Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315712719

Gangguan Berbicara

Working Paper · November 2014


DOI: 10.13140/RG.2.2.30820.17285

CITATIONS READS

0 5,475

1 author:

Handoko Handoko
Universitas Andalas
19 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Using Blended Learning to Improve Students Competence in Essay Writing View project

Speech Disorder View project

All content following this page was uploaded by Handoko Handoko on 31 March 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Gangguan Berbicara

Handoko, S.S, M.Hum


Universitas Dharma Andalas

Bahasa sebagai instrument komunikasi berperan dalam menyampaikan pesan dari


penutur kepada pendengar. Kompetensi kebahasaan yang berada pada tataran mental
kemudian diartikulasikan melalui organ bicara. Proses artikulasi bahasa melibatkan
sistem yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai organ pada tubuh manusia.
Gangguan atau kerusakan pada organ bicara dapat menyebabkan terganggunya
komunikasi normal. Dalam makalah ini, akan dipaparkan beberapa gangguan bicara
yang umum ditemukan, penyebabnya, dan perawatannya.

Proses Produksi Bunyi

Sebelum memaparkan lebih jauh tentang gangguan bicara, perlu sedikit disinggung
mengenai proses produksi bunyi. Bunyi dihasilkan dari udara pada-paru yang
dilewatkan melalui Trachea dan melewati pita suara pada tenggorokan. Jika otot pita
suara tidak digerakkan, maka udara yang melewatinya langsung menuju pharynx dan
keluar menuju mulut. Namun jika otot pita suara digerakkan, maka udara akan
dihambat dan menghasilkan bunyi bersuara atau bunyi tak bersuara. Udara dari
tenggorokan kemudian dapat dilewatkan melalui hidung (nasal) atau mulut (oral).
Organ bicara yang berfungsi sebagai pembenghasil bunyi disebut dengan artikulator.
Udara yang melewati mulut kemudian dihambat oleh artikulator atau dilangsung
keluar dari mulut. Variasi bunyi yang dihasilkan dari variasi organ-organ bicara yang
terlibat dalam produksi bunyi, yang meliputi tempat artikulasi (place of articulation),
titik artikulasi (point of articulation), dan cara artikulasi (manners of articulation).
Gangguan Berbicara dan Penyebabnya

Gangguan berbicara mempengaruhi bagaiman seseorang berbicara. Orang yang


mengalami gangguan berbicara sebenarnya tahu apa yang akan disampaikannya,
namun meraka mengalami kesulitan dalam meproduksi bunyi yang mengakibatkan
komunikasinya terganggu. Dalam studi tentang gangguan bahasa dan bicara (Speech
Language Pathology), secara umum gangguan berbicara meliputi, gangguan
kefasihan, gangguan artikulasi, dan gangguan suara.

1. Gangguan Kefasihan

Penderita yang mengalami gangguan kefasihan berbicara (fluency disorder) biasanya


mengalami kegagapan, pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang bunyi,
silaba, atau kata tertentu. Gangguan kefasihan umum terjadi pada anak-anak,
misalnya menambahkan bunyi ‘oh’, mengganti kalimat (seperti ‘mama pergi – mama
ke pasar’), mengulangi frasa (seperti ‘aku mau, aku mau, aku mau pulang’, atau
mengulangi bunyi (seperti ‘a-a-a- aku mau permen). Seiring bertambahnya usia dan
pengetahuannya tentang bahasa, gangguan kefasihan tersebut bisa hilang. Namun
demikian, gangguan tersebut bisa saja bertahan hingga dewasa yang dapat
menghambatnya dalam interaksi sosial.

Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan
usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang
yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namuin
mereka tidak mampu mengendalikannya ujarannya. Selain gangguan komunikasi,
orang yang mengalami kegagapan juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti
minder dan enggan bergaul.

Belum ada yang tahu penyebab yang pasti mengapa seseorang mengalami kegagapan.
Namun, para ilmuan menemukan bahwa 50% penderita gagap memiliki riwayat
anggota keluarga yang mengalami kegagapan. Hal ini menunjukan bahwa gagap
merupakan gangguan yang dibawa secara genetis. Para peneliti tersebut juga
menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita gagap dari pada perempuan. (22)

Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa gangguan psikogenik seperti
berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah.

2. Gangguan Artikulasi

Artikulasi bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan palatal.
Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan,
kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain yang mengakibatkan
rusaknya organ bicara. Orang yang mengalai gangguan artikulasi biasanya
bermasalah dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru. Perubahan
bunyi b menjadi w, seperti pada pelafalan ’wambut’ untuk kata ‘rambut’, penghilangan
bunyi, seperti pada pelafalan ‘and’ untuk kata ‘hand’, salah pengucapan, seperti pada
pelafalan ‘tsutsu’ untuk kata ‘susu’. Beberapa kesalahan artikulasi juga dipengaruhi
oleh faktor bahasa ibu dan dialek daerah.

Gangguan artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun seiring


perkembangannya, jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal tersebut sudah
dapat dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit. Walaupun gangguan artikulasi
pada anak-anak tidak menghambatnya dalam berkomunikasi, namun pada usia
sekolah biasanya mereka menjadi bahan tertewaan teman-temannya.

Selain faktor rusaknya organ wicara, faktor neurologis juga dapat mengakibatkan
gangguan artikulasi. Dysarthria adalah gangguan motorik yang diakibatkan oleh lesi
pada otak di daerah yang bertanggung jawab untuk perencanaan, eksekusi, dan
pengendalian gerakan otot yang dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria umumnya
ditemukan pada orang yang pernah mengalaim stroke, tumor, dan penyakit
degenerative seperti Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya
mengalami serak atau parau, bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita
biasanya berbicara pelan, tidak jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi
konsonan. Indikasi lain Dysarthria biasanya penderita berbicara melalui hidung dan
seperti bergumam. Namun demikian, gejalana tergantung pada lokasi dan kadar
kerusakan sistem saraf.

Ganguan saraf lain yang dapat menimbulkan ganguan bicara adalah Apraxia atau
dikenal dengan motorik-fonetik (Jack dan Robin……), yaitu gangguan yang
diakibatkan oleh kerusakan bagian otak yang berhubungan dengan proses bicara yang
mengakibatkan ketidakmampuan menerjemahkan bentuk gramatikal kedalam
susunan fonetik yang benar.Penderita biasanya mengalami kesulitan, susunan fonetis,
irama dan waktu, atau berbicara sesuatu yang berbeda dari yang dimaksudkannya.

Apraxia pada anak-anak (Developmental Apraxia of Speech), ditandai dengan


keterlambatan bicara. Anak-anak yang mengalami gangguan ini tidak melewati
tahap babbling. Seiring bertambahnya usia, pada saat dewasa mereka mengalami
kesulitan dalam mengucapkan frasa yang atau kalimat yang panjang. Anak yang
mengalami masalah dengan kemampuan otaknya dalam pengolahan dan
penyampaian sinyal yang dibutuhkan untuk berbicara. Diantara faktor yang
menyebabkan keterlambatan bicara pada anak antara laian, gangguan pedengaran,
gangguan pada otot bicara, keterbatasan kemampuan kognitif, mengalamai gangguan
pervasive, dan kurangnya komunikasi dan interaksi dengan orang tua dan
lingkungannya. (Sastra, 2011)

Apraxia pada orang dewasa (Acquire Apraxia) agak berbeda dengan Apraxia pada
anak-anak karena mereka telah memiliki bahasa. Gangguan pada orang dewasa
biasanya ditandai dengan ketidakmampuannya dalam menyusun kata atau silaba
dengan benar. Mereka biasanya sadar akan kesalahannya dan berusaha mengulangi
tuturannya dengan benar, seperti pada contoh berikut ini

O-o-on . . . on . . . on our cavation, cavation, cacation . . oh darn . . . vavation, oh,


you know, to Ca-ca-caciporenia . . . no, Lacifacnia, vafacnia to Lacifacnion.... On our
vacation to Vacafornia, no darn it . . . to Ca-caliborneo . . . (Lanier,
Apraxia pada orang dewasa dapat disebabkan oleh stroke, tumor, atau penyakit lain
yang dapat mempengaruhi otak.

3. Gangguan Suara

Ganguan suara meliputi gangguan nada, gangguan kualitas bunyi, dan gangguan
kenyaringan. Gangguan suara biasanya dapat berupa kemonotanan nada, parau,
serak, bunyi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, atau kualitas bunyi nasal
seseorang. Gangguan suara dapat diakibatkan oleh, kecelakaan, kerusakan atau
penyakit pada tenggorokan. Kerusakan atau penyakit pada tenggorokan dapat
menyebabkan pita suara tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan gangguan
suara.

Spasmodic dysphonia merupakan gangguan suara disebabkan oleh kejangnya pita


suara. Hal tersebut menggangu aliran udara pada pita suara sehingga menghasilakn
buny tersendat, gemetar, suara merintih. Kejang pada pita suara juga dapat
menyebabkan Aphonia (hilangnya suara), puberphonia (rentang suara yang sangat
tinggi) dan dysphonia (penurunan kualitas suara).

Penanganan Gangguan Bicara

Penanganan gangguan bicara diawali dengan identifikasi pasein (Sastra, 2011) seperti,
riwayat kesehatan, kemampuan berbicara, kemampuan mendengar, kemapuan
kognitif, dan kemampuan berkomunikasi. Kemudian penanganan dilanjutkan dengan
diagnosis gangguan yang dialami pasien. Setelah hasil diagnosis didapat, barulah
diterapkan terapi yang tepat untuk pasien.

1. Terapi Bicara

Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin. Setelah pasien
mengetahui gangguan yang dideritanya, terapis kemudian mengajarkan kemampuan
berbicara dengan menggunakan metode yang sesuai dengan usia pasien. Terapi bicara
anak-anak biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka, bermain peran,
memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa biasanya menggunakan
metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktek. Terapi artikulasi pada orang
dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat memproduksi bunyi dengan
tepat. Terapi ini biasanya meliputi bagaimana menempatkan posisi lidah dengan
tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi bunyi dengan
tepat. Untuk gangguan suara, terapi berfokus pada bagaimana menghasilkan bunyi
yang baik dan memperbaikan tingkah laku yang mengakibatkan gangguan vokal

2. Terapi Oral Motorik

Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan proses bicara, seperti minum
melalui sedotan, menium balon, atau meniu terompet. Latihan ini bertujuan untuk
melatih dan memperkuat otot yang digunakan untuk berbicara.

3. Terapi Berbasis Komputer

Seiring perkembangan teknologi, para ahli patologi bahasa dan bicara


mengembangkan berbagai piranti lunak yang dapat membantu dalam proses terapi
gangguan bicara, diantaranya:

TinyEYE merupakan piranti lunak yang memungkinkan terapi bicara dapat


dilakukan dari jarak jauh. Metode yang digunakan pada piranti ini sama dengan
metode yang dipakai pada terapi tatap muka.

Fast ForWord merupakan piranti lunak yang dirancang berdasarkan masalah pada
proses pendengaran. Piranti ini menggunakan permainan yang dirancang untuk
memperlambat tempo suara sehingga memungkinkan pengguna untuk membedakan
bunyi.

TWIST (Technology with Innovative Speech Therapy) merupakan piranti lunak yang
dikembangkan untuk terapi berbicara bagi penderita stroke, penderita geger otak,
penderita penyakit degeneratif saraf, dan anak-anak yang mengalami gangguan
berbicara.

4. Terapi Intonasi Melodi

Terapi intonasi melodi dapat diterapkan pada penderita stroke yang mengalami
gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang digunakan biasanya yang bertempo
lambat, bersifat lrik, dan mempunyai tekana yang berbeda. (Sastra, 2011).
Selain mengembangkan berbagai metode dan instrumen terapi berbicara, para ahli
juga mengembangkan komunikasi alternatif bagi para penderita gangguan berbicara
agar dapat berkomunikasi, seperti bahasa isyarat, bahasa tubuh, papan komunikasi,
atau yang lebih canggih seperti piranti elektronik yang dapat memproduksi suara.

Gannguan berbicara patut menjadi perhatian serius karena menyangkut aspek yang
sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu komunikasi. Gangguan berbicara
yang meliputi gangguan kefasihan, gangguan artikulasi, dan gangguan suara
walaupun tidak mengancam kehidupan, namun dapat mempengaruhi kepercayaan
diri dan kualitas kehidupan. Berbagai penyebab baik faktor genetis maupun faktor
non genetis, seperti cacat lahir, kecelakaan, kanker, stroke, geger otak, dan faktor
sosial dapat menyebabkan gangguan bicara. Dengan adanya terapi bicara dengan
berbagai metode terapi banyak orang yang telah terbantu untuk dapt menjalankan
kehidupan dengan kepercayaan diri dan memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.

Rujukan:
Lanier, Wendy. 2010. Speech Disorder. Gale: Detroit
Ackermann, Hermann, Ingo Hertrich, dan Wolfram Ziegler. 2010. “Dysarthria”
dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico,
Nicole Müller, dan Martin J. Ball, 362-390. Blackwell: United Kingdom.
Jacks, Adam dan Donald A. Robin. 2010. “Apraxia of Speech” dalam The Handbook
of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico, Nicole Müller, dan
Martin J. Ball, 391-409. Blackwell: United Kingdom.
Tetnowski, John A. dan Kathy Scaler Scott. 2010. “Fluency and Fluency
Disorders” dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack
S. Damico, Nicole Müller, dan Martin J. Ball, 431-454. Blackwell: United
Kingdom.
Morris, Richard dan Archie Bernard Harmon. 2010. “Describing Voice
Disorders” dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack
S. Damico, Nicole Müller, dan Martin J. Ball, 454-473. Blackwell: United
Kingdom.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai