RETIKULOSIT:
PERAN DALAM DIAGNOSIS ANEMIA DEFISIENSI BESI
Oleh:
Agus Hariyanto
G4A014011
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
RETIKULOSIT:
PERAN DALAM DIAGNOSIS ANEMIA DEFISIENSI BESI
Oleh:
Agus Hariyanto
G4A014011
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
A. Eritropoiesis ............................................................................. 3
B. Peran Besi dalam Eritropoiesis ................................................ 12
C. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi ...................................... 15
D. Penanda Retikulosit Dalam Anemia Defisiensi Besi ............... 20
III. KESIMPULAN ................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 29
iii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
paling banyak usia 0-5 tahun. Pada tahun 2011, prevalensi anemia defisiensi
besi pada anak secara global mencapai mencapai 273 juta (Stevens et al,
2013).
Pada neonatus, kekurangan zat besi tidak jarang terjadi khususnya jika
ditemukan anemia pada ibu. Hal ini terjadi karena adanya mobilisasi
simpanan zat besi yang terakumulasi selama di dalam rahim. Kekurangan zat
besi ringan pada ibu dapat mengurangi simpanan zat besi pada janin sehingga
(neonatus). Kekurangan zat besi pada neonatus juga lebih besar pada bayi
lahir prematur atau dari ibu diabetes. Insidensi kedua kondisi tersebut
anak akan menjadi perhatian yang besar di masa depan (Stevens et al, 2013).
biokimia klasik seperti besi serum, saturasi transferin, dan feritin. Penanda-
penanda ini mungkin tidak informatif atau mungkin tidak berubah dengan
cukup cepat untuk mencerminkan adanya yang kekurangan zat besi yang
tersebut juga jarang bermakna pada beberapa kasus seperti anemia pada anak
2
usia dini, anemia karena penyakit kronis atau pada penggunaan terapi
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
besi
2. Tujuan khusus
C. Manfaat Penulisan
A. Eritropoiesis
dalam memproduksi sel; dan 3) faktor regulator yang mengatur agar sistem
2005).
kehidupan embrio dan berlangsung secara paralel sampai masa dewasa dan
4
periode:
dan megakariosit dapat diidentifikasikan dalam yolk sac pada masa gestasi
IL-3, IL-6 dan faktor stem cell. Sel induk hematopoiesis (blood borne
5
janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood
dari yolk sac. Perubahan tempat hematopoiesis dari yolk sac ke hati dan
dan ginjal.
3. Hematopoiesis medular
dan dimulai sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam
tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi. Pada masa
jaringan hematopoeitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel
darah menjadi berkurang tetapi tetap ada pada sumsum tulang, hati, limpa,
kelenjar getah bening dan dinding usus, yang dikenal sebagai sistem
pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda
iga, tulang dada, pelvis, skapula dan jarang berlokasi pada humerus dan femur
(Lubis, 2005).
yang kompleks dan teratur dengan baik. Seperti sel darah lainnya, eritrosit
lingkungan mikro sumsum tulang dan beberapa jenis sitokin tertentu yang
bekerja pada fase awal dari hematopoiesis. Sel induk ini akan berkembang
menjadi stem cell yang committed untuk satu jenis sel darah. Pada proses
eritropoiesis sel ini disebut sebagai committed eritroid progenitor cell. Pada
fase ini sel ini belum bisa dibedakan dengan stem cell lainya dan – seperti juga
stem cell – sel induk eritroid ini beredar secara bebas di darah tepi. Pada
tingkat pula ini mulai akan diekspresikan reseptor sitokin khusus yaitu EpoR
proliferasi dan hyperplasia dari sel induk eritroid. Apabila eritropoitin ini tidak
7
ada maka sel induk eritroid akhirnya akan mati melalui proses apoptosis
(Suega 2010).
Forming Unit for Erythroid). Progenitor eritroid ini akan berkembang menuju
prekursor eritrosit pertama yang dapat dikenali dalam sumsum tulang, yaitu
inti terletak sentral dengan anak inti dan kromatin yang sedikit menggumpal.
yang lebih kecil melalui sejumlah pembelahan sel yang secara berurutan
menjadikan kromatin inti menjadi lebih pekat (Hoffbrand & Moss, 2013).
