Anda di halaman 1dari 11

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan kelarutan timbal balik dengan


tujuan agar dapat mempelajari kelarutan timbal balik antara dua
cairan dan menggambarkan hubungan kelarutan tersebut
dengan suhu dalam suatu diagram fasa. Percobaan ini dilakukan
pada campuran larutan fenol-air, fenol-metanol dan fenol-NaCl
dengan menggunakan variasi massa dan volume pelarut.
Campuran tersebut dipanaskan sehingga larutan dapt bercampur
dengan ditandai perubahan larutan menjadi bening dan kembali
keruh kembali. Perubahan tersebut dicatat temperaturnya agar
diketahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat.
Percobaan ini diperoleh fraksi mol (X) yaitu 0,152; 0,107; 0,082; 0,067;
dan 0,056.

Kata kunci : Fraksi Mol, Kelarutan dan Kelarutan Timbal Balik.

I. Data Pengamatan
4.1.1 Fenol-Air

Campuran Suhu
N Fenol Air campuran Suhu campuran T ratarata (C)
o (gra (mL) keruh- bening-keruh
m) bening
1 2 3 48C 42C 45
2 2 2 49C 48C 48,5
3 2 4 50C 45C 47,5
4 2 5 56C 42C 49
5 2 6 52C 45C 48,5

4.1.2 Fenol-Larutan Metanol 1%

N Campuran Suhu Suhu T rata rata (C)


o Fenol Metn campuran campuran
(gra ol keruh- bening-keruh
m) (mL) bening
1 2 4 49C 38C 43,5

4.1.3 Fenol-Larutan NaCl 1 %

Campuran
Suhu Suhu
Fenol Laruta T ratarata (C)
No campuran campuran
(gra n NaCl
keruh-bening bening-keruh
m) (mL)
1 2 3 49C 42C 45,5

II. Hasil dan Pembahasan


2.1 Pembahasan

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur
kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika
temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan
kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur
timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk kurva parabola
yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap perubahan temperatur
baik di bawah temperatur kritis maupun saat mencapai dan setelah melewati
temperatur kritis (Voight, 1994).

Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat pelarut. Kelarutan


yang besar terjadi bila molekul-molekul pelarut mempunyai
keasaman dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan, misalnya
momen dipol yang tinggi antara pelarut dengan zat terlarut
adalah kuat bila tidak ada kesamaan, maka gaya tarik solvent
solue lemah (Sastrohamidjojo, 2001).
Suatu fase didefenisikan sebagai bagian system yang seragam atau homogen
diantara keadaan submakroskopiknya, tetapi benar benar terpisah dari bagian
system yang lain oleh batasan yang jelas dan baik. Campuran padatan atau dua
cairan yang tidak saling bercampur dapat membentuk fase terpisah. Sedangkan
campuran gas-gas adalah satu fase karena sistemnya yang homogen. Symbol
umum untuk jumlah fase adalah P (Dogra S.K dan Dogra S, 2008).

Percobaan ini dimulai dengan beberapa tahapan pada


beberapa campuran larutan yaitu antara fenol dengan air, fenol
dengan metanol dan fenol dengan NaCl. Pertama, disiapkan 5
buah tabung reaksi yang masing-masingnya telah diisi dengan
fenol memiliki massa yaitu 2 gram. Kemudian, ditambahkan
dengan akuades dengan variasi volumenya yaitu 2; 3; 4; 5 dan 6
mL. Fenol adalah senyawa padatan yang tak berwarna hingga merah muda yang
bersifat sangat mudah larut dalam methanol dan dietil eter, dapat larut dalam air
dan aseton (Daintith, 1994). Sedangkan akuades merupakan senyawa yang tak
berwarna, tak berbau yang berguna sebagai pelarut universal (Basri,2003).

Setelah penambahan akuades, larutan diaduk hingga fenol larut dalam air
dan menjadi keruh lalu dipanaskan didalam air yang dipanaskan menggunakan
Bunsen. Pengadukan dilakukan untuk melarutkan fenol dan dilakukan sebelum
pemanasan karena jika pengadukan dilakukan disaat pemanasan larutan akan
berubah menjadi jernih hanya sementara. Pemanasan berfungsi untuk
meningkatkan suhu dari larutan tersebut dan mempercepat jalannya reaksi anatar
fenol dan air hingga larutan tersebut menjadi jernih. Proses pemanasan dapat
dilihat dari gambar berikut :
Gambar 1. Penimbang Fenol Gambar 2. Proses
Pemanasan
Ketika dilakukan pengocokkan tidak terbentuk lagi
campuran keruh dan tidak ada dua lapisan, maka keluarkan
tabung reaksi dari air dan dicatat temperaturnya sebagai
temperatur saat terbentuk sistem satu fasa. Berdasarkan
percobaan diperoleh data temperatur saat campuran fenol-air
yang keruh menjadi bening berturut-turut yaitu 49C, 48C ,

