PEDOMAN PELAYANAN
GUDANG LOGISTIK UMUM
Jl. Mojopahit Nomor 699, TUBAN | Tel. (0326) 322744, 324618 | Fax. (0326) 322666
LEMBAR PENGESAHAN
Pembuat Dokumen
ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MEDIKA MULIA TUBAN
NOMOR: /Per/Dir/RSMM/I/2018
TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT
KEDUA : Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Medika Mulia
sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
KETIGA : Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Medika Mulia
sebagaimana dimaksud dalam dictum kedua wajib dijadikan acuan dalam
penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Medika Mulia.
iii
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan
Ditetapkan di : Tuban
Pada tanggal : 02 Januari 2018
Direktur,
iv
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Medika Mulia Tuban
Nomor : /Per/Dir/RSMM/I/2018
Tanggal : 02 Januari 2018
KATA PENGANTAR
Setiap rumah sakit wajib menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam terus
menerus. Instalasi Gawat Darurat sebagai unit pemberi pelayanan gawat darurat di rumah sakit,
perlu diatur dalam suatu standar pengorganisasian Instalasi Gawat Darurat yang akan menjadi
acuan bagi para pelaksana pelayanan gawat darurat, baik fase pra-rumah sakit maupun fase intra
rumah sakit.
Dalam standar pelayanan Instalasi Gawat Darurat ini akan diatur mengenai tata laksana
pemberian pelayanan kegawatdarurat, standar ketenagaan dan standar fasilitas Instalasi Gawat
Darurat serta pengelolaan logistik, keselamatan kerja, keselamatan pasien, dan pengendalian
mutu Instalasi Gawat Darurat.
Standar pelayanan Instalasi Gawat Darurat ini disusun dalam suatu buku Pedoman Pelayanan
Instalasi Gawat Darurat yang ditetapkan dan diberlakukan di rumah sakit. Penyempurnaan
terhadap isi buku pedoman ini akan senantiasa dilakukan secara berkala, dalam menyesuaikan
dengan perkembangan ilmu kedokteran dan meningkatnya jumlah pasien yang dilayani.
v
DAFTAR ISI
vi
A. KEMATIAN PASIEN KURANG DARI 24 JAM DI IGD
Error! Bookmark not defined.
B. WAKTU TANGGAP PELAYANAN DOKTER DI IGD
Error! Bookmark not defined.
C. KEPUASAN PELANGGAN PADA PELAYANAN IGD
Error! Bookmark not defined.
BAB IX PENUTUP ..................................................................................................................... 43
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan.
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat
dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan
mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat
ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka diperlukan
peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan ditempat kejadian, selama
perjalanan ke rumah sakit, maupaun di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat perlu dibuat standar
pelayanan yang merupakan pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan
pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien IGD Rumah Sakit Medika
Mulia khususnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka, dalam melakukan pelayanan gawat darurat di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Medika Mulia harus berdasarkan standar pelayanan
Gawat Darurat Rumah Sakit Medika Mulia.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Memberikan standar pelayanan gawat darurat baku bagi seluruh staf di lingkungan
Instalasi Gawat Darurat dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan menjamin
keselamatan pasien,
1
2. Menjamin kontinuitas pelayanan pasien gawat darurat dalam mendapatkan
kesembuhan, baik yang membutuhkan pelayanan rawat inap, tindakan bedah, maupun
rujukan ke tempat lain.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Instalasi Gawat Darurat
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien
dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
multidisiplin.
2. Triage
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma / penyakit
serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
4. Survey Primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.
5. Survey Sekunder
2
Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan – perubahan anatomi yang
akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang
ada berakhir dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien Gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.
7. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya
kanker stadium lanjut
8. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropium , TBC kulit , dan sebagainya
10. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulkan cedera fisik, mental dan sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tempat kejadian :
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Kecelakaan di lingkungan rumah tangga
3) Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
4) Kecelakaan di sekolah
5) Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat rekreasi,
perbelanjaan, di area olah raga, dan lain – lain.
b. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik
karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
c. Waktu kejadian
1) Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
3
2) Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain.
3) Cidera
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
11. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongan dan bantuan.
12. Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah
satu system / organ di bawah ini, yaitu :
a. Susunan saraf pusat
b. Pernafasan
c. Kardiovaskuler
d. Hati
e. Ginjal
f. Pancreas
13. Kegagalan ( kerusakan ) System / organ tersebut dapat disebabkan oleh :
a. Trauma / cedera
b. Infeksi
c. Keracunan ( poisoning )
d. Degerenerasi ( failure)
e. Asfiksi
f. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar ( excessive loss of water and
electrolit )
g. Dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 ), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
4
Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
Kecepatan meminta pertolongan
Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
Ditempat kejadian
Dalam perjalanan ke rumah sakit
Pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit
5
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SDM
Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM IGD adalah :
5. TPK SMU -
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Gawat Darurat yaitu :
1. Dinas Pagi Terdiri dari :
Koordinator
Ka. Sift
Perawat Pelaksana
Pekarya
2. Dinas Sore Terdiri dari :
Ka. Shift
Pelaksana
3. Dinas Malam Terdiri dari ::
Ka. Shift
Pelaksana
6
C. PENGATURAN JAGA
1. Pengaturan Jaga Perawat IGD
a. Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh
Koordinator IGD dan disetujui oleh Kepala Instalasi Gawat Darurat
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana IGD setiap satu bulan..
c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan.
Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa bila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan
disetujui).
d. Setiap tugas jaga / shift harus ada Kepala shift (Ka. Shift) dengan syarat pendidikan
minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun, serta memiliki
sertifikat tentang kegawat daruratan.
e. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur, on
call, rujuk dan cuti.
f. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang bersangkutan harus
memberitahu Koordinator IGD : 2 jam sebelum dinas pagi, 4 jam sebelum dinas sore
atau dinas malam. Sebelum memberitahu Koordinator IGD, diharapkan perawat
yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti, Apabila perawat yang
bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti, maka Koordinator IGD akan
mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat jadwal on call.
g. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan (tidak terencana), maka Koordinator IGD akan mencari perawat jadwal
on call. Apabila perawat pengganti tidak di dapatkan, maka perawat yang dinas pada
shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.(Prosedur pengaturan jadwal dinas
perawat IGD sesuai SPO terlampir).
h. Jadwal on call bertugas menggantikan jadwal jaga perawat atau jadwal rujuk yang
berhalangan
i. Jadwal rujuk bertugas merujuk pasien IGD atau menggantikan tugas jadwal on call
7
2. Pengaturan Jaga Dokter IGD
a. Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab Kepala Instalasi Gawat
Darurat dan disetujui oleh Kepala Bidang Medis
b. Jadwal dokter jaga IGD dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan ke
unit terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di mulai.
c. Apabila dokter jaga IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan maka :
1) Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke
Kepala Instalasi Gawat Darurat paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta
dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga pengganti.
2) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Kepala Instalasi Gawat Darurat dan diharapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti
tidak didapatkan, maka Kepala Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan
dokter jaga pengganti, yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur
atau dirangkap oleh dokter jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak di
dapatkan maka dokter jaga shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
(Prosedur pengaturan jadwal jaga dokter IGD sesuai SPO terlampir).
3) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Kepala Instalasi Gawat Darurat dan diharapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti
tidak didapatkan, maka Kepala Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan
dokter jaga pengganti, yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur
atau dirangkap oleh dokter jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak
didapatkan maka dokter jaga shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
(Prosedur pengaturan jadwal jaga dokter IGD sesuai SPO terlampir).
8
b. Jadwal jaga dokter konsulen dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah
diedarkan ke unit terkait dan dokter konsulen yang bersangkutan 1 minggu sebelum
jaga dimulai.
c. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan maka :
1) Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke
Kepala Bidang Medis atau ke petugas sekretariat paling lambat 3 hari sebelum
tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen
pengganti.
2) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Kepala Bidang Medis atau ke petugas sekretariat dan di
harapkan dokter tersebut sudah menunjuk dokter jaga konsulen pengganti,
apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Kepala Bidang Medis wajib
untuk mencarikan dokter jaga konsulen pengganti. (Prosedur pengaturan jadwal
jaga dokter konsulen sesuai SPO terlampir).
9
BAB III STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
B. STANDAR FASILITAS
1. Fasilitas & Sarana
IGD RS Medika Mulia Tuban berlokasi dilantai I gedung utama bagian depan yang terdiri
dari ruang triage, ruang resusitasi, ruang kuning, ruang hijau, Emergency Neonatal
Maternal, dan airborne disease.
Ruang triage terdiri dari 2 (dua) tempat tidur, ruang resusitasi 1 tempat tidur, ruang
kuning 3 tempat tidur, ruang hijau 2 tempat tidur, Emergency Neonatal Maternal 1
tempat tidur, dan airborne disease 1 tempat tidur.
2. Peralatan
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat
Darurat Kementerian Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien
Gawat darurat.
Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving untuk kasus kegawatan jantung
seperti monitor dan defribrilator.
a. Alat – alat untuk ruang resusitasi :
1) Mesin suction ( 1 set )
10
2) Oxigen lengkap dengan flowmeter ( 1 set )
3) Laringoskope anak & dewasa ( 1 set )
4) Spuit semua ukuran ( masing – masing 10 buah )
5) Oropharingeal air way ( sesuai kebutuhan )
6) Infus set / transfusi set ( 5 / 5 buah )
7) Brandcard ada gantungan infus & penghalang ( 1 buah )
8) Gunting besar (1 buah )
9) Defribrilator ( 1 buah )
10) Monitor EKG ( 1 buah )
11) Trolly Emergency yang berisi alat – alat untuk melakukan resusitasi ( 1 buah )
12) Papan resusitasi ( 1 buah )
13) Ambu bag ( 1 buah )
14) Stetoskop ( 1 buah )
15) Tensi meter ( 1 buah )
16) Thermometer ( 1 buah )
17) Tiang Infus ( 1 buah )
b. Alat – alat untuk ruang tindakan
1) Vena seksi set ( 1 set )
2) Extraksi kuku set ( 1 set )
3) Hecting set ( 2 set )
4) Lampu sorot ( 1 buah )
5) Kassa ( 1 tromel )
6) Cirkumsisi set ( 1 set )
7) Ganti verban set ( 2 set )
8) Spekulum hidung (1 buah )
9) Emergency lamp ( 1 buah )
10) Stetoskop ( 1 buah )
11) Tensimeter ( 1 buah )
12) Thermometer ( 1 buah )
13) Tiang infus ( 2 buah )
14) Otoscope ( 1 buah )
11
15) Nebulizer ( 1 buah )
16) Mesin EKG ( 1 buah )
c. Alat – alat untuk ruang observasi
1) Tensi meter ( 1 buah )
2) Oxygen lengkap dengan flow meter ( 1 buah )
3) Termometer ( 1 buah )
4) Stetoskop ( 1 buah )
5) Standar infus ( 1 buah )
d. Alat – alat dalam trolly emergency
1) Obat Life saving ( terlampir pada standar obat Dep. Gadar
2) Obat penunjang ( terlampir pada standar obat Dep. Gadar
3) Alat – alat kesehatan
a) Ambu bag / Air viva untuk dewasa & anak ( 1 buah / 1 buah )
b) Oropharingeal airway
- Nomer 3 ( 2 buah )
- Nomer 4 ( 2 buah )
c) Laringoscope dewasa & anak ( 1 set )
d) Magyl forcep
e) Face mask ( 1 buah )
f) Urine bag non steril ( 5 buah )
g) Spuit semua ukuran
h) Infus set ( 1 set)
i) Endotracheal tube ( dewasa & anak )
- Nomer 2.5 ( 1 buah )
- Nomer 3 ( 1 buah )
- Nomer 4 ( 1 buah )
- Nomer 7 ( 1 buah )
- Nomer 7.5 ( 1 buah )
- Nomer 8 ( 1 buah )
j) Slang oksigen sesuai kebutuhan
k) Stomach tube / NGT
12
Nomer 16 ( 2 buah )
Nomer 18 ( 2 buah )
Nomer 12 ( 3 buah )
l) IV catheter sesuai kebutuhan
Nomer 18 Cath / Terumo ( 2 / 2 buah )
Nomer 20 Cath / Terumo ( 2 / 16 buah )
Nomer 22 Cathy / terumo ( 2 / 11 buah )
m) Suction catheter segala ukuran
Nomer 10 ( 3 buah )
Nomer 12 ( 2 buah )
n) Neck collar Ukuran S / M ( 2 / 1 )
3. AMBULANCE
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien Rumah Sakit saat ini memiliki 2 (dua) unit
ambulance yang kegiatannya berada dalam koordinasi IGD dan bagian umum.
Fasilitas & Sarana untuk Ambulance
a. Perlengkapan Ambulance
1) AC
2) Sirine
3) Lampu rotater
4) Sabuk pengaman
5) Sumber listrik / stop kontak
6) Lemari untuk alat medis
7) Lampu ruangan
8) Handrub
b. Alat & Obat
1) Tabung Oksigen ( 2 buah )
2) Mesin suction ( 1 buah )
3) Monitor EKG 1 buah )
4) Stretcher ( 1 buah )
5) Scope (1 buah )
13
6) Tas Emergency yang berisi :
a) Obat – obat untuk life saving (
b) Cairan infus : RL, NaCL 0,9 % ( 5 / 10 kolf )
c) Senter ( 2 buah )
d) Stetoskop ( 3 buah )
e) Tensimeter ( 1 buah )
f) Piala ginjal ( 5 buah )
g) Oropharingeal air way
h) Gunting verban ( 2 buah )
i) Tongue Spatel ( 1 buah )
j) Reflex hummer ( 2 buah )
k) Infus set ( 1 buah )
l) IV chateter ( Nomer 20 , 18 : 2 : 2 )
m) Spuit semua ukuran ( masing- masing 2 buah )
1. Aminophyline Ampul 2
2. Meulon Ampul 2
3. Pehachain Ampul 1
4 Amiodaron Ampul 1
5. Dopamin Ampul 2
6 Furosemid Ampul 1
7 Roxemid Ampul 1
8 Sibital Ampul 1
9 Epineprin Ampul 2
10 Valisanbe Ampul 5
14
NO NAMA OBAT SATUAN JUMLAH
11 Atropin Asmpul 2
13 Lidocain Ampul 1
14 Dexametason Ampul 2
15
Hand phone
3. Tata Laksana Sistim Komunikasi IGD
a. Antara IGD dengan unit lain dalam Rumah Sakit adalah dengan nomor extension
masing-masing unit ( SPO – IGD – 026 )
b. Antara IGD dengan dokter konsulen / rumah sakit lain / yang terkait dengan
pelayanan diluar rumah sakit adalah menggunakan pesawat telephone langsung dari
IGD atau Hand phone atau melalui bagian operator ( SPO - IGD – 027 )
c. Laporan hasil pemeriksaan (Laborat atau Rx) kepada dokter konsulen menggunakan
whatsapp IGD
d. Antara IGD dengan petugas ambulan yang berada dilapangan menggunakan pesawat
telephone dan handphone ( SPO – IGD – 025 )
e. Dari luar Rumah Sakit ke IGD dapat langsung melalui operator, telephone langsung
dari IGD atau Hand phone IGD.
16
e. Prioritas ketiga (III, rendah, non emergency) yaitu memerlukan pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien
ditempatkan diruang hijau
17
F. TATA LAKSANA PELAYANAN FALSE EMERGENCY
1. Petugas Penanggung Jawab
Perawat Admission
Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
Stetoscope
Tensi meter
Alat Tulis
3. Tata Laksana Pelayanan False Emergency
a. Pasien / keluarga pasien mendaftar dibagian admission ( SPO – IGD – 002 )
b. Dilakukan triase untuk penempatan pasien diruang hijau
c. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga IGD
d. Dokter jaga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga / penanggung jawab
e. Bila perlu dirawat / observasi pasien dianjurkan kebagian admission.
f. Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung pulang
g. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali sesuai dengan saran dokter
18
d. Setelah visum et repertum diselesaikan oleh rekam medik maka lembar yang asli
diberikan pada pihak kepolisian
19
2) Peralatan yang diperlukan di IGD ( suction, monitor, defibrillator )
3) Kemungkinan untuk dirawat di unit intensive care ( SPO – IGD – 024 )
4) Perawat IGD melaporkan pada dokter jaga IGD & PJ Shift serta menyiapkan hal-
hal yang diperlukan sesuai dengan laporan yang diterima dari petugas ambulan.
c. Spesimen
Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen
Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent
20
Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas
laboratorium
Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju
21
BAB V LOGISTIK
A. MEDIS
1. Kebutuhan inventaris barang peralatan medis dipenuhi oleh gudang logistik yang
sebelumnya diajukan sesuai kebutuhan
2. Kebutuhan barang medis habis pakai dipenuhi oleh gudang farmasi sesuai dengan
perencanaan
B. NON MEDIS
1. Kebutuhan inventaris barang peralatan non medis dipenuhi oleh gudang logistik yang
sebelumnya diajukan sesuai kebutuhan
2. Kebutuhan barang non medis (ATK dan rumah tangga) dipenuhi oleh gudang logistik
sesuai dengan perencanaan
22
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
1. KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi:
Asesmen risiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh:
Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
2. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD)/ADVERSE EVENT
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cidera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cidera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah
3. KTD YANG TIDAK DAPAT DICEGAH/UNPREVENTABLE ADVERSE EVENT
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
mutakhir
4. KEJADIAN NYARIS CIDERA (KNC)/NEAR MISS
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat menciderai pasien,
tetapi cidera serius tidak terjadi :
Karena “ keberuntungan”
Karena “ pencegahan ”
Karena “ peringanan ”
23
5. KESALAHAN MEDIS/MEDICAL ERRORS
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien
6. KEJADIAN SENTINEL/SENTINEL EVENT
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi (seperti, amputasi
pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
C. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
24
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden Keselamatan”
25
(read back) secara lengkap oleh penerima pesan ; dan penerima pesan mengkonfirmasi
isi pesan kepada pemberi pesan.
Komunikasi dilakukan sedemikian sehingga isi pesan yang hendak disampaikan benar-
benar diterima oleh penerima sesuai dengan maksud pemberi pesan. Komunikasi per
lisan dengan menggunakan telepon dilaksanakan sedemikian sehingga sebelum
pembicaraan diakhiri, penerima informasi/ instruksi mengulang kembali informasi/
instruksi yang diberikan dan pemberi informasi/ instruksi mengecek kebenaran
informasi/ instruksi yang diberikan. (lihat SPO Konsultasi dengan Dokter per Telepon).
Informasi/ instruksi lisan yang telah diterima segera dicatat pada status rekam medis
pasien, untuk selanjutnya pada kesempatan pertama dimintakan tanda tangan dari
pemberi instruksi.
3. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT
MEDICATION)
Sasaran high alert medication ditujukan pada identifikasi, pengelolaan, pelaporan serta
dokumentasi obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera pada pasien
bila digunakan secara salah. Obat–obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medications)
adalah obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera pada pasien bila
digunakan secara salah yang daftarnya diperoleh dari hasil inventarisasi unit pelayanan.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai diberi label khusus dengan menggunakan stiker
berwarna (lihat SPO Pemberian Label Obat yang Perlu Diwaspadai).
LASA (nama obat, rupa dan ucapan mirip) adalah obat–obat yang memiliki nama, rupa
dan ucapan mirip yang perlu diwaspadai khusus agar tidak terjadi kesalahan pengobatan
(dispensing error) yang bisa menimbulkan cidera pada pasien. Pemberian obat-obatan
tersebut diberikan kepada pasien dengan melakukan pengecakan ulang atas obat dan
pasien yang akan diberi.
Contoh rupa mirip: Dextrose 40% dan Magnesium Sulfat, Oxytocin dan Lidocaine.
Contoh ucapan mirip: Phenobarbital dan Phentobarbital.
26
komplikasi anestesi dan melindungi pasien dari rasa nyeri. Dokter IGD mengidentifikasi
dan mengantisipasi secara efektif ancaman hilangnya fungsi pernapasan, risiko kehilangan
darah, menghindari penggunaan obat yang dapat menimbulkan reaksi alergi atau reaksi obat
yang tidak dikehendaki pada pasien yang diketahui berisiko, secara konsisten menggunakan
metode pencegahan terjadinya infeksi luka operasi, mencegah tertinggalnya instrumen
bedah dan/atau kasa pada luka/tempat operasi, mengidentifikasi secara akurat dan
mengamankan spesimen bedah, dan melakukan komunikasi dan konsultasi atas informasi
penting atas jalannya tindakan pembedahan yang aman. Formulir Persetujuan Tindakan
Medis (informed consent) harus sudah ditandatangani oleh yang berkepentingan, segera
setelah penjelasan/ informasi yang diperlukan disampaikan kepada pasien dan/ atau
keluarganya (lihat SPO Persetujuan Tindakan Medis).
27
c. Dengan menghadapkan telapak tangan kiri dan telapak tangan kanan dan bersihkan sela
– sela jari.
d. Mengepalkan tangan dan gosok pungung jari tangan kanan dengan tangan kiri atau
sebaliknya.
e. Membersihkan ibu jari dengan cara mengosok dan putar ibu jari tangan kanan dengan
tangan kiri atau sebaliknya.
f. Bersihkan ujung jari dengan cara menggosok ujung jari tangan kanan di atas telapak
tangan kiri atau sebaliknya
28
diartikan perpindahan tubuh ke bawah dan mencapai lantai/tanah atau membentur
obyek lain (kursi, tangga, dsb.) secara tiba-tiba, tidak terkontrol, tidak disengaja, dan
tanpa tujuan.
Dokter/ perawat/ paramedis wajib melakukan asesmen terhadap pasien dengan risiko
jatuh dan memberikan identifikasi berupa gelang dan papan petunjuk mengenai hal
tersebut (lihat Panduan Pencegahan Pasien Jatuh).
Pasien yang telah diidentifikasi berpotensi atas risiko jatuh wajib dimonitor dan
dilakukan tindakan pencegahan (lihat SPO Pencegahan Pasien dengan Risiko Jatuh).
Asesmen harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien
dirawat di Rumah Sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien
(DPJP) dan / atau perawat (minimal penanggung jawab shift / kepala tim) dengan
menentukan skore risiko jatuh berdasarkan Morse Fall Scale.
Terhadap semua pasien baru dilakukan penilaian atau asesmen atas potensi risiko jatuh
dan penilaian diulang jika diindikasikan adanya perubahan kondisi pasien atau
pengobatan yang menimbulkan adanya risiko jatuh. Hasil penilaian dimonitor dan
ditindaklanjuti sesuai level risiko jatuh. Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuh
dengan menggunakan lembar penilaian risiko jatuh. Penilaian memakai formulir Morse
Fall Scale (MFS).
Kriteria Pasien dengan risiko jatuh (label Kuning – Morse Fall)
Upaya pencegahan risiko pasien jatuh : railing, restraint, ...................
Indikasi restraint : gaduh gelisah, kejang, ..........
29
1. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
(INTERNAL)
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak
diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung. Paling lambat
2x24 jam, jangan menunda laporan.
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor.
(Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Supervisor/Kepala
Bagian/Instalasi/Departemen/Unit, Ketua Komite Medis/ Ketua KSMF)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan
e. Hasil grading akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilakukan sebagai berikut : (Pembahasan lebih lanjut lihat BAB III)
f. Grade biru: investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu
g. Grade hijau: investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu
h. Grade kuning: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di
Rumah Sakit, waktu maksimal 45 hari.
i. Grade merah: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di
Rumah Sakit, waktu maksimal 45 hari.
j. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di Rumah Sakit.
k. Tim KP di Rumah Sakit akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA)
dengan melakukan Regrading.
l. Untuk grade Kuning/Merah, Tim KP di Rumah Sakit akan melakukan Analisa akr
masalah/Root Cause Analysis (RSC).
m. Setelah melakukan RCA, Tim KP di Rumah Sakit akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk/”Safety Alert”
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
30
n. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi.
o. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait.
p. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-masing.
q. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di Rumah Sakit. (Alur : Lihat
Lampiran 4)
2. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
(INTERNAL)
a. Faktor Kontributor
Adalah keadaan, tindakan atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian
tugas yang tidak sesuai kebutuhan).
Contoh:
31
Mengapa pelaporan insiden penting?
Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
Bagaimana memulainya?
Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan
pada semua karyawan.
Apa yang harus dilaporkan?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun
yang nyaris terjadi.
Siapa yang membuat Laporan Insiden?
Siapa saja atau semua staf Rumah Sakit yang menemukan kejadian
Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian.
Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden
Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat”
Laporan sering disembunyikan, karena takut disalahkan.
Laporan sering terlambat
Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture.
Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud,
tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam
sistem pelaporan dan cara menganalisis laporan.
32
BAB VII KESELAMATAN KERJA
A. PENDAHULUAN
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih tinggi
karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari
15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus
baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan
kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat
bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke
masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang
belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada
pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka
kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit
ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan
Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang
terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung
dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko
terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan
darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
33
H. TUJUAN
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal
Precaution”.
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
karyawan rumah sakit dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
34
K. PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA
1. Pengendalian Barang Berbahaya dan Beracun (B-3)
a. Tata Laksana Inventarisasi B-3
1) Melakukan pencatatan penggunaan, penyimpanan bahan dan limbah berbahaya
yang ada di lingkungan Rumah Sakit
2) Pencatatan/inventarisasi berdasarkan unit kerja terkait yang menggunakan,
menyimpan dan mengelola berdasarkan jenis, spesifikasi dan kategori bahan.
3) Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap
berisiko dan berbahaya)
4) Melakukan pemantauan secara berkala oleh unit berwenang, akan
pengunaannya
5) Menyusun prosedur pencatatan, pelaporan, penanggulangan dan tindak
lanjutnya
b. Tata Laksana Penanganan B-3
Dalam penanganan B-3 (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,
menggunakan, dsb.) setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara
penanganannya dengan melihat standar prosedur dan MSDS (material safety data
sheet) yang telah ditetapkan.
1) Penanganan untuk personil
a) Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan
b) Baca petunjuk yang tertera pada kemasan
c) Letakkan bahan sesuai ketentuan
d) Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk
e) Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f) Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama
g) Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata
h) Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan
bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran
i) Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
35
j) Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan
bahaya/kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui
formulir yang telah disediakan dan alur yang telah ditetapkan.
2. Pengendalian Dan Penanggulangan Kebakaran
a. Tata laksana identifikasi area berisiko kebakaran
1) Melakukan identifikasi area/lokasi yang berisiko
2) Melakukan inventarisasi bahan dan sumber yang berisiko terjadinya kebakaran
dimasing-masing unit Rumah Sakit.
3) Melakukan mapping (denah) area berdasarkan kategori dan jenis/tingkat risiko
bahaya kebakaran.
