). Sedangkan di luar daerah  kurva (atau diatas suhu kritisnya, Tc), sistem
berada pada satu fase (jernih).
Temperature kritis atas Tc adalah batas atas temperature dimana nterjadi pemisahan
fase.Diatas temperatur   batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur.Temperatur  ini
ada gerakan termal yang lebih besar  menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar
pada kedua komponen, (Atkins PW, 1999).
Beberapa system memperlihatkan temperatur kritis  Tc . dimana dibawah temperature
itu kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan diatas temperature itu  kedua
komponen membentuk dua fase. Salah satu contohnya adalah air-trietilamina. Dalam hal ini
pada temperature rendah kedua komponen lebih dapat campur karena komponen-komponen
itu membentuk kompleks yang lemah, pada temperature lebih lebih tinggi kompleks itu
terurai dan kedua komponen kurang dapat bercampur, ( Atkins PW ,1999).

F.     HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum ini dilakukan percobaan suatu pencampuran dengan komposisi
tertentu di mana campuran – campuran ini mengalami pemanasan dan pendinginan pada suhu
kelarutannya masing – masing. Pada pencampuran air – fenol  di peroleh larutan yang tidak
saling bercampur yang membentuk dua lapisan , lapisan atas air dan lapisan bawah adalah
fenol, hal ini di sebabkan karena air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari pada fenol.
Setelah terjadi percampuran  antara air dan fenol dalam tabung yang berbeda dengan
perbandingan kompsisi yang berbeda pula, di lakukan pemanasan kemudian pendinginan, di
mana saat mencapai suhu tertentu larutan ini akan bercampur dan akan saling memisah dan
membentuk dua fasa lagi, di mana larutan tersebut menjadi keruh lagi.
Perubahan warna larutan dari keruh menjadi jernih dan jernih menjadi keruh,
menandakan kalau zat mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi oleh perubahan
suhu. Pada percobaan ini komponen air selalu ditambahkan dan jumlah fenolnya tetap
sehingga perubahan larutan dari jernih menjadi keruh atau sebaliknya terjadi pada suhu yang
berubah-ubah. Perubahan suhu bergantung pada komposisi atau fraksi mol kedua zat.
Eksperimen ini akan membuktikan kelarutan sistem biner fenol air. Fenol dan air
kelarutanya akan berubah apabila ke dalam campuran itu ditambahkan dengan salah satu
komponen penyusunnya yaitu fenol dan air. Perubahan warna larutan dari keruh menjadi
jernih dan dari jernih menjadi keruh menandakan kalau zat mengalami perubahan kelarutan
yang dipengaruhi oleh perubahan suhu. Pada percobaan ini komponen air selalu ditambahkan
dan jumlah fenolnya tetap sehingga perubahan larutan dari jernih menjadi keruh atau
sebaliknya terjadi pada suhu yang berubah-ubah. Perubahan suhu bergantung pada komposisi
atau fraksi mol kedua zat.
Dari data antara suhu (T) dan fraksi mol yang diperoleh dari percobaan dapat dibuat
grafik sistem biner fenol – air, yaitu antara fraksi mol vs suhu (T). Grafik yang terbentuk
seharusnya berupa parabola dimana puncaknya merupakan suhu kritis yang dicapai pada saat
komponen mempunyai fraksi mol tertentu. Pada percobaan suhu kritisnya adalah 64ºC
dengan komposisi campurannya adalah fraksi mol fenol 0.107 dan fraksi mol airnya 0,893.
Ini menunjukkan kalau pada suhu 62 ºC, komponen yang berada di dalam kurva merupakan
sistem dua fase dan komponen di luar kurva atau di luar titik kritis komponen merupakan
sistem satu fase.
Komponen berada pada satu fase pada saat campurannya larut homogen (jernih),
sedangkan komponen berada pada dua fase ketika dilakukan penambahan air yang
menghasilkan dua lapisan (keruh). Grafik yang terbentuk pada percobaan ini kurang
sempurna karena bentuknya tidak simetris dan kurva lebih dominan di bagian kiri. Paling
tidak kurva ini cenderung membentuk parabola. Kurva ini adalah kurva kelarutan fenol dalam
air dan tidak menunjukkan kelarutan timbal balik fenol terhadap air. Kyrva komposisi system
biner fenol air dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kurva komposisi fenol air hasil percobaan


Bentuk kurva yang diperoleh kurang sesuai dengan teori, hal ini mungin disebabkan
karena hal-hal berikut.
1.      Kekurangtelitian praktikan saat percobaan, misalnya pada saat membaca termometer.
2.      Validitas alat yang digunakan.
3.      Kesalahan analisa data.
Setelah dilakukan percobaan ini, ternyata saat fenol yang ditambahkan kedalam air
dengan perbandingan jumlah volume fenol yang tetap dan volume air yang berbeda-beda,
temperatur yang dihasilkan semakin tinggi pada larutan yang  jumlah volume airnya paling
banyak. Perubahan yang ditunjukkan dari larutan ini ialah, perubahan warna larutan dari
keruh menjadi jernih setelah dipanaskan dan dari jernih menjadi keruh setelah didiamkan.
Perubahan warna tersebut diakibatkan karena zat tersebut mengalami perubahan kelarutan
yang dipengaruhi oleh perubahan suhu.
Analisa yang kita gunakan pada percobaan ini antara lain analisa kualitatif dan
analisa kuantitatif. Analisa kualitatif dapat diartikan sebagai analisa yang didasarkan atas
pengamatan dengan panca indra kita dengan membuktikan ada tidaknya analit. Sedangkan
analisa kuantitatif merupakan analisa yang didasarkan pada perhitungan secara matematis,
seperti pengukuran suhu, perhitung mol air dan fenol, serta perhitungan fraksi mol.

G.    SIMPULAN DAN SARAN


a.      Simpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
            1.      Keadaan dimana terjadinya perubahan warna dari keruh menjadi jernih dan kembali lagi dari
jernih menjadi keruh termasuk salah satu contoh kelarutan timbal balik.
            2.       Temperatur akan semakin tinggi apabila semakin banyak volume air yang digunakan.
            3.      Yang mempengaruhi keadaan dari keruh menjadi bening dan sebaliknya dari bening ke
keruh yaitu perubahan temperatur.
            4.      Faktor – faktor kelarutan pada percobaan ini antara lain konsentrasi, temperatur, ion senama,
pengadukan, serta luas permukaan.
            5.      Kelarutan timbal balik sistem biner fenol – air mempunyai suhu kritis 64oC.
            6.      Pada suhu kritisnya nilai fraksi mol fenol  0,107 dan fraksi mol airnya 0,893.
b.      Saran
Banyaknya kesalahan yang terjadi dalam praktikum maka, disarankan:
1.      Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya praktikan hendaknya melakukan persiapan secara
matang.
2.      Saat melaksanakan percobaan, praktikan sebaiknya lebih teliti dalam melakukan
pengamatan.
3.      Praktikan harus lebih hati-hati selama percobaan berlangsung, karena zat yang digunakan
adalah fenol yang apabila terkena kulit dapat menyebabkan luka.

Laporan Kimia Fisika Kelarutan Timbal Balik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang


Kelarutan sering digunakan dalam beberapa faham. Kelarutan menyatakan pengertian
secara kualitatif dari proses larutan. Kelarutan juga di gunakan secara kuantitatif untuk
menyatakan komposisi dari larutan. Suatu larutan dinyatakan merupakan ”larutan tidak
jenuh” jika solute dapat ditambahkan untuk memperoleh berbagai larutan yang berbeda
dalam konsentrasinya. Dalam banyak hal, ternyata proses penambahan solute tidak dapat
berlangsung secara tidak terbatas. Suatu keadaan akan dicapai dimana penambahan solute
pada sejumlah solvent yang tertentu tidak akan menghasilkan larutan lain yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil
disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih
tepatnya disebut miscible.
Pelarut tertentu pada umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Tingkat
kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti
perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa-
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya terdapat sedikit kasus yang benar-benar
tidak terdapat bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilewati agar dapat menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang stabil.
Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan dapat
mengetahui kelarutan dua jenis zat yang tidak saling campur ketika dicampurkan pada saat
mencapai titik kritis maupun sebelum mencapai titik kritis.

1.2  Tujuan
        Mengetahui kelarutan fenol dalam aquades dan kelarutan fenol dalam NaCl
        Mengetahui perbedaan efek salting in dan salting out pada sistem fenol-aquades dan sistem
fenol-NaCl
        Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
        Mengetahui prinsip kelarutan timbal balik

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

            Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat yang dapat larut
dalam sejumlah tertentu zat pelarut atau larutan. Kelarutan bergantung pada jenis zat terlarut,
ada zat yang mudah larut tetapi banyak juga yang sedikit larut. Konsentrasi dari larutan
jenuh, yaitu kelarutan, tergantung pada:
              Sifat solvent
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan
dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan
dari sifat-sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka
gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute-solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada
kesamaan, maka gaya-gaya tarik solute-solvent lemah. Secara umum, padatan ionik
mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar daripada dalam pelarut non-
polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari padatan-padatan ionik akan lebih
besar.
           Sifat solute
Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-interaksi solute-solute dan solute-
solvent.
              Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan dinaikkan. Gelembung-
gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan bahwa udara yang
terlarut menjadi kurang larut pada suhu-suhu yang lebih kecil. Hal yang serupa, tidak ada
aturan yang umum untuk perubahan suhu terhadap kelrutan cairan-cairan dan padatan-
padatan (Rahman, 2004).

Jenis-jenis larutan yang penting yaitu :


1.    Larutan gas dalam gas
Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan
adalah aditif, asal tekanan total tidak terlalu besar.

2.    Larutan gas dalam cair


Tergantung pada jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur. Daya larut N2, H2,
O2 dan He dalam air, sangat kecil. Sedangkan HCl dan NH3 sangat besar. Hal ini disebabkan
karena gas yang pertama tidak bereaksi dengan air, sedangkan gas yang kedua bereaksi
sehingga membentuk asam klorida dan ammonium hidroksida. Jenis pelarut juga
berpengaruh, misalnya N2, O2, dan CO2 lebih mudah larut dalam air daripada alkohol.
3.    Larutan cairan dalam cairan
            Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, bercampur sebagian,
atau tidak sama sekali bercampur. Daya larut cairan dalam cairan tergantung dari jenis cairan
dan temperatur. Zat-zat yang memiliki jenis kepolaran yang hampir sama dan daya larutnya
besar, contohnya Benzena-Toluena, Air-Alkohol, Air-Metil. Zat-zat yang memiliki jenis
kepolaran berbeda dan tidak dapat bercampur, contohnya air-nitrobenzena, air-klorobenzena
(Petrucci, 1993).

Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat terlarut, jenis pelarut,
temperatur, dan sedikit tekanan. Batas daya larutnya adalah konsentrasi larutan jenuh.
Konsentrasi larutan jenuh untuk bermacam-macam zat dalam air sangat berbeda, tergantung
jenis zatnya. Umumnya daya larut zat-zat organik dalam air lebih besar daripada dalam
pelarut-pelarut organik. Umumnya daya larut bertambah dengan naiknya temperatur karena
kebanyakan zat mempunyai panas pelarutan positif.
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan
tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati
temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur
sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air
yang membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap
perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis maupun saat mencapai dan setelah
melewati temperatur kritis. Jika temperatur dari dalam kelarutan fenol aquades dinaikkan di
atas 50°C, maka komposisi larutan dari sistem larutan tersebut akan berubah. Kandungan
fenol dalam air untuk lapisan atas akan bertambah lebih dari 11,8 % dan kandungan fenol
dari lapisan bawah akan berkurang kurang dari 62,6 %. Pada saat suhu kelarutan mencapai
66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi seimbang dan keduanya dapat
dicampur dengan sempurna (Voight, 1994).
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan
baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling
bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut
polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya
alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian
(partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika
air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga
gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya
lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya
berkurang pada temperature yang lebih tinggi.
Karena molekul-molekul dalam pelarut terdispersi secara merata, maka penggunaan
larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan
memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bila zat A dilarutkan
dalam pelarut maka akan menjadi tipe larutan sebagai berikut:
1.        Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2.      Larutan, yaitu campuran yang mengandung sejumlah besar zat A.
3.      Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut
dalam air pada volume dan tekanan tertentu.
4.      Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi
batas kelarutannya didalam air pada temperatur tertentu (Sukardjo, 2004).

4.4              Pembahasan
Kelarutan timbal balik merupakan suatu keadaan dimana kelarutan suatu zat dapat menjadi
homogen atau heterogen, berganrung pada suhunya. Jika suatu zat dipanaskan mencapai titik
kritiknya (suhunya) maka zat tersebut akan menjadi satu fasa atau dapat dikatakan homogen.
Namun saat zat tersebut dipanaskan
melewati titik kritiknya, maka zat tersebut akan berubah menjadi dua fasa atau dapat
dikatakan heterogen, sama seperti sebelum pemanasan.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
Misalnya, zat terlarut terdispersi secara molecular dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Jika zat terlarut bersifat volatil (mudah menguap), maka uap
di permukaan larutan hanya terdiri atas uap pelarut dan uap zat terlarut. Akan tetapi, jika zat
terlarut sukar menguap, maka uap di permukaan larutan hanya terdiri dari uap zat pelarut
saja. Komposisi uap di permukaanlarutan telah dipelajari oleh kimiawan dari Perancis,
Francois Marie Raoult. Raoult menemukan bahwa tekanan uap suatu komponen bergantung
pada fraksi mol komponen itu dalam larutan, dengan hubungan sebagai berikut
Misalkan komponen A

PA
 maka

PoA
o
                                     PA= P A . XA → XA=

dimana                        PA= tekanan uap A


                        PoA= tekanan uap murni A
                        XA= fraksi mol A
Dengan kata lain bunyi hukum Raoult adalah tekanan uap parsial komponen A dalam larutan
berbanding lurus dengan fraksi mol dan tekanan perbandingan adalah tekanan uap komponen
A murni.
Efek salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama
atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri
dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Sedangkan
efek salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam pelarut menjadi lebih besar. Contohnya: riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut
dalam larutan yang mengandung nicotinamida.
            Prinsip percobaan pada praktikum kelarutan timbal balik adalah proses pemanasan
pada larutan untuk mengetahui kelarutan suatu zat pada saat sebelum mencapai titik kritik,
sesaat setelah mencapai titik kritik dan setelah melewati titik kritik . Suatu zat akan menjadi
dua fasa sebelum dan setelah melewati titik kritik, dan akan menjadi satu fasa sesaat setelah
mencapai titik kritik.
            Pada sistem fenol-aquades didapat bahwa semakin banyak aquades yang ditambahkan
pada setiap tahap pencampuran fenl maka semakin tinggi suhu kritik yang diperoleh
campuran fenol dan aquades. Hal ini dikarenakan banyaknya pelarut yang ditambahkan
sehingga semakin lama mencapai suhu kritiknya. Pada suhu yang tinggi, intensitas tumbukan
antarpartikel semakin tinggi dan energi aktivasi yang diperlukan suatu zat untuk bereaksi pun
semakin besar. Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu berbanding terbalik dengan fraksi mol
fenol yang didapat. Suhu yang dimaksud adalah pada saat sistem fenol-aquades membentuk
satu fasa, pada keadaan ini terjadi efek salting in, yakni adanya zat terlarut tertentu (fenol)
yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam pelarut (aquades) menjadi lebih besar. Nilai
fraksi mol fenol menurun seiring meningkatnya volume pelarut dan suhu akan menurun
ketika pelarut yang ditambahkan banyak.
            Pada sistem fenol-NaCl didapat bahwa semakin banyak larutan NaCl yang
ditambahkan pada setiap tahap pencampuran fenol maka semakin tinggi suhu kritik yang
diperoleh campuran fenol dan NaCl. Sama seperti sebelumnya, hal ini dikarenakan besarnya
energi aktivasi yang dibutuhkan antara larutan NaCl dan fenol untuk dapat saling melarutkan
saat mencapai suhu kritiknya. Suhu kritik adalah kenaikan suhu tertentu di mana akan
diperoleh komposisi larutan yang berada dalam kesetimbangan. Dari grafik dapat dilihat
bahwa fraksi mol fenol akan menurun seiring meningkatnya volume NaCl yang diberikan.
Namun jika diamati nilai fraksi mol fenol lebih besar jika dibandingkan nilai frkais mol fenol
pada campuran aquades. Hal ini diakibatkan terjadinya efek salting out di mana adanya zat
terlarut tertentu (fenol) yang mempunyai kelarutan lebih besar disbanding zat utama,
sehingga menyebabkan penurunan kelarutan zat utama (NaCl).
            Fenol bertindak sebagai zat terlarut. Aquades dan NaCl sebagai pelarut. Saat
dilakukannya pengambilan fenol, praktikan diharuskan menggunakan sarung tangan serta
masker berlapis untuk menghindari aroma beracun fenol. Setelah selesai ditimbang, fenol
ditempatkan di wadah tertutup karena fenol bersifat higroskopis. Variasi volume aquades dan
NaCl pada sistem masing-masing bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kelarutan fenol
dan titik kritik yang dapat dicapai.
            Contoh aplikasi kelarutan timbal balik adalah pada proses pembuatan logam besi.
Ketika uap panas dimasukkan ke sebuah besi yang panas, uap panas ini akan bereaksi dengan
besi dan membentuk sebuah besi oksida magnetik berwarna hitam yang disebut magnetit,
Fe3O4. Hidrogen yang terbentuk oleh reaksi ini tersapu oleh aliran uap.
Dalam keadaan lain, hasil-hasil reaksi ini akan saling bereaksi. Hidrogen yang
melewati magnetit panas akan mengubahnya menjadi besi, dan uap panas juga akan
terbentuk. Uap panas yang kali ini terbentuk tersapu oleh aliran hidrogen. Reaksi ini dapat
berbalik, tapi dalam keadaan biasa, reaksi ini menjadi reaksi satu arah. Produk dari reaksi
satu arah ini berada dalam keadaan terpisah dan tidak dapat bereaksi satu sama lain sehingga
reaksi sebaliknya tidak dapat terjadi.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi
        Tertukarnya pipet pengambil larutan
        Ketidakhati-hatian praktikan saat pengambilan padatan fenol yang bersifat higroskopis
        Kekurangtelitian sewaktu penimbangan sampel
        Kesalahan/kekeliruan saat pembacaan suhu pada termometer

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
        Fenol tidak melarut sempurna ketika dilarutkan dalam aquades dan NaCl. Hal ini
dikarenakan fenol bersifat nonpolar sedangkan aquades dan NaCl bersifat polar. Oleh karena
itu fenol tidak akan membentuk campuran homogen.
        Efek salting in terjadi saat adanya zat terlarut yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam
pelarut menjadi lebih besar sehingga akan terbentuk campuran homogen. Efek ini terjadi
pada sistem fenol-aquades ketika campuran keduanya mencapai suhu kritik. Efek salting out
terjadi saat adanya zat terlarut yang mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat
utama, sehingga membentuk endapan. Efek ini terjadi pada system fenol-NaCl ketika
campuran keduanya mencapai suhu kritis
        Factor yang mempengaruhi kelarutan antara lain, jenis zat, suhu dan ukuran zat yang
digunakan. Hanya zat yang memiliki kepolaran yang sejenis yang dapat saling melarutkan.
Pengaturan suhu yang disesuaikan dengan titik didih zat yang digunakan akan mempercepat
kelarutan. Semakin kecil luas permukaan zat maka semakin cepat zat tersebut bereaksi agar
dapat melarut
        Prinsip dari percobaan ini adalah kelarutan dari dua jenis zat yang memiliki jenis kepolaran
yang berbeda, yang tidak saling melarut sebagai akibat dari pengaruh suhu. Pada saat di atas
suhu kritiknya, campuran keduanya akan memisah seperti sebelum pemanasan, namun saat
campuran keduanya mencapai titik kritik, kedua zat tersebut membentuk campuran homogen.

5.2 Saran
            Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati ketika pengambilan fenol dan larutan NaCl
dapat diganti garam lainnya seperti MgCl2.

DAFTAR PUSTAKA

Petrucci, Ralph H.1993. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:Erlangga.

Rahman, Ijang. 2004. Kimia Fisika I. Malang: JICA.

Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta: Bineka Cipta.

Voight, R. 1994. Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press.

Anda mungkin juga menyukai