50C, 56C, dan 52C. Ketika larutan menjadi keruh kembali terdapat dua
lapisan yaitu keruh dibagian atas dan larutan jernih berwarna merah muda
dibagian bawah. Lapisan atas adalah air dan lapisan bawahnya fenol, hal ini
terjadi karena nilai densitas air lebih rendah daripada fenol dan karena suhu
larutan berada dibawah suhu kritis. Pengukuran suhu setelah larutan menjadi
keruh kembali dan terdapat dua lapisan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4. Pengukuran Suhu Gambar 2. Terbentuk 2 Lapisan
Berdasarkan teori semakin banyak volume akudes yang ditambahkan
maka suhu larutan akan semakin meningkat, karena semakin banyak molekul air
maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
pada molekulnya sehingga suhu yang dibutuhkan untuk air bereaksi dengan fenol
semakin meningkat. Namun pada percobaan ini suhu yang didapat naik turun hal
ini karena saat pengukuran menggunakan termometer terjadi ke tidak ketelitian
saat pengukuran untuk menentukan suhu konstannya.

Ketika larutan tidak lagi dipanaskan, maka larutan tersebut


juga akan terbentuk campuran yang keruh kembali. Lalu, dicatat
juga temperaturnya sebagai temperatur saat campuran dari
bening berubah menjadi keruh kembali. Pendiaman dilakukan untuk
menurunkan suhu larutan hingga menjadi keruh kembali. Campuran menjadi
keruh kembai menunjukkan bahwa larutan fenol dan air tidak
bercampur lagi. Berdasarkan analisis data diperoleh temperatur

saat campuran menjadi keruh kembali yaitu 48C, 42C , 45C,


42C dan 45C.

Gambar 3. Proses bening menjadi keruh

Sistem biner fenol-air dapat digolongkan menurut selisih daya campur


bergantung pada suhu. Kelarutan air dalam fenol mengidentifikasikan keanehan
dalam ketergantungan suhu, kelarutan akan meningkat dengan peningkatan suhu
(Martin et al, 2011). Suhu yang tinggi, intensitas tumbukan antarpartikel semakin
tinggi dan energi aktivasi yang diperlukan suatu zat untuk bereaksi juga semakin
besar.

Sistem biner fenol-air terdapat dalam sistem yang


memperlihatkan sistem kelarutan timbal balik antara fenol dan
air pada suhu tertentu dan tekanan tetap, disebut biner karena
jumlah komponen campuran terdiri dari dua zat yaitu fenol dan
air. Fenol dan air kelarutannya akan berubah apabila dalam
campuran ditambahkan salah satu komponen penyusunnya
(Wahyuni, 2003). Temperatur kritis atau Tc adalah batas atas temperatur
dimana terjadi pemisahan fase. Diatas temperatur batas atas, kedua komponen
benar-benar bercampur.Temperatur ini ada gerakan termal yang lebih besar
menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen
(Atkins, P.W, 1999).

Kedua, dilakukan percobaan pada campuran fenol-metanol dilakukan


dengan menimbang 2 gram fenol dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan methanol sebanyak 3mL. Metanol merupakan
bahan baku yan banyak diginakan di industri fermentasi ( Hazra,
2005). Sehingga diperoleh temperatur saat campuran keruh menjadi bening
yaitu pada 49C. Sedangkan temperatur saat campuran menjadi
keruh kembali yaitu pada 38C.

Ketiga, dilakukan pada campuran 2 gram fenol dengan 3 mL


larutan NaCl dengan perlakuan yang sama sehingga di peroleh
data temperatur saat campuran keruh menjadi bening yaitu pada 49C.
Sedangkan temperatur saat campuran menjadi keruh kembali
yaitu pada 42C.

Pada sistem fenol-NaCl menunjukkan bahwa temperatur kritis yang di


peroleh pada percobaan ini sangat tinggi dibandingkan dengan yang lainya. Hal
ini dikarenakan pada campuran fenol-NaCl dibutuhkan energi aktivasi yang angat
besar untuk mencapai temperatur kritis. Ketiga perlakuan yang dilakukan pada
campuran fenol-air, fenol-metanol dan fenol-NaCl di peroleh dari data percobaan
bahwa campuran yang lebih cepat larut yaitu pada campuran fenol-metanol. Suatu
proses pelarutan dikenal prinsip like dissolves like, dimana substansi polar akan
lebih memilih untuk larut didalam pelarut polar dan substansi non polar akan lebih
memilih untuk larut didalam pelarut non polar (Haseeb et al, 2010). Fenol tidak
melarut sempurna ketika dilarutkan dalam aquades, metanol dan NaCl. Hal ini
dikarenakan fenol bersifat semipolar sedangkan aquades, metanol dan NaCl
bersifat polar. Oleh karena itu fenol tidak akan membentuk campuran homogen.
Berdasarkan analisis data dari percobaan yang dilakukan ini
diperoleh fraksi mol fenol berturut-turut yaitu 0,152; 0,107; 0,082;
0,067 dan 0,056 mol. Suhu rata-rata yang diperoleh dari percobaan ini adalah
48,5C; 45C; 47,5C; 49C dan 48,5C.

Berdasarkan grafik yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu naik turun hal
ini terjadi kesalahan saat pengukuran temperature, berdasarkan teori berbanding
terbalik dengan fraksi mol fenol yang didapatkan. Suhu yang dimaksud adalah
pada saat sistem fenol-air membentuk satu fasa dimana zat terlarut (fenol) tertentu
yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam pelarut (air) menjadi lebih besar.
Nilai fraksi mol fenol menurun ketika volume pelarut semakin bertambah dan
suhu akan menurun ketika pelarut yang digunakan semakin bertambah banyak.
Selain metode yang digunakan pada percobaan ini terdapat metode yang
digunakan untuk menentukan mengidentifikasikan perilaku fase dalam suatu
sistem biner yaitu metode kontak panas yang diperkenalkan oleh Lehman dan
Kofler. Pada metode ini salah satu komponen yang memiliki titik lebur yang lebih
tinggi dileburkan lalu didiamkan memadat kembali dan komponen kedua dengan
titik lebur rendah ditempatkan pada gelas objek yang dipanaskan dengan
menggunakan alat pemanas yang dihubungkan dengan mikroskop polarisasi
(Zainid dkk, 2011).

2.2 Jawaban Pertanyaan


1. Suhu konsolut atas atau suhu larutan kritik adalah batas atas temperatur dimana
terjadi pemisahan fase. Derajat kebebasan sistem pada T>T konsolut atas
adalah 2.
2. Sistem yang memiliki temperatur kritis bawah adalah sistem anatara nikotin
dan air. Sistem yang memiliki suhu konsolut atau temperature kritis atas dan
bawah adalah sistem antara air dan CO2 (karbon dioksida) dan sistem antara air
dan H2S (hidrogen sulfida).
3. Larutan konjugasi dapat juga disebut dengan larutan buffer (penyangga),
mempertahankan nilai pH dari suatu larutan ketika ditambahakan sedikit asam
maupun basa. Larutan ini dihasilkan dari reaksi antara asam lemah dengan basa
kuat atau basa lemah dengan asam kuat.
4. Efek salting out, salting out dapat dinyatakan sebagai keadaan dimana ion akan
larut, beberapa air akan menjadi tidak bisa larut yang kemudian akan
mengaram atau membentuk endapan Pada percobaan ini terjadi efek salting out
pada saat penambahan larutan NaCl (natrium klorida) kedalam fenol, dan
terbentuk endapan putih ketika larutan telah dipanaskan dan didinginkan.
III. SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Dari hasil percobaan ini dapat di simpulkan bahwa


kelarutan suatu campuran akan semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya suhu. Dari percobaan ini diperoleh nilai
fraksi mol yaitu 0,152; 0,107; 0,082; 0,067; dan 0,056.

3.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya agar dapat menggunakan
campuran zat yang lain selain fenol karena fenol memiliki sifat
higroskopis. Penggunaan larutan methanol dapat diganti dengan larutan fenol
karena fenol memiliki sifat yang mirip dengan methanol, dan penggunaan NaCl
juga dapat digantikan dengan garam-garam lainnya seperti KCl, Na2SO4.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins,P W.1999. Kimia Fisika. Edisi 4. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Basri, S. 2003. Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.

Dogra S.K dan Dogra S. 2008. Analisis Kimia Kualitatif dan Kuantitatif.
Erlangga. Jakarta.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia Oxford. Erlangga. Jakarta.

Hazra, F. 2005. Eksplorasi Mikrob Pengguna Metanol dari Tanah dan Kotorn
Ternak Sebagai Sumber Protein Sel Tunggal. Jurnal Tanah dan
Lingkungan Vol 7 (2). ITB. Bogor.

Haseeb, A.S.M.A., Masjuki, H.H., Siang, C.T., Fazal, M.A., 2010, Compatibility
of Elastomers in Palm Biodiesel, Journal of Renewable Energy, 35, 2356-
2361.

Martin, A., Klauck, M., Taubert, K., Precht, A., Meinhardt, R., Schmelzer, J.,
2011, Liquid-Liquid Equilibria in Thernary Systems of Aromatic
Hydrocarbons (Toluene or Ethylbenzene) + Phenols + Water, Journal of
Chemical and Enginering Data, 35, 2356-2361.

Sastrohamidjojo, H.2001. Kimia Dasar. UGM Press. Jakarta.

Voight. 1994. Kimia Untuk Universitas. Edisi 6. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Wahyuni, S. 2003. Buku Ajar Kimia Fisika 2. Semarang.


Zaini, E.,Halim, A., Soewandhi, S.N., Setyawan, S., 2011. Peningkatan laju
pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi dengan nikotinamida,
Jurnal Farmasi Indonesia, Vol 5 (4) : 205-212.

Anda mungkin juga menyukai