4) Memberikan tanda dan symbol tempat serta bahan yang mengandung risiko
kebakaran
5) Melakukan sosialisasi ke staf dan pengunjung tentang sumber risiko bila terjadi
kebakaran
b. Tata laksana pencegahan kebakaran
1) Memberikan informasi dan edukasi kepada staf, pasien, pengunjung tentang
bahaya kebakaran.
2) Memberikan pendidikan, pelatihan dan aplikasi/uji coba yang nyata kepada staf
tentang kebakaran secara berkala
3) Mengidentifikasi pemakaian, penggunaan dan penempatan bahan-
bahan/sumber-sumber/peralatan yang mengakibatkan kebakaran.
4) Menetapkan lokasi-lokasi yang dapat menyebabkan risiko kebakaran, baik
risiko kebakaran kecil maupun besar
5) Melakukan kontrol/inspeksi, perbaikan dan penggantian secara berkala
peralatan/fasilitas yang rusak atau sudah waktunya dilakukan pembaharuan.
6) Menjauhkan peralatan dan fasilitas yang berisiko terbakar dengan
sumber/bahan yang mudah terbakar.
7) Menempatkan alat pemadam kebakaran di area-area/titik-titik tertentu yang
dapat mudah dijangkau oleh semua orang.
8) Memasang label, symbol dan tanda peringatan pada lokasi-lokasi yang berisiko
terjadinya kebakaran.
36
9) Mengatur/mendesain bangunan, peralatan dan sumber-sumber risiko kebakaran
sesuai dengan jarak aman yang diperkenankan.
10) Melakukan pengawasan setiap pembangunan didalam atau berdekatan dengan
bangunan yang dihuni pasien
c. Tata laksana deteksi dini kebakaran
1) Deteksi asap (smoke detector) dan alarm kebakaran
a) Penempatan peralatan disesuaikan dengan fungsi dan area berisiko (public
area)
b) Pastikan terlebih dahulu lokasi/area alarm kebakaran atau deteksi asap yang
bunyi/mendeteksi kebakaran.
c) Lakukan penanganan secepatnya bila sistem deteksi mengetahui adanya
tanda-tanda kebakaran dengan menuju lokasi terjadinya kebakaran.
d) Ambil peralatan kebakaran yang tersedia/terjangkau sekitar area/lokasi
kebakaran dan melakukan tindakan penyelamatan.
e) Pemeliharaan sistem/komponen deteksi kebakaran yang dilakukan secara
berkala
f) Dilakukan uji coba/simulasi terhadap peralatan dalam periode tertentu
untuk memastikan fungsi dan kegunaan alat.
2) Patroli kebakaran
a) Penetapan/penunjukkan staf sebagai petugas patroli kebakaran
b) Adanya prosedur pengawasan yang menjadi prosedur baku yang ditetapkan
sebagai langkah control yang ada.
c) Adanya rute/jadwal ronda secara berkala untuk melakukan pemantauan
area/lokasi dan tempat/fasilitas yang berisiko terjadinya kebakaran
d) Adanya sistem/kategori tingkat pengawasan lokasi/fasilitas dan area public
yang menimbulkan bahaya kebakaran besar, sedang dan kecil.
d. Tata laksana penghentian/supresi atau pengendalian kebakaran
e. Memastikan sistem penghentian/supresi pemadam kebakaran dapat berjalan dengan
baik dengan melakukan inspeksi dan uji coba secara berkala atas fungsi alat.
37
f. Penggunaan dan penempatan peralatan disesuaikan dengan jenis bahan pada lokasi
yang mudah terjadinya kebakaran dan besarnya risiko yang terjadi (supresan kimia
dan springkler)
g. Gunakan sistem pemadaman sesuai dengan jenis/bahan yang terbakar, sistem isolasi,
sistem pendinginan dan sistem urai untuk mengurangi serta membatasi api.
h. Memastikan petugas patroli kebakaran, staf dan pengunjung dapat menggunakan
peralatan pemadam kebakaran dengan baik dan tepat sasaran sebagai fungsi
pengendalian tingkat pertama sebelum terjadinya kebakaran yang lebih besar lagi.
i. Memastikan ketersediaan APAR dan hydrant pada area/lokasi terdekat atau pada
titik rawan risiko terjadinya kebakaran
j. Tata laksana evakuasi
1) Pasien
a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene
tanda bahaya kebakaran
b) Kepala ruangan/kepala unit yang terkait dengan pelayanan pasien
melakukan instruksi untuk melakukan pengosongan ruangan dengan cara
memindahkan pasien ke ruangan yang lebih aman/titik kumpul.
c) Kepala ruangan/kepala unit bekerjasama dengan kepala unit perawatan dan
perawat yang ada untuk mengevakuasi pasien dengan terlebih dahulu
menginformasikan alasan dilakukannya evakuasi.
d) Kepala ruangan/kepala unit dapat bekerjasama dengan keluarga dan
pengunjung yang berada dilokasi/ruangan untuk mempercepat jalannya
evakuasi pasien.
e) Lakukan evakuasi pada pasien yang mempunyai kondisi/keadaan yang lebih
stabil (dapat berjalan/menggunakan kursi roda), selanjutnya evakuasi pasien
yang berikutnya.
2) Karyawan & pengunjung/keluarga
a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene
tanda bahaya kebakaran
b) melakukan evakuasi terhadap staf/tamu/pengunjung yang berada dilokasi
atau dekat dengan lokasi kebakaran (pengosongan area atau gedung).
38
c) Mengarahkan dan memandu staf/tamu/pengunjung ke area yang aman (titik
kumpul) dari jangkauan kebakaran.
d) Mengamankan lokasi sekitar dari staf/tamu/pengunjung dan bantu
kelancaran jalur evakuasi petugas pemadam menuju area kebakaran
e) Lakukan pemadaman listrik instalasi yang terdekat dengan area/lokasi
kebakaran atau bahan-bahan/sumber yang dapat menimbulkan terjadinya
kebakaran yang lebih hebat.
k. Tata laksana penanganan korban kebakaran
1) Proses penanganan korban dilakukan secepatnya untuk mencegah risiko
kecacatan dan atau kematian
2) Menentukan prioritas penanganan terhadap korban dan penempatan korban
sesuai hasil triage
3) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman dan layak untuk dapat dilakukan
pertolongan
4) Melakukan stabilisasi atau tindakan dasar (basic live support) pada korban
5) Tindakan definitive sesuai kondisi kegawatan dan bila diperlukan Memberikan
tindakan perawatan lanjutan
L. PROMOSI KESEHATAN
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit:
a. Pemeriksaan fisik lengkap
b. Kesegaran jasmani;
c. Rontgen paru-paru (bilamana mungkin);
d. Laboratorium rutin;
e. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
f. Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan
timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
g. Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter
(pemeriksaan berkala), tidak ada keragu-raguan maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit
39
a. Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta
pemeriksaanpemeriksaan lain yang dianggap perlu;
b. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang-kurangnya 1
tahun.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :
1) SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu;
2) SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau SDM
Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat serta SDM Rumah
Sakit yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu;
3) SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-
gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan;
4) Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat
keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas pengamatan dari
Organisasi Pelaksana K3RS.
d. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental.
Yang diperlukan antara lain:
1) Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3;
2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya;
3) SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya;
4) Orientasi K3 di tempat kerja;
5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan kesehatan
kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3.
e. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM
Rumah Sakit :
40
1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM Rumah
Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling dll;
2) Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
3) Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi;
4) Pembinaan mental/rohani.
41
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu (quality control) adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan
atau perubahan segera setelah terjadi dalam rangka mempertahankan mutu.
Indikator mutu adalah variabel mutu yang dapat digunakan sebagai pengukuran terhadap
pencapaian standar, dapat dievaluasi dari waktu ke waktu dan dapat dipakai sebagai tolok ukur
prestasi kuantitatif/kualitatif terhadap perubahan dari standar atau target yang telah ditetapkan
sebelumnya dengan selalu memperhatikan hubungan kerjasama para pelaksanan pelayanan dari
dokter, tenaga kesehatan dan tenaga lain yang bekerja di rumah sakit.
Indikator mutu IGD akan ditinjau kembali setiap tahun, bisa berubah atau tetap sesuai kebutuhan
unit
42
BAB IX PENUTUP
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat dan
tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan
mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan
untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik
dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.
Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat ini diharapkan dapat mengatasi berbagai
kendala, antara lain sumber daya manusia, kebijakan manajemen rumah sakit serta pihak-pihak
terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang “melihat” pelayanan Gawat Darurat
di rumah sakit “hanya” mengurusi masalah penanganan pasien secara medis saja, melainkan juga
memperhatikan kepuasan pasien dan keluarga pasien terhadap pelayanan medis.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Buku Pedoman ini diperlukan komitmen dan kerjasama yang
lebih baik antara berbagai unit terkait, sehingga pelayanan rumah sakit pada umumnya akan
semakin optimal, dan khususnya pelayanan Instalasi Gawat Darurat dan akan dirasakan oleh
pasien dan masyarakat.
43