Anda di halaman 1dari 39

PROSEDUR PEMERIKSAAN ORTODONSI

A. Index Sefalik
Alat dan Bahan
1. APD level 3
2. Spreading caliper

Tahapan Kerja
1. Preface
a. Cuci tangan 6 langkah WHO
b. Gunakan APD level 3 berupa handscoon, masker, gown, faceshield, google,
headcap sesuai urutan
c. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
d. Siapkan alat dan bahan → gaboleh jatoh ke lantai
e. Persilahkan pasien duduk di DU. Persiapan pasien → posisi pasien duduk tegak,
bidang oklusal // lantai
f. Posisi operator sesuai area kerja
2. Ukur lebar kepala dari eurion-eurion (titik paling lateral cranium) menggunakan
spreading caliper
3. Ukur panjang kepala dari glabella-occipital menggunakan spreading caliper
4. Hitung index sefalik menggunakan rumus
Lebar
Index Sefalik : Panjang x 100

5. Catat hasil pemeriksaan


Klasifikasi: Dolicocephalic / Lonjong → 70 – 74,9
Mesocephalic / Oval / Sedang → 75 – 79,9
Brachicephalic / Bulat → 80 – 84,9
B. Index Facial
Alat dan Bahan
1. APD level 3
2. Sliding caliper

Tahapan Kerja
1. Preface
a. Cuci tangan 6 langkah WHO
b. Gunakan APD level 3 berupa handscoon, masker, gown, faceshield, google,
headcap sesuai urutan
c. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
d. Siapkan alat dan bahan → gaboleh jatoh ke lantai
e. Persilahkan pasien duduk di DU. Persiapan pasien → posisi pasien duduk tegak,
bidang oklusal // lantai
f. Posisi operator sesuai area kerja
2. Ukur panjang wajah dari nasion - gnation menggunakan sliding caliper
3. Ukur lebar wajah dari zigoma kanan – zigoma kiri menggunakan sliding caliper
4. Hitung index facial menggunakan rumus
Panjang
Index Facial : x 100
Lebar

5. Catat hasil pemeriksaan


Klasifikasi: Euriprosop / Lebar → 80 – 84,9
Mesoprosop / Oval / Sedang → 85 – 89,9
Leptoprosop / Panjang → 90 – 94,9
C. Keseimbangan Proporsi Wajah
Alat dan Bahan
1. APD level 3 3. Penggaris
2. Kamera 4. Marker

Tahapan Kerja
1. Preface
a. Cuci tangan 6 langkah WHO
b. Gunakan APD level 3 berupa handscoon, masker, gown, faceshield, google,
headcap sesuai urutan
c. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
d. Siapkan alat dan bahan → gaboleh jatoh ke lantai
e. Persiapan pasien → posisi pasien duduk tegak, pandangan lurus ke depan,
midsagital tegak lurus lantai, bidang oklusal // lantai
f. Posisi operator berada di depan pasien
2. Foto pasien
3. Periksa keseimbangan proporsi wajah pasien dari hasil foto
4. Buat 4 garis horizontal pada :
a. Trichion : batas rambut
b. Glabella : diantara alis
c. Subnasal : inferior hidung
d. Menton : inferior dagu
5. Garis horizontal tersebut idealnya membagi wajah secara vertikal 1⁄3 bagian sama
besar
D. Kesimetrisan Wajah
Alat dan Bahan
1. APD level 3 3. Penggaris
2. Kamera 4. Marker

Tahapan Kerja
1. Preface
a. Cuci tangan 6 langkah WHO
b. Gunakan APD level 3 berupa handscoon, masker, gown, faceshield, google,
headcap sesuai urutan
c. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
d. Siapkan alat dan bahan → gaboleh jatoh ke lantai
e. Persiapan pasien → posisi pasien duduk tegak, pandangan lurus ke depan,
midsagital tegak lurus lantai, bidang oklusal // lantai
f. Posisi operator berada di depan pasien
2. Foto pasien
3. Periksa kesimetrisan wajah pasien dari hasil foto
4. Buat 6 garis vertikal pada :
a. Helical rim kanan & kiri : titik terluar telinga
b. Lateral chantus kanan & kiri : lateral sudut mata
c. Medial chantus kanan & kiri : medial sudut mata
5. Garis vertikal tersebut idealnya membagi wajah secara horizontal 1⁄5 bagian sama
besar
E. Profil Wajah Menurut Graber (1972)
Untuk menentukan profil wajah digunakan 4 titik anatomis:
1. Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah
diantara alis mata kanan dan kiri
2. Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas
3. Lip contour bawah (Lcb) : Titik terdepan bibir bawah
4. Pogonion (Pog) : Titik terdepan dari dagu di daerah symphisis mandibula

Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil wajah yaitu:


1. Cembung : Bila titik pertemuan Lcb-Lca berada didepan garis Gl-Pog. Jenis profil
ini terjadi sebagai akibat maksila prognati atau mandibula retrognati
seperti yang terlihat dalam maloklusi Klas II divisi I
2. Lurus : Bila pertemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
3. Cekung : Bila titik pertemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis Gl-Pog.Tipe ini
dikaitkan dengan mandibula prognati atau maksila retrognati seperti
dalam Klas III maloklusi.
F. Profil Wajah Menurut Singh (2007)
Baik secara klinis maupun fotometri ekstraoral, profil wajah dapat diamati dengan
menggabungkan 2 garis referensi:
1. Garis yang menghubungkan dahi dengan jaringan lunak titik A
2. Garis yang menghubungkan titik A dan jaringan lunak Pogonion

Ada 3 tipe profil wajah:


1. Lurus : Kedua garis membentuk garis yang hampir lurus. Biasanya pasien
dengan profil lurus memiliki keadaan oklusi yang normal
2. Cembung : Kedua garis membentuk sudut yang tajam dengan kecekungan wajah
menghadap ke bagian jaringan. Tipe profil wajah ini dijumpai pada
pasien Klas II divisi 1 karena baik protrusi maksila atau retrusi
mandibula
3. Cekung : Kedua garis membentuk sudut tumpul dengan kecembungan menghadap
ke bagian jaringan. Tipe profil wajah ini dijumpai pada pasien Klas III
karena protrusi mandibula atau retrusi maksila
G. Blanche Test
Blanche test merupakan percobaan untuk mengetahui pengaruh frenulum labialis terhadap
diastema sentral. Diastema sentral dapat disebabkan oleh:
1. Faktor herediter
2. Supernumery teeth, misal adanya mesiodens
3. Frenulum labialis yang abnormal

Cara melakukan Blanche test


1. Bibir atas pasien yang mempunyai diastema sentral dan frenulum labialis yang tebal
ditarik ke atas. Perhatikan papila interdental di daerah palatal (papila palatinal)
2. Jika daerah tersebut. tampak pucat (ischaemia), berarti diastema disebabkan oleh
migrasi frenulum labialis ke arah palatum menunjukkan keadaan abnormal
3. Jika bibir ditarik tidak ada tanda pucat pada papila palatinal diastema tidak disebabkan
oleh frenulum labialis

H. Cotton Butterfly Test


1. Ambil sejumput kapas, tipiskan
2. Pilin bagian tengahnya sehingga menyerupai bentuk kupu-kupu
3. Bagian tengah dibasahi air, tempelkan pada filtrum diatas bibir atas
4. Masing-masing sayap tepat di depan lubang hidung
5. Perhatikan, adakah getaran kapas akibat udara pernafasan pasien
Jika kapas bergetar  nasal breather
Jika tidak bergetar  mouth breather
I. Mirror Test
Udara pernafasan mengandung uap air yang ikut keluar pada waktu ekspirasi, yang dapat
terdeteksi jika menggunakan kaca mulut di depan lubang hidung.
Cara melakukan tes :
1. Letakkan kaca mulut di depan lubang hidung pasien, amati adakah uap air yang keluar
yang mengembun pada kaca mulut.
Jika ada embun  nasal breather
Jika tak ada embun  mouth breather
2. ATAU  Pemeriksan dengan menggunakan 2 buah kaca mulut, satu kaca mulut
diletakkan di depan hidung dan satunya lagi diletakkan di depan mulut. Jika kaca
mulut yang diletakkan di depan hidung berembun, maka pasien bernafas
melalui hidung. Sedangkan jika kaca mulut yang diletakkan di depan mulut berembun,
maka pasien melakukan pernapasan melewati mulut.

J. Water Holding Test


Pada pemeriksan ini, pasien diminta untuk mengisi mulutnya dengan air dan
mempertahankannya dalam beberapa saat. Orang yang bernapas lewat mulut sulit
melakukan hal ini karena air akan keluar dari mulut pasien.
K. Deep Bite Test by Thompson Brodie
Alat dan Bahan
1. APD level 3
2. Diagnostic set
3. Sliding caliper
4. Bite Registration Wax
5. Bunsen

Tahapan Kerja
1. Preface
a. Cuci tangan 6 langkah WHO
b. Gunakan APD level 3 berupa handscoon, masker, gown, faceshield, google,
headcap sesuai urutan
c. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
d. Siapkan alat dan bahan → gaboleh jatoh ke lantai
e. Posisi pasien duduk tegak, FHP // lantai
f. Posisi operator sesuai area kerja
2. Tentukan titik anatomical landmark:
a. N (Nasion) : titik pada tengah-tengah sutura frontonasalis yang
terdapat pada pangkal hidung dan merupakan titik
potong antara bidang sagital dengan
suturafrontonasalis
b. SNA (Spina nasalis anterior) : titik yang paling anterior dari spina nasalisanterior
pada bidang sagital
c. Gn (Gnation) : titik yang paling bawah dari kontur dagu pada
bidang sagital
3. Posisikan rahang pasien dalam keadaan rest position
4. Ukur jarak antara titik N – titik SNA dengan sliding caliper
5. Hitung jarak N-Gn Normal
Jarak N-SNA = 43% dari jarak titik N- Gn.
Jarak N-Gn disebut total facial high atau tinggi muka total sebesar 100%.
100
Jarak N-Gn Normal = x Jarak N-SNA
43
6. Letakkan 2 potong wax yang telah dilunakkan sepanjang oklusal gigi P1 sampai M1
RB kanan dan kiri. Lebar wax 2 cm
7. Instruksikan pasien untuk menggigit wax perlahan hingga mencapai jarak N-Gn
normal. Cek menggunakan sliding caliper
8. Cek ketebalan wax dan deepbite pasien

Terdapat 3 kemungkinan hasil gigitan wax, yaitu :


1. Wax posterior hampir habis tergigit, deepbite masih ada → deep overbite disebabkan
oleh supraklusi gigi anterior
2. Wax posterior masih tebal, deepbite sudah hilang → deep overbite disebabkan oleh
infraoklusi gigi posterior
3. Wax posterior masih tebal, deepbite masih ada → deep overbite disebabkan oleh
supraklusi gigi anterior dan infraoklusi gigi posterior
DISKREPANSI RUANG

A. ALD (Arch Length Discrepancy)


1. Metode Nance
Required Space
a. Mengukur lebar mesiodistal gigi P2-P2 rahang atas dan rahang bawah
menggunakan jangka sorong.
b. Selanjutnya, jumlah lebar pengukuran untuk menunjukkan ruangan yang
dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal
Available Space
a. Mengukur panjang lengkung rahang menggunakan brasswire melalui oklusal tiap
gigi dari mesial M1-M1
b. Acuan untuk gigi posterior : titik kontak
c. Acuan untuk gigi anterior : permukaan insisal
Diskrepansi = Avalaible space - Required space. Jika hasilnya
- : kekurangan ruang
+ : kelebihan ruang
2. Metode Lundstrom
i. Membagi lengkung gigi menjadi 6 segmen, dengan 2 gigi per segmen rahang atas
dan rahang bawah : M1&P2, P1&C, I2&I1 kanan dan kiri
b. Lalu diukur dan dijumlahkan sebagai available space
c. Ukur mesiodistal gigi M1-M1 diukur seperti metode nance, dijumlahkan sebagai
required space
d. Diskrepansi : avalaible space - required space
B. Metode Pont
1. Tahap Perhitungan
1) Ukur lebar mesiodistal keempat gigi insisivus rahang atas dan dijumlahkan
2) Hitung lebar lengkung gigi P1-P1 dan M1-M1 yang dibutuhkan (ideal), bisa
menggunakan tabel atau dengan rumus :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 12,11,21,22
Inter P ideal = × 100
80

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 12,11,21,22


Inter M ideal = × 100
64

2. Tahap Pengukuran
1) Ukur jarak inter P1 sebenarnya
(titik terdistal cekung mesial gigi P1 rahang atas kanan dan kiri)
atau jika P1 RA tidak ada atau malposisi, maka digantikan P1 RB (jarak puncak
tonjol bukal P1 rahang bawah kanan dan kiri)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 12,11,21,22
Indeks Premolar = × 100
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟 𝑃

2) Ukur jarak inter M1 sebenarnya


(titik cekung mesial M1 rahang atas kanan dan kiri)
atau jika M1 RA tidak ada atau malposisi, maka digantikan M1 RB (puncak
tonjol sentral pada sisi paling bukal gigi M1 rahang bawah kanan dan kiri
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 12,11,21,22
Indeks Molar = × 100
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟 𝑀1

3) Catat hasil pengukuran


3. Diskrepansi = Pengukuran – Perhitungan
+ : distraksi (pelebaran lengkung)
 : kontraksi (penyempitan lengkung)
C. Metode Howes
1. Menjumlahkan lebar mesiodistal gigi M1-M1
2. Ukur lebar inter P1, acuannya titik bagian dalam puncak tonjol bukal P1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟 𝑃1 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
Inter P1 = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 𝑀1−𝑀1 × 100%

3. Ukur lebar inter fossa canina, acuannya apeks P1 kanan kiri RA dan diukur
menggunakan jangka sorong

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟 𝐹𝑜𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑎𝑛𝑖𝑛𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎


Inter Fossa Canina = × 100%
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑖𝑔𝑖 𝑀1−𝑀1

4. Membandingkan hasilnya,
a. Lebar inter IFC > inter P1, artinya gigi posterior di region premolar
KONVERGEN dan indikasi ekspansi
b. Lebar inter IFC < inter P1, artinya gigi posterior di region premolar DIVERGEN
dan kontraindikasi ekspansi

D. Metode Korkhaus
1. Letakkan penggaris pada permukaan oklusal gigi P1 kanan dan kiri pada titik
pengukuran pont, kemudian ambil jangka sorong
2. Letakkan unjung pangkal jangka sorong pada permukaan labial didekat insisal gigi
I1 kanan dan kiri
3. Catat hasil pengukuran sebagai tinggi lengkung gigi sebenarnya
4. Bandingkan tinggi lengkung gigi yang didapat dari pengukuran dengan tinggi
lengkung ideal sesuai prediktor yaitu lebar mesiodistal keempat insisivus RA lalu
dimasukkan ke dalam tabel
Σ MD I RA Tinggi Lengkung (I-P1)
27 16
27,5 16,3
28 16,5
28,5 16,8
29 17
29,5 17,3
30 17,5
30,5 17,8
31 18
31,5 18,3
32 18,5
32,5 18,8
33 19
33,5 19,3
34 19,5
34,5 19,8
35 20
35,5 20,5
36 21
5. Jika hasilnya,
a. Nilai tabel – nilai ukuran sebenarnya = + (retroklinasi)
b. Nilai tabel – nilai ukuran sebenarnya = - (proklinasi)
c. Nilai tabel – nilai ukuran sebenarnya = 0 (normal)
E. Analisis Bolton
 Analisis Bolton digunakan untuk mengetahui abnormalitas ukuran gigi.
 Analisa ukuran gigi untuk menentukan oklusi yang ideal, membantu
mempertimbangkan overbite dan overjet yang ideal setelah perawatan.
 Bolton mengukur diskrepansi ukuran gigi dengan menjumlahkan lebar mesiodistal
gigi (MD)pada rahang atas dan rahang bawah.
 Dari hasil penelitiannya, rasio anterior yang ideal adalah 77,2% dan rasio
keseluruhan yang ideal adalah 91,3%

1. Rasio Anterior
Lebar mesiodistal enam gigi anterior pada kedua rahang diukur dan kemudian
dijumlahkan. Pengukuran dimulai dari kaninus kiri hingga kaninus kanan, sehingga
gigi yang diukur adalah gigi 13 sampai dengan gigi 23 pada rahang atas dan gigi 33
sampai dengan gigi 43 pada rahang bawah. Jumlah lebar mesiodistal gigi anterior pada
rahang bawah dibagi dengan jumlah lebar mesiodistal gigi anterior pada gigi rahang
atas dan dikali seratus. Angka yang dihasilkan merupakan persentase hubungan lebar
mesiodistal gigi rahang bawah dengan lebar mesiodistal pada rahang atas. Rasio
anterior dapat dirumuskan dengan: MD gigi 33-43 x 100%
MD gigi 13-23
 Nilai normal 77,2%
 Bila > 77,2% = kesalahan di RB (Jika Jika rasio anterior lebih besar dari 77,2%,
maka diskrepansi terjadi karena lebar gigi anterior rahang bawah berlebihan)
 Bila < 77,2% = kesalahan di RA (jika rasio anterior lebih kecil dari 77,2%, maka
diskrepansi yang terjadi disebabkan oleh lebar gigi anterior rahang atas yang
berlebihan)
2. Rasio keseluruhan
Lebar mesiodistal dua belas gigi pada kedua rahang diukur dan kemudian
dijumlahkan. Pengukuran dimulai dari molar pertama kiri hingga molar pertama
kanan, sehingga gigi yang diukur adalah gigi 16 sampai dengan gigi 26 pada rahang
atas dan gigi 36 sampai dengan gigi 46 pada rahang bawah. Kemudian, jumlah lebar
mesiodistal gigi pada rahang bawah dibagi dengan jumlah lebar mesiodistal gigi pada
rahang atas dan dikali seratus. Rasio keseluruhan dapat dirumuskan dengan :
MD 36-46 x 100%
MD 16-26
 Nilai normal 91,3%
 Bila > 91,3% = kesalahan di RB (jika rasio keseluruhan lebih besar dari 91,3%,
maka diskrepansi terjadi karena lebar gigi rahang bawah berlebihan)
 Bila < 91,3% = kesalahan di RA (jika rasio keseluruhan lebih kecil dari 91,3%,
maka diskrepansi yang terjadi disebabkan oleh lebar gigi rahang atas yang
berlebihan)
F. Metode Nance
 Analisis ruang mix dentition dengan foto tontgen
 Dasar : adanya hubungan antara jumlah mesiodistal gigi-gigi desidui dengan gigi
pengganti
 Untuk mengetahui lee way space (perbandingan lebar gigi c-m1-m2 dengan C-P1-P2
dari radiografi, untuk mengetahui apakah gigi tetap yang akan tumbuh cukup
tersedia/lebih/kurang ruang.
 Lee way space: selisih ruang antara ruang yang tersedia dan ruang yang digunakan.
 Required space (tempat yang dibutuhkan) : lebar gigi C-P1-P2 dari radiografi
 Available space (tempat yang tersedia) : lebar gigi c-m1-m2

1. Cara Mengukur Kebutuhan Ruang pada gigi permanen (Metode Nance) :

a. Cara mengukur tempat yang tersedia (available space ) :


Diskrepansi Rahang Atas = tempat yang tersedia – tempat yang dibutuhkan
1) Sediakan kawat dari tembaga (brass wire) untuk membuat lengkungan
berbentuk busur
2) Letakkan brasswire dimulai dari mesial M1 permanen kiri, menyusuri fisura
gigi posterior yang ada didepannya, kemudian melewati insisal incisive yang
letaknya benar / ideal (yang inklinasinya membentuk sudut 110° terhadap
bidang maksila), kemudian menyusuri fisura gigi posterior kanan dan
berakhir sampai mesial M1 permanen kanan (seperti terlihat pada gambar
dibawah).

