Anda di halaman 1dari 21

1.

PENDAHULUAN

Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM), atau yang lebih


dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), adalah
peralatan pembangkit listrik yang merubah cahaya matahari menjadi
listrik. PLTS sering juga disebut Solar Cell, atau Solar Photovoltaic, atau
Solar Energy yang merupakan suatu teknologi pembangkit listrik yang
mengkonversi energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini
dilakukan pada panel surya yang terdiri dari sel – sel fotovoltaik. Sel –
sel ini merupakan lapisan – lapisan tipis dari silikon (Si) murni atau
bahan semikonduktor lainnya yang diproses sedemikian rupa, sehingga
apabila bahan tersebut mendapat energi foton akan mengeksitasi
elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas,
dan pada akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah.
Dengan konsep yang sederhana yaitu mengubah cahaya matahari
menjadi energi listrik yang mana cahaya matahari adalah salah satu
bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari
sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit
komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi
yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian
yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sel surya
sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan. Bandingkan dengan
generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan
bakar untuk menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang
yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house
gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem bumi kita.
Di Indonesia sejarah perkembangan PLTS sudah dimulai sejak
1987, pada tahap awal tersebut BPPT dimulai dengan pemasangan 80
unit PLTS atau lebih spesifik lagi SHS (Solar Home System, system
pembangkit listrik tenaga surya untuk lampu penerangan rumah) di
desa sukatani jawa barat. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan
dengan proyek bantuan presiden (banpres listrik tenaga surya masuk
desa) untuk pemasangan 13445 unit SHS di 15 propinsi. Program
banpres listrik tenaga surya masuk desa juga telah memperoleh
sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat perdesaan dan
telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna
implementasi program listrik tenaga surya untuk sejuta rumah.
2. PERALATAN UTAMA

Untuk instalasi listrik tenaga surya sebagai pembangkit listrik,


diperlukan peralatan - peralatan sebagai berikut :

2.1. Solar panel

Panel surya digunakan mengkonversikan intensitas cahaya


matahari menjadi listrik. Sel silikon (disebut juga solar cells) yang
disinari matahari/ surya, membuat photon yang menghasilkan arus
listrik. Sebuah solar cells menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 Volt.
Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel (untuk
menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun).
Panel sel surya terdiri dari photovoltaic, yang menghasilkan listrik
dari intensitas cahaya, saat intensitas cahaya berkurang (berawan,
hujan, mendung)arus listrik yang dihasilkan juga akan berkurang.
Secara harfiah, photovoltaic berasal dari dua kata photo dan volt,
yang mempunyai arti cahaya-listrik. Sel yang mengubah radiasi sinar
matahari menjadi listrik disebut sebagai photovoltaic cell atau sel
fotovoltaik, dan dikenal pula sebagai solar cell atau sel surya. Modul
fotovoltaik, merupakan suatu kesatuan rangkaian yang terdiri atas
beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri, atau paralel,
atau kombinasi dari seri dan paralel.
Gambar Struktur Konstruksi Modul Fotovoltaik

Modul fotovoltaik merupakan komponen utama dari PLTS. Modul


fotovoltaik yang telah tersedia secara komersial di pasaran pada
umumnya merupakan rangkaian sel jenis monokristral, multi (poli)
kristal, maupun amorfous berbasis silikon (Si).
Ukuran sel jenis kristal yang pada umumnya digunakan adalah 10
cm x 10 cm dan 20cm x 20 cm. Jumlah sel yang dirangkai secara seri
pada umumnya 36 buah untuk sistem kerja sekitar 12 V-DC dan 72
buah untuk sistem kerja 24 V-DC.
Daya yang dihasilkan bervariari mulai dari 10 hingga 300Wp,
tergantung jumlah sel yang terangkai pada satu modul. Umur teknis
modul surya pada dasarnya sangat lama, sudah terbukti lebih dari 25
tahun.
Tabel jenis bahan pembuatan solar panel:
Efisiensi
Daya
Jenis Perubahan Biaya Keterangan Penggunaan
Tahan
Daya
Kegunaan
Sangat Sangat
Mono Baik Pemakaian Sehari-hari
Baik Baik
Luas
Poly Baik Sangat Sangat Cocok untuk Sehari-hari
Baik Baik Produksi masal
di masa depan
Bekerja baik Sehari-hari
Cukup
Cukup dalam &Perangkat
Amorphous Baik Baik
Baik pencahayaan Komersial
fluorescent (Kalkulator)
Coumpound Sangat Sangat Cukup Pemakaian
(GAS) Baik Baik Baik Berat &Rapuh di Luar
Angkasa

Beberapa penjelasan contoh jenis bahan panel sel surya


a. Monokristal
Sel surya yang terdiri atas p-n Junction monokristal silikon atau
yang disebut juga monocrystalline PV, mempunyai kemurnian yang
tinggi yaitu 99,999%. Efisiensi sel fotovoltaik jenis silikon monokristal
mempunyai efisiensi konversi yang cukup tinggi yaitu sekitar 16
sampai 17%.

(a) (b)

(a) Sel fotovoltaik; (b) Modul fotovoltaik

b. Polikristal
Polycristalline PV atau sel surya yang bermateri polokristal
dikembangkan atas alasan mahalnya materi monokristal per kilogram.
Efisiensi konversi sel surya jenis silikon polikristal berkisar antara 12%
hingga 15%.
(a) (b)

(a) Sel fotovoltaik; (b) Modul fotovoltaik


c. Amorfous
Sel surya bermateri Amorphous Silicon merupakan teknologi
fotovoltaik dengan lapisan tipis atau thin film. Ketebalannya sekitar
10μm (micron) dalam bentuk modul surya. Efisiensi sel dengan silikon
amorfous berkisar 6% sampai dengan 9%.

Gambar : Modul surya amorfous


Contoh Implementasi Solar Panel
Beberapa contoh implementasi solar panel dan perangkat yang
menggunakan energi yang dihasilkan :

Ukuran Panel 10 WP 20 WP 50 WP 80 WP 120 WP


Surya
Jumlah Watt
untuk
50 W, 100W, 250 W, 400 W, 600 W,
pengisian 4.17A 8.33A 20.83 A 33.33 A 50 A
batere ( 5 jam
sehari )
Lampu LED 3
Watt ( 3 (108 7 (252 11 (396 16 (576
1 ( 36 W)
pemakaian 12 W) W) W) W)
jam )
Lampu LED
21 Watt ( 1 (252 1 (252
2 (504 W)
pemakaian 12 W) W)
jam )

2.2. Charge Controller - Solar Controller

Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang


digunakan untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan
diambil dari baterai ke beban. Solar charge controller mengatur
overcharging (kelebihan pengisian - karena batere sudah 'penuh') dan
kelebihan voltase dari panel surya. Kelebihan voltase dan pengisian
akan mengurangi umur baterai.
Solar charge controller menerapkan teknologi Pulse width
modulation (PWM) untuk mengatur fungsi pengisian baterai dan
pembebasan arus dari baterai ke beban.
Solar panel 12 Volt umumnya memiliki tegangan output 16 - 21
Volt. Jadi tanpa solar charge controller, baterai akan rusak oleh over-
charging dan ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya di-charge
pada tegangan 14 - 14.7 Volt.
Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai
berikut:
• Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari
overcharging, dan overvoltage.
• Mengartur arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar
baterai tidak 'full discharge', dan overloading.
• Monitoring temperatur baterai
Solar charge controller, adalah komponen penting dalam Pembangkit
Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk:
 Charging mode: Mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga
pengisian kalau baterai penuh).
 Operation mode: Penggunaan baterai ke beban (pelayanan
baterai ke beban diputus kalau baterai sudah mulai 'kosong').
a. Charging Mode Solar Charge Controller
Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metoda three
stage charging:
 Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan
setup (bulk - antara 14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara
maksimun dari panel surya. Pada saat baterai sudah pada
tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.
 Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga
sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller
timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan
menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.
 Fase flloat: baterai akan dijaga pada tegangan float setting
(umumnya 13.4 – 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai
dapat menggunakan arus maksimun dari panel surya pada
stage ini.

Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor


temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan
temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimun dari
charging dan juga optimun dari usia baterai.
Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor
temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur,
disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.
b. Mode Operation Solar Charge Controller
Pada mode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada
over-discharge ataun over-load, maka baterai akan dilepaskan
dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari
baterai.

2.3. Inverter DC ke AC

Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk


mengubah arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC).
Inverter mengkonversi DC dari perangkat seperti batere, panel sel
surya menjadi AC.
Penggunaan inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) adalah untuk perangkat yang menggunakan AC (Alternating
Current).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:
• Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang
beban kerjanya mendekati dgn beban yang hendak kita gunakan
agar effisiensi kerjanya maksimal.
• Input DC 12 Volt atau 24 Volt
• Sinewave ataupun square wave outuput AC
True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban
yang masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan
tidak cepat panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave
inverter adalah yang paling mahal diantara yang lainnya karena dialah
yang paling mendekati bentuk gelombang asli dari jaringan listrik PLN.
Dalam perkembangannya di pasaran juga beredar modified sine
wave inverter yang merupakan kombinasi antara square wave dan sine
wave. Bentuk gelombangnya bila dilihat melalui oscilloscope berbentuk
sinus dengan ada garis putus-putus di antara sumbu y = 0 dan grafik
sinusnya. Perangkat yang menggunakan kumparan masih bisa
beroperasi dengan modified sine wave inverter, hanya saja kurang
maksimal.
Sedangkan pada square wave inverter beban-beban listrik yang
menggunakan kumparan / motor tidak dapat bekerja sama sekali.
Selain itu dikenal juga istilah Grid Tie Inverter yang merupakan
special inverter yang biasanya digunakan dalam sistem energi listrik
terbarukan, yang mengubah arus listrik DC menjadi AC yang kemudian
diumpankan ke jaringan listrik yang sudah ada. Grid Tie Inverter juga
dikenal sebagai synchronous inverter dan perangkat ini tidak dapat
berdiri sendiri, apalagi bila jaringan tenaga listriknya tidak tersedia.
Dengan adanya grid tie inverter kelebihan KWh yang diperoleh dari
sistem PLTS ini bisa disalurkan kembali ke jaringan listriki PLN untuk
dinikmati bersama dan sebagai penggantinya besarnya KWh yang
disuplai harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya dengan tarif
yang telah disepakati sebelumnya. Sayangnya sampai sekarang
ketentuan tarif semacam ini masih terus digodok seiring dengan aturan
mengenai listrik swasta.
Rugi-rugi / loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa
dissipasi daya dalam bentuk panas. Effisiensi tertinggi dipegang oleh
grid tie inverter yang diclaim bisa mencapai 95-97% bila beban
outputnya hampir mendekati rated bebannya. Sedangkan pada
umumnya effisiensi inverter adalah berkisar 50-90% tergantung dari
beban outputnya. Bila beban outputnya semakin mendekati beban kerja
inverter yang tertera maka effisiensinya semakin besar, demikian pula
sebaliknya. Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter
bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan
jauh berkurang dibandingkan dengan true sine wave inverter.
Perangkatnya akan menyedot daya 20% lebih besar dari yang
seharusnya.

2.4. Baterai untuk Sel Surya

Baterai adalah alat penyimpan tenaga listrik arus searah ( DC ).


