Salah satu faktor gangguan alat artikulasi adalah gangguan akibat faktor resonansi,
gangguan akibat faktor resonansi menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi tersengau. Pada
orang sumbing, misalnya, suaranya manjadi tersengau (bindeng) karena rongga mulut dan
rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek dilangit-langit keras
(palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
Hal itu dapat terjadi pada seseorang yang memiliki gangguan pada rongga mulut dengan
rongga hidung yang tida dapat bekerja secara maksimal sehingga sara yang seharusnya normal
menjadi sengau atau bindeng.
Gangguan Alat Artikulasi Pada Penderita Bindeng (Rhinolalia)
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam proses menghasilkan ujaran atau
dalam proses berbahasa, alat artikulasi memilki peran yang penting dalam menghasilkan sebuah
ujaran. Alat artikulasi berperan dalam proses artikulasi dalam proses penciptaan sebuah ujaran
sebagai alat untuk mempermudah dalam menghasilkan ujaran dan mempermudah menghasilkan
ujaran yang jelas baik secara semantikk maupun sintaksis.
Alat artikulasi tersebut mempengaruhi pada pelafalan pada proses penciptaan sebuah
ujaran. Jika alat artikulasi bekerja dengan baik, ujaran yang dihasilkan pun akan jelas dan dapat
dimengerti dari semntik dan sintaksisnya. Begitu sebaliknya, jika alat artikulasi mengalami
gangguan, ujaran yang dihasilkan pun akan menjadi tidak jelas dan tidak memiliki semantik dan
sintaksis yang jelas pula.
Banyak sekali gangguan berbahasa yang dijumpai karena gangguan pada alat artikulasi
manusia, baik karena tidak maksimalnya kinerja salah satu bagian alat artikulasi atau karena
adanya sesuatu yang menghalagi kinerja alat artikulasi, baik tumor, kanker atau kelenjar-kelenja
tertentu yang mengganggu kinerja alat artikulasi.
Gangguan pada alat artikulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
gangguan akibat faktor resonansi, gangguan akibat faktor resonansi menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi tersengau. Pada orang sumbing, misalnya, suaranya manjadi tersengau
(bindeng) karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui
defek dilangit-langit keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
Diantara gangguan berbahasa yang disebabkan adanya gangguan pada alat artikulasi adalah
bindeng.
Bindeng terjadi saat adanya gangguan alat artikulasi pada proses pengujaran. Bindeng
terjadi karena gangguan alat artikulasi antara rongga mulut atas dengan rongga hidung.
Gangguan tersebut dapat disebabkan adanya infeksi atau adanya penyumbatan pada rongga
hidung berupa kelenjar cair atau padat.
Sumbatan benda cair, antara lain, terjadi ketika kita pilek berat. Sumbatan benda padat
bisa berupa tumor, polip, atau benda asing yang sengaja atau tidak sengaja masuk ke hidung.
Selain adanya penyumbatan pada rongga hidung, bindeng juga dapat disebabkan kondisi
kelumpuhan pada rongga mulut atau rongga hidung. Salah satu penyebabnya adalah efek dari
strouke atau pembawaan dari kecil sehingga bindeng yang terjadi pada penderita karena
kelumpuhan pada rongga mulut atau rongga hidung tersebut menjadi lama untuk normal
kembali, bahkan tidak dapat disembuhkan karena alat artikulasinya lumpuh.
Penanganan Pada Penderita Bindeng (Rhinolalia)
Bermacammacam penanganan pada penderita bindeng. Bila bindeng masih tergolong
ringan, penanganannya cukup diterapi lewat latihan pernapasan dan latihan vokal. Latihan
pernapasan itu berupa menahan napas selama satu menit sebanyak 18 sampai 20 kali. Juga
latihan memperkuat kontraksi katup suara. Latihan ini berupa menarik dan menahan napas
selama 40 detik. Cara ini dipakai untuk melatih aliran buka-tutup udara menuju paru-paru. Bila
pasien mampu melewati fase itu, berikutnya adalah latihan fonetis. Latihan ini bertahap, dari
pengucapan huruf A, I, O, E, U, meningkat ke suku kata, lalu kalimat.
Menurut dr Irwan Kristyono SpTHT-KL, penanganan bindeng bergantung penyebabnya.
Untuk bindeng oklusa, penyebab bindeng disembuhkan lebih dulu. Jika pilek sembuh, dengan
sendirinya suara kembali normal. Tapi, bila penyebabnya polip, harus dioperasi. Jika disebabkan
kanker nasofaring atau hidung, bindeng ditangani sesuai stadium. Dapat berupa operasi
pengambilan tumor jika masih stadium awal. Jika sudah stadium lanjut, bisa dilakukan
radioterapi dan kemoterapi.
Hal serupa terjadi pada bindeng aperta. Bila penyebabnya infeksi, infeksi disembuhkan
lebih dulu. Kemudia, pasien dapat menjalani operasi rekonstruksi untuk mengganti tulang rawan
yang berlubang dan rusak.
Hal yang sama dilakukan bila penyebab bindeng adalah stroke. Penyakit tersebut harus
disembuhkan lebih dahulu. Kemudian, pasien dapat menjalani serangkaian terapi, terutama
speech therapy. 'Khusus stroke, speech therapy biasanya dilakukan oleh spesialis rehabilitasi
medis. Ada pula speech therapy yang ditujukan khusus untuk pasien penyakit infeksi hidung
dan langit-langit.
Simpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bindeng (rhinolalia) terjadi saat ujaran yang dihasilkan oleh seseorang tidakseperti biasa.
Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau/bindeng) yang nyata atau
mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat didengar serta terus
menerus memperdengarkan suara serak.
Bindeng (rhinolalia) terjadi karena adanya gangguan dari alat artikulasi, khususnya pada rongga
mulut dan rongga hidung.
Kelumpuhan pada pada rongga mulut dan rongga hidung dapat menyebabkan bindeng dalam
jangka waktu yang lama dan mungin sulit disembuhkan.
Penanganan pada penderita bindeng (rhinolalia) bergantung pada penyebab terjadinya bindeng
yang dialami oleh penderita.
Daftar Pustaka
Firdaus, winci.
2008. http://mylilcantika.multiply.com/journal/item/1/Artikel_ku_yang_sudah_di_muat_di_medi
a_cetak
Chaer, abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Rineka Cipta : Jakarta.
Dumasar. 2008. http://thtkomunitas.org/index.php?option=com_content&task= view&id=98&I
temid=64.
Helvidha,yulestri. 2010. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache: 5U07INEj
SrwJ : yulestri-helvidah.blogspot.com