3) Beri tanda pada brasswire menggunakan spidol sebagai tanda akhir


pengukuran.
4) Rentangkan kembali brasswire membentuk garis lurus kemudian ukur mulai
ujung kawat sampai pangkal (tanda yang sudah dibuat dengan spidol).
5) Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai available space (tempat yang
tersedia) untuk rahang atas
Diskrepansi Rahang Bawah :
Tahapan sama dengan cara mengukur tempat tersedia pada rahang atas, hanya
saja brasswire diletakkan pada oklusal gigi dimulai dari mesial M1 permanen kiri,
menyusuri cusp bukal gigi posterior yang ada didepannya, kemudian melewati
insisal incisive yg letaknya benar / ideal (yang inklinasinya 90° / tegak lurus
terhadap bidang mandibula), kemudian melewati cusp gigi potrerior kanan dan
berakhir sampai mesial M1 permanen kanan.

b. Cara mengukur tempat yang dibutuhkan (required space):


Rahang atas dan rahang bawah :
1) Sediakan jangka berujung runcing atau jangka sorong
2) Ukur lebar mesiodistal masing-masing gigi (yaitu lengkung terbesar gigi)
dimulai dari gigi yang terletak disebelah mesial M1 permanen kiri sampai
gigi yang terletak di mesial M1 permanen kanan.
3) Buatlah sebuah garis lurus pada kertas.
4) Hasil pengukuran lebar M-D tiap gigi dipindahkan pada garis yang telah
dibuat pada kertas tadi.
2. Cara Mengukur Kebutuhan Ruang pada gigi campuran:
a. Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Radiografi
Dalam analisis ruangan akan lebih mudah bagi kita untuk menganalisinya pada
foto periapikal daripada foto panoramik. Apabila gigi yang belum erupsi
mengalami rotasi, maka digunakan foto oklusal untuk mengukur lebar gigi
tersebut. Namun walaupun begitu, apapun jenis foto roentgen yang dipakai, kita
harus tetap ingat bahwa lebar mesiodistal gigi yang terlihat pada roentgen sudah
mengalami perbesaran. Untuk itu kita membutuhkan bantuan model studi untuk
mengatasinya. Kita dapat mengukur lebar gigi permanen yang belum erupsi
dengan menggunakan foto roentgen, dibantu dengan model studi. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat mengenai cara dan rumus pengukuran tersebut.
 Ukur lebar mesiodistal gigi susu pada roentgen (Y’) dan lebar gigi permanen
penggantinya juga pada roentgen (X’).
 Ukur lebar gigi susu langsung pada model studi (Y), maka lebar gigi
permanen penggantinya (X) akan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Sebagai salah satu contoh, ukuran lebar mesiodistal gigi molar kedua sulung
yang terlihat pada foto roentgen (Y’) = 10.5 mm. Ukuran mesiodistal gigi
premolar penggantinya yang terlihat pada foto roentgen (X’) = 7.4 mm.
Sedangkan ukuran gigi molar kedua sulung yang diukur langsung pada model
studi (Y) = 10.0 mm. Maka lebar gigi premolar kedua yang sebenarnya =
b. Cara mengukur tempat yang tersedia (available space ) :
Cara pengukuran tempat yang tersedia pada fase geligi campuran sama dengan
cara pengukuran tempat yang tersedia pada fase geligi permanen

c. Cara mengukur tempat yang dibutuhkan (required space):


 Sediakan jangka berujung runcing atau jangka sorong
 Ukur lebar mesiodistal gigi permanen yang telah erupsi sempurna pada
model studi dengan jangka sorong
 Ukur lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi atau erupsi sebagian
dengan menggunakan rumus perbandingan seperti di atas.
 Hitunglah total pengukuran lebar M-D tiap gigi permanen P2-P2 (baik yang
dihitung pada model studi maupun yang dihitung dengan rumus
perbandingan), catat hasil pengukuran yang didapat sebagai required space
(tempat yang dibutuhkan) untuk rahang atas dan rahang bawah.
G. Metode Moyers (Perkiraan Ukuran Gigi dengan Tabel Probabilitas (Moyers)
Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut :
1. Ukur Lebar M-D keempat gigi I permanen mandibula dan dijumlahkan.
2. Jika terdapat gigi I yang berjejal, tandai jarak antar I dalam lengkung gigi tiap kuadran
dimulai dari titik kontak gigi I sentral mandibula.
3. Ukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi I lateral permanen) ke tanda di
permukaan mesial dari gigi M1 permanen (space available untuk C,P1 dan P2 dalam
1 kuadran). Dapat dilakukan menggunakan kawat atau dengan kaliper.
4. Jumlah lebar M-D keempat gigi I mandibula dibandingkan dengan nilai pada tabel
proporsional dengan tingkat kepercayaan 75% untuk memprediksi lebar gigi C dan P
maksila dan mandibula yang akan erupsi pada satu kuadran. Bandingkan jumlah ruang
yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari tabel) pada kedua rahang. Jika
diperoleh nilai negatif, maka dapat disimpulkan adanya kekurangan ruang.

Cara mengukur tempat yang tersedia (available space ) :Ada 2 cara pengukuran:
1. Pengukuran dengan menggunakan brasswire (lihat metode Nance)
2. Pengukuran dengan cara segmental, yaitu sbb:
 Bagi lengkung rahang menjadi 4 segmen yaitu segmen I1-I2 kanan, segmen I1-
I2 kiri, segmen distal I2-mesial M1 kanan dan segmen distal I2-mesial M1 kiri.
 Hitung masing-masing segmen dengan menggunakan kawat atau kaliper.
 Jumlahkan hasil pengukuran lebar segmen I1-I2 kanan+lebar
 segmen I1-I2 kiri+ lebar segmen distal I2-mesial M1 kanan+ segmen distal I2-
mesial M1 kiri.
 Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai sebagai required space (tempat yang
dibutuhkan) untuk rahang atas dan rahang bawah.

Cara mengukur tempat yang dibutuhkan (required space):


1. Hitung lebar M-D keempat gigi I rahang bawah
2. Jumlah lebar M-D keempat I rahang bawah dibandingkan dengan nilai pada tabel
proporsional (tabel Moyers) untuk memprediksi lebar gigi C dan P rahang atas dan
rahang bawah yang akan erupsi pada satu kuadran.
3. Required space= jumlah lebar M-D keempat I +( 2 x (nilai pada tabel prediksi)).
RENCANA PERAWATAN DAN DESAIN

A. Penulisan Rencana Perawatan


1. Pencarian ruang dengan ekspansi lengkung rahang secara transversal
2. Koreksi (diastema/crossbite/…) gigi ….
3. Geser gigi X kearah mesial atau distal
4. Retraksi anterior
5. Retainer hawley

B. Desain Piranti
1. Cek region gigi! Regio 1 berada pada depan sisi kiri operator
2. Gambar desain : Spidol biru → piranti aktif / pasif
Spidol merah → basis akrilik / bite plane (diarsir)
Spidol hitam → gigi geligi
3. Pada keterangan piranti :
 Kelompokan piranti berdasarkan alat aktif, alat pasif, dan retentif
 Tulis keterangan lokasi piranti dan diameter wire

Contoh:
Alat aktif : Misal labial bow dengan U loop pada gigi 13 hingga 23 dengan diameter
klamer 0,7 mm
Alat Retentif : Adam pada gigi 16 dan 26
Basis akrilik di palatal hingga distal gigi M2

C. Macam-Macam Pencarian Ruang


1. Ekstraksi : kekurangan ruang > 4 mm atau > ½ MD gigi P
2. Non-ekstraksi : kekurangan ruang < 4 mm atau < ½ MD gigi P
a. Ekspansi
b. Protraksi gigi anterior
c. Distalisasi gigi molar
d. IPR (interproximal reduction) max 2,5 mm
PIRANTI ORTHODONTI

A. Alat Aktif
1. Labial Bow Aktif
 Menggunakan klamer dengan diameter 0,7 mm
 U-loop melewati 2/3 distal gigi
 Short labial bow dari C-C
 Long labial bow dari P-P → digunakan bila gigi C ingin di koreksi
 Bar labial bow diletakan pada 1/3 incisal untuk intrusi gigi
 Bar labial bow diletakan pada 1/3 servikal untuk ekstrusi gigi
 Kurangi bagian palatal/lingual plat akrilik saat aktivasi

2. Kantilever Tunggal / Finger Spring


 Menggunakan klamer dengan diameter 0,6 mm
 Lengan bebas dan koil berada pada sisi yang akan didorong.
 Diameter koil ± 3 mm

3. Kantilever Ganda / Z Spring


 Menggunakan klamer dengan diameter 0,6 mm
 Lengan bebas berada pada sisi yang akan didorong, misal mesiopalato-torso
berarti mesial akan didorong ke sisi labial dan lengan bebas ada di daerah mesial
gigi
 Diameter koil ± 3 mm
 Diletakan pada ½ servico incisal sisi palatal gigi

4. Expansion Screw
 Arah putaran ke anterior
 Aktivasi sebesar ¼ putaran / 90o atau 0,2 mm per minggu
 Diletakkan diantara gigi C dan P di palatal
 Jenis expansi:
a. Ekspansi Lateral Paralel Simetris

b. Ekspansi Lateral Paralel Asimetris (crossbite posterior 1 sisi)

c. Ekspansi Radial Simetris (ada V-bar di posterior)

d. Ekspansi Radial Asimetris

e. Ekspansi Antero-Posterior Ke Sagital (crossbite anterior 1 segmen)

f. Ekspansi Antero-Posterior Ke Distal


B. Alat Pasif
1. Labial Bow Pasif
 Menggunakan klamer dengan diameter 0,8 mm
 U-loop melewati 1/3 distal gigi,
 Bar labial bow diletakan pada ½ serviko insisal gigi
2. Bite Plane
 Desain bite plane diwarnai merah dan di arsir berlawanan agar terlihat seperti ada
penebalan pada area tersebut
 Jenis Bite plane:
a. Maxillary Flat Bite Plane : untuk mengoreksi deep overbite karena
intrusi gigi posterior
b. Maxillary Incline Bite Plane : untuk mengoreksi inklinasi karena
insisiv bawah retrusif
c. Mandibulary Inclined Bite Plane : mengoreksi crossbite anterior
d. Maxillary Sved Bite Plane : mengoreksi deep bite karena ekstrusi
gigi anterior RA
e. Maxillary Hollow Bite Plane : bagian palatal kosong, untuk mengoreksi
Insisiv RA retrusi disertai protusi Insisiv
RB (kelas 2 divisi 2)

f. Posterior bite plane : koreksi crossbite anterior / posterior


C. Alat Retentif
1. Adam Clasp
 Menggunakan klamer dengan diameter 0,8 mm
2. Basis Akrilik
 Dengan akrilik hingga batas gigi M2 diarsir dengan warna merah untuk posterior
dan anterior hingga ke ½ incisal gigi.
AKTIVASI ALAT ORTHODONTI

A. Labial Bow
 Aktivasi sebanyak 1 mm dengan menekan U-loop
 Gunakan tang pipih-bulat
 Dasar U-loop dipegang dengan tang
 Sempitkan lup dengan tang sebanyak 1 mm
 Lengan horisontal busur yang bergerak ke arah insisal diperbaiki ke posisi semula (1/2
serviko insisal gigi)
 Kurangi plat akrilik pada permukaan palatal gigi anterior sebanyak 1-2 mm

B. Labial Bow U-Loop Terbalik


C. Kantilever Tunggal / Finger Spring
 Aktivasi dilakukan dengan menarik lengan pegas ke arah pergerakan gigi atau
memencet koil sehingga lengan pegas bergerak ke arah yang diinginkan
 Pada kunjungan pertama aktivasi ringan saja, yaitu defleksi ± 2 mm
 Kunjungan berikutnya defleksi sebesar ± 3 mm
 Menggunakan tang pipih bulat (bagian pipih di dalam koil)

D. Kantilever Ganda / Z Spring


 Aktivasi Z spring dilakukan pada lengan pegas, mula-mula yang di dekat koil yang
jauh dari gigi, kemudian baru ujung lainnya yang mengenai gigi
 Gunakan tang pipih-bulat

E. Expansion Screw
 Aktivasi sebesar ¼ putaran / 90o ke anterior sehingga menghasilkan 0,2 mm per
minggu
F. IPR (interproximal reduction)/slashing/stripping
 Menggunakan interproximal enamel removal
 Kurangi sebanyak yg dibutuhkan
- Gigi posterior maksimal 1 mm tiap kontak -> 0.5 mm persisi proksimal per gigi
- Gigi insisif RB maksimal 0,75 mm tiap kontak -> 0.375 mm persisi proksimal per
gigi
 Finishing and polishing enamel
 Aplikasi TAF
LANDMARK SEFALOMETRI

A. Pada Jaringan Keras


1. Sella (S) : Pusat outline pituitary fossa (sella tursica)
2. Nasion (N) : Titik paling anterior perpotongan Os. Nasal dan Os. Frontal
3. Orbitale (O) : Titik pada inferior orbita ( foramen infraorbitalis)
4. Titik A : Titik terdalam kontur premaksila (antara ANS dan akar gigi I atas)
5. Titik B : Titik terdalam kontur mandibula (dekat akar I bawah)
6. Pogonion (Pog) : Titik paling anterior dari kontur dagu
7. Menton (Me) : Titik paling inferior dari dagu
8. Gnation (Gn) : Titik pada dagu, antara Pogonion dan menton
9. Gonion (Go) : Titik tengah kontur mandibula (antara ramus dan corpus)
10. Porion (Po) : Titik paling superior dari meatus akstikus ekternus
11. ANS : Ujung anterior dari nasal spine
12. PNS : Ujung posterior dari palatum durum
13. Basion : Titik paling inferior dan posterior dari os occipital, berhubungan
dengan margin anterior foramen magnum
14. Artikulare (Ar) : Pertemuan batas inferior basis cranii dan tepi posterior condyles
15. Ptm : Fissura yang berbentuk seperti tetesan air mata

B. Jaringan Lunak
1. Glabela (G) : Titik paling prominen di midsagittal plane pada dahi
2. Pronasal (Pr) : Titik paling prominen dari ujung hidung
3. Labrale superius (Ls) : Titik median dimargin teratasbibir atas
4. Labrate Inferius (Li) : Titik median dimargin terbaweah bibir bawah
5. Soft tissue pogonion (Pog) : Titik paling prominen pada kontur jaringan lunak dagu
ANALISIS SEFALOMETRI

A. Analisis Down Skeletal


Analisis Down Skeletal
NAPg 0o Profil Skeletal
(Lurus =N/Cekung <N/retrusive <N)
Sudut facial 87 ,8 o <82 =dagu retrognati / >95 o =dagu
Na-Pog terhadap FHP (derajat 82-95o prognati
retrusi /protusi dagu)
Y axis 59 ,4 o <53 horizontal = mandibula
S-Gn terhadap FHP (arah counterclockwise
pertumbuhan muka ke bawah >66 vertikal = mandibula clockwise
depan secara horizontal dan
vertical)
B. Analisis Down Dental

ANALISIS DOWN DENTAL


ANALISIS TUJUAN REFERENS NORMAL INTERPRETASI
PENGUKURAN I
Inklinasi dua 9,3 < 1,50 = LowAngle
bidang overlapping (1,50 - 14,3 > 140 = HighAngle
oklusal M1 dan P1. 0)

Sudut derajat inklinasi perpanjanga 135,4 0 < 1300 = Proklinasi


interinsisal dari gigi insisif n garis tepi (130 - 150) sudut interinsisisal
insisal dan >150,5 = Retroklinasi
apeks akar sudut interinsisal
gigi
insisif atas
dan bawah.
Inklinasi g relasi insisif perpanjanga +3,50 - > + 14,5 =Protrusi
igi insisif dengan permukaan n garis tepi 14,50 < + 3,5=Retrusi
RB ke fungsional bidang insisal-
bidang oklusal apeks akar
oklusal gigi insisif
sentral
bawah dan
bidang
oklusal.
Inklinasi perpotongan < - 8,50 = Retrusi
gigi insisif bidang 91,4 > + 7 0= Protrusi
RB ke mandibula (-8,50 – 7)
bidang dan
mandibula perpanjanga
n garis dari
tepi insisal-
apeks akar
gigi insisif
sentral
bawah
Sumbu gigi untuk mengukur 2,7 > + 5 mm = Protrusi
insisivus protrusi gigi (-1 – 5 ) < - 1 mm = Retrusi
RB ke maksila
bidang AP
C. Analisis Steiner Skeletal
ANALISIS Steiner Skeletal
SNA 82o  2 o Kedudukan maksila terhadap
Sudut antara bidang SN baisis kranii
dengan titik A Nomal/ protusi/ retrusi
SNB 80o  2 o Kedudukan mandibula
Sudut antara dua bidang terhadap baisis kranii
SN dengan titi B Nomal/ protusi/ retrusi
ANB 2o  2 o Kedudukan mandibula
Sudut antara garis A- terhadap maksila
Ndan N-B Normal / >N : ortognati
(II)/<N : prognati (III)
Bidang oklusal 14 o Bidang oklusal (M1-
I1)terhdap basis kranii (SN)
Bidang mandibula 32 o Bidang mandibula (Go-Gn)
terhadap basis kranii (SN)
D. Analisis Steiner Dental
Analisis Steiner Dental
I-SN 104o  6o Inklinasi Insisif atas terhadap
Sudut antara garis sumbu gigi basis kranii
I1 atas dengan bidang SN Normal / >N protusif /<N
retrusif
I-MxPI 109o  6 o Inklinasi insisif atas terhadap
Sudut antara garis sumbu gigi bidang maksila
I1 atas dengan bidang Normal / >N protusif /<N
maksila retrusif
I-N-A 22o Menentukan lokasi relative
Sudut I kegaris N-A 4 mm didepan N-A inklinasi aksial insisif atas
Jarak Ujung I kjegaris N-A : terhadap garis N-A
>22 />4 mm = gigi insisif
protusif (proporsi
<22/<4 mm = gigi insisif
retrusi (retroposisi)
I-N-B 25o Menentukan lokasi relative
Sudut I kegaris N-B 4 mm didepan N-B inklinasi aksial insisif bawah
Jarak Ujung I kjegaris N-B : terhadap garis N-B
>25 o />4 mm = gigi insisif
protusif (proporsi
<25 o /<4 mm = gigi insisif
retrusi (retroposisi)
Sudut Interinsisal 130 o Sudut antara garis inklinasi
insisif atas dan bawah
(menentukaln posisi relative
antara insisif )
>130 o =proklinasi / koreksi
inklinasi aksial
<130 o = retroklinasi /perlu
upgrigting
E. Analisis Tweed
ANALISIS TWEED
MMPA 27o  4 o Normal/>normal/<normal
Sudut antara bidang
mandibula dengan
bidang maksila
IMPA 90o  5 o Inklininasi bawah terhadap bidang
Sudut antara garis sumbu mandibula
gigi I1 bawah dengan Normal =N/ protusiv >N/ retrusive <N
bidang mandibula
FMPA 25o  3 o Pertumbuhan 1/3 muka bawah arah
Sudut antara bidang FHP posterior -inferior
dengan bidang
mandibula
FMIA 65o  2 o Inklinasi Insisif bawah terhadap basis
Sudut antara garis sumbu kranii
gigi I1 bawah dengan (normal/>N retrusive/ <Nprotusif
bidang FHP
KIE

A. KIE Retainer
 Dipakai selama 6 bulan, 3 bulan pertama 24 jam yang 3 bulan kedua 8 jam ,
 dilepas ketika makan, dicuci mengguanakan air mengalir, dan disikat dengan sikat
gigi hangat tanpa detergen
 disimpan pada kedap udara dan kering
 ingatakan apabila tidak dipakai akan relaps

B. KIE Bite Plane


 penggunaan maksimal 2 minggu

Anda mungkin juga menyukai