Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH KELUMPUHAN ALAT ARTIKULASI

PADA PENDERITA BINDENG (RHINOLALIA)


Pendahuluan
Sering kita jumpai orang yang memiliki suara sengau atau bindeng di lingkungan kita.
Jika kita mendengar orang tersebut berbicara, kita akan merasa geli atau merasa berbeda dengan
suara orang orang secara umum. Perbedaan suara sengau dengan suara orang normal membuat
pemilik suara sengau atau bindeng tersebut merasa minder atau tidak percaya diri terhadap hasil
ujarannya dalam berkomunikasi dengan teman atau orang di lingkungannya. Hal tersebut
membuat pemilik suara sengau atau bindeng merasa terasing dan mencoba untuk tidak bersuara
karena malu ditertawakan teman-temannya.
Suara sengau terjadi ketika suara yang dihasilkan seseorang menjadi terlalu tinggi atau
terlalu rendah sehingga tidak jelas dalam pengucapan kata atau kalimaatnya dan menyebabkan
ujaran yang dihasilkan penderita bindeng menjadi tidak dapat difahami dan proses komunikasi
akan terganggu.
Dalam pandangan ilmu kesehatan dan ilmu kebahasaan, orang yang memilki suara
sengau dianggap sebagai orang yang yang memiliki gangguan dalam proses berbahasa karena
orang yang memilki suara sengau atau bindeng tidak mampu berbicara atau berbahasa dengan
normal seperti kebanyakan orang dalam berbahasa.
Ilmu kesehatan menyatakan bahwa orang yang memilki suara sengau atau bindeng ada
yang sementara (jangka pendek) dan ada yang permanen (jangka panjang). Bindeng dalam yang
sementara dipengaruhi karena adanya virus atau infeksi pada daerah rongga mulut sampai
hidung. Bindeng sementara terjadi pada orang yang sebelumnya bersuara normal tetapi paada
saat tertentu dan penyebab tertentu menjadi bersuara sengau atau bindeng. Bindeng permanen
atau jangka penjang terjadi pada orang yang dari kecil sudah bersuara sengau dan terjadi
permasalahan dalam alat artikulasi orang tersebut. Hal itu dipengaruhi keadaan atau kondisi alat
artikulasi, khususnya rongga mulut dan hidung yang dimiliki oleh seseorang.
Jika alat artikulasi seseorang berjalan dengan normal, suara yang dihasilkan pun akan
normal dan jelas semantik dan sintaksisnya. Jika alat artikulasi seseorang terganggu, suara yang
dihasilkan pun akan terganggu dan mengalami beberapa gangguan dalam pelafalan semantik dan
sintaksisnya.
Sebagaimana kita ketahui dari penjelasan di atas, suara bindeng yang terjadi pada orang
normal sering dipengaruhi karena pilek atau infeksi. Bindeng yang dialami sejak lahir akan
menimbulkan beberapa pertanyaan apa penyebab suara bindeng itu terjadi pada seseorang sejak
lahir.
Dalam hal ini, akan dianalisis bagaimana gangguan artikulasi dapat berpengaruh pada
penderita suara bindeng (rhinolalia) dan bagaimana cara mengatasi agar penderita dapat sembuh
sehingga memilki suara yang normal kembali dan ujarannya dapat difahami dari segi semantik
dan sintaksisnya.
Suara Sengau atau Bindeng
Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau/bindeng) yang
nyata atau mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat didengar
serta terus menerus memperdengarkan suara serak.

Menurut dr Irwan Kristyono SpTHT-KL, bindeng (rhinolalia) adalah keluarnya suara


yang tak seperti biasa. Gejala tersebut biasanya muncul saat seseorang menderita flu berat. Pria,
wanita, anak-anak, dan orang dewasa bisa mengalaminya. Suara sengau terjadi Karena
banyaknya sekret yang menutupi hidung, sinus paranasal jadi tak berfungsi optimal,
padahal salah satu fungsi sinus paranasal di hidung adalah menggemakan suara.
Warna suara tak hanya dibentuk dari pita suara. Rongga di wajah, terutama di bagian
mulut dan hidung, juga berpengaruh. Jika ada hal yang membuat rongga di hidung dan mulut
buntu, suara yang keluar akan sengau.
Ada dua jenis bindeng, yaitu aperta dan oklusa. Sengau oklusa terjadi akibat sumbatan
benda cair atau padat. Sumbatan benda cair, antara lain, terjadi ketika kita pilek berat. Sumbatan
benda padat bisa berupa tumor, polip, atau benda asing yang sengaja atau tidak sengaja masuk ke
hidung.
Bindeng aperta terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan
mulut. Kelumpuhan anatomis itu tidak disebabkan trauma, tetapi yang paling sering terjadi
karena stroke atau kelupuhan pada organ tertentu.
Stroke tidak hanya memengaruhi saraf di kepala. Saraf yang memelihara otot di langitlangit juga ikut lumpuh. Akibatnya, pengucapan huruf seperti "ng" atau huruf lain yang
menggunakan otot di langit-langit menjadi tidak normal.
Bindeng aperta juga terjadi bila ada kerusakan struktur anatomi. Misalnya, penyakit
ozaena (rhinitis chronic atrophy). Penyakit itu jarang terjadi, tapi sangat bahaya. Sebab, penyakit
tersebut menggerogoti struktur dalam hidung. Akibatnya, tulang rawan hidung berlubang dan
rusak berat. Hal itu juga membuat suara menjadi bindeng.
Bindeng menurut Prof. Dr. Hartono Abdurrahman, Kepala Sub-Bagian Laring THT
RSCM, pada umumnya hanya terjadi karena pembengkakan atau lumpuh sebelah pada salah satu
pita suara, yang disebabkan oleh kelebihan kelenjar tiroid. Sehingga, sebagian serabut romawi X
yang berfungsi sebagai saraf motorik pada pita suara ikut lumpuh. Penderita biasanya sulit
menyebut beberapa huruf secara jelas. Nada suara itu hanya keluar lewat hidung dengan bunyi
suara bersengau. Huruf T dan D bisa diucapkan menjadi N. Contohnya, tetapi menjadi nenapi.
Distorsi ini terjadi karena sistem resonansi berupa dinding faring yang seharusnya mampu
menutup aliran udara ke hidung tidak berfungsi secara normal. Gangguan ini bisa berakibat
macam-macam bagi setiap orang.
Kelumpuhan Alat Artikulasi
Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem
pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam
batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung, pengaturan laring,
alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk
pengeluaran suara.
Dalam proses berbahasa, peran alat artikulasi sangat penting. Alat artikulasi berperan
dalam pengucapan dan pengaturan mengujarkan sesuatu sehingga semantik dan sintaksis dari
ujaran yang dihasilkan dapat diterima dengan jelas.
Apabila salah satu bagian dari alat artikulasi terganggu, dapat dipastikan suara atau ujaran
yang dihasilkan menjadi tidak jelas dalam segi semantik dan sintaksisnya. Alat artikulasi
terganggu karena beberapa faktor, diantaranya kinerja salah satu bagian artikulasi yang tidak
maksimal, adanya kerusakan pada salah satu bagian alat artikulasi dan terganggunya alat
artikulasi karena penyakit tertentu, contoh strouke yang dapat melumpuhkan ronggoa mulut
bagian atas dalam pengujaran.

Salah satu faktor gangguan alat artikulasi adalah gangguan akibat faktor resonansi,
gangguan akibat faktor resonansi menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi tersengau. Pada
orang sumbing, misalnya, suaranya manjadi tersengau (bindeng) karena rongga mulut dan
rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek dilangit-langit keras
(palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
Hal itu dapat terjadi pada seseorang yang memiliki gangguan pada rongga mulut dengan
rongga hidung yang tida dapat bekerja secara maksimal sehingga sara yang seharusnya normal
menjadi sengau atau bindeng.
Gangguan Alat Artikulasi Pada Penderita Bindeng (Rhinolalia)
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam proses menghasilkan ujaran atau
dalam proses berbahasa, alat artikulasi memilki peran yang penting dalam menghasilkan sebuah
ujaran. Alat artikulasi berperan dalam proses artikulasi dalam proses penciptaan sebuah ujaran
sebagai alat untuk mempermudah dalam menghasilkan ujaran dan mempermudah menghasilkan
ujaran yang jelas baik secara semantikk maupun sintaksis.
Alat artikulasi tersebut mempengaruhi pada pelafalan pada proses penciptaan sebuah
ujaran. Jika alat artikulasi bekerja dengan baik, ujaran yang dihasilkan pun akan jelas dan dapat
dimengerti dari semntik dan sintaksisnya. Begitu sebaliknya, jika alat artikulasi mengalami
gangguan, ujaran yang dihasilkan pun akan menjadi tidak jelas dan tidak memiliki semantik dan
sintaksis yang jelas pula.
Banyak sekali gangguan berbahasa yang dijumpai karena gangguan pada alat artikulasi
manusia, baik karena tidak maksimalnya kinerja salah satu bagian alat artikulasi atau karena
adanya sesuatu yang menghalagi kinerja alat artikulasi, baik tumor, kanker atau kelenjar-kelenja
tertentu yang mengganggu kinerja alat artikulasi.
Gangguan pada alat artikulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
gangguan akibat faktor resonansi, gangguan akibat faktor resonansi menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi tersengau. Pada orang sumbing, misalnya, suaranya manjadi tersengau
(bindeng) karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui
defek dilangit-langit keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
Diantara gangguan berbahasa yang disebabkan adanya gangguan pada alat artikulasi adalah
bindeng.
Bindeng terjadi saat adanya gangguan alat artikulasi pada proses pengujaran. Bindeng
terjadi karena gangguan alat artikulasi antara rongga mulut atas dengan rongga hidung.
Gangguan tersebut dapat disebabkan adanya infeksi atau adanya penyumbatan pada rongga
hidung berupa kelenjar cair atau padat.
Sumbatan benda cair, antara lain, terjadi ketika kita pilek berat. Sumbatan benda padat
bisa berupa tumor, polip, atau benda asing yang sengaja atau tidak sengaja masuk ke hidung.
Selain adanya penyumbatan pada rongga hidung, bindeng juga dapat disebabkan kondisi
kelumpuhan pada rongga mulut atau rongga hidung. Salah satu penyebabnya adalah efek dari
strouke atau pembawaan dari kecil sehingga bindeng yang terjadi pada penderita karena
kelumpuhan pada rongga mulut atau rongga hidung tersebut menjadi lama untuk normal
kembali, bahkan tidak dapat disembuhkan karena alat artikulasinya lumpuh.
Penanganan Pada Penderita Bindeng (Rhinolalia)
Bermacammacam penanganan pada penderita bindeng. Bila bindeng masih tergolong
ringan, penanganannya cukup diterapi lewat latihan pernapasan dan latihan vokal. Latihan

pernapasan itu berupa menahan napas selama satu menit sebanyak 18 sampai 20 kali. Juga
latihan memperkuat kontraksi katup suara. Latihan ini berupa menarik dan menahan napas
selama 40 detik. Cara ini dipakai untuk melatih aliran buka-tutup udara menuju paru-paru. Bila
pasien mampu melewati fase itu, berikutnya adalah latihan fonetis. Latihan ini bertahap, dari
pengucapan huruf A, I, O, E, U, meningkat ke suku kata, lalu kalimat.
Menurut dr Irwan Kristyono SpTHT-KL, penanganan bindeng bergantung penyebabnya.
Untuk bindeng oklusa, penyebab bindeng disembuhkan lebih dulu. Jika pilek sembuh, dengan
sendirinya suara kembali normal. Tapi, bila penyebabnya polip, harus dioperasi. Jika disebabkan
kanker nasofaring atau hidung, bindeng ditangani sesuai stadium. Dapat berupa operasi
pengambilan tumor jika masih stadium awal. Jika sudah stadium lanjut, bisa dilakukan
radioterapi dan kemoterapi.
Hal serupa terjadi pada bindeng aperta. Bila penyebabnya infeksi, infeksi disembuhkan
lebih dulu. Kemudia, pasien dapat menjalani operasi rekonstruksi untuk mengganti tulang rawan
yang berlubang dan rusak.
Hal yang sama dilakukan bila penyebab bindeng adalah stroke. Penyakit tersebut harus
disembuhkan lebih dahulu. Kemudian, pasien dapat menjalani serangkaian terapi, terutama
speech therapy. 'Khusus stroke, speech therapy biasanya dilakukan oleh spesialis rehabilitasi
medis. Ada pula speech therapy yang ditujukan khusus untuk pasien penyakit infeksi hidung
dan langit-langit.
Simpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bindeng (rhinolalia) terjadi saat ujaran yang dihasilkan oleh seseorang tidakseperti biasa.
Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau/bindeng) yang nyata atau
mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat didengar serta terus
menerus memperdengarkan suara serak.
Bindeng (rhinolalia) terjadi karena adanya gangguan dari alat artikulasi, khususnya pada rongga
mulut dan rongga hidung.
Kelumpuhan pada pada rongga mulut dan rongga hidung dapat menyebabkan bindeng dalam
jangka waktu yang lama dan mungin sulit disembuhkan.
Penanganan pada penderita bindeng (rhinolalia) bergantung pada penyebab terjadinya bindeng
yang dialami oleh penderita.

Daftar Pustaka
Firdaus, winci.
2008. http://mylilcantika.multiply.com/journal/item/1/Artikel_ku_yang_sudah_di_muat_di_medi
a_cetak
Chaer, abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Rineka Cipta : Jakarta.
Dumasar. 2008. http://thtkomunitas.org/index.php?option=com_content&task= view&id=98&I
temid=64.
Helvidha,yulestri. 2010. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache: 5U07INEj
SrwJ : yulestri-helvidah.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai