Anda di halaman 1dari 35

1.

PENGERTIAN REKAM MEDIS


a. Rekam medis
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis
adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain kepada pasien
pada sarana pelayanan kesehatan. Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan
yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik
Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas,
berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.
b. Isi rekam medis
a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga
kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil
laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
Isi rekam medis
1. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang:
1 identitas pasien;
2 pemeriksaan fisik;
3 diagnosis/masalah;
4 tindakan/pengobatan;
5 pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2. Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:
1 identitas pasien;
2 pemeriksaan;
3 diagnosis/masalah;
4 persetujuan tindakan medis (bila ada);
5 tindakan/pengobatan;
6 pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
3. Pendelegasian Membuat Rekam Medis

1
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, ntenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat membuat/mengisi rekam medis atas perintah/
pendelegasian secara tertulis dari dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
c. Jenis rekam medis
1 Rekam medis konvensional
2 Rekam medis elektronik
d. Dokter dan dokter gigi
Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UUPraktik Kedokteran adalah
dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang–undangan.
e. Tenaga kesehatan
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tuntutan memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari :
1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi;
2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan;
3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog
kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara;
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis,
analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis; Dalam
UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Bila menyimak ketentuan perundang–undangan yang ada (PP No. 32 Tahun 1996), maka yang
dimaksud petugas dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan keteknisian medis.
f. Sarana pelayanan kesehatan
Menurut UU Praktik Kedokteran yang dimaksud Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat
penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau

2
kedokteran gigi. Sarana tersebut meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit
umum, rumah sakit khusus dan praktik dokter (sesuai dengan UU Kesehatan).
2. MANFAAT REKAM MEDIS
a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit
serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan
masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis,
pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran
dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam
pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan
kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari
perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit
tertentu.
f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah
hukum, disiplin dan etik.
3.TATA CARA PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS
a. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis
Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat
rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik
kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi
atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi
informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor
identitas pribadi/personal identification number (PIN). Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan
pencatatan pada rekam medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara
apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan

3
pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut penjelasan tentang
tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman
pelaksanaannya.
b. Kepemilikan Rekam Medis
Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter, dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien.
c. Penyimpanan Rekam Medis
Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana
kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun
dan resume rekam medis paling sedikit 25 tahun.
d. Pengorganisasian Rekam Medis
Pengorganisasian rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis (saat ini sedang direvisi) dan pedoman
pelaksanaannya.
e. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan
Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis dilakukan oleh pemerintah
pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi profesi
4. ASPEK HUKUM, DISIPLIN, ETIK DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS
a. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti
Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di pengadilan.
b. Kerahasiaan Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan kerahasiaan
yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam rekam medis. Rahasia kedokteran
tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak
hukum (hakim majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi rekam medis) baru
dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi
bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab menyimpan rekam medis.
c. Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap dokter atau dokter gigi
yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Selain
tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis juga dapat
dikenakan sanksi secara perdata,

4
karena dokter dan dokter gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/wanprestasi)
dalam hubungan dokter dengan pasien.
d. Sanksi Disiplin dan Etik
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat sanksi hukum juga dapat
dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU Praktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI). Dalam
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan
Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi. Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam
medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).
5. REKAM MEDIS KAITANNYA DENGAN MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN
(MIK)
Di bidang kedokteran dan kedokteran gigi, rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis
tentang proses pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Di dalam rekam medis berisi
data klinis pasien selama proses diagnosis dan pengobatan (treatment). Oleh karena itu setiap kegiatan
pelayanan medis harus mempunyai rekam medis yang lengkap dan akurat untuk setiap pasien dan
setiap dokter dan dokter gigi wajib mengisi rekam medis dengan benar, lengkap dan tepat waktu.
Dengan berkembangnya evidence based medicine dimana pelayanan medis yang berbasis
datasangatlah diperlukan maka data dan informasi pelayanan medis yang berkualitas terintegrasi
dengan baik dan benar sumber utamanya adalah data klinis dari rekam medis. Data klinis yang
bersumber dari rekam medis semakin penting dengan berkembangnya rekam medis elektronik,
dimana setiap entry data secara langsung menjadi masukan (input) dari sistem/manajemen informasi
kesehatan.
Manajemen informasi kesehatan adalah pengelolaan yang memfokuskan kegiatannya pada
pelayanan kesehatan dan sumber informasi pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami data,
struktur dan menerjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan dan
pelayanan kesehatan perorangan, pasien dan masyarakat. Penanggung jawab manajemen informasi
kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data pelayanan
kesehatan primer dan sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber informasi bagi kepentingan
penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan secara komprehensif dan
terintegrasi.

5
Agar data di rekam medis dapat memenuhi permintaan informasi diperlukan standar
universal yang meliputi :
a. Struktur dan isi rekam medis
b. keseragaman dalam penggunaan simbol, tanda, istilah, singkatan dan ICD
c. kerahasiaan dan keamanan data.
Rekam medis sangat terkait dengan manajemen informasi kesehatan karena data-data di rekam medis
dapat dipergunakan sebagai :
a. alat komunikasi (informasi) dan dasar pengobatan bagi dokter, dokter gigi dalam memberikan
pelayanan medis.
b. Masukan untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi (data sosial pasien) serta
sistem informasi manajemen rumah sakit
c. Masukan untuk menghitung biaya pelayanan
d. Bahan untuk statistik kesehatan
e. Sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data.

6
1.MANAJAMEN KEDOKTERAN GIGI ANAK DAN KARTU STATUS PERIODONSI
a. Psikologi anak dalam Perawatan Gigi
1. Psikologi dan Kebutuhan Anak
1. Kebutuhan Dasar Psikologi
Kebutuhan dasar psikologi merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup misalnya makanan, minuman,
air, istirahat, sex, dan sumber penghasilan untuk mengurus anak. Baik manusia maupun hewan
memiliki kebutuhan-kebutuhan ini, tapi Maslow mempertimbangkan bahwa mempelajari binatang
tidak bisa membuat member pemahaman yang baik terhadap motivasi manusia karena binatang
memiliki motivasi yang kecil. Maslow berate bahwa, “ Begitu banyak penemuan datri penelitian
terhadap binatang memang tepat untuk binatang tapi tidak untuk manusia. Tidak ada alasan kita
meneliti binatang jika kita ingin memahami manusia”.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar psikologis seperti perlindungan dari bahaya,
keamanan, perlindungan, stabilitas, struktur dan batas. Kebutuhan ini menjadi langkah yang harus
dipenuhi untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sifat dasar dari kebutuhan rasa aman bisa
kita pelajari dari bayi dan anak-anak karena mereka membutuhkan rasa aman ini lebih sederhana dan
jelas dibandingkan ndengan orang dewasa. Anak kecil lebih sensitif dengan keadaan luar yang
mengganggunya seperti suara yang terlalu kerasa atau cahaya yang terlalu menyilaukan. Pada orang
dewasa kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja atau menabung uang (Paradipta, 2009).
3. Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan memiliki hubungan perasaan dengan orang lain.
Manusia butuh untuk disuakai, disayangi, direspon, dan diakui. Maslow pun menyebutkan bahwa
tidak terpenuhinya kebutuhan ini menyebabkan maladjustment. Menurut pandangannya cinta dan
seks tidak memiliki persamaan dalam psikologi, walaupun dalam kenyataannya perilaku seksual tidak
ditentukan oleh kebutuhan seksual saja tetapi juga oleh kasih sayang dan perasaan. Dan kebutuhan
akan kasih sayang itu di dalamnya termasuk kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi (Paradipta,
2009).
4. Kebutuhan Penghargaan
Penghargaan yang tertinggi yaitu penghargaan terhadap diri sendiri yang dibangun dari pencapaiaan,
self-respect, self-sufficiency (berkecukupan), dan kebebasan. Penghargaan terendah datang dari
respek orang lain terhadap apa yang kita capai termasuk perhatian status dan apresiasi. kebutuhan
akan penghargaan bersifat kontinu berbeda dengan kebutuhan akan kasih sayang yang bersifat
insidental. Kebutuhan ini memiliki dua kategori diantaranya:
1. Kebutuhan untuk pencapaian prestasi, kompetensi, kebebasan dan rasa kecukupan.
2. Kebutuhan untuk reputasi dan martabat, yaitu penghargaan dari orang lain meliputi
pengakuan, perhatian, dan kedudukan.
5. Kebutuhan Kognitif

7
Menurut Maslow (1943) “Keinginan untuk tahu dan mengerti adalah conative, yang harus dilakukan
dengan usaha-usaha tertentu, dan kebutuhan ini diperlukan layaknya kebutuhan dasar”. Maslow tidak
begitu jelas mengapa menempatkan kebtuhan kognitif ini diurutan atas dalam hierarki kebutuhannya,
tapi pastinya kebutuhan ini ditempatkan setelah kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan dan
sebelum kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Pengetahuan menjadi prasyarat untuk mengaktualisasikan diri karena jumlah pengetahuan sangat
penting untuk motivasi mengembangkan potensi dan perencanaan hidup. Ketika individu mengetahui
dengan pasti petunjuk dimana aktualisasi diri ditemukan, aktualisasi diri membantu memotivasi
untiuk mengikuti belajar tambahan. Menurut Maslow, proses pembelajaran dan pemahaman itu tidak
memiliki arti apa-apa jika tidak ditanamkan.
6. Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetika meliputi kebutuhan akan keindahan, kesenian, musik, yang merupakan bagian dari
aspirasi tertinggi dari individu. Kebutuhan ini akan muncul jika kebutuhan-kebutuhan yang lain sudah
terpenuhi. Melalui kebutuhan inilah individu dapat mengembangkan kreativitasnya.
7. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah realisasi dari keseluruhan potensi yang ada pada manusia. Maslow
menyamakan “aktualisasi diri” dengan pertumbuhan motivasi. Maslow berpendapat bahwa manusia
dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu. Walaupun kebutuhan lain terpenuhi tapi
apabila kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu
menggunakan kemampuan bawaannya secara penuh, maka sindividu akan mengalami kegelisahan,
ketidaksenangan, atau frustasi. Maslow mengemukakan bahwa seorang musikus harus membuat
musik, seorang pelukis harus melukis. Apabila seorang musikus bekerja sebagai seorang akuntan
maka dia akan mengalami kegagalan dalam memenuhi aktualisasi dirinya (Markova,2005) .

2.MANAJEMEN PERILAKU PASIEN ANAK


Permasalahan manajemen perilaku adalah apa yang dokter gigi amati, sedangkan ketakutan dan
kecemasan gigi adalah yang biasa dirasakan pasien dan dua hal tersebut tidak selalu berkorelasi.
Beberapa anak hadir dengan perilaku manajemen tanpa ketakutan dan kecemasan, beberapa
menangkap ketakutan dan kecemasan, tapi mampu mengatasi situasi, dan beberapa lagi mengalami
ketakutan dan kecemasan serta masalah manajemen perilaku. Faktor etiologi dari kecemasan dan
masalah manajemen perilaku dibagi menjadi tiga kelompok utama :
1. Faktor Pribadi
a. Usia
b. Ketakutan dan kecemasan
c. Temperamen

8
2. Faktor Eksternal
a. Gigi orang tua
b. Situasi sosial keluarga
c. Latar belakang etnis keluarga
3. Dental Faktor
a. Nyeri
b. Dental operator
A. Strategi pencegahan
Bagian ini berkaitan dengan bagaimana mencegah masalah manajemen perilaku serta rasa takut dan
kecemasan dengan menggunakan teknik perilaku. Seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya, ada
kelompok faktor etiologi, dan salah satu strategi mengatasi perilaku anak adalah dengan komunikasi.
Komunikasi yanga baik haruslah :
1 disesuaikan dengan usia dan kematangan anak;
2 termasuk mengirim serta menerima pesan;
3 pesan tidak dikomunikasikan sampai adanya penerimaan;
4 verbal dan non verbal ( komunikasi non verbal setidaknya sama pentingnya dengan kata -
kata yang digunakan untuk berbicara dengan pasien cemas );
5 menggunakan teknik tell-show-do ( TSD ).
B. Pengelolahan Anak Berdasarkan Usia
1. Usia 15 bulan - 2,5 tahun
Pengelolaannya yaitu perlu dilayani sesuai dengan pengertian anak dan anak tidak begitu rewel bila
dirawat bersama anak - anak sebaya di klinik. Perlu ditunggu orang yang dikenal atau dipercayai dan
memberi rasa tentram serta pelayanan dikerjakan dengan prosedur yang sesingkat - singkatnya.
2. Usia prasekolah ( 3 – 5 tahun )
Pengelolaannya yaitu perlu ditunggui ibu atau orang yang dikenal, banyak dipuji, banyak diajak
bicara, dan diberi pengertian serta perlu kesabaran dokter gigi.
3. Usia sekolah ( 6 - 7, 8 – 9, dan 10 – 12 tahun )
Pengelolaan pada ketiga tingkatan umur ini hampir sama yaitu anak perlu banyak dipuji, dan diberi
penjelasan tentang tujuan perawatan. Anak dibujuk dan bukan diperintahkan serta diberi kesempatan
agar anak menunjukkan sikap yang mandiri.

C. Cara Pendekatan Anak pada Dokter gigi


Pasien anak memerlukan pendekatan yang khusus dan berbeda dengan orang dewasa karena
sedang dalam proses perkembangan jiwa dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat dirawat
dengan baik terutama untuk anak yang kurang kooperatif. Kunci keberhasilan dokter gigi dan perawat
gigi dalam menanggulangi pasien anak adalah pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan

9
mereka dan menanamkan kepercayaan diri pada anak tersebut. Cara pendekatan anak pada dokter gigi
yaitu :
1.Komunikasi
Berkomunikasi dengan anak merupakan kunci utama untuk penanggulangan perilaku anak. Kontak
mata dengan anak perlu dilakukan disertai dengan sambutan hangat dan sikap bersahabat. Letak
keberhasilan dokter gigi dan perawat gigi dalam menanggulangi pasien anak adalah pada
kemampuannya untuk berkomunikasi dengan mereka dan menanamkan kepercayaan pada diri anak
tersebut. Untuk mengurangi rasa takut perlu dipakai bahasa kedua atau menghaluskan bahasa yang
disebut cufemism.Komunikasi yang efektif dengan anak merupakan prinsip utama terhadap teknik
penanggulangan tingkah laku anak. Komunikasi dengan anak akan bertambah baik apabila dokter gigi
dan perawat gigi mengetahui tingkah laku perkembangan psikologi anak. Komunikasi dengan anak
dapat dilakukan dengan 2 cara :
a.Komunikasi ekplisit ( objektif )
Merupakan komunikasi yang informasinya disampaikan secara verbal. Dalam hal ini, dokter
gigi jangan membuat pertanyaan yang memaksa anak untuk memilih jawaban ya atau tidak. Pada
waktu diperiksa giginya misalnya “ mau, kan, kamu membuka mulut ”. Pada umumnya anak akan
memberi jawaban “ tidak ” dalam usahanya menghindari giginya dirawat. Maka lebih baik anak
dianjurkan untuk membuka dengan ucapan “ coba mulutnya dibuka ”.
b.Komunikasi implisit ( subjektif )
Merupakan informasi yang disampaikan secara non verbal seperti ekspresi wajah, tekanan
suara, sentuhan tangan, dan ruang tunggu. Umumnya pada pasien anak - anak banyak yang merasa
cemas, bentuk komunikasi non verbal yang dapat dilakukan pada pasien anak - anak adalah bisa
dengan menyentuh tangannya dan tersenyum.
Cara Membuka Komunikasi
1.Abaikan segala gejala yang tidak koperatif yang mula - mula ditunjukkan anak.
2.Mulai dengan prosedur yang paling mudah dan cepat dikerjakan dengan yang sulit.
3.Hindarkan selalu hal yang membuat anak takut, misal alat / obat, kata - kata yang
menakutkan, dan persiapan yang berlebihan.
c.Modeling
Modeling adalah teknik yang menggunakan kemampuan anak untuk meniru anak lain dengan
cara pengalaman yang sama dan telah berhasil. Metode ini dipakai terhadap anak yang cemas dan
takut yang belum pernah dirawat giginya. Sebagai model adalah pasien anak yang berkualitas baik
yang sudah terlatih dan berani atau kelompok anak pengalaman dalam perawatan gigi.
Menurut Bandura ( 1969 ), modeling adalah suatu proses sosialisasi yang terjadi baik secara langsung
maupun secara tidak langsung dalam interaksinya dalam lingkungan sosial. Bandura mengemukakan