8
Pada tahap akhir, inti sel akan dikeluarkan dari normoblas di dalam
retikulosit ini sedikit lebih besar dari eritrosit matang, menghabiskan waktu 1-
2 hari dalam sumsum tulang dan beredar dalam darah tepi selama 1-2 hari
sebelum menjadi matang, yakni saat RNA hilang seluruhnya. Hasilnya adalah
eritrosit matang yang seluruhnya terpulas merah muda dengan bentuk cakram
matang. Eritrosit berinti (normoblas) tidak ada dalam darah tepi manusia yang
ekstramedular dan juga pada beberapa penyakit sumsum tulang (Hoffbrand &
Moss, 2013).
Proses pematangan eritroid ini terjadi dalam beberapa hari dan ditandai
seperti halnya eritrosit yang matang; (2) adanya perubahan bentuk dari besar
9
ke lebih kecil, unifom dan berbentuk biconcave discoid; dan (3) terjadinya
degradasi protein plasma dan organel internal serta residual protein lainnya.
sesuatu yang homogen oleh karena adanya tingkatan maturasi yang berbeda
misalnya adanya proses perdarahan atau hemolisis, jumlah dan proporsi dari
sel retikulosit muda akan meningkat baik di dalam sumsum tulang maupun di
darah tepi. Ada perbedaan masa hidup antara retikulosit normal dan retikulosit
muda (imatur) yaitu membran retikulosit imatur akan lebih kaku dan tidak
stabil, disamping itu retikulosit imatur ini masih mempunyai reseptor untuk
begitu sel ini bermigrasi ke perifer. Suatu studi memperkirakan lama waktu
bervariasi antara 17 jam pada tikus normal sampai 6,5 jam pada tikus yang
dipisahkan dari kontaminasi sel yang sama dari kompartemen yang berbeda
akan tetapi pemisahan ini tidak sempurna sekali sehingga metode untuk
spesies yang dipelajari dan juga tingkat stimulasi proses eritropoesis tersebut.
10
sirkulasi masih belum jelas diketahui. Ada studi yang mendapatkan bahwa
beredar didarah tepi, dimana pada tikus dan babi didapatkan jumlah retikulosit
yang banyak sedang pada manusia, anjing dan kucing jumlahnya sedikit
bahkan pada kuda hampir tidak didapatkan atau sedikit sekali. Perbedaan yang
unik ini bisa dikenali dengan metode manual dengan pengecatan supravital
dilepaskan ke darah tepi akibat adanya rangsangan akibat anemia dan hal ini
vivo yang lebih pendek apabila di tranfusikan kedalam resipien normal dan
secara umum dianggap sel ini tidak normal karena tidak melalui
retikulosit. Sebuah studi ingin meneliti masa hidup dari retikulosit normal dan
retikulosit stress ini baik pada pasien normal maupun pasien anemia.
Eksperimen ini mendapatkan data: (1) masa hidup retikulosit akan normal
kalau normal retikulosit diinjeksikan ke binatang yang non anemik; (2) oleh
karena gangguan intrinsik dari retikulosit stress, akan menyebabkan sel ini
lebih cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh resepien normal dengan kecepatan
yang lebih besar dibandingkan dengan resepien yang anemia; dan (3) baik
anemia.
anemia berjalan akan terjadi proses adaptasi yang memungkinkan sel yang
diproduksi selama anemia tersebut akan beredar lebih lama pada binatang
yang dibuat anemi dibandingkan dengan binatang yang normal. Studi yang
lain juga mendukung hal ini dimana didapatkan bahwa peningkatan masa
hidup retikulosit pada binatang yang anemia bukan disebabkan oleh adanya
overload sistem retikoluendotelial akan tetapi hal ini diduga oleh adanya
transkripsi dan mRNA. Metabolisme besi dan heme seluler adalah dua
bebas dan heme di dalam intraselular. Keduanya terikat dengan protein ferritin
Sumber utama besi untuk prekursor eritrosit adalah besi plasma berupa besi-
karena kekurangan zat besi sistemik atau penyerapan zat besi, akan
dalam plasma besi dengan mengikat diri kepada ferroportin (suatu transporter
besi pada sel-sel usus duodenum, makrofag, hepatosit, dan sel-sel plasenta).
Sintesis hepcidin dirangsang oleh peningkatan simpanan besi plasma dan besi
dari makrofag dan dari enterosit serap di duodenum Regulasi hepcidin selama
eritropoietin, akan tetapi mekanisme ini masih sulit dipahami (De Domenico,
2007).
sebagian berasal dari ambilan plasma melalui hemopeksin dan sebagian dari
14
dalam kondisi hipoksia atau stres eritropoiesis sehingga produksi sel darah
untuk mengatur transkripsi dari gen globin dan nonglobin (Tsiftsoglou et al,
2009).
transferin reseptor (Tf-R). Lebih lanjut, HIF mengatur hepcidin secara negatif
absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebuthan besi yang meningkat dan
a. Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan
b. Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terakandung di dalam ASI
b. Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
asam lambung dan makanan lebih cepat melalyi bagian atas usus
3. Perdarahan
4. Transfusi feto-maternal
anemia defisiensi besi pada akhir masa fetus dan pada awal masa
neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru
yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang
18
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40%
remaja permpuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10
µg/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia
yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang
Terdapat tiga tahap proses perkembangan anemia defisiensi besi (Raspati et al,
2005):
1. Tahap pertama
besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
2. Tahap kedua
atau iron limited erythropoiesis, didaptakan suplai besi yang tidak cukup
19
3. Tahap ketiga
ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
telah tejadi perubahan eptiel terutama pada anemia defisiensi besi yang
Banyak tes dapat digunakan untuk evaluasi anemia, namun hingga saat
ini belum terdapat tes tunggal untuk mendiagnosis defisiensi besi dengan atau
pada metabolisme besi meliputi Serum Iron (SI), Total Iron Binding Capacity
(TIBC), Serum Ferritin (SF), dan Saturasi Transferrin (%Sat). Tes hematologi
defisiensi tahap lanjut sehingga kurang sensitif untuk skrining defisiensi besi.
Tes biokimia dapat mendeteksi defisiensi besi tahap awal sebelum terdapat
anemia, namun tes biokimia mahal dan ketersediaan tes ini di daerah terbatas.
Selain itu kadarnya juga dipengaruhi oleh absorbsi makanan, keadaan infeksi,
terhadap pengobatan untuk anemia. Retikulosit adalah sel darah merah yang
RNA. Metode manual untuk menghitung retikulosit adalah yang paling umum
1. Reticulocyte Count
pada temuan adanya protein RNA pada sitoplasma dari retikulosit. Sejak
ini relatif tidak akurat, lambat dan lebih merepotkan. Namun sejak tahun
berfloresensi spesifik dengan RNA. Alat ini dapat menilai tingkat maturasi
tentang perubahan yang cepat maka dibutuhkan marker yang lebih sensitif
gambaran darah tepi yang diwarnai dengan pewarna biru metilen. Pewarna
ini akan mengendapkan dan mewarnai RNA sehingga sel retikulosit dapat
dikenal diantara sel darah merah matang lainnya dan retikulosit dihitung
jumlah kandungan RNA dari sel tersebut. Makin banyak jumlah RNA
sejalan dengan beratnya anemia. Ini khususnya terjadi jika terdapat jangka
mencapai maksimum dalam 6-10 hari dan tetap tinggi sampai hemoglobin
protein
mielodisplasia, mielofibrosis
prediktor terkuat untuk anemia defisiensi besi pada anak dan dianggap
sebagai salah satu alternatif standar diagnosis untuk status kekurangan besi
tulang dalam 24-48 jam sebelum diperiksa. Parameter CHr hanya tersedia
pada alat tertentu sehingga saat ini dikembangkan parameter baru yang
dengan rentang nilai normal dari alat 28-35 pg. Pemeriksaan Ret–He juga
25
hemoglobin di dalam sumsum tulang. Cut off point dari CHr yang
sebanding dengan parameter lain (serum feritin < 100 µg/l dan saturasi
transferin < 20%). CHr dapat meningkat dalam 48 jam setelah pemberian
besi, mencapai puncak pada 96 jam dan tetap berada di atas baseline
selama 14 hari. Akan tetapi, peningkatan ini belum tentu diikuti dengan
HE pada cut off 27,2 pg memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
26
(93,3% dan 83,2%) untuk menilai defisiensi besi pada pasien yang
menjalani dialisis kronik. Hasil yang serupa pada subyek yang sama
didapatkan pada penelitian Garzia et al. (2006) dengan hasil bahwa Ret-
HE memiliki kesepakatan yang tinggi dengan CHr (93,6%) dan cut off
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang maka hasil penghitungan
disebut RPI. RPI adalah angka yang mencerminkan indek sebenarnya dari
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang pada pasien yang menderita
tulang dalam prosuksi sel darah merah atau anemia hipopoliferatif. RPI 3
dalam darah perifer. Retikulosit ini akan menetap lebih dari 48 jam di
darah perifer sampai mereka berubah menjadi sel-sel darah merah. Oleh
2014).
28
III. KESIMPULAN
24-48 jam.
sel darah merah oleh sumsum tulang pada pasien yang menderita anemia.
29
DAFTAR PUSTAKA