Anda di halaman 1dari 4

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepa-titis virus adalah sama dengan wanita tidak
hamil pada umuryang sama.Kelainan hepar yang mempunyai hubungan langsung denganperistiwa
kehamilan, ialah :Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy).Recurrent intra-
hepatic cholestasis of pregnancy. (2)Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak
berhubunganlangsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlu-kan penanganan
khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin.
Hepar dalam Kehamilan
Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an.Hal ini bertentangan dengan
penelitian pada binatang yangmenunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila
kehamilan sudah mencapai trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena
hepar tertutup olehpembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III hepar
dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang sangat bermakna.
Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan adalah tidak khas.Pengaliran
darah ke dalam hepar tidak mengalami perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat
menyolok pada sistem kardio vaskuler. (2)Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip
adanyapenyakit-penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan palmarerythema, yang wajar pada
kehamilan, akibat meningkatnyakadar estrogen. Semua protein serum yang disintese dalam hepar
akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serummenurun sekitar 20%
pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok, sedang fibrinogen justru
mengalami kenaikan.
Pengaruh Hepatitis Virus Pada Kehamilandan Janin
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya
akan sama dengan gejalahepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang
timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun
penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat
dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic
necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan
dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai
kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute
hepatic necrosisTampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan
sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah
pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis
virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap
berat ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan
antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis
virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam
proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan
aktivitasfibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular
Coagulation). Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam
meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-
gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan
dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virusini pada
janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
– Melewati placenta
– Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
– Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
– Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero
dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak
dilaporkan dapat menembusplacenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis
dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau
pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada
periode neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-
perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis. Perubahan-
perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak
janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus
kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat
terjadi secarahematogen.Angkakejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya,
tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka
tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III. Meskipun pada
Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus padawaktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada
bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung
virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas,
akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil
yanghanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan,bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengangejala yang jelas,
48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier
Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virusB antigenemia. Meskipun
hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan
bahwa kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitisvirus B. Adanya
icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat
adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami
hemolitik jaundice. (3).Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka
gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum
dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan
kongenitalpada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus,
tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin.
Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin
dengan kehamilan berikutnya.]
Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum
menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan
karbohydrat.Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila
terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko
untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir
hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase
serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita hepatitis virus A
hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyatatidak
efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal
mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan
berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan
syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali
normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukanpemeriksaan laboratorium
dalam waktu dua bulan, empat bu-lan dan enam bulan kemudian.

Referensi : https://creasoft.wordpress.com/2008/04/26/hepatitis-pada-kehamilan/

Hepatitis B pada Kehamilan

Hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia serta melibatkan 4- 20% penduduk. Salah
satu cara penyebaran infeksi hepatitis B adalah transmisi langsung dari ibu ke janin saat kehamilan,
sehingga pemeriksaan HbsAg wajib dilakukan bagi semua ibu hamil dan apabila positif harus dilanjutkan
ke pemeriksaan berikutnya yaitu HbeAg, anti HBC, SGOT dan SGPT untuk mengetahui virulensi serta stadium
klinis ibu apakah terinfeksi akut atau tidak. Prevalensi ibu hamil dengan HbsAg positif berkisar 2.1- 5.2% dan
sekitar 50% nya didapatkan HbeAg positif yang menunjukkan virus masih bereplikasi secara aktif. Bayi yang
lahir dengan ibu HbeAg positif, 90% akan berkembang menjadi hepatitis B kronik setelah infeksi akut, yang
berbeda dengan orang dewasa dimana hanya 5% yang berkembang menjadi kronik. Risiko penularan virus dari
ibu ke bayi juga berkaitan dengan tingkat replikasi virus hepatitis B (VHB), dimana pada ibu dengan kadar
DNA-VHB tinggi, risiko penularannya juga meningkat mencapai 85-90%.

Bagaimana tata laksana ibu hamil dengan HbsAg positif?

Pada wanita hamil trimester pertama dengan HbsAg positif, maka perlu dievaluasi riwayat infeksi
hepatitis B sebelum hamil. Apabila sudah terjadi infeksi sebelum hamil, maka pengobatan anti-virus dapat
dimulai pada trimester ketiga kehamilan untuk mencegah penularan ke bayi, namun pemberiannya dapat
dipertimbangkan sesegera mungkin apabila sudah terjadi gangguan hati yang serius. Jika pasien tidak memiliki
riwayat infeksi sebelumnya, maka pemberian anti virus dapat dipertimbangkan dan harus dikonsultasikan dahulu
oleh dokter.

Bagaimana apabila wanita dengan hepatitis B yang sedang mengkonsumsi antivirus kemudian terjadi
kehamilan yang tak terduga?

Keputusan untuk tetap melanjutkan, menghentikan, atau merubah terapi menjadi masalah yang
kompleks. Jika kehamilan diketahui pada trimester awal tanpa disertai dengan masalah hati yang serius, maka
menghentikan terapi dengan pengawasan yang tepat mungkin menjadi pilihan. Apabila kehamilan diketahui
pada trimester kedua taua ketiga dan memiliki kadar virus yang tinggi (dinilai dari DNA-VHB), maka sebaiknya
terapi tetap dilanjutkan karena dengan menghentikan terapi justru mengakibatkan peingkatan replikasi virus.

Terapi anti-virus apa yang digunakan untuk ibu hamil?

Pada ibu hamil, anti virus yang dianjurkan adalah Tenofovir dan Telbifudin, karena hanya kedua obat
tersebut yang memiliki profil keamanan kelas B menurut Food and Drug Administration (pengalaman
pemakaian pada ibu hamil masih terbatas namun tidak terbukti memberikan pengaruh buruk untuk janin).
Penetrasi tenofovir melalui ASI juga rendahsehingga tidak berpotensi mengakibatkan toksisitas pada janin.
Antivirus oral lainnya memiliki tingkat keamanan C yang bisa mengganggu pertumbuhan janin sehingga
penggunaannya dikontra indikasikan bagi ibu hamil.

Bagaimana pencegahan penularan virus dari ibu ke bayi?

Pencegahan yang terpenting adalah dengan pemberian vaksinasi hepatitis B sedini mungkin dalam 24
jam setelah persalinan. Vaksin telah terbukti efektif mencegah penularan virus pada 80-95% kasus. Profilaksis
imunoglobulin dan vaksin vaksin hepatitis B dianjurkan bagi ibu dengan HbeAg positif, namun harganya relatif
mahal.

Referensi : http://drhardiantoong.com/articles/article_detail/61/hepatitis-b-pada-kehamilan

Anda mungkin juga menyukai