10
4 komponen dalam proses belajar melalui model :
a. Memperhatikan. Sebelum melakukan anak akan memperhatikan model yang akan ditiru.
Keinginan ini timbul karena model memperlihatkan sifat dan kualitas yang baik.
b. Mencekam. Setelah memperhatikan dan mengamati model maka pada saat lain anak akan
memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model yang dilihat. Dalam hal ini anak sudah
merekam dan menyimpan hal - hal yang dilakukan model.
c. Memproduksi gerak motorik. Untuk menghasilkan sesuai apa yang dilakukan model atau
mengulang apa yang dilihatnya terhadap model.
d. Ulangan penguatan dan motivasi. Sehingga anak dapat mengulangi dan mempertahankan
tingkah laku model yang dilihatnya. Dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model yang
menunjukkan sifat tenang, tidak ragu, dan rapi.
d.Desensitisasi
Suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan
rangsangan yang membuatnya takut / cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus,
sampai anak tidak takut atau cemas lagi. Merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan
oleh psikolog dalam merawat pasien untuk mengatasi rasa takut. Teknik dari desensitisasi terdiri dari
3 tahap, yaitu :
1.melatih pasien untuk rileks;
2.menyusun secara berurutan rangsangan yang menyebabkan pasien merasa takut atau cemas yaitu
dari hal yang paling menakutkan sampai hal yang tidak menakutkan;
3.mulailah memberikan rangsangan secara berurutan pada pasien yang rileks tersebut. Dimulai
dengan rangsangan yang menyebabkan rasa takut yang paling ringan dan berlanjut ke rangsangan
yang berikutnya. Bila pasien tidak takut lagi pada rangsangan sebelumnya, rangsangan ini
ditingkatkan menurut urutan yang telah disusun.
Desensitisasi yang dilakukan di klinik pada anak yang takut atau cemas, caranya dengan
memperkenalkan anak pada hal - hal yang menimbulkan rasa takut / cemas. Misalnya ruang tunggu,
dokter gigi dan perawat, kursi gigi, dan pengeboran. Yang perlu diperhatikan, anak harus rileks, untuk
itu kemungkinan diperlukan beberapa kali kunjungan atau mengulangi rangsangan beberapa kali
sampai anak tidak takut.
e.HOME ( Hand Over Mouth Exercise ) / penahanan dengan tangan pada mulut
Tujuan dari HOME :
a.untuk mencegah respon menolak terhadap perawatan gigi,
b.menyadarkan anak bahwa yang mencemaskan anak sebenarnya tidak begitu menakutkan
seperti yang dibayangkan,
c.mendapatkan perhatian anak agar dia mendengar apa yang dikatakan dokter dan menerima
perawatan.

11
Tindakan ini dilakukan dengan syarat sebagai berikut.
a.Usia anak 3 – 6 tahun.
b.Anak dalam keadaan sehat.
c.Anak tidak dibawah pengaruh obat.
d.Telah dicoba dengan cara lain tetapi tidak berhasil..
e. Izin orang tua.
Cara melakukan HOME :
a.orang tua diminta meninggalkan ruangan dan sebelumnya diberitahu mengenai tindakan
yang akan dilakukan terhadap anak untuk menghindari salah paham;
b.anak didudukkan di kursi dan tangan kiri dokter menutup mulut anak, dijaga hidung jangan
sampai tertutup;
c.tangan kanan memegang badan anak, dengan kata - kata lembut anak dibujuk agar berhenti
menangis atau berteriak sehingga setelah perawatan anak akan bertemu dengan ibunya
kembali;
d.membisikkan kata - kata lembut dengan instruksi “ tangan harus tetap berada dipangkuan “.
Biasanya bila anak mengikuti instruksi yang diberikan pada langkah pertama ini, mereka
menjadi lebih cepat bersifat koperatif. jika anak tersebut menangis, ingatkan anak agar tetap
meletakkan tangannya dipangkuan;
e.bila anak berhenti menangis dokter akan melepaskan tangannya, diberi pujian, kemudian
dilakukan perawatan;
f. setelah anak dikuasai biasanya perawatan dapat dilakukan dan setelah selesai kita memberi
pujian dan anak dikembalikan ke orang tua.
Teknik ini ditujukan pada waktu tertentu, misalnya bila si anak menjadi tidak koperatif,
menangis histeris, bila komunikasi antara dokter gigi dan pasien sudah tidak berguna lagi.
f.Reinforcement
Reinforcement didefenisikan sebagai motivasi atau hal yang memperkuat pola tingkah laku,
sehingga memungkinkan tingkah laku tersebut menjadi panutan dikemudian hari. Pada umumnya
anak akan senang jika prestasi yang telah ditunjukkan dihargai dan diberi hadiah. Hal ini dapat
meningkatkan keberanian anak dan dipertahankan untuk perawatan dikemudian hari. Ada 2 tipe
reinforcement yang dijumpai sebagai penuntun tingkah laku anak yaitu :
Reinforcement positif
Reinforcement dapat diberikan setelah anak menunjukkan tingkah laku yang positif dalam perawatan
gigi misalnya :
a.ungkapan kata yang menyatakan bahwa pasien berperilaku manis hari ini, waktu dirawat (
setiap akhir dari perawatan );

12
b.untuk hadiah yang lain diberikan pada akhir perawatan sebagai tanda senang atas tingkah
laku yang baik misalnya dengan memberikan notes, gambar temple, dll. Tetapi tidak boleh
terlalu sering diberikan hadiah ( akhir dari perawatan ).
Reinforcement negatif
Reinforcement diberikan hanya jika anak menunjukkan tingkah laku yang positif. Dokter gigi
menguatkan tingkah laku yang tidak diinginkan dengan menunda perawatan gigi anak karena tingkah
lakunya tidak kooperatif sampai anak mempunyai keinginan dirawat. Walaupun anak tidak
menunjukkan sikap yang baik tetapi anak menerima hadiah dari dokter gigi dengan harapan
meningkatkan hubungan yang positif pada waktu berkunjung berikutnya. Sebaliknya anak merasa
dapat bebas dengan taktik tersebut dan cenderung mengulanginya pada kunjungan berikutnya.
Dengan reinforcement negative berarti dokter gigi menguatkan tingkah laku yang tidak diinginkan .
g.Sedasi
Sedasi berarti menghilangkan rasa cemas. Oleh karena itu penggunaan lokal anastesi wajar
diperlukan, tetapi biasanya tidak menimbulkan masalah bila pasien sudah diberi penenang. Walaupun
demikian, sedasi dengan menggunakan nitrous oxide dapat menyebabkan analgesik terhadap sedasi.
Tetapi analgesik tidak selalu diperlukan. Perlu diketahui bahwa pasien yang diberi penenang, sadar
dan mempunyai refleks normal seperti refleks batuk. Sedasi dapat diberikan oleh dokter gigi yang
hendak melakukan perawatan gigi pada pasien dimana anastesi tidak boleh diberikan. Sedasi dapat
diberikan secara oral, intra vena, intra muscular, dan inhalasi.
2.Triad Of Concern
Dalam penanggulangan tingkah laku anak, ada tiga komponen yang harus dipertimbangkan
(Triad of Concern ) yakni pasien anak, orang tua dan dokter gigi.
1.Orang Tua
Peranan orang tua merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan perawatan pasien anak
oleh karena sikap orang tua akan mempengaruhi tingkah laku anak. Pendekatan dengan orang tua
dapat dilakukan dengan cara memberikan nasehat ( counseling ) yaitu perawatan gigi yang harus
diperhatikan, kapan dimulai dan pengaruh lingkungan dimana hal ini dapat disebarkan melalui
berbagai media massa atau secara individu.
Beberapa hal penting dan dianjurkan pada orang tua, yaitu :
1.agar orang tua tidak menceritakan dengan suara ketakutan di depan si anak oleh karena
salah satu penyebab rasa takut adalah bila mendengar pengalaman orang tuanya yang tidak
menyenangkan di praktek gigi. Mereka dapat mencegah timbulnya rasa takut untuk
mengatakan hal - hal yang menyenangkan dalam praktek dokter gigi dan bagaimana baiknya
dokter gigi;
2.agar orang tua jangan sekalipun menggunakan praktek dokter gigi sebagai ancaman atau
hukuman;

13
3.agar orang tua memperkenalkan si anak dengan bidang kedokteran gigi sebelum anak sakit
gigi. Anak dibawa ke dokter gigi agar diperoleh hubungan yang dekat dengan ruang praktek
maupun dengan dokter gigi itu sendiri;
4.keberanian orang tua pada waktu mengantarkan anak ke praktek dokter gigi dapat
menimbulkan rasa berani anak. sebaliknya rasa cemas itu dapat menimbulkan keadaan yang
tidak menguntungkan;
5.lingkungan rumah dan sikap orang tua yang baik akan membentuk temperamen anak yang
umumnya merupakan pasien dokter gigi yang baik juga;
6. agar orang tua tidak memberi sogokan supaya anak mau diajak ke dokter gigi;
7.orang tua dianjurkan perlunya perawatan gigi yang rutin dan teratur, tidak hanya dalam
merawat gigi tetapi juga dalam membentuk anak sebagai pasien yang baik;
8.agar orang tua jangan merasa malu, cerewet atau bersikap kejam mengatasi rasa takut
terhadap perawatan gigi. Hal ini hanya membuat si anak dendam pada dokter gigi dan usaha
dokter gigi menjadi lebih sulit;
9.agar orang tua mencegah kesan yang jelek mengenai perawatan gigi yang datangnya dari
luar;
10.orang tua tidak boleh menjanjikan pada anak apa yang akan dan tidak dilakukan oleh
dokter gigi. Dokter gigi tidak boleh dibatasi apa yang akan dilakukannya pada anak tersebut.
Orang tua juga tidak boleh menjanjikan pada anaknya bahwa dokter gigi tidak akan
menyakitinya. Kebohongan hanya menyebabkan kekecewaan dan rasa tidak percaya diri;
11.beberapa hari sebelum kunjungan, agar orang tua menyampaikan pada si anak bahwa
mereka akan pergi ke dokter gigi;
12.setelah anak memasuki ruang praktek gigi, orang tua mempercayakan anaknya secara
keseluruhan pada dokter giginya.
2.Dokter Gigi
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter gigi yaitu :
1.Kepribadian dokter gigi dan perawatnya
Dalam merawat pasien anak, dokter gigi dan perawat gigi harus mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang psikologi anak agar dapat mengatasi anak tanpa menimbulkan trauma
psikologi pada anak tertentu.
2.Waktu dan lamanya kunjungan
Harus diusahakan untuk tidak membuat si anak di kursi gigi lebih lama dari setengah jam,
oleh karena dapat menyebabkan si anak bosan dan menangis. Waktu kunjungan, misalnya
pada anak -anak pra sekolah tidak boleh diberikan waktu kunjungan pada waktu - waktu
tidurnya karena anak - anak yang dibawa waktu ini biasanya mengantuk, lekas marah, dan
susah diatur.

14
3.Komunikasi dokter gigi
Seorang dokter gigi harus mempelajari bagaimana komunikasi dengan pasiennya dan
mempunyai pengertian yang dalam terhadap pasien dan masalahnya sehingga ia dapat
melakukan pada setiap pasiennya diagnosa yang lengkap dan perawatan secara menyeluruh.
Pada waktu berkomunikasi dengan anak ada beberapa hal dalam berkomunikasi yang perlu
diperhatikan.
1 Mengikutsertakan si anak dalam pembicaraan.
2 Menghindarkan penggunaan kata - kata yang menimbulkan rasa takut.
3 Menghindarkan penggunaan kalimat yang berupa perintah tetapi berupa saran ( anjuran ).
4 Penguasaan diri dan tidak boleh cepat marah dalam menghadapi pasien anak.
5 Kelemah lembutan dalam melakukan perawatan terhadap anak.
6 Pemberian hadiah dan pujian.
4.Keterampilan dokter gigi
Seorang dokter gigi harus mampu melaksanakan tugasnya dengan cekatan, terampil dan
sedikit mungkin menimbulkan rasa sakit. Dalam melakukan perawatan terhadap pasien anak, tenaga
asisten atau perawat gigi akan sangat berarti., terutama pada waktu menolong mengontrol anak dan
melakukan tindakan operatif. Cara yang sederhana dan mudah umumnya merupakan cara yang cepat
dilakukan. Teknik operatif harus dikerjakan dengan lancar.
5.Susunan ruang praktek gigi
Oleh karena rasa takut anak sewaktu memasuki ruang praktek maka untukmengurangi rasa
takut ini adalah dengan membuat suasana ruang tunggu seperti suasana rumah. Buat ruang tunggunya
menyenangkan dan hangat. Tidak diragukan lagi bahwa peralatan dan dekorasi kamar menghasilkan
keuntungan psikologis pada anak tersebut dalam sejumlah besar kasus. Kamar praktek dapat dibuat
lebih menarik dengan menggantungkan gambar - gambar dinding yang bersifat sugestif atau
memberikan kesan santai. Tape recorder dengan kaset - kaset pilihan dapat disediakan untuk
memberikan ketenangan pada anak - anak yang penakut.

15
1.Definisi Glass Ionomer Cement
Glass ionomer cement (GIC) merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan
karena material ini dianggap paling biokompatibel. Bahan material yang pertama kali diperkenalkan
oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971 ini terdiri atas bubuk dan liquid, bubuknya berupa bubuk kaca
fluoroaluminosilikat dan liquidnya adalah asam poliakrilat. Material ini mampu berikatan secara
fisiko kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal yang sama dengan dentin, dan dapat
melepas fluoride yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya karies sekunder. (Noort, 2007)
Penggunaan bahan material Glass Ionomer mengalami banyak perkembangan, salah satunya
sebagai bahan restorasi direk, dapat juga digunakan sebagai luting, liner, maupun basis pada restorasi
sementara dan permanen serta pit and fissure sealant (Sutrisna, 2000).
2.Klasifikasi
Ada beberapa jenis Glass ionomer cement berdasarkan penggunaannya : (Anusavice, 2003)
1. Tipe 1, disebut sebagai luting cement, digunakan untuk menyemenkan mahkota, inlay, onlay
atau jembatan, ratio bubuk/cairan 1,5:1, ketebalan 25 mikron atau kurang, radiopak.
2. Tipe 2, disebut juga restorative cement, Tipe 2-1, restoratif estetik, digunakan untuk
tumpatan estetika, ratio bubuk/cairan 2,5:1 sampai 6,8:1, kebanyakan bersifat radiolusen,
memiliki reaksi pengerasan (setting reaction) yang panjang yang dapat mengakibatkan
kehilangan cairan atau kontaminasi cairan (water-in, water-out) paling tidak selama 24 jam
setelah pengaplikasian sehingga memerlukan lapisan pelindung (diberi cocoa butter atau
dilapisi bonding agent);
3. Tipe 3, disebut juga lining cement atau basis, digunakan sebagai material pelapikan standar
di bawah semua material restoratif, adhesif ke dentin dan enamel, mengeluarkan fluor, dapat
dietsa dengan asam ortofosfat 37% seperti enamel, reaksi pengerasan cepat, resistensi
terhadap penyerapan air terjadi lebih awal. Ratio bubuk/cairan antara 1,5:1 dan untuk basis 3
:1 atau lebih.
3.Sifat Glass Ionomer Cement (GIC)
1. Sifat Biologis
GIC melepaskan fluoride ke email gigi yang dapat menghambat terjadinya karies lanjutan.
GIC juga bersifat biokompatibel. GIC menghasilkan reaksi dengan pulpa lebih besar dari
ZOE namun lebih sedikit dari zinc phosphate cement.
Sifat Fisik
a. Film Thickness (ketebalan semu)
Ketebalan GIC sekitar 22-24 μm sehingga cocok untuk digunakan sebagai sementasi.
b. Setting Time (waktu pengerasan)
GIC membutuhkan waktu 6-8 menit dimulai saat pencampuran bubuk dan cairannya
(mixing). Setting time dapat diperlambat ketika semen dicampur di dalam mixing slab yang
dingin, tapi hal ini dapat berefek tidak baik pada kekuatannya.

16
c. Solubilitas
Nilai solubilitas GIC dalam air adalah sebesar 0.4-0.5% dalam 24 jam.
2. Sifat Mekanik
a. Compressive Strength (kekuatan kompresi)
Kekuatan kompresi (Compressive strength) GIC berkisar antara 90-230 Mpa dan lebih besar
daripada zinc phosphate cement. Nilai kekuatan tariknya (tensile strength) hampir sama
dengan zinc phosphate cement yaitu sebesar 4.2-5.3 Mpa
b. Bond Strength (kekuatan ikat)
Kekuatan GIC untuk berikatan dengan dentin adalah sebesar 1-3 MPa. Kekuatan ikat (Bond
Strength) GIC lebih rendah dibandingkan zinc polyacrylate cement mungkin karena
sensitivitas GIC terhadap kelembaban saat pengerasan.
4.Manipulasi Glass Ionomer Cement
Pada proses pengadukan kedua komponen (bubuk dan cairan) ion hidrogen dari cairan mengadakan
penetrasi ke permukaan bubuk glass.
Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam reaksi pengerasan semen ionomer kaca, yaitu
sebagai berikut.
(1) Dissolution
Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass (kalsium,
stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk cement sol).
(2) Gelation/ hardening
Ion-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup polikarboksilat. 4-
10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile & highly soluble in
water). 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen dan
membetuk rantai alumnium (strong & insoluble).
(3) Hydration of salts
Terjadi proses hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan meningkatkan sifat fisik
dari semen ionomer kaca.
5.Aplikasi Glass Ionomer Cement (GIC)

a. Lesi erosi servikal


Kemampuan semen glass ionomer untuk melekatkan secara kimiawi dengan dentin,
menyebabkan semen glass ionomer saat ini menjadi pilihan utama dalam merestorasi lesi
erosi servikal. (Powers, 2002).
b. Sebagai bahan perekat atau luting (luting agent)
Karena semen glass ionomer ini memiliki beberapa keunggulan seperti ikatannya dengan
dentin dan email.

17
c. Semen glass ionomer dapat digunakan sebagai base atau liner di bawah tambalan komposit
resin pada kasus kelas I, kelas II, kelas III, kelas V dan MOD.
d. Sebagai base yang berikatan secara kimiawi di bawahrestorasi amalgam mempunyai kerapatan
tepi yang kurang baik sehingga dengan adanya base glass ionomer dapat mencegah karies
sekunder terutama pada pasien dengan insidens karies yang tinggi.
e. Untuk meletakkan orthodontic brackets pada pasien muda yang cenderung mengalami karies
melalui etsa asam pada email. f. Sebagai fissure sealant karena adanya pelepasan fluor.
g. Semen glass ionomer yang diperkuat dengan logam seperti semen cermet dapat digunakan
untuk membangun inti mahkota pada gigi yang telah mengalami kerusakan mahota yang
parah.
h. Restorasi gigi susu.
Penggunaan semen glass ionomer pada gigi susu sangat berguna dalam mencegah terjadinya
karies rekuren dan melindungi email gigi permanen.
i. Untuk perawatan dengan segera pasien yang mengalami trauma fraktur. Dalam hal ini semen
menyekat kembali dentin yang terbuk dalam waktu yang singkat (Grossman, 1996).

1.Pengertian Resin Komposit


Bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari sekurang-kurangnya dua bahan
kimia yang berbeda dengan satu komponen pemisah yang nyata diantara keduanya. Bila konstruksi
tepat, kombinasi ini akan memberikan kekuatan yang tidak dapat diperoleh bila hanya digunakan
satu komponen saja. Bahan restorasi resin komposit adalah suatu bahan matriks resin yang di
dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz, partikel silica koloidal) sedemikian rupa sehingga
sifat-sifat matriksnya ditingkatkan (Anusavice, 2004).
2.Klasifikasi Resin Komposit
Resin komposit dapat diklasifikasikan atas 2 bagian yaitu menurut ukuran filler dan
menurut cara aktivasi.
a.Resin komposit berdasarkan Ukuran Filler
Menurut Combe (1992), berdasarkan filler yang digunakan, resin komposit dapat diklasifikasikan
menjadi :
1.Resin Komposit Tradisional
Resin komposit tradisional juga dikenal sebagai resin konvensional. Komposit ini terdiri dari
partikel filler kaca dengan ukuran rat-rata 10-20 mikro meter dan ukuran partikel terbesar adalah
40 mm.
2.Resin Komposit Mikrofiller

18
Resin mikrofiller pertama kali diperkenalkan pada ahkir tahun 1970, yang mengandung
coloidal silica dengan rata-rata ukuran partikel 0,02 mm dan antara ukuran 0,01-0,05 mikro meter
3.Resin Komposit Hibrid
Komposit hibrid mengandung partikel filler berukuran besar dengan rata-rata berukuran 15-20
mikrometer dan juga terdapat sedikit jumlah colloidal silica, dengan ukuran partikel 0,01-0,05
mikrometer.
4.Resin Komposit Partikel Hibrid Ukuran Kecil
Untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari pada sebelumnya telah diperbaikan metode
dengan cara grinding kaca.
b.Resin komposit berdasarkan Cara Aktivasi
Menurut Combe (1992), cara aktivasi dari resin komposit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Resin komposit berdasarkan Aktivasi Secara Khemis
Produk yang diaktivasi secara khemis terdiri dari dua pasta, satu yang mengandung benzoyl
peroxida (BP) initiator dan satunya lagi mengandung aktivator aromatic amine tertier.
2.Resin komposit berdasarkan Aktivasi Mempergunakan Cahaya
Sistem aktivasi menggunakan cahaya pertama kali diformulasikan untuk sinar ultraviolet (UV)
membentuk radikal bebas.
c.Komposisi Resin Komposit
1.Bahan utama/Matriks resin
Kebanyakan resin komposit menggunakan campuran monomer aromatic dan ataualiphatic
dimetacrylate seperti bisphenol A glycidyl methacrylate (BIS-GMA), selain itu juga banyak dipakai
adalah tryethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), dan urethane dimethacrylate (UDMA) adalah
dimethacrylate yang umum digunakan dalam komposit gigi
3.Sifat Resin Komposit Resin Komposit
Sama halnya dengan bahan restorasi kedokteran gigi yang lain, resin komposit juga
memiliki sifat. Ada beberapa sifat – sifat yang terdapat pada resin komposit, antara lain:
A. sifat fisik
Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik sehingga nyaman digunakan pada
gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasa dan karakteristik permukaan juga menjadi
pertimbangan dalam penggunaan bahan ini. Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya:
1. Warna
Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi
tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas warna resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan
berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak dan minyak wijen. (Anusavice,2004).

2. Strength

19
Tensile dan compressive strength resin komposit ini lebih rendah dari amalgam, hal
ini memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi pada pembuatan insisal.
Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin komposit berbeda(Anusavice,2004).
3. Setting
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu
yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan dengan light cured
dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. y(Anusavice,2004).
B. Sifat mekanis
Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang penting terhadap
kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas.
Sifat ini juga harus menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu.Sifat-sifat yang mendukung bahan resin komposit diantaranya yaitu :
1. Adhesi
Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak
disebabkan adanya gaya tarik – menarik yang timbul antara kedua benda tersebut. Resin
komposit tidak berikatan secara kimia dengan email. (Anusavice,2004).
2. Kekuatan dan keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul dibandingkan
resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap fraktur memungkinkannya
digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal. (Anusavice,2004).
C. Sifat khemis
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah serangkaian reaksi kimia
dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul – molekul yang disebut
monomer. (Anusavice, 2004).
4.Indikasi dan Kontraindikasi Resin Komposit
A. Indikasi Restorasi resin Komposit
1. Lesi interproksimal (kelas III) gigi anterior
2. Lesi permukaan fasial gigi anterior (kelas V)
3. Lesi permukaan fasial gigi premolar
4. Hilangnya sudut insisal gigi
5. Fraktur gigi anterior
6. Penutupan diastema
7. Membentuk kembali gigi untuk restorasi tuang
8. Lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior (Kelas I dan II) (Baum, 1997).

B. Kontraindikasi Resin Komposit


1. Lesi distal dari premolar

20
2. Tambalan rutin posterior
3. Pasien dengan insidens karies tinggi
4. OH buruk (Baum, 1997)

21
22
KONSERVASI PADA GIGI ANAK
1. Penegakkan Diagnosis dan Rencana Perawatan

1.1.1 Diagnosa

Diagnosa adalah suatu seni dan ilmu dalam mengenali penyakit. Diagnosa ditetapkan dengan
memadukan data-data hasil pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis, berurutan mulai dari awal
sampai dengan akhir pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang baik dan benar. Macam-macam
diagnosa:

a. Early diagnosis / diagnosa dini


Yaitu kelainan yang belum begitu tampak tapi sudah dapat untuk memperkirakan /
menentukan penyakit.

b. Clinical diagnosa / diagnosa klinis


Yaitu diagnosis yang didapat berdasarkan gejala-gejala klinis.

c. Rontgenologis diagnosis
Yaitu diagnosa yang didapat berdasarkan pembacaan gambar rontgen.

d. Differential diagnosis
Yaitu membandingkan gejala-gejala penyakit yang satu dengan yang lain yang kebetulan
mempunyai gejala atau tanda- tanda yang serupa.

e. Final diagnosis / diagnosa akhir


Yaitu penentuan akhir jenis penyakit (hasil pasti)

Menurut berbagai sumber, salah satunya menurut abu bakar ada 2 yaitu diagnosa medis
(mencangkup diagnosa dini, diagnosa klinis, dan diagnosa foto/rotgen) dan differential diagnosis.

Diagnosis merupakan bagian penting karena memungkinkan seorang penderita mendapatkan


pengobatan yang menguntungkan, atau juga merupakan observasi yang efektif terhadap pengaruh
penyakitnya pada penderita lain dengan jenis penyakit yang sama. Dalam menegakkan diagnosis dan
membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap yang dapat dilakukan oleh seorang dokter,
disingkat dengan “SOAP” yakni S (pemeriksaan Subyektif), O (pemeriksaan Obyektif), A
(Asessment), dan P (treatment Planning) (Underwood, 1999).

23
1.1.2. Diagnosis Penyakit Pulpa

Diagnosis penyakit pulpa didasarkan pada tanda dan gejala klinis oleh karena sedikit atau
tidak adanya korelasi antara data histologik penyakit pulpa dan gejalanya. Diagnosis penyakit pulpa
sebagai berikut :

1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti
karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase
periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor
yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat
menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.

2. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang
parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada
pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis
irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau
difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti
termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa
dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas
normal.
Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis
irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa
nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat
dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat
bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis irreversibel
asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan
cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh
paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi
yang lama.

24
3. Pulpitis irreversibel hiperplastik
Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel pada pulpa
yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada
pasien muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh darah yang
banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan drainase. Polip pulpa ini merupakan
jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip
pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi
kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri
yang menetap terhadap stimulus termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi
ketika pengunyahan.

4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis irreversibel yang
tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke pulpa.
1.1.3. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaansubyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal, yakni identitas pasien,
keluhan utama, present illness, riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga, dan riwayat
social (Abu Bakar, 2012)

a. Identitas Pasien/Data Demografis


Data identitas pasien ini diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu menghubungi pasien
pasca-tindakan, dapat pula sebagai data ante mortem (dental forensic). Data identitas pasien
ini meliputi:

1. Nama (nama lengkap dan nama 6. Pekerjaan


panggilan) 7. Pendidikan
2. Tempat dan tanggal lahir 8. Kewarganegaraan, serta
3. Alamat tinggal 9. Nomor telepon/handphone yang bisa
4. Golongan darah dihubungi
5. Status pernikahan

b. Keluhan Utama (Chief Complaint/CC)


Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan alasan pasien datang ke dokter
gigi. Keluhan utama dari pasien akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter gig dalam
menentukan prioritas perawatan.

25
Rasa sakit at

un ngilu, rasa

tidak nyaman, pembengkakan.

perdarahan, halitosis, rasa


malu , alasan estetis

Gambar 1.1 Keluhan Utama dan Prioritas Perawatan

c. Present illness (PI)


Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka diperlukan pula pengembangan akar
masalah yang ada dalam keluhan utama, yaitu dengan mengidentifikasi keluhan utama.
Misalnya dengan mencari tahu kapan rasa sakit/rasa tidak nyaman itu pertama kali muncul,
apakah keluhan itu bersifat intermittent (berselang) atau terus menerus, jika intermittent
seberapa sering, adakah faktor pemicunya, dan sebagainya (Abu Bakar, 2012)

Jika rasa sakit terdeskripsikan sebagai masalah utama, maka ada beberapa hal yang dapat
dikembangkan, misalnya sebagai berikut :

Rasa sakit Deskripsi

Lokasi Gigi-gigi tertentu atau menyeluruh

Faktor pemicu Panas/dingin, bertambah parah saat mengunyah

Karakter Tumpul, tajam, berdenyut

Keparahan Apakah sampai minum obat (analgesic) atau membuat


sulit tidur

Penyebaran/Radiasi Menyebar ke struktur yang dekat, sebagai referred pain

26
Tabel 1.1 Rasa Sakit dan Deskripsi

d. Riwayat Medik (Medical History/MH)


Riwayat medik perlu ditanyakan karena hal itu akan berkaitan dengan diagnosis
treatment, dan prognosis. Beberapa hal yang penting ditanyakan adalah :

1. Gejala umum, seperti demam, penurunan berat badan, serta gejala umum yang lainnya.
2. Gejala yang dikaitkan dengan sistem dalam tubuh, seperti batuk dengan respirasi, lesi oral
dengan kelainan gastrointestinal dan lesi kulit, kecemasan depresi dengan kelainan
kejiwaan
3. Perawatan bedah dan radioterapi yang pernah dilakukan
4. Alergi makanan dan obat
5. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya
6. Riwayat rawat inap
7. Anastesi
8. Prolem medis spesifik seperti terapi kortikosteroid, diabetes, kecenderungan perdarahan,
penyakit jantung, dan resiko endokarditis yang dapat mempengaruhi prosedur operasi
(Abu Bakar, 2012)
e. Riwayat Dental (Dental History/DH)
Selain riwayat medik, riwayat dental juga perlu ditanyakan karena akan mempengaruhi
seorang dokter gigi dalam menentukan rencana dan manajemen perawatan yang akan
dilakukan. Beberapa riwayat dental yang dapat di ditanyakan yaitu :

1. Pasien rutin ke dokter gigi atau tidak


2. Sikap pasien kepada dokter gigi saat dilakukan perawatan
3. Problem gigi terakhir yang relevan
4. Perawatan restorasi/ pencabutan gigi terakhir (Abu Bakar, 2012)
f. Riwayat Keluarga (Family History/FH)
Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan kondisi keluarga, seperti
kasus amelogenesis imperfekta, hemofili, angiodema herediter, recurrent aphtous stomatitis
(RAS) dan diabetes. Beberapa penyakit yang berkaitan dengan kelompok etnik tertentu, misal
pemphigus pada orang Yahudi, dan behcet's syndrome pada orang di area mediterania (Abu
Bakar, 2012)

g. Riwayat Sosial (Social History/SH)


Riwayat sosial yang dapat diungkap antara lain;

27
1. Apakah pasien masih memiliki keluarga
2. Keadaan sosio-ekonomi pasien
3. Pasien bepergian ke luar negeri (berkaitan dengan beberapa penyakit infeksi, misalnya
penyakit di daerah tropis atau wabah di negara tertentu)
4. Riwayat seksual pasien
5. Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-obatan, dan
6. Informasi tentang diet makan pasien (Abu Bakar, 2012)

1.1.4. Pemeriksaan Obyektif


Pemeriksaan obyektif yang dilakukan secara umum ada dua macam, yaitu pemeriksaan ekstra
oral dan pemeriksaan intra oral.

a. Pemeriksaan Ekstra Oral


Pemeriksaan ekstra oral ini bertujuan untuk melihat penampakan secara umum dari
pasien misalnya, pembengkakan di muka dan leher, pola skeletal, kompetensi bibir. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara palpasi limfonodi, otot-otot mastikasi dan pemeriksaan TMJ
(Temporo Mandibular Joint) (Abu Bakar, 2012)

1. Pemeriksaan Limfonodi
Pemeriksaan limfonodi dengan palpasi dapat dilakukan pada bagian kepala leher
dengan area seperti terlihat pada gambar 1.2.

Limphonodi kepala dan leher

1. Submental
2. Submaxilary
3. Parotid
4. Preauriculer
5. Subdigastric
6. Nodi lymphaticy cervicales
7. Nodi lymphaticy supra claviculares
8. Nodi lymphatici post auriculares

28
Gambar 1.2. Limfonodi kepala dan leher
(Sumber : buku Oral And Maxilofacial Medicine, The Basis Of Diagnosis And Treatment, Second
Edition, Elsevier Churchill Livingstone,Scullly. C, 2008 ")

2. Pemeriksaan Otot-Otot Mastikasi


Untuk melakukan palpasi pada otot/musculus, maka teknik palpasi yang
dilakukan tergantung dengan otot mastikasi (pengunyahan) (tabel 3).

Otot /Musculus Palpasi

Masseter Palpasi dilakukan secara bimanual, tangan


yang satu (dengan satu jari) dibagian
intraoral

Temporalis Palpasi langsung pada regio temporal, dan


meminta pasien untuk mengoklusikan gigi-
geliginya

Pterygoid lateral Dengan menempatkan sedikit jari di


belakang tuberositas maksila

Pterygoid Medial Palpasi secara intra oral pada bagian


lingual pada ramus mandibular

Tabel 1.2. Pemeriksaan Otot-Otot Pengunyahan

3. Pemeriksaan Temporo Mandibular Joint (TMJ)


Dalam melakukan pemeriksaan TMJ, seorang dokter gigi dapat melakukan
palpasi pada bagian pre aurikuler pasien dengan menggunakan jari telunjuk atau
menggunakan stetoskop untuk mendengarkan adanya kliking atau krepitasi.

Gambar 1.3 dan 1.4

Gambar 1.3. Penggunaan 29 1.4. Palpasi TMJ. Respon pasien untuk


Gambar
Stetoskop dalam mendeteksi palpasi, Skor 0-tidak adanya nyeri pada palpasi,
suara artikular (kliking,krepitasi) 1-nyeri ringan, 2- nyeri sedang, 3- sakit parah,
refelks palpebral
Sumber gambar: Examination of Temporomandibular Disorders In The Orthodintic Patient : A
Clinical Guide Conti, Oltramari, Navarro, Almeida J Appl Oral Sci. 2007;15(1) : 77-82

30
b. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaanintra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan dalam rongga mulut.
Pemeriksaan intra oral berkaitan dengan gigi dan jaringan sekitar (jaringan lunak maupun
jaringan keras)

Bagian yang Gambaran yang dapat ditemukan


diperiksa

Bibir Sianosis (pada pasien dengan penyakit respirasi atau


jantung), angular cheilitis, fordyce spots, mucocele

Mukosa labial Normalnya tampak lembab dan prominent.

Mukosa bukal Kaca mulut dapat digunakan untuk melihat mukosa


bukal dalam keadaan normal kaca mulut licin bila
ditempelkan dan diangkat. Bila menempel di mukosa,
maka bisa disimpulkan adanya xerostomia

Dasar mulut dan Bila terdapat adanya benjolan, maka kemungkinan


bagian ventral lidah permulaan penyakit tumor

Bagian Dorsal Lidah Tes indra pengecap dapat dilakukan dengan


mengaplikasikan gula, garam, dilusi asam asetat asam
dan 5% asam sitrat pada lidah dengan menggunakan
cotton bud atau cotton swab.

Palatum (palatum Rugae terletak pada papila incisivus. Bisa dilihat pula
keras dan palatum adanya benjolan atau tidak. Pada palatum dapat dilihat
lunak) adanya tidaknya torus palatina.

Gingiva Gingiva sehat tampak datar, pink pucat, permukaan


stipling.

Gigi Geligi Dilihat adanya ekstra teeth (supernumary teeth), kurang


gigi (hypodontia, oligodontia), atau tidak ada gigi sama
sekali (anodontia), karies, penyakit periodontal, polip,
impaksi, malformasi, hipoplasi, staining, kalkulus, dan
kelainan gigi lainnya

Tabel 1.3. Gambaran Tiap Bagian pada pemeriksaan intra oral yang diperiksa

31
Pada kasus dengan adanya pembengkakan, sebaiknya diperiksa lebih teliti dengan
memperhatikan hal-hal berikut:

a. Batas-batas pembengkakan : Jelas atau tidak jelas


b. Konsistensi :
Keras, Kenyal, Lunak
c. Fluktuasi :
d. Warna : Positif atau Negatif
e. Mobilitas :
Sama atau beda dengan jaringan sekitar
f. Bentuk Permukaan :
g. Mudah Berdarah : Bergerak atau tidak bergerak
h. Tangkai :
Rata atau tidak rata
i. Palpasi :
j. Supurasi : Positif atau negatif

Sessile atau pedinculated

Sakit atau tidak sakit

Positif atau negatif

Pemeriksaan obyektif pada gigi dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain berikut
:

1. Inspeksi : Memeriksa dengan mengamati obyek (gigi) bagaimana dengan warna, ukuran,
bentuk, hubungan anatomis, keutuhan, permukaan jaringan, permukaan, karies, abrasi,
dan resesi
2. Sondasi : Dengan menggunakan sonde atau eksplorer dapat diketahui kedalaman kavitas
dan reaksi pasien. Rasa sakit yang menetap atau sebentar dan adanya rasa ngilu

Gambar alat diagnostik:

1. Kaca mulut untuk melakukan inspeksi


2. Sonde/eksplorer untuk melakukan sondasi
3. Ekskavator, untuk membersihkan jaringan
karies
4. Pinset

Gambar 1.5. Alat Diagnostik (dokumentasi pribadi)

32
3. Perkusi : Dilakukan dengan cara mengetukkan jari atau instrumen ke arah jaringan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan
periodontal atau tidak.
4. Palpasi : Dilakukan dengan cara menekan jaringan ke arah tulang atau jaringan
sekitarnya. Untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan periosteal tulang rahang,
adanya pembengkakan dengan fluktuasi atau tanpa fluktuasi.
5. Tes mobilitas : Gigi dimobilisasi untuk memeriksa ada tidaknya luksasi
6. Tes Suhu : Tes yang dilakukan dengan iritan dingin ataupun panas, untuk mengetahui
vitalitas gigi. Lazim digunakan chlor ethyl, disemprotkan pada kapas kemudian
ditempelkan pada bagian servikal gigi.
7. Tes Elekrik : Pemakaian alat pulp tester untuk mengetahui vitalitas gigi.
8. Transiluminasi : Menggunakan iluminator dari arah palatal atau lingual. Untuk
mengetahui adanya karies di lingual palatal, membedakan gigi nekrosis dan gigi vital,
serta membantu mendetekasi fraktur yang tidak terlihat (Abu Bakar, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi
Dental radiografi memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis,
merencanakan perawatan, dan mengevaluasi hasil perawatan untuk melihat keadaan
gigisecara utuh. Dalam mempelajari radiologi oral

Ada dua macam radiografi yang digunakan dalam kedokteran gigi, yaitu:

a. Radiografi intraoral ; teknik periapikal, teknik bite wing atau sayap gigit, teknik oklusal.
b. Radiografi ekstra oral ; panoramic, oblique lateral, posteroanterior (PA) jaw, reverse
town’s projection.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk evaluasi pasien dengan sakit atau tanda dan
gejala pada orofasial yang menjurus ke arah penyakit otorinologik, kelenjar saliva atau
penyakit jaringan adneksa lainnya.

Prosedur laboratorium biasanya dikelompokkan menurut divisi dari pelayanan


laboratorium yang melakukan satu kelompok tes tertentu, yaitu hematologi, kimia darah,
urinalisis, histopatologi dan sitologi, mikrobiologi dan imunologi (Abu Bakar, 2012)

33
a. Pengambilan specimen darah
Specimen darah kapiler, vena, dan arteri semuanya segera digunakan untuk
melakukan pemeriksaan hematologi dan kimia darah. Pemilihannya tergantung pada nilai
apa yang dibutuhkan.

b. Pemeriksaan Biopsi
Dalam rongga mulut, pemeriksaan biopsi digunakan untuk mengukuhkan suatu
diagnosis dari keganasan kelainan klinis yang dicurigai dan sebagai penunjang diagnosa
dalam mengevaluasi kelainan non-neoplastik, seperti misalnya nodul mukosa dan
papiloma, lichen planus erosive, eritema multiformis, lupus eritematosus, pemfigus, serta
gingivitis deskuamatika.

2.1.1 Assesment

Asessment (penilaian) terhadap status yang diberikan pasien baik itu dalam status gigi dan
jaringan mulut apakah masih bisa dirawat atau tidak, ataupun status pasien yang berhubungan dengan
kondisi sistemik sehingga mempengaruhi rencana perawatan (Underwood, 1999).

2.1.2 Rencana Perawatan

Rencana perawatan itu sendiri menguraikan tentang perawatan yang akan diberikan kepada
pasien. Rencana perawatan merupakan tahap dalam proses perawatan yang nantinya akan menjadi
panduan dalam proses perawatan lanjutan dan membantu dalam evaluasi perawatan(Underwood,
1999).

a. Karakteristik dari rencana perawatan :


1. Bersifat holistik dan didasarkan pada penilaian klinis dari dokter, dengan menggunakan
pengumpulan data (data objektif dan subjektif) dengan menggunakan kerangka perawatan.
2. Hal ini didasarkan pada identifikasi diagnosis perawatan (aktual, risiko atau promosi
kesehatan) - penilaian klinis tentang pengalaman/respon individu, keluarga, atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial
3. Berfokus pada pasien-spesifik hasil perawatan yang realistis bagi pasien
4. Termasuk intervensi perawatan yang berfokus pada faktor-faktor etiologi atau faktor risiko
dari identifikasi diagnosis perawatan
5. Merupakan hasil dari suatu proses yang sistematis yang disengaja
6. Terkait dengan masa depan.
b. Kualitas Rencana Perawatan Kualitas rencana perawatan sangat tergantung kepada :
1. Penentuan masalah kesehatan dan perawatan yang jelas dan didasarkan kepada analisis
yang menyeluruh tentang masalah situasi

34
2. Rencana yang realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan apa yang
diharapkan
3. Sesuai dengan tujuan dan falsafah dalam perawatan
4. Rencana perawatan dibuat bersama dalam :
 Menentukan masalah dan kebutuhan perawatan
 Menentukan prioritas masalah
 Memilih tindakan yang tepat
 Melaksanakan tindakan
 Penilaian hasil tindakan
c. Faktor yang mempangaruhi rencana perawatan yaitu :
1. Pasien : riwayat kesehatan yang dapat mengalami komplikasi, kecemasan dan
kooperatif
2. Dokter/dokte gigi : kemampuan dokte gigi untuk melakukan perawatan
3. Biaya : kemampuan pasien untuk mengeluarkan uang untuk biaya perawatan
4. Faktor-faktor lain seperti ketersediaan alat dan bahan ataupun gigi yang terlibat dalam
satu kuadran(Underwood, 1999).
d. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat rencana perawatan antara lain :
1. Urgensi perawatan, dilakukan untuk mempertimbangkan seberapa penting dan
mendesak (darurat) perawatan tersebut dilakukan
2. Urutan perawatan, dilakukan untuk menentukan prioritas dan perawatan lanjutan.
3. Kemungkinan hasil perawatan, berkaitan dengan prognosis perawatan penyakit
(Underwood, 1999).
e. Pentingnya Membuat Rencana Perawatan :
1. Memberikan perawatan yang khusus, karena dapat mempermudah penyampaian
perawatan yang tepat dengan memperhatikan pasien
2. Membantu dalam menentukan prioritas dengan memberikan data-data tentang keadaan
dan sifat masalah
3. Mengembangkan komunikasi yang sistematis antara tenaga kesehatan yang
bersangkutan
4. Menjamin kesinambungan dari perawatan yang diberikan
5. Melancarkan koordinasi perawatan melalui pemberian informasi kepada tim kesehatan
lainnya tentang tindakan yang dikerjakan oleh dokter - Langkah – langkah
Perencanaan Perawatan Untuk mengevaluasi rencana tindakan perawatan.
(Doengoes,E Marilyn, 2000)

35

Anda mungkin juga menyukai