Anda di halaman 1dari 17

d.

Hadist tentang bidadari surga

Bidadari-Bidadari Surga Menurut Hadits Rasulullah SAW dan Al-Quranul Karim

Harumnya Bidadari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga
datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi
dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih
baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*_* Kecantikan Fisik


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah
dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah
dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing
orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari
balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)
Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak
dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang
sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.
Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang
sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

*_* Sopan dan Pemalu


Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga
tempat di Al-Qur’an, yaitu:
“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga
yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang
kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs.
Ash-Shaffat: 48)
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya
umurnya.”
Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami
mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain

*_* Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman:
58)
al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah
bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.
Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.”
(Qs. Ar-Rahman: 72)
Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang
lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.
Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena
bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya,
karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia
ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang
shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak
pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik
daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang
sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,
“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah,
manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada
bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak
tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah
meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih,
pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya
terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan
tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha
dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan
kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

e. Hadist tentang suami/isteri di surga

Imam Turmudzi mengkisahkan hadits , dari Muadz bin Jabal ra. Ia berkata,”Janganlah wanita di
dunia menyakiti suaminya karena bidadari di akhirat akan berkata,”Jangan sakiti dia, semoga
Allah memusuhimu. Saat ini dia berada di sisimu, namun, sebentar lagi ia akan
meninggalkanmu untuk bertemu dengan kami.’ (HR Turmudzi dan Ibnu Majah) Syaikh Albani
nyatakan bahwa hadis ini shahih.

Isteri yang beriman dari seorang suami yang beriman di dunia adalah kelak menjadi isterinya
juga di akhirat beserta isteri isterinya yang lain dari para bidadari.

“Yaitu Surga Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek
moyangnya, pasangan pasangannya, dan anak cucunya…” (QS Ar Rad : 23)

“Mereka dan pasangan dan pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas
dipan dipan” (QS Yasin : 56)

“ Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan” (QS Az Zukhruf
70).

Jika sang isteri saat di dunia adalah seorang beriman dan salehah, dialah yang akan menjadi
isterinya juga saat di surga. Ini adalah salah satu nikmat dan anugerah yang Allah berikan
kepada pasangan suami isteri. Selain itu, ia juga akan mendapatkan anugerah tambahan isteri
yang berupa para bidadari yang akan diberikan oleh Allah kepadanya ketika di Surga,
sebagaimana telah dinyatakan dalam Al Quran dan hadis hadis Rasulullah SAW.

Sedangkan, bagi seorang wanita beriman kalau bersuamikan seorang beriman dan saleh, dialah
pasangan sang suami dalam iman sehingga persatuan mereka di dunia akan membawanya
kepada persatuan mereka di Surga Allah yang kekal.

Selamat kepada wanita yang dapat bersama suaminya yang mukmin dan saleh, serta bisa
mengikutinya dalam iman, taat, serta amal saleh. Allah –lah Yang Mahatahu apa yang telah
dijanjikanNya kepada mereka dan menyiapkan fasilitasnya, sebagai imbalan dengan apa yang
telah mereka lakukan.

f. Hadist tentang kamar-kamar di surga

Hadits Tirmidzi 2450

Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar, luarnya terlihat dari dalam & dalamnya terlihat dari
luar. Seorang badui menghampiri beliau, ia bertanya: Itu untuk siapa, wahai Rasulullah?
Beliau menjawab: Bagi yg membiasakan ucapannya baik, memberi makan, puasa secara
kontinyu, shalat malam untuk Allah saat orang-orang tidur. Berkata Abu Isa: Hadits ini gharib.
Sebagian ahlul ilmi membicarakan Abdurrahman bin Ishaq dari sisi hafalannya, ia orang Kufah,
sementara Abdurrahman bin Ishaq Al Qurasy, orang Madinah, lebih kuat hafalannya dari dia.
[HR. Tirmidzi No.2450].

Hadits Tirmidzi 2451

Sesungguhnya di surga ada dua taman, wadah-wadahnya & segala isinya terbuat dari perak, dua
taman lain wadah-wadahnya & segala isinya terbuat dari emas, tak ada yg menghalangi kaum
untuk melihat Rabb mereka kecuali selendang kesombongan yg ada di wajahNya di surga 'Aden.
Dengan sanad ini dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
Sesungguhnya di surga ada kemah dari mutiara-luasnya enampuluh mil, disetiap sisinya ada
penghuninya, mereka tak melihat yg lain, mereka dikelilingi orang mu`min. Berkata Abu Isa:
Hadits ini hasan shahih.
Abu 'Imran Al Jauni namanya 'Abdul Malik bin Hubaib & Abu Bakar bin Abu Musa. Ahmad
bin Hambal berkata:
Namanya tak dikenal & Abu Musa Al Asy'ari namanya Abdullah bin Qais sementara Abu Malik
Al Asy'ari namanya Sa'ad bin Thariq bin Asyam. [HR. Tirmidzi No.2451].

g. Hadist tentang taman di surga

Taman Surga' adalah majlis-majlis dzikir (majlis yang digunakan untuk mendalami agama
Allah)

Telah menceritakan kepada kami Abdus Shomad telah menceritakan kepada kami Muhammad
telah bercerita kepadaku bapakku dari Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Jika kalian melewati taman-taman Surga, nikmatilah”,
para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud taman-taman Surga?”, Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Yaitu majlis-majlis dzikir (majlis yang digunakan
untuk mendalami agama Allah).” [HR. Ahmad]

h. Hadist tentang pohon di surga


Surga merupakan tempat impian yang senantiasa diinginkan oleh semua orang. Tempat yang
dilimpahi dengan kenikmatan dari Allah SWT ini kelak akan dihuni oleh hamba-hamba-Nya
yang beriman dan bertakwa serta senantiasa mengerjakan amal shaleh selama hidup di dunia.

Ada begitu banyak hal yang Allah jabarkan mengenai gambaran surga di akhirat kelak dalam
Al-Qur’an. Selain kenikmatan tiada tara yang akan diperoleh penghuninya, Allah juga
menjelaskan bahwa di surga kelak ada aneka tumbuhan yang salah satunya adalah pohon tuba.

Pohon tuba merupakan salah satu bentuk kekuasaan Allah SWT yang ditunjukkan kepada
hamba-Nya yang menjadi penghuni surga kelak. Lantas bagaimanakah sebenarnya rupa dan
penjelasan dari pohon tuba yang terdapat di surga ini? Berikut informasi selengkapnya.

Pohon tuba merupakan pohon yang sangat besar dan luas. Bahkan dikatakan dalam sebuah
riwayat bahwa untuk melewatinya dari sisi kiri dan sisi kanan, seseorang membutuhkan waktu
100 tahun perjalanan dengan menggunakan kendaraan kuda yang super cepat. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW, beliau bersabda:

"Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pohon. Jika orang yang berjalan dengan mengendarai
kuda yang berlari cepat selama 100 tahun, dan tidak akan putus naungannya (ketika
mengelilinginya). " (HR Bukhari dan Muslim)

Tidak hanya terbentang luas, pohon tuba juga memiliki air yang tercurah serta buah yang
banyak. Hal tersebut dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

"Dan naungan (pohon) yang terbentang luas. Dan air yang tercurah. Dan buah yang banyak.
Yang tidak berhenti (buahnya) serta tidak terlarang mengambilnya." (QS. al-Waaqi'ah: 30-33).

Menurut Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata :


“Naungan yang panjang di surga itu hanya sebatang pohon. Panjang naungannya membutuhkan
waktu perjalanan seratus tahun bagi pengendara yang paling cepat. Naungannya meliputi semua
arah. Semua penghuni surga berdatangan menuju pohon tersebut (untuk bernaung). Mereka
bercakap-cakap di bawah naungannya. Sebagian dari mereka ada yang menginginkan permainan
seperti yang ada di dunia. Kemudian Allah Subhanahu Wata’ala. mengirimkan semilir angin
dari surga. Pohon itu pun bergerak dengan segala bentuk mainan yang ada di dunia. (HR. Ibnu
Abi Hatim dalam Tafsirnya).

Tidak hanya memberikan naungan kepada para penghuni surga, ternyata pohon tuba ini juga
dapat mengeluarkan pakaian-pakaian bagi para penghuni surga. Hal tersebut sesuai dengan
hadist Rasulullah SAW:

Dari Abu Sa’id Al-Khudzri Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda:
"TUBA, adalah sebuah pohon disyurga yang besarnya sepanjang perjalanan seratus tahun.
Pakaian pakaian ahli syurga keluar dari tangkai-tangkainya". [HR.Ibnu Jarir, Ibnu Hibban,
Ahmad, di shahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, dihasankan oleh Al-Albani (As-Shahihah:
1985)].
i. Hadist tentang buah di surga

Allah Ta’ala menjelaskan dalam ayat-ayat al-Qur-an berbagai macam buah-buahan yang lezat
sebagai makanan bagi penduduk Surga. Allah Ta’ala berfirman:

ِ ُ‫ َكأ َ ْمثَا ِل اللُّؤْ لُ ِؤ ْال َم ْكن‬.‫ين‬


} َ‫ َجزَ ا ًء ِب َما كَانُوا يَ ْع َملُون‬.‫ون‬ َ ‫ َولَحْ ِم‬. َ‫{وفَا ِك َه ٍة ِم َّما َيت َ َخي َُّرون‬
ٌ ‫طي ٍْر ِم َّما يَ ْشت َ ُهونَز َو ُح‬
ٌ ‫ور ِع‬ َ

“Dan (di dalam Surga terdapat) buah-buahan dari apa yang mereka pilih. Dan daging burung
dari apa yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata
jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka
kerjakan (di dunia)” (QS al-Waaqi’ah: 20-24).

ِ ‫{ ِفي ِه َما ِم ْن ُك ِل فَا ِك َه ٍة زَ ْو َج‬


}‫ان‬

“Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan”
(QS ar-Rahmaan: 52).

ٌ ‫{فِي ِه َما فَا ِك َهةٌ َون َْخ ٌل َو ُر َّم‬


}‫ان‬

“Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima” (QS ar-
Rahmaan: 68).

Semua itu Allah Ta’ala jadikan mudah untuk mereka jangkau dan nikmati. Allah Ta’ala
berfirman:

}‫طوفُ َها تَذْ ِليال‬ ْ َ‫{ودَا ِن َيةً َعلَ ْي ِه ْم ِظاللُ َها َوذ ُ ِلل‬
ُ ُ‫ت ق‬ َ

“Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan untuk
dipetik dengan semudah-mudahnya” (QS al-Insaan: 14).

Dan kenikmatan ini kekal abadi serta tiada habisnya. Allah Ta’ala berfirman:

ُ ‫يرةٍ ال َم ْق‬
}ٍ‫طو َع ٍة َوال َم ْمنُو َعة‬ َ ِ‫{وفَا ِك َه ٍة َكث‬
َ

“Dan (di dalam Surga terdapat) buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan
tidak terlarang mengambilnya” (QS al-Waaqi’ah: 32-33).

j. Hadist tentang pasar pasar di surga


Dalil mengenai adanya pasar di surga

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

“Sungguh di surga ada pasar yang didatangi penghuni surga setiap Jumat. Bertiuplah angin
dari utara mengenai wajah dan pakaian mereka hingga mereka semakin indah dan tampan.
Mereka pulang ke istri-istri mereka dalam keadaan telah bertambah indah dan tampan.
Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, engkau semakin bertambah indah dan tampan.’ Mereka
pun berkata, ‘Kalian pun semakin bertambah indah dan cantik’” (HR. Muslim no. 7324)

Keadaan di pasar surga

Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah, pasar disurga adalah tempat
berkumpul penduduk surga. Beliau berkata,

“yang dimaksud dengan pasar adalah tempat berkumpulnya manusia sebagaimana manusia di
dunia berkumpul di pasar. Maksud dari ‘mereka mendatangi setiap hari Jumat’ adalah
sebagaimana perkiraan lama waktu tiap jumat yaitu sepekan. Bukanlah makna ‘sepekan’ yang
sebenarnya karena tidak ada matahari, siang dan malam (di surga).”[1]

Dan salah satu kenikmatan manusia adalah berjumpa dengan saudara dan teman-teman akrab
mereka, saling menyapa, menanyakan keadaan, saling bercanda ringan, saling curhat. Ini
menimbulkan kebahagiaan dan kenikmatan, apalagi sudah lama sekali tidak bertemu. Maka di
surga juga disediakan kenikmatan seperti ini. Maka di surga juga disediakan sarana untuk
menikmati hal ini. Dijelaskan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

“Pasar di surga adalah tempar bertemunya kaum muslimin satu sama lain supaya bertambah
kenikmatan. Merasakan kelezatan saling berbincang-bincang. Dan saling mengenang apa yang
terjadi di dunia dan membicarakan apa yang mereka dapatkan di akhirat. Mereka bertemu setiap
Jumat sebagaimana pada hadits, agar mereka bisa saling berjumpa satu sama lain.”[2]

Demikianlah ahli surga, sebagaimana jika kita bertemu dengan kawan lama dan berkumpul
(reuni) maka sangat terasa nikmat dan bahgia jika kita mengnang masa-masa lalu yang indah,
misalnya masa-masa ketika merintis dakwah, masa-masa ketika belajar bersama dan menjalani
kehidupan bersama.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada jual-beli di surga. Yang ada hanya barang
dagangan yang bisa diambil semaunya. Ini juga merupakan kenikmatan walaupun sebenarnya
mereka bisa meminta apa yang mereka inginkan di sruga. Karena ada orang yang hobinya
belanja, maka kenikmatan itu juga ada di surga. Allah Ta’ala berfirman,
“dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang)
mata dan kamu kekal di dalamnya” (QS. Az-Zukhruf: 71)

dan Allah Ta’ala berfirman,

“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada
tambahannya” (QS. Qaaf: 35)

k. Hadist tentang fisik penduduk surga dan umurnya

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Diantara kenikmatan yang Allah berikan bagi penduduk surga, Allah memberikan kepada
mereka fisik yang jauh lebih sempurna dibandingkan fisiknya ketika di dunia. Kita akan
sebutkan beberapa ciri fisik penduduk surga yang dinyatakan dalam hadis shahih,

[1] Tinggi penduduk surga 60 dzira’ (hasta).

Penduduk surga tingginya sama dengan tinggi nabi Adam – alaihis salam – ketika diciptakan,
yaitu 60 dzira’.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Allah menciptakan Adam dengan rupa seperti dia. Panjangnya 60 dzira’… semua orang yang
masuk surga seperti bentuk fisik Adam. (HR. Bukhari 6227 & Muslim 2834)

Dzira’ adalah satuan ukuran panjang. 1 dzira’ sekitar 64 cm sebagaimana dinyatakan dalam al-
Mu’jam al-Wasith (1/311).

[2] Fisiknya tidak berbulu

[3] Usia mereka antara 30an tahun

Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Ketika penduduk surga masuk surga, mereka dalam kondisi jurdan, murdan dan bercelak. Usia
mereka 30 atau 33 tahun. (HR. Turmudzi 2545 dan dishahihkan al-Albani).
Kata Jurdan [‫ ] ُج ْردًا‬merupakan bentuk jamak dari ajrad [‫ ]أَجْ َرد‬yang artinya orang yang fisiknya
tidak berbulu. (al-Qamus, hlm. 347)

Sementara Murdan [‫ ] ُم ْردًا‬dari kata amrad [‫]أ َ ْم َرد‬, yang artinya pemuda yang baru tumbuh
kumisnya dan belum tumbuh jenggotnya. (al-Qamus, hlm. 407)

[4] Tampan mereka seperti Yusuf – alaihis salam –

[5] Hati mereka seperti Ayub – alaihis salam –

Dua sifat ini disebutkan dalam 2 hadis:

Pertama, hadis riwayat Ibnu Abid Dunya dalam kitab sifat ahlli jannah (no. 210), dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Para penduduk surga ketika masuk surga, tingginya seperti Adam, 60 dzira, tampan seperti
Yusuf, di usia seperti Isa sekitar 33 tahun, memiliki lisan seperti Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, badan tidak berbulu, berpenampilan muda, dan bercelak.

Hanya saja sanad hadis ini dhaif, karena Harun bin Riab – tsiqah, ahli ibadah – diperselisihkan
apakah mendengar dari Anas bin Malik ataukah tidak. (Jami’ at-Tahshil, hlm. 292).

Kedua, hadis dari Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

Mereka dibangkitkan di usia antara bayi dan manusia tua di hari kiamat, sama dengan bentuk
Adam, berhati Ayub, dan setampan Yuuf. Masih muda dan bercelak.

Dalam as-Silsilah as-Shahihah (no. 2512) dinyatakan bahwa hadis ini memiliki banyak jalur dan
semuanya dhaif. Namun jika dikumpulkan bisa saling menguatkan sehingga derajatnya hasan.
Karena itu, dalam at-Targhib wa Tarhib, hadis ini dihasankan al-Mundziri.

[6] Lelaki diberi kemampuan bisa berhubungan badan 100 kali dalam sehari

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata: diantara para sahabat ada yang bertanya:
‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan bertemu dengan istri kami kelak di surga?’. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab,

“Seorang lelaki dalam sehari mampu berhubungan baddan dengan 100 bidadari” (HR. al-
Bazzar dalam Musnad-nya 3525, Abu Nu’aim dalam Shifatul Jannah 169, Ath Thabrani dalam
As Shaghir, 2/12)
Demikianlah salah satu kesibukan penduduk surga. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah
Ta’ala,

“Sungguh para penduduk surga itu dalam kesibukan yang menyenangkan” (QS. Yasin: 55)

Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Musayyib, Ikrimah, Al Hasan Al Bashri, Qatadah, Al
A’masy, Sulaiman At Taimi, Al Auza’i semuanya menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini
adalah mereka sibuk menggauli para perawan. (Tafsir Ibni Katsir, 6/582)

l. Hadist tentang selera makan dan gairah seksual di surga


Allah ta’ala telah menjanjikan kenikmatan surga bagi siapa saja yang beriman kepada-Nya. Salah
satu kenikmatan surga itu adalah diberikannya seseorang dengan pasangan dari eks-istrinya di
dunia (yang masuk surga bersamanya)[1] dan juga dari kalangan bidadari-bidadari surga. Allah
ta’ala berfirman :

‫اف َعلَ ْي ِه ْم‬


ُ ‫ط‬ َ ‫س ُر ٍر ُمت َ َقا ِبلِينَ * ُي‬
ُ ‫ت النَّ ِع ِيم * َعلَى‬ِ ‫صينَ * أُو َلئِكَ لَ ُه ْم ِر ْز ٌق َم ْعلُو ٌم * َف َوا ِكهُ َو ُه ْم ُم ْك َر ُمونَ * ِفي َجنَّا‬ ِ ‫َّللاِ ْال ُم ْخ َل‬
َّ َ‫ِإال ِع َباد‬
‫ْض‬ ٌ ‫ين * َكأَنَّ ُه َّن بَي‬
ٌ ‫ف ِع‬ ِ ‫ط ْر‬ َّ ‫اص َراتُ ال‬
ِ َ‫اربِينَ * ال فِي َها غ َْو ٌل َوال ُه ْم َع ْن َها يُ ْنزَ فُونَ * َو ِع ْندَ ُه ْم ق‬ِ ‫ش‬ َّ ‫ضا َء لَذَّةٍ ِلل‬
َ ‫ين * َب ْي‬ ٍ ‫بِكَأ ْ ٍس ِم ْن َم ِع‬
ٌ ُ‫َم ْكن‬
‫ون‬

“Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang
tertentu, Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah
orang-orang yang dimuliakan. di dalam surga-surga yang penuh nikmat, di atas takhta-takhta
kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai
yang mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak
ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya. Di sisi mereka ada bidadari-
bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur
(burung unta) yang tersimpan dengan baik” [QS. Ash-Shaaffat : 40-49].

‫س قَ ْبلَ ُه ْم َوال َجان‬ ْ ‫ان * لَ ْم َي‬


ٌ ‫ط ِمثْ ُه َّن ِإ ْن‬ ِ ِ ‫وراتٌ ِفي ْال ِخ َي ِام * فَ ِبأَي‬
ِ ‫آالء َر ِب ُك َما ت ُ َك ِذ َب‬ َ ‫ص‬ُ ‫ور َم ْق‬
ٌ ‫ُح‬

“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan?. Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum
mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin” [QS. Ar-
Rahmaan : 72-74].

‫ين‬ ٍ ‫َكذَلِكَ َوزَ َّوجْ نَا ُه ْم ِب ُح‬


ٍ ‫ور ِع‬

“Demikianlah. Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari” [QS. Ad-Dukhaan ; 54].

Kenikmatan surga adalah spesifik. Satu kenikmatan yang tidak pernah ada di dunia dan tak pernah
terlintas di benak. Ketika Allah ta’ala memberikan ahli surga karunia berupa istri-istri yang cantik
jelita; maka Allah pun memberikan karunia berupa kemampuan seksual bagi mereka dalam
berjima’ yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun penduduk dunia. Anda ingin mengetahuinya
?. Simak beberapa riwayat berikut ini :

،‫اء‬
ِ ‫س‬َ ِ‫طى ْال ُمؤْ ِمنُ فِي ْال َجنَّ ِة قُ َّوة َ َكذَا َو َكذَا ِمنَ الن‬
َ ‫ " يُ ْع‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ أَن َر‬،‫ َع ْن أَن ٍَس‬،َ ‫ َع ْن قَت َادَة‬، ُ‫َحدَّثَنَا ِع ْم َران‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬
" ‫طى قُ َّوة َ ِمائ َ ٍة‬
َ ‫ يُ ْع‬:َ‫ َقال‬، َ‫يق ذَاك‬
ُ ‫ َوي ُِط‬،ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو َل‬
ُ ‫ َيا َر‬:َ‫قِيل‬

Telah menceritakan kepada kami ‘Imraan, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin akan diberikan kemampuan di surga
begini dan begitu untuk berjimak dengan wanita. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, ia mampu
berbuat hal tersebut ?”. Beliau bersabda : “Ia diberikan kekuatan (berjimak) setara dengan 100
orang (laki-laki)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayaalisiy no. 2124 dan darinya At-Tirmidziy no.
2536, ia berkata : “Hadits shahih ghariib”. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan
At-Tirmidziy 3/10].

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ُ ‫ قَا َل ِلي َر‬:ُ‫س ِم ْعتُ زَ ْيدَ بْنَ أ َ ْرقَ َم يَقُول‬ َ :َ‫ قَال‬،ِ ‫ع ْقبَةَ ْال ُم َح ِل ِمي‬
ُ ‫ َع ْن ث ُ َما َمةَ ب ِْن‬،‫ش‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا ْاْل َ ْع َم‬،‫َحدَّثَنَا َو ِكي ٌع‬
‫ فَإ ِ َّن الَّذِي‬:‫ فَقَا َل َر ُج ٌل ِمنَ اليهود‬،ِ‫ َو ْال ِج َماع‬،ِ‫ش ْه َوة‬ َّ ‫ َوال‬،‫ب‬
ِ ‫ش ْر‬ ُّ ‫ َوال‬،‫طى قُ َّوة َ ِمئ َ ِة َر ُج ٍل فِي ْاْل َ ْك ِل‬َ ‫الر ُج َل ِم ْن أ َ ْه ِل ْال َجنَّ ِة يُ ْع‬َّ ‫ " إِ َّن‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
ْ‫طنُهُ قَد‬ ْ َ‫ فَإِذَا ب‬،ِ‫يض ِم ْن ِج ْل ِده‬
ُ ‫ َحا َجةُ أَ َح ِد ِه ْم َع َر ٌق يَ ِف‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ فَقَا َل لَهُ َر‬:َ‫ قَال‬،ُ‫يَأ ْ ُك ُل َويَ ْش َربُ ت َ ُكونُ لَهُ ْال َحا َجة‬
" ‫ض ُم َر‬
َ

Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari
Tsumaamah bin ‘Uqbah Al-Muhallimiy, ia berkata : Aku mendengar Zaid bin Arqam berkata :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku : “Sesungguhnya laki-laki
penduduk surga diberikan kekuatan 100 orang laki-laki dalam hal makan, minum, syahwat, dan
jima’”. Seorang laki-laki Yahudi berkata : “Sesungguhnya orang yang makan dan minum tentu
akan buang hajat”. Zaid berkata : Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya : “Hajat seseorang di antara mereka (penduduk surga) adalah keringat yang keluar dari
kulitnya[2]. Apabila telah keluar, perutnya akan kembali mengecil” [Diriwayatkan oleh Ahmad
4/371; dishahihkan oleh Al-Arna’uth dkk. dalam takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad 32/65 no.
19314].

‫ َع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن‬، َ‫ َع ْن ِهش َِام ب ِْن َحسَّان‬،َ‫ َع ْن زَ ائِدَة‬،‫ي‬ ُّ ‫س ْينُ ْبنُ َع ِلي ٍ ْال ُج ْع ِف‬
َ ‫ نا ُح‬:َ‫ قَال‬،ٍ‫ش َجاع‬ ُ ُ‫ نا أَبُو َه َّم ٍام ْال َو ِليد ُ ْبن‬:َ‫ قَال‬،ُ ‫َحدَّثَنا أَحْ َمد‬
‫ضي‬ َّ ‫ " ِإ َّن‬،ِ‫ ِإي َوا َّلذِي نَ ْفسِي ِب َي ِده‬:َ‫سائِنا فِي ْال َج َّن ِة؟ َف َقال‬
ِ ‫الر ُج َل َليُ ْف‬ َ ِ‫ضي ِإلَى ن‬ ِ ‫ نُ ْف‬،ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َيا َر‬:‫ قُ ْلنا‬:َ‫ قَال‬،َ ‫ َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة‬، َ‫يرين‬
َّ ‫سو َل‬ ِ ‫ِس‬
" ‫عذْ َرا َء‬ ِ ‫ِفي ْالغَدَا ِة ْال َو‬
َ ‫احدَ ِة ِإلَى ِمائ َ ِة‬

Telah menceritakan kepada kami Ahmad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu
Hammaam Al-Waliid bin Syujaa’, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Husain bin
‘Aliy Al-Ju’fiy, dari Zaaidah, dari Hisyaam bin Hassaan, dari Muhammad bin Siiriin, dari Abu
Hurairah, ia berkata : Kami berkata : “Wahai Rasulullah, apakah kami akan menggauli istri-istri
kami di surga ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya seorang laki-
laki (kelak di surga) akan (mampu) menjimai 100 wanita perawan dalam satu waktu pagi”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 718; sanadnya shahih[3]].

Allah ta’ala berfirman :


ُ ‫اب ْال َجنَّ ِة ْال َي ْو َم فِي‬
َ‫شغُ ٍل فَا ِك ُهون‬ ْ َ‫ِإ َّن أ‬
َ ‫ص َح‬

“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ [QS.
Yaasiin : 55].

Berikut tafsir beberapa orang ulama tentang ayat dimaksud :

َّ ‫ ثنا َي ْعقُوبُ ْبنُ َع ْب ِد‬:‫ قَاال‬،ٍ‫ َو ُم َح َّمد ُ ْبنُ ُح َم ْيد‬،‫ي‬


،ِ‫َّللا‬ َّ ‫ ثنا أَبُو‬،‫َّللاِ ْبنُ أَحْ َمدَ ب ِْن َح ْن َب ٍل‬
َّ ِ‫الر ِبيع‬
ُّ ‫الز ْه َرا ِن‬ َّ ُ ‫ ثنا َع ْبد‬، ٍ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر ْبنُ َمالِك‬
‫ ثنا‬،‫ي‬ ُّ ‫َّللاِ ْال َحض َْر ِم‬ ُّ ِ‫ َو َحدَّثَنَا أَبُو ْال َه ْيث َ ِم أَحْ َمدُ ْبنُ ُم َح َّم ٍد ْالغَ ْوث‬،‫ ح‬،َ‫ َع ْن ِش ْم ِر ب ِْن َع ِطيَّة‬،ٍ‫ص ْبنُ ُح َم ْيد‬
َّ ‫ ثنا ُم َح َّمد ُ ْبنُ َع ْب ِد‬،‫ي‬ ُ ‫ثنا َح ْف‬
َّ ‫ َع ْن َع ْب ِد‬،َ‫سلَ َمة‬
،ٍ‫َّللاِ ب ِْن َم ْسعُود‬ َ ‫ق ْب ِن‬ َ ‫ َع ْن‬،َ‫ َع ْن ِش ْم ِر ب ِْن َع ِطيَّة‬،ٍ‫ص ب ِْن ُح َم ْيد‬
ِ ‫ش ِقي‬ ِ ‫ َع ْن َح ْف‬، ُ‫ ثنا َي ْعقُوب‬،‫ي‬ ِ َ‫إِب َْراهِي ُم ْبنُ إِ ْس َحاق‬
ُّ ِ‫الصين‬
‫ارى‬ َ َ‫اض ْالعَذ‬
ُ ‫ض‬ َ ِ‫شغُلُ ُه ُم ا ْفت‬ ُ ‫اب ْال َجنَّ ِة ْاليَ ْو َم فِي‬
ُ " :َ‫ قَال‬، َ‫شغُ ٍل فَا ِك ُهون‬ َ ‫ص َح‬ ْ َ ‫ إِ َّن أ‬:‫فِي قَ ْو ِل ِه تَعَالَى‬

‫س َوا ًء‬ ُّ ‫ ثنا يَ ْعقُوبُ ْالقُ ِم‬،‫ي‬


َ ُ‫ي ِمثْلَه‬ ُّ ِ‫الز ْه َران‬ ُّ ِ‫ ثنا أَحْ َمد ُ ْبنُ يَحْ يَى ْال ُح ْل َوان‬،‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبنُ َع ِلي ِ ب ِْن ُحبَي ٍْش‬
َّ ‫ ثنا أَبُو‬،‫ي‬
َّ ِ‫الربِيع‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Maalik : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami Abur-Rabii’ Az-Zahraaniy
dan Muhammad bin Humaid, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ya’quub
bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Humaid, dari Syimr bin ‘Athiyyah (‫)ح‬.
Dan telah menceritakan kepada kami Abul-Haitsam Ahmad bin Muhammad Al-Ghautsiy : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Hadlramiy : Telah menceritakan kepada
kami Ibraahiim bin Ishaaq Ash-Shiniy : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Humaid, dari
Syimr bin ‘Athiyyah, dari Syaqiiq bin Salamah, dari ‘Abdullah bin mas’uud tentang firman-Nya
ta’ala : ‘‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan
(mereka)’ (QS. Yaasiin : 55), ia berkata : “Kesibukan mereka dalam berjima’ dengan
perawan/gadis” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Shifaatul-Jannah 2/208-209 no. 375;
sanadnya qawiy (kuat) sebagaimana dikatakan oleh Dr. ‘Aliy Ridlaa dalam takhriij-nya atas kitab
tersebut].

‫ َع ْن‬،‫ َع ْن َع ْم ٍرو‬، ُ‫س ْفيَان‬


ُ ‫ ثنا‬،‫ور‬
ٍ ‫ص‬ُ ‫ ثنا َس ِعيدُ ْبنُ َم ْن‬،َ ‫ ثنا أَحْ َمد ُ ْبنُ نَجْ دَة‬،‫ي‬
ُّ ‫ور النَّض َْر ِو‬
ٍ ‫ص‬ ُ ‫ أ َ ْنبَأ َ أَبُو َم ْن‬،َ ‫ص ِر ْبنُ قَت َادَة‬ ْ َ‫أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو ن‬
ِ ‫اض اْل َ ْبك‬
" ‫َار‬ ِ ‫ض‬ َ ِ‫ فِي ا ْفت‬:َ‫ َقال‬، َ‫شغُ ٍل فَا ِك ُهون‬ ُ ‫اب ْال َجنَّ ِة ْال َي ْو َم فِي‬
َ ‫ص َح‬ ْ َ ‫ " ِإ َّن أ‬:‫ فِي قَ ْو ِل ِه‬،َ‫ِع ْك ِر َمة‬

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nashr bin Qataadah : Telah memberitakan Abu
Manshuur An-Nadlrawiy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Najdah : Telah
menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru, dari ‘Ikrimah tentang firman-Nya :
‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ (QS.
Yaasiin : 55), ia berkata : “(Kesibukan) dalam berjima’[4]” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy
dalam Al-Ba’ts wan-Nusyuur hal. 221 no. 362; sanadnya hasan].

ُ‫ أَ ْخبَ َرنِي ا ْبن‬،ِ‫َّاس ْبنُ ْال َو ِليد‬


ُ ‫ أ َ ْنبَأ َ ْالعَب‬،‫وب‬ ِ ‫ ثنا أَبُو ْالعَب‬:‫ قَاال‬،‫س ِعي ِد ْبنُ أَبِي َع ْم ٍرو‬
َ ُ‫َّاس ُم َح َّمدُ ْبنُ َي ْعق‬ َ ‫ َوأَبُو‬،‫ظ‬ ُ ِ‫َّللاِ ْال َحاف‬
َّ ‫أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو َع ْب ِد‬
" ‫َار‬ِ ‫اض اْل َ ْبك‬
ُ ‫ض‬ َ ِ‫شغَلَ ُه ُم ا ْفت‬َ :َ‫ قَال‬، َ‫شغُ ٍل فَا ِك ُهون‬ ُ ‫اب ْال َجنَّ ِة ْاليَ ْو َم فِي‬ ْ َ ‫ "إِ َّن أ‬:‫َّللاِ َع َّز َو َج َّل‬
َ ‫ص َح‬ ُّ ‫ أ َ ْخبَ َرنِي اْل َ ْوزَ ا ِع‬،‫ب‬
َّ ‫ َع ْن قَ ْو ِل‬،‫ي‬ ٍ ‫شعَ ْي‬ ُ

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dan Abu Sa’iid bin Abi ‘Amru,
mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub
: telah memberitakan Al-‘Abbaas bin Al-Waliid : Telah mengkhabarkan (Muhammad) bin
Syu’aib : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Auzaa’iy tentang firman Allah ‘azza wa jalla :
‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ (QS.
Yaasiin : 55), ia berkata : “Kesibukan mereka dalam berjima’” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy
dalam Al-Ba’ts wan-Nusyuur hal. 221 no. 361; sanadnya hasan].

Itulah sebagian kenikmatan surga yang dijanjikan Allah ta’ala di surga bagi siapa saja yang
memasukinya, dan janji Allah ta’ala tidak akan diperoleh dengan cara bermaksiat kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman :

َ ْ‫صبَ ُروا أَجْ َر ُه ْم بِأَح‬


َ‫س ِن َما كَانُوا َي ْع َملُون‬ َ َ‫َولَنَجْ ِزيَ َّن الَّذِين‬

“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [QS. An-Nahl : 96].

Yaitu, sabar dalam melakukan ketaatan dan sabar dalam tidak bermaksiat kepada-Nya, karena
surga dilingkupi dengan berbagai kesusahan (dalam menggapainya) sebagaimana sabda rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

ِ ‫ت ْال َجنَّةُ بِ ْال َمك‬


" ‫َار ِه‬ َّ ‫ار بِال‬
ِ َ‫ َو ُح ِجب‬،ِ‫ش َه َوات‬ ُ َّ‫ت الن‬
ِ َ‫ُح ِجب‬

“Neraka dilingkupi dengan berbagai kesenangan, sedangkan surga dilingkupi berbagai


kesusahan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6487, Muslim no. 2822, dan yang lainnya].

Allah ta’ala berfirman :

َ‫املِين‬ ُ ‫ض نَتَبَ َّوأ ُ ِمنَ ْال َجنَّ ِة َحي‬


ِ َ‫ْث نَشَا ُء َفنِ ْع َم أَجْ ُر ْالع‬ َ ‫َوقَالُوا ْال َح ْمد ُ ِ ََّلِلِ الَّذِي‬
ْ ‫صدَقَنَا َو ْعدَه ُ َوأ َ ْو َرثَنَا‬
َ ‫اْلر‬

“Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami
dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat
dalam surga di mana saja yang kami kehendaki." Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi
orang-orang yang beramal” [QS. Az-Zumar : 74].

Semoga Allah ta’ala memudahkan jalan kita menggapai surga-Nya......

[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 28121434/02112013 – 23:15].

[1] Seorang wanita mukminah akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir kelak di surga, apabila
Allah ta’ala mentaqdirkan keduanya masuk surga.

‫ي‬
َ ‫ض‬ ِ َ‫ب ُمعَا ِويَةُ أ ُ َّم الد َّْرد‬
ِ ‫اء َر‬ َ ‫ط‬ ِ ‫ َع ْن َم ْي ُم‬،ِ‫ ثنا أَبُو ْال َم ِليح‬،‫ي‬
َ ‫ " َخ‬:َ‫ قَال‬، َ‫ون ب ِْن ِم ْه َران‬ ُّ ‫َّللاِ ْالقُ َر ِش‬
َّ ‫قَا َل أَبُو يَ ْعلَى َحدَّثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل ْبنُ َع ْب ِد‬
ِ ُ ‫ ْال َم ْرأَة‬:‫سلَّ َم‬
‫آلخ ِر‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:ُ‫ يَقُول‬،ُ‫َّللاُ َع ْنه‬
َّ ‫ي‬َ ‫ض‬ ِ ‫اء َر‬ ِ َ‫س ِم ْعتُ أَبَا الد َّْرد‬ َ :‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬،ُ‫ت أ َ ْن تَت َزَ َّو َجه‬
ْ َ‫ فَأَب‬،‫َّللاُ َع ْن ُهما‬
َّ
ِ ‫أ َ ْز َو‬
،" ‫اج َها‬

Abu Ya’laa berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy : Telah
menceritakan kepada kami Abul-Maliih, dari Maimuun bin Mihraan, ia berkata : “Mu’aawiyyah
pernah melamar Ummud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhumaa, namun ia (Ummud-Dardaa’) enggan
untuk dinikahi. Ummud-Dardaa’ berkata : Aku mendengar Abud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhu
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seorang wanita
diperuntukkan bagi suaminya yang terakhir” [Dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Mathaalibul-
‘Aaliyyah no. 1718; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 3/275-277 no.
1281].

[2] Dalam lafadh yang lain disebutkan bahwa keringat penduduk yang keluar dari kulit mereka
sewangi misk (minyak wangi) [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/367 (32/18-19) no. 19269].

[3] Ad-Daaraquthniy men-ta’lil riwayat ini dengan perkataannya :

َ ُ ‫ َوخَالَفَهُ ا ْبنُ أ‬.َ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة‬


،َ‫سا َمة‬ ِ ‫ َع ِن اب ِْن ِس‬،‫ع ْن ِهش ٍَام‬
َ ، َ‫يرين‬ َ َ ‫ع ْن زَ ائِدَة‬
َ ،‫سي ٌْن‬ َ َ‫اختَل‬
َ ‫ فَ َر َواهُ ُح‬،ُ‫ف َع ْنه‬ ْ ‫ َو‬،‫َّان‬
ٍ ‫يَ ْر ِوي ِه ِهشَا ُم ْبنُ َحس‬
‫ب‬ َّ ‫ َوه َُو أ َ ْشبَهُ بِال‬.‫َّاس‬
ِ ‫ص َوا‬ ٍ ‫ َع ِن اب ِْن َعب‬، َ‫يرينَ أَنَّهُ قَا َل ذَلِك‬
ِ ‫ َع ِن اب ِْن ِس‬،‫ َع ْن ِهش ٍَام‬،ُ‫فَ َر َواه‬

“Diriwayatkan oleh Hisyaam bin Hassaan. Ada perselisihan dalam periwayatan darinya.
Diriwayatkan oleh Husain, dari Zaaidah, dari Hisyaam, dari Ibnu Siiriin, dari Abu Hurairah. Abu
Usaamah menyelisihinya dimana ia meriwayatkan dari Hisyaam, dari Ibnu Siiriin, bahwasannya
ia berkata tentang hadits itu dari Ibnu ‘Abbaas. Dan itulah yang nempak lebih benar” [Al-‘Ilal,
10/30 no. 1832].

Hal yang sama dikatakan Abu Haatim dan Abu Zur’ah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Haatim :

‫ يَا‬:َ‫ قِيل‬:َ‫ قَال‬،َ‫ َع ْن أَبِي ه َُري َْرة‬،ٍ‫ع ْن ُم َح َّمد‬


َ ،‫ َع ْن ِهش ٍَام‬،َ ‫ َع ْن زَ ائِدَة‬،‫ي‬ ُّ ‫سي ٌْن ْال َج ْع ِف‬
َ ‫ع ْن حديث َر َواهُ ُح‬َ ،‫ وأبا زرعة‬،‫َوسألت أبي‬
ُ‫قُ ْلت‬.‫َّاس‬ ٍ ‫ ِإنَّ َما ه َُو ِهشَا ُم ْبنُ َحس‬،ٌ‫طأ‬
ٍ ‫ َع ِن اب ِْن َعب‬،ِ ‫ َع ْن زَ ْي ٍد ْالعَ ِمي‬،‫َّان‬ َ ‫ َهذَا َخ‬:‫سائِنَا فِي ْال َجنَّ ِة؟ فَقَاال‬
َ ِ‫ضي ِإلَى ن‬
ِ ‫ْف نُ ْف‬
َ ‫ َكي‬،ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو َل‬
ُ ‫َر‬
َ ‫ ِم ْن ُح‬:َ‫ ْال َو ْه ُم ِم َّم ْن ه َُو؟ قَال‬:‫ْل َ ِبي‬
‫سي ٍْن‬

Aku pernah bertanya kepada ayahku dan Abu Zur’ah tentang hadits yang diriwayatkan oleh
Husain Al-Ju’fiy, dari Zaaidah , dari Hisyaam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, ia berkata :
Dikatakan : ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kita menjimai istri-istri kita di surga ?’. Mereka
berdua berkata : “Hadits ini keliru, karena hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Hisyaam bin
Hassaan, dari Zaid Al-‘Ammiy, dari Ibnu ‘Abbaas. Aku bertanya kepada ayahku : “Kekeliruan
itu berasal dari siapa ?”. Ia berkata : “Dari Husain” [Al-‘Ilal, 5/487-488 no. 2129].

Saya berkata :

Perkataan Ad-Daaraquthniy di atas keliru, karena periwayatan Hisyaam yang berasal dari Abu
Usaamah, bukan dari Ibnu Siiriin, akan tetapi dari Zaid bin Al-Hawaariy, dari Ibnu ‘Abbaas
sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim dan Abu Zur’ah. Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no.
2436, Hannaad bin as-sariy dalam Az-Zuhd no. 88, Al-Harbiy dalam Ghariibul-Hadiits
1/266, Ibnu Abid-Dunyaa dalam Shifatul-Jannaah no. , Abu Nu’aim dalam Shifatul-Jannah
2/208 no. 374, dan, dan dibawakan Ibnu Hajar dalam Al-Mathaalibul-‘Aaliyyah no. 4606;
semuanya dari jalan Abu Usaamah, dari Hisyaam bin Hassaan, dari Zaid bin Abil-Hauraa’, dari
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.

Ta’lil tersebut perlu dicermati lebih lanjut, karena Ibnu Abid-Dunyaa telah mengkorfirmasikan
hal itu dengan perkataannya :
‫ َولَ ْم‬،ُ‫ َه َكذَا ثنا زَ ائِدَة‬:َ‫ قَال‬،‫َّاس‬ َ ُ ‫ ِإ َّن أ َ َبا أ‬:‫سيْن‬
ٍ ‫ َع ِن اب ِْن َعب‬،ِ ‫ َع ْن زَ ْي ِد ب ِْن ْال َح َو ِاري‬،‫ َع ْن ِهش ٍَام‬،‫سا َمةَ ثنا‬ َ ‫ فَقُ ْلتُ ِل ْل ُح‬:‫سى‬
َ ‫قَا َل أَبُو ُمو‬
‫َي ْر ِج ْع‬

“Abu Muusaa berkata : Aku bertanya kepada Husain : ‘Sesungguhnya Abu Usaamah telah
menceritakan kepada kami dari Hisyaam, dari Zaid Al-Hawaariy, dari Ibnu ‘Abbaas’. Ia (Husain)
berkata : ‘Begitulah Zaaidah telah menceritakan kepada kami, dan ia tidak rujuk (dari haditsnya
itu)” [Shifaatul-Jannah hal. 192 no. 270].

Abu Muusaa, ia adalah : Haaruun bin ‘Abdillah bin Marwaan Al-Baghdaadiy, Abu Muusaa Al-
Bazzaaz Al-Haafidh – terkenal dengan nama Al-Hammaam; seorang yang tsiqah. Termasuk
thabaqah ke-10 dan wafat tahun 243 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-
Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1014 no. 7284].

Husain, ia adalah Ibnu ‘Aliy bin Al-Waliid Al-Ju’fiy, Abu ‘Abdillah/Muhammad Al-Kuufiy Al-
Muqri’; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun203 H/204
H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 249 no. 1344].

Ia adalah orang yang paling menguasai dan hapal hadits Zaaidah, