I. Data Pengamatan
4.1.1 Fenol-Air
Campuran Suhu
N Fenol Air campuran Suhu campuran T ratarata (C)
o (gra (mL) keruh- bening-keruh
m) bening
1 2 3 48C 42C 45
2 2 2 49C 48C 48,5
3 2 4 50C 45C 47,5
4 2 5 56C 42C 49
5 2 6 52C 45C 48,5
Campuran
Suhu Suhu
Fenol Laruta T ratarata (C)
No campuran campuran
(gra n NaCl
keruh-bening bening-keruh
m) (mL)
1 2 3 49C 42C 45,5
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur
kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika
temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan
kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur
timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk kurva parabola
yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap perubahan temperatur
baik di bawah temperatur kritis maupun saat mencapai dan setelah melewati
temperatur kritis (Voight, 1994).
Setelah penambahan akuades, larutan diaduk hingga fenol larut dalam air
dan menjadi keruh lalu dipanaskan didalam air yang dipanaskan menggunakan
Bunsen. Pengadukan dilakukan untuk melarutkan fenol dan dilakukan sebelum
pemanasan karena jika pengadukan dilakukan disaat pemanasan larutan akan
berubah menjadi jernih hanya sementara. Pemanasan berfungsi untuk
meningkatkan suhu dari larutan tersebut dan mempercepat jalannya reaksi anatar
fenol dan air hingga larutan tersebut menjadi jernih. Proses pemanasan dapat
dilihat dari gambar berikut :
Gambar 1. Penimbang Fenol Gambar 2. Proses
Pemanasan
Ketika dilakukan pengocokkan tidak terbentuk lagi
campuran keruh dan tidak ada dua lapisan, maka keluarkan
tabung reaksi dari air dan dicatat temperaturnya sebagai
temperatur saat terbentuk sistem satu fasa. Berdasarkan
percobaan diperoleh data temperatur saat campuran fenol-air
yang keruh menjadi bening berturut-turut yaitu 49C, 48C ,
50C, 56C, dan 52C. Ketika larutan menjadi keruh kembali terdapat dua
lapisan yaitu keruh dibagian atas dan larutan jernih berwarna merah muda
dibagian bawah. Lapisan atas adalah air dan lapisan bawahnya fenol, hal ini
terjadi karena nilai densitas air lebih rendah daripada fenol dan karena suhu
larutan berada dibawah suhu kritis. Pengukuran suhu setelah larutan menjadi
keruh kembali dan terdapat dua lapisan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4. Pengukuran Suhu Gambar 2. Terbentuk 2 Lapisan
Berdasarkan teori semakin banyak volume akudes yang ditambahkan
maka suhu larutan akan semakin meningkat, karena semakin banyak molekul air
maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
pada molekulnya sehingga suhu yang dibutuhkan untuk air bereaksi dengan fenol
semakin meningkat. Namun pada percobaan ini suhu yang didapat naik turun hal
ini karena saat pengukuran menggunakan termometer terjadi ke tidak ketelitian
saat pengukuran untuk menentukan suhu konstannya.
Berdasarkan grafik yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu naik turun hal
ini terjadi kesalahan saat pengukuran temperature, berdasarkan teori berbanding
terbalik dengan fraksi mol fenol yang didapatkan. Suhu yang dimaksud adalah
pada saat sistem fenol-air membentuk satu fasa dimana zat terlarut (fenol) tertentu
yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam pelarut (air) menjadi lebih besar.
Nilai fraksi mol fenol menurun ketika volume pelarut semakin bertambah dan
suhu akan menurun ketika pelarut yang digunakan semakin bertambah banyak.
Selain metode yang digunakan pada percobaan ini terdapat metode yang
digunakan untuk menentukan mengidentifikasikan perilaku fase dalam suatu
sistem biner yaitu metode kontak panas yang diperkenalkan oleh Lehman dan
Kofler. Pada metode ini salah satu komponen yang memiliki titik lebur yang lebih
tinggi dileburkan lalu didiamkan memadat kembali dan komponen kedua dengan
titik lebur rendah ditempatkan pada gelas objek yang dipanaskan dengan
menggunakan alat pemanas yang dihubungkan dengan mikroskop polarisasi
(Zainid dkk, 2011).
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya agar dapat menggunakan
campuran zat yang lain selain fenol karena fenol memiliki sifat
higroskopis. Penggunaan larutan methanol dapat diganti dengan larutan fenol
karena fenol memiliki sifat yang mirip dengan methanol, dan penggunaan NaCl
juga dapat digantikan dengan garam-garam lainnya seperti KCl, Na2SO4.
DAFTAR PUSTAKA
Dogra S.K dan Dogra S. 2008. Analisis Kimia Kualitatif dan Kuantitatif.
Erlangga. Jakarta.
Hazra, F. 2005. Eksplorasi Mikrob Pengguna Metanol dari Tanah dan Kotorn
Ternak Sebagai Sumber Protein Sel Tunggal. Jurnal Tanah dan
Lingkungan Vol 7 (2). ITB. Bogor.
Haseeb, A.S.M.A., Masjuki, H.H., Siang, C.T., Fazal, M.A., 2010, Compatibility
of Elastomers in Palm Biodiesel, Journal of Renewable Energy, 35, 2356-
2361.
Martin, A., Klauck, M., Taubert, K., Precht, A., Meinhardt, R., Schmelzer, J.,
2011, Liquid-Liquid Equilibria in Thernary Systems of Aromatic
Hydrocarbons (Toluene or Ethylbenzene) + Phenols + Water, Journal of
Chemical and Enginering Data, 35, 2356-2361.