Kabupaten Pekalongan sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah,
terletak di sepanjang pantai utara Laut Jawa. Secara astronomis, Kabupaten
Pekalongan terletak di antara 60 Lintang Selatan sampai dengan 7023’ Lintang
Selatan dan 1090 Bujur Timur sampai dengan 109078’ Bujur Timur. Wilayah
Kabupaten Pekalongan secara keseluruhan kurang lebih seluas 836,13 Km2.
Posisi Kabupaten Pekalongan berada bagian Pantai Utara Laut Jawa. Berikut ini
adalah batas-batas wilayah Kabupaten Pekalongan yaitu:
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kabupaten Banjarnegara
Barat : Kabupaten Pemalang
Timur : Kabupaten Batang
2.1.2 Iklim
Pada tahun 2015 ini, Kabupaten Pekalongan mengalami rata-rata curah hujan 2.591
mm, lebih rendah bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2014 yang mengalami
rata-rata curah hujan 2.832 mm. Untuk rata-rata hari hujan tahun 2015adalah 126
hari, lebih rendah bila dibandingkan rata-rata hari hujan tahun 2014 sebesar 136
hari. Curah hujan yang tertinggi terjadi di Kecamatan Lebakbarang sebesar 4.838
mm, demikian juga rata-rata hari hujan terbanyak terjadi di Kecamatan
Lebakbarang yaitu sebanyak 157 hari. Berikut ini adalah tabel curah hujan di
Kabupaten Pekalongan.
Tabel 2-1. Rata - Rata Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan di Kabupaten
Pekalongan, 2016
1 Januari 346 17
2 Februari 543 22
3 Maret 311 17
4 April 287 17
5 Mei 188 11
6 Juni 185 9
7 Juli 196 14
8 Agustus 69 7
9 September 394 19
10 Oktober 266 15
11 November 312 17
12 Desember 427 18
1 Kandangserang 276
2 Paninggaran 850
3 Lebakbarang 691
4 Petungkriyono 1.294
5 Talun 300
6 Doro 381
7 Karanganyar 70
8 Kajen 60
9 Kesesi 40
10 Sragi 9
11 Siwalan 9
12 Bojong 50
13 Wonopringgo 20
14 Kedungwuni 11
15 Karangdadap 11
16 Buaran 8
17 Tirto 4
18 Wiradesa 4
19 Wonokerto -
Pekalongan telah lama dikenal sebagai kota batik, dan salah satu pusat produksi
batik berada di Kecamatan Buaran dan Wiradesa. Beberapa nama produsen batik
yang cukup dikenal diantaranya Batik Humas (singkatan dari Husein Mohammad
Assegaff). Sedangkan pabrik sarung (kain palekat) terkenal di Pekalongan antara
lain Gajah Duduk dan WadiMoor. Potensi Kabupaten Pekalongan yang perlu
dikembangkan, menurut Reza, adalah industri kreatif, khususnys batik dan
turunannya. Usaha Pertenunan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Desa Pakumbulan,
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dimulai sejak tahun 1970-an, saat itu
produksinya berbentuk kain mori sebagai bahan baku industri batik, selanjutnya
berkembang dengan memproduksi sarung tenun palekat ATBM, kain kasa, kemudian
memproduksi kain interior dan kerajinan tenun ATBM antara lain tenun akar wangi
dan enceng gondok.
Selain kerajinan batik, salah satu potensi lain yang diandalkan Kota Pekalongan
adalah sektor perikanan yang kini sempat “tenggelam” jika dibanding pada era 1990
hingga tahun 2002, yang produksi perikanan tangkapnya mampu mencapai 300 – 500
ton per hari, sedangkan kini hanya mampu sekitar 70 ton per hari. Namun, dengan
terpilihnya Kota Pekalongan dari 12 kota lainnya di Indonesia sebagai salah satu
sasaran proyek minapolitan oleh Pemerintah, kini Pemerintah Daerah Kota
Pekalongan terus memacu sektor perikanan agar kembali jaya seperti tahun
sebelumnya. Program pendukung pembangunan kawasan minapolitan pun terus
digarap, seperti pengerukan alur sebagai upaya memperlancar lalu lintas kapal
nelayan, pembangunan “breakwater” (penahan gelombang), dan peninggian jalan
karena sering tergenang rob.
Perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam usaha sektor pertanian di
Kota Pekalongan. Hal ini ditunjukkan pada angka PDRB Kota Pekalongan yang
selama kurun waktu 7 tahun terakhir ini, subsektor perikanan mempunyai nilai
tambah tertinggi dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya seperti tanaman
pangan maupun peternakan. Pada semester I Tahun 2016 mencapai 10.693,52 ton,
dengan nilai Rp. 155,67 milyar, lebih tinggi 40,23% dibandingkan tahun 2015
sebanyak 7.625,68 ton dengan nilai Rp 90,38 milyar. Pada bulan Februari, produksi
ikan tercatat paling rendah bila dibandingkan dengan bulan lain pada Semester I
2016, yaitu hanya 1.303,57 ton dengan nilai Rp. 15,97 milyar. Produksi tertinggi
terjadi pada bulan Januari, sebanyak 2.500,42 ton dengan nilai Rp. 29,97 milyar.
Produksi ikan laut pada semester II Tahun 2016 mencapai 9.913,87 ton, dengan nilai
mencapai Rp 123,53 milyar rupiah, jumlahnya lebih rendah 0,43% bila dibandingkan
dengan Tahun 2015, sebanyak 9.956,66 ton dengan nilai Rp 103,27 milyar. Pada
bulan Agustus, produksi tercatat paling rendah bila dibandingkan dengan bulan lain
pada semester II Tahun 2016, yaitu hanya 220,54 ton dengan nilai Rp 7,94 milyar.
Produksi tertinggi terjadi pada bulan Oktober, mencapai 3.752,38 ton dengan nilai
Rp 41,06 milyar.
Beberapa calon lokasi kajian yang diusulkan dalam pekerjaan ini adalah Desa
Pecakaran, Desa Apiapi, Desa Tratebang dan Desa Wonokerto Kulon. Desa – desa
tersebut berada di Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Berikut ini
Kecamatan Wonokerto memiliki luas wilayah sebesar 15,91 Km2 atau sama dengan
1.591 Hektar. Kecamatan Wonokerto berbatasan langsung dengan utara Laut Jawa,
sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tirto, sebelah Selatan dengan
Kecamatan Wiradesa, sebelah Barat dengan Kecamatan Siwalan. Berikut ini adalah
tabel luas desa dan jumlah penduduk di tiap – tiap desa di Kecamatan Wonokerto.
Tabel 2-3. Luas Desa dan Jumlah Penduduk di Tiap - Tiap Desa di Kecamatan
Wonokerto, 2016
Menurut data diatas, desa dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Desa Bebel,
disusul oleh Wonokerto Kulon dan Rowoyoso. Namun, dari segi kepadatan
penduduk, Desa Wonokerto Wetan menjadi yang nomor satu, disusul oleh Desa
Bebel, lalu Desa Sijambe dan Wonokerto Kulon.
Menurut desk study yang telah dilakukan, transportasi sedimen yang terjadi di
lokasi kegiatan, dominan menuju ke arah barat laut. Hal tersebut dapat terjadi
karena gelombang yang dominan terjadi berasal dari arah timur dan timur laut yang
mengangkut sedimen ke arah barat laut. Besarnya angkutan sedimen dipengaruhi
oleh sudut gelombang dan profil kelerengan pantai.
Tidak
Kondisi yang Memenuh
Kriteria Indikator Memenuhi Skor
diperlukan i Syarat
Syarat
pembenihan Memenuhi
harus dapat Syarat = 2
Ketersediaan bibit mencapai Ada Tidak Tidak
daerah untuk Memenuhi
kolonisasi alami =0
hidroninamik Memenuhi
harus Syarat = 2
memungkinkan
persistensi Tidak
mangrove yang Tidak Memenuhi
Hidrodinamik Sesuai =0
alami dan Sesuai
berkelanjutan
setelah
dilakukan
manipulasi
Kandungan Memenuhi
sedimen di air Syarat = 2
harus
memungkinkan Tidak
persistensi Memenuhi
Ketersediaan sedimen mangrove yang Ada Tidak =0
alami dan
berkelanjutan
setelah
dilakukan
memanipulasi
Dengan adanya Memenuhi
APO ini maka Syarat = 4
Ketersediaan Alat akan
Ada Tidak Tidak
Pemecah Ombak (APO) memperkecil
kerusakan pada Memenuhi
=0
struktur hybrid
Pemilik tambak Memenuhi
dan penduduk Syarat = 4
lokal desa
Penduduk lokal yang di bersedia Tidak
Ada Tidak Memenuhi
lindungi mendukung
proyek ini dan =0
bersedia
bekerja sama
pemerintah Memenuhi
lokal dan Syarat = 4
2. Sosio- regional harus
dukungan pemerintah Tidak
ekonomi mendukung Ada Tidak
lokal / regional Memenuhi
, proyek ini dan
Politik, bersedia =0
legal berkolaborasi
Lokasi proyek Memenuhi
dapat berfungsi Syarat = 4
sebagai
pajangan dan Tidak
cocok untuk Memenuhi
Memamerkan potensi Ada Tidak =0
menjadi tuan
rumah bagi
pemerintah
nasional dan
internasional
Bergabung Memenuhi
dengan program Syarat = 3
dan inisiatif
yang sedang Tidak
berlangsung Memenuhi
program/ insentif saat ini tentang Ada Tidak =0
keberlanjutan
atau erosi
pantai yang
dianggap sangat
bermanfaat
Tidak Memenuhi
perlu jelas siapa
Sesuai Syarat = 3
yang memiliki
Peruntukan
tanah sekarang Tidak
Clean and / Dalam
Status Lahan dan siapa yang Memenuhi
Clear Sengketa /
akan memiliki =0
Bermasalah
tanah setelah
/ Tidak
restorasi
Terdefinisi
Bergabung Memenuhi
dengan proyek- Syarat = 3
proyek yang
sedang Tidak
berlangsung Memenuhi
pekerjaan pengerukan =0
yang memiliki Ada Tidak
saat ini
kelebihan
material
kerukan yang
dianggap
bermanfaat
Lokasi proyek Memenuhi
ini harus Syarat = 3
representatif
untuk masalah Tidak
erosi pantai Memenuhi
Keterwakilan Ada Tidak =0
karena
keperluan
budidaya
ikan/udang di
indonesia
AMDAL akan Memenuhi
dilakukan dalam Syarat = 2
hal apapun.
Namun, jika izin Tidak
yang dibutuhkan Memenuhi
untuk lokasi Tidak =0
Memerlukan izin AMDAL Perlu
proyek ini lebih Perlu
sedikit/ringan
maka akan
mempercepat
implementasi
proyeknya
Lokasi proyek Memenuhi
ini harus relatif Syarat = 3
mudah diakses
Tidak
3. Logisti untuk
Aksesibilitas Mudah Sulit Memenuhi
k memungkinkan
dilakukan =0
konstruksi
struktur hybrid
Survey ke lapangan telah dilakukan bersama perwakilan dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pekalongan dan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
dari konsultan, dapat dilihat pada gambar 2-4. Hasil survey telah dianalisis untuk
melakukan justifikasi penentuan lokasi yang akan dibangun struktur hybrid, yaitu di
Desa Pecakaran, Desa Api Api dan Desa Wonokerto Kulon.
Desa Pecakaran, Desa Api Api, Desa Wonokerto Kulon merupakan desa yang terletak
Kecamatan Wonokerto Pekalongan. Perjalanan menuju desa ini ditempuh
menggunakan kendaraan selama sekitar 30 menit dari Jalur Pantai Utara Jawa.
Kondisi jalan di desa tersebut baik dan berupa jalan beton, dimana pembangunan
jalan tersebut menggunakan dana Pemerintah Daerah dan dana Desa. Berikut ini
adalah tabel justifikasi penentuan lokasi pembangunan struktur hybrid di Kabupaten
Pekalongan
Desa
Desa
Indikator Desa Tratebang Wonokerto Desa Api-api
Pecakaran
Kulon
Biofisik
Tipe habitat sebelumnya Mangrove (4) Mangrove (4) Mangrove (4) Mangrove (4)
Ketersediaan bibit Ada (2) Ada (2) Ada (2) Ada (2)
Ketersediaan sedimen Ada (2) Ada (2) Ada (2) Ada (2)
Alat Pemecah Ombak (APO) Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Ada (4)
Penduduk lokal yang di lindungi Ada (4) Ada (4) Ada (4) Ada (4)
Dukungan pemerintah Ada (4) Ada (4) Ada (4) Ada (4)
Memamerkan potensi Ada (4) Ada (4) Ada (4) Ada (4)
Program/ insentif saat ini Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Ada (3)
Clean and Clear Tidak Sesuai Clean and Clear Clean and Clear
Status Lahan
(4) Peruntukan (0) (4) (4)
pekerjaan pengerukan saat ini Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Tidak Ada (0) Tidak Ada (0)
Memerlukan izin AMDAL Tidak (2) Tidak (2) Tidak (2) Tidak (2)
Logistik
Potensi peningkatan skala Ada (3) Ada (3) Ada (3) Ada (3)
Nilai keaneka ragaman hayati Rendah (0) Tinggi (2) Rendah (0) Rendah (0)
Ketersediaan Data Ada (2) Ada (2) Ada (2) Ada (2)
Jumlah Skor 46 44 46 53
Kecamatan Wonokerto terletak pada 1090 – 1100 BT dan 60 – 70LS. Berada pada
dataran rendah yang langsung menghadap Pantai Utara Jawa. Deta detil jumlah
Desa, Dusun, RW dan RT dapat dilihat pada Tabel 2-4.
No Desa Dusun RW RT
1 Wedi 4 8 18
2 Rowoyoso 3 10 27
3 Bebel 3 7 32
4 Wonokerto Wetan 2 4 13
5 Sijambe 2 3 13
6 Pesanggrahan 2 4 11
7 Pecakaran 3 8 18
8 Api Api 2 6 16
9 Wonokerto Kulon 3 6 31
10 Tratebang 2 3 11
11 Semut 4 6 15
Total 30 65 205
Kecamatan Wonokerto memiliki luas wilayah sebesar 15,91 km2 atau sama dengan
1.591 hektar yang terdiri dari 11 Desa. Detil informasi luas lahan masing-masing
Desa, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dapat dilihat di Tabel 2-5.
Luas Desa dan Jumlah Penduduk di Tiap - Tiap Desa di Kecamatan Wonokerto, 2016
Kepadatan Penduduk
No Desa Luas Lahan (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)
(Jiwa/Km2)
Menurut data di atas, desa dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Desa Bebel,
disusul oleh Wonokerto Kulon dan Rowoyoso. Namun, dari segi kepadatan
penduduk, Desa Wonokerto Wetan menjadi yang nomor satu, disusul oleh Desa
Bebel, lalu Desa Sijambe dan Wonokerto Kulon.
Desa Semut merupakan desa dengan luas wilayah terbesar, yaitu 2,24 km2,
mencapai 14,07% dari total luas wilayah Kecamatan Wonokerto. Sedangkan desa
dengan luas wilayah terkecil adalah Desa Wonokerto Wetan, dengan luas wilayah
sebesar 0,41 km2, atau 2,64%.
2.2.4 Kependudukan
jiwa laki-laki terdapat 100 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah rumah tangganya
sebesar 10.573 rumah tangga, yang berarti rata-rata per rumah tangga terdiri
dari 4 jiwa penduduk
2.2.5 Kondisi Awal Desa Pecakaran, Desa Api Api dan Desa Wonokerto
Kulon
Telah dilakukan survey ke lapangan di bulan Agustus 2018 untuk mendapatkan data
rona lingkungan pesisir dan kelembagaan di lokasi yang telah ditentukan untuk
dibangun struktur hybrid, yaitu di Desa Pecakaran, Api Api dan Wonokerto Kulon.
Hasil survey terbagi atas 3 topik, yaitu mengenai lingkungan (biogeofisik kimia),
sosial dan ekonomi dan kelembagaan. Berikut ini adalah hasil surveynya:
Lokasi pesisir yang telah dijadikan calon untuk dibangun struktur hybrid adalah di
Desa Wonokero Kulon, Desa Api-Api dan Desa Pecakaran. Untuk mendapatkan data
primer maka telah dilakukan survey ke lokasi dan juga wawancara kepada beberapa
masyarakat di lokasi tersebut. Masyarakat yang telah dipilih untuk diwawancarai
adalah bapak Fauzan dari Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Bhakti Yudha untuk
wilayah Desa Pecakaran dan Desa Api-Api, Bapak Palali dari KMP Guyub Sentosa
untuk wilayah Desa Pecakaran dan Desa Api-Api dan bapak Nahruwi sebagai Kepala
Desa Pecakaran. Berikut ini adalah informasi yang telah didapat dari hasil
wawancara:
Sampai dengan sebelum tahun 2015, kondisi pesisir di ketiga desa tersebut masih
bagus. Di pantai masih banyak terdapat hutan pohon cemara laut, pohon api-api,
mangrove dan tambak sehingga pada saat itu pantai desa tersebut masih menjadi
tujuan wisata. Pada tahun 2015 mulai terjadi abrasi di pantai yang menyebabkan
pohon cemara laut, pohon api-api dan mangrove tergerus abrasi dan hilang dan
tambak-tambak jumlahnya juga mulai berkurang. Selain itu kebun melati yang
ditanam penduduk, di tanah negara yang terletak di pinggir pantai, sekitar tahun
1990 juga sudah hilang karena abrasi pantai padahal dulunya hasil dari penjualan
bunga dari pohon melati dapat digunakan untuk menopang biaya kehidupan
penduduk ke 3 (tiga) desa tersebut.
Adanya abrasi ini menyebabkan sekitar 35 hektar tambak di desa Pecakaran hilang
dan sisa tambak di Desa Pencakaran saat ini masih ada sekitar 75 hektar yang sudah
bersertifikat dan dimiliki oleh sekitar 200 orang. Dari ke 35 hektar tambak yang
hilang, sekitar 20 hektar adalah tambak yang dibuat di tanah milik negara dan
sisanya yang 15 hektar adalah tambak milik warga. Contoh pantai yang terkena
abrasi di Desa Api-Api pada saat disurvey pada bulan Agustus 2018 dapat dilihat
pada Gambar 2-8.
Gambar 2-8 Abrasi Pantai Di Desa Api-Api Dilihat Pada Bulan Agustus 2018
Adanya abrasi juga mengakibatkan air laut (rob) masuk ke desa Pecakaran. Sebagian
rumah-rumah di desa Pecakaran saat ini telah digenangi air laut meskipun lokasi
rumah-rumah tersebut jaraknya berkisar 2-3 km dari pantai. Air laut mulai masuk ke
desa Pecakaran di tahun 2012. Contoh rumah yang telah tergenang air laut (rob)
dapat dilihat pada Gambar 2-9. Rumah yang tampak pada Gambar 2-9 tersebut
bahkan telah telah kosong dan ditinggal oleh penghuninya.
Gambar 2-9 Rumah Telah Tergenang Air Laut (Rob) Di Desa Pecakaran
Untuk memelihara kondisi lingkungan saat ini, Kepala Desa Pecakaran membuat
kelompok (khususnya pemilik tambak) untuk menanam dan merawat sisa-sisa
mangrove dan pohon api-api yang masih ada. Menurut Kepala Desa Pecakaran, dia
dan masyarakat Desa Pecakaran bersedia menjaga dan memelihara lingkungan
pantai. Masyarakat di Desa Pecakaran, khususnya pemilik tambak, tidak akan
menebang mangrove yang ada karena adanya peraturan dari Dinas Perhutani
mengenai larangan menebang mangrove.
Masyarakat desa belum mengetahui dan kegunaan dari struktur hybrid. Setelah
mendapatkan penjelasan mengenai struktur hybrid serta kegunaannya mereka
menyatakan setuju dan bersedia untuk memelihara struktur hybrid yang nantinya
akan dipasang di pesisir desa Pecakaran dan desa Api-Api.
Kepala Desa Pecakaran, pada saat dilakukan wawancara, telah menyetujui untuk
tetap menjadikan tanah negara bagi tambahan tanah 100 m dari air laut apabila
nantinya terbentuk tambahan tanah baru dengan telah terpasangnya struktur
hybrid. Nantinya di tanah negara ini akan ditanami pohon melati, pohon cemara
laut dan mangrove.
Di Desa Pecakaran terdapat 1.025 Kepala keluarga yang saat ini mata pencaharian
utamanya adalah sebagai nelayan. Untuk keperluan meningkatkan pendidikan
warganya, di Desa Pecakaran sudah terdapat PAUD, Taman Kanak Kanak (TK) dan
Sekolah Dasar (SD). Apabila akan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau Ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maka
mereka harus pergi ke kecamatan. Saat ini rata-rata tingkat pendidikan warga Desa
Pecakaran adalah tingkat SMA/SMK. Sekitar tahun 2013-2015 ada sekitar 400 anak
yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke SMP karena kekurangan biaya,
tetapi sejak tahun 2015, anak-anak sudah dapat melanjutkan sekolahnya lagi ke
SMP dan SMA/SMK dengan adanya Kartu Pintar.
Menurut Bapak Kepala Desa Pecakaran, sekitar tahun 1990 kehidupan masyarakan
Desa Pecakaran adalah sebagai petani bunga melati dan petani tambak. Pada saat
itu penghasilan petani bunga melati adalah berkisar Rp 750.000,-/hari dari hasil
penjualan 50 kg bunga melati/hari yang dijual dengan harga @ Rp 15.000,-/Kg.
Sedangkan dari tambak bandeng akan menghasilkan uang sekitar Rp. 4.800.000,-
9.000.000,-/hektar tambak/6 bulan. Apabila tambak diisi dengan udang windu maka
penghasilannya akan lebih besar lagi. Udang windu dapat dipanen setiap 6 bulan
sekali.
Setelah terjadi abrasi yang cukup progresif di Desa Pecakaran, maka sudah tidak
terdapat lagi lahan untuk menanam bunga melati dan juga tambak bandeng
ataupun udang windu sehingga penghasilan masyarakat Desa Pecakaran saat ini
sudah menurun dibandingkan dengan pada saat sekitar tahun 1990. Saat ini
penghasilan masyarakat adalah sebagai nelayan di perahu penangkap ikan. Sebagai
nelayan mereka hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 15.000.000,-/6 bulan.
Pekerjaan nelayan ini dilakukan selama 6 bulan di atas perahu penangkap ikan dan
sekitar 1 bulan nelayan akan kembali ke rumah mereka untuk nantinya siap berlayar
lagi mencari ikan selama 6 bulan.
3. Kelembagaan
Nantinya yang akan diminta untuk melakukan pemeliharaan struktur hybrid yang
telah terpasang adalah KMP. Di sekitar lokasi untuk pemasangan struktur hybrid
terdapat 13 KMP, yaitu 3 KMP di Desa Wonokerto Kulon, 6 KMP di Desa Api-Api dan 4
KMP di Desa Pecakaran. Diharapkan dengan adanya ke 13 KMP tersebut maka kondisi
struktur hybrid yang terpasang akan tetap terpelihara sehingga masyarakat di ke 3
desa tersebut akan menerima manfaat setelah terjadinya perbaikan lingkungan.
Untuk dapat menentukan prioritas di mana struktur hybrid akan dibangun pertama
kali, maka perlu juga dilihat tingkat kerusakan abrasi dengan melihat peta dari Desa
Pecakaran, Desa Api Api dan Desa Wonokerto Kulon ke tersebut yang dapat dilihat
pada Gambar 2-10 dan juga dari hasil survey melihat tingkat kerusakan pantai dan
masuknya air laut (rob) ke permukiman seperti yang telah disajikan pada Bab 2.2.6
sebelumnya.
Gambar 2-10 Batas Wilayah Desa Pecakaran, Desa Api Api dan Desa Wonokerto Kulon
Tahun 2015 (sumber: Google, 2018)
Berdasarkan informasi yang didapat, maka berikut ini adalah rekomendasi prioritas
pemasangan struktur hybrid:
1. Desa Pecakaran
Pemasangan struktur hybrid di desa ini menjadi prioritas pertama. Walaupun jumlah
penduduknya terkecil, akan tetapi dampak adanya abrasi terbesar yaitu dengan
telah hilangnya tambak seluas 35 km dan juga telah masuknya air laut (rob) ke
kawasan permukiman penduduk yang jarak rumahnya ke pantai sekitar 2-3 km.
Pemasangan struktur hybrid di desa ini menjadi prioritas kedua. Di lokasi ini abrasi
telah merusak sebagian kecil tambak, sementara air laut (rob) belum masuk ke
rumah penduduk.
Pemasangan struktur hybrid di desa ini menjadi prioritas ketiga. Abrasi baru
merusak sebagian besar hutan cemara tetapi belum merusak tambak.