Ada beberapa jenis baterai / aki di pasaran yaitu jenis aki
basah/konvensional, hybrid dan MF ( Maintenance Free ). Aki
basah/konvensional berarti masih menggunakan asam sulfat ( H2SO4 )
dalam bentuk cair. Sedangkan aki MF sering disebut juga aki kering
karena asam sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Dalam hal
mempertimbangkan posisi peletakkannya maka aki kering tidak
mempunyai kendala, lain halnya dengan aki basah.
Aki konvensional juga kandungan timbalnya ( Pb ) masih tinggi
sekitar 2,5% untuk masing-masing sel positif dan negatif. Sedangkan
jenis hybrid kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi masing-
masing 1,7%, hanya saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur
Calsium. Sedangkan aki MF / aki kering sel positifnya masih
menggunakan timbal 1,7% tetapi sel negatifnya sudah tidak
menggunakan timbal melainkan Calsium sebesar 1,7%. Pada Calsium
battery Asam Sulfatnya ( H2SO4 ) masih berbentuk cairan, hanya saja
hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat penguapannya
kecil sekali dan dikondensasi kembali. Teknologi sekarang bahkan
sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.
Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :
• Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik. Bila
pertimbangannya untuk segala posisi maka aki kering adalah pilihan
utama karena cairan air aki tidak akan tumpah. Kendaraan off road
biasanya menggunakan aki kering mengingat medannya yang berat.
Aki ikut terguncang-guncang dan terbanting. Aki kering tahan
goncangan sedangkan aki basah bahan elektodanya mudah rapuh
terkena goncangan.
• Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang
bertegangan 6V, 12V dan 24V. Ada juga yang multipole yang
mempunyai beberapa titik tegangan.
• Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah ( Ampere hour ), yang
menyatakan kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut dapat
bertahan mensuplai arus untuk beban/ load.
• Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start yang
dapat disuplai untuk pertama kali pada saat beban dihidupkan. Aki
kering biasanya mempunyai cranking ampere yang lebih kecil
dibandingkan aki basah, akan tetapi suplai tegangan dan arusnya
relatif stabil dan konsisten. Itu sebabnya perangkat audio mobil
banyak menggunakan aki kering.
• Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin yang
sering dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja. Aki basah,
tegangan dan kapasitasnya akan menurun bila disimpan lama tanpa
recharge, sedangkan aki kering relatif stabil bila di simpan untuk
jangka waktu lama tanpa recharge.
• Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka
harganya pun jauh lebih mahal daripada aki basah. Untuk
menjembatani rentang harga yang jauh maka produsen aki juga
memproduksi jenis aki kalsium (calcium battery) yang harganya
diantara keduanya.

Secara garis besar, battery dibedakan berdasarkan aplikasi dan


konstruksinya. Berdasarkan aplikasi maka battery dibedakan untuk
automotif, marine dan deep cycle. Deep cycle itu meliputi battery yang
biasa digunakan untuk PV ( Photo Voltaic ) dan back up power.
Sedangkan secara konstruksi maka battery dibedakan menjadi
typebasah, gel dan AGM (Absorbed Glass Mat). Battery jenis AGM
biasanya juga dikenal dgn VRLA ( Valve Regulated Lead Acid ).
Battery kering Deep Cycle juga dirancang untuk menghasilkan
tegangan yang stabil dan konsisten. Penurunan kemampuannya tidak
lebih dari 1- 2% per bulan tanpa perlu dicharge. Bandingkan dengan
battery konvensional yang bisa mencapai 2% per minggu untuk self
discharge. Konsekuensinya untuk charging pengisian arus ke dalam
battery Deep Cycle harus lebih kecil dibandingkan battery konvensional
sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk mengisi muatannya.
Antara type gel dan AGM hampir mirip hanya saja battery AGM
mempunyai semua kelebihan yang dimiliki type gel tanpa memiliki
kekurangannya. Kekurangan type Gel adalah pada waktu dicharge
maka tegangannya harus 20% lebih rendah dari battery type AGM
ataupun basah. Bila overcharged maka akan timbul rongga di dalam
gelnya yg sulit diperbaiki sehingga berkurang kapasitas muatannya.
Karena tidak ada cairan yang dapat membeku maupun mengembang,
membuat battery Deep Cycle tahan terhadap cuaca ekstrim yang
membekukan.
Gambar : Baterai Deep-Cycle

Ada 2 rating untuk battery yaitu CCA dan RC.


• CCA ( Cold Cranking Ampere ) menunjukkan seberapa besar arus
yang dapat dikeluarkan serentak selama 30 detik pada titik beku air
yaitu 0 derajad Celcius.
• RC ( Reserve Capacity ) menunjukkan berapa lama ( dalam menit )
battery tersebut dapat menyalurkan arus sebesar 25A sambil tetap
menjaga tegangannya di atas 10,5 Volt. Battery Deep Cycle
mempunyai 2-3 kali lipat nilai RC dibandingkan battery konvensional.
Umur battery AGM rata-rata antara 5-8 tahun.
3. PRINSIP KERJA

Pada siang hari panel surya menerima cahaya (sinar) matahari


yang kemudian diubah menjadi energi listrik oleh sel-sel kristal melalui
proses photovoltaic. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya dapat
langsung disalurkan ke beban ataupun disimpan dalam batre ACCU,
sebelum disalurkan ke beban (lampu, radio, TV, dll).
Pada malam hari, dimana panel surya tidak menghasilkan listrik.
Listrik yang sudah terkumpul (tersimpan) dalam batre ACCU akan
dapat digunakan. Untuk menyalakan peralatan listrik terutama lampu
penerangan dll.

Bagaimana sel fotovoltaik mengubah sinar matahari menjadi listrik?


Apabila suatu bahan semikonduktor misalnya bahan silikon yang
permukaannya mempunyai tipe berbeda, yaitu: tipe p dan tipe n,
diletakkan di bawah sinar matahari, maka bahan silikon tersebut akan
melepaskan sejumlah kecil listrik yang biasa disebut efek fotolistrik.
Yang dimaksud efek fotolistrik adalah pelepasan elektron dari
permukaan metal yang disebabkan penumbukan cahaya. Efek ini
merupakan proses dasar fisis dari fotovoltaik merubah energi cahaya
menjadi listrik.
Cahaya matahari terdiri dari partikel-partikel yang disebut
sebagai foton (photons) yang mempunyai sejumlah energi yang
besarnya tergantung dari panjang gelombang pada solar spectrum.
Pada saat photon menumbuk sel fotovoltaik maka cahaya
tersebut sebagian akan dipantulkan, diserap dan mungkin diteruskan
(tergantung jenis sel). Cahaya yang diserap membangkitkan listrik.
Pada saat terjadinya tumbukan, energi yang dikandung oleh photon
ditransfer pada elektron yang terdapat pada atom sel fotovoltaik yang
merupakan bahan semikonduktor.
Dengan energi yang didapat dari photon, elektron melepaskan
diri dari ikatan normal bahan semikonduktor. Dengan elektron
melepaskan diri dari ikatannya, terbentuknya lubang atau hole pada
bahan semikonduktor tersebut. Apabila pada saat ini sel
semikonduktor tersebut dihubungkan ke suatu rangkaian luar, maka
elektron tersebut akan menyatu kembali dengan hole nya dan
menciptakan arus listrik yang mengalir dalam rangkaian yang ada.
Proses konversi dari radiasi matahari ke listrik terjadi secara
langsung (tanpa adanya bagian yang bergerak) sebagaimana
disajikan pada gambar berikut.
Gambar : Konversi radiasi sinar matahari menjadi listrik

Tegangan listrik yang dihasilkan oleh sel fotovoltaik berbasis


silikon pada umumnya sekitar 0,5 Volt.
4. PERMASALAHAN

Meskipun pembangkit listrik tenaga surya memiliki beberbagai


keuntungan. Namun PLTS memiliki kelemahan. Berikut ini adalah
kelemahan dari PLTS :
a. Memiliki ketergantungan pada cuaca. Saat mendung kemampuan
panel surya menangkap sinar matahari tentu akan berkurang.
Akibatnya, PLTS tidak bisa digunakan secara optimal. Karena saat
mendung kemampuan PLTS menyimpan energi berkurang sekitar 30
persen.
b. Rencana pembangunan PLTS dihadang sejumlah masalah. Masalah
utama adalah besarnya biaya membangun pembangkit ini.
5. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan makalah ini, kami menyimpulkan bahwa


Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki banyak keuntungan
apalagi jika di kebangkan di indonesia yang sangat berpotensi karena
beriklim tropis, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mungkin bisa
di gunakansebagai pengganti pembangkit listrik berbahan fosil.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.tenaga-surya.com/index.php/solar-panel
http://www.tenaga-surya.com/index.php/charge-controller
http://www.tenaga-surya.com/index.php/inverter
http://www.tenaga-surya.com/index.php/batere
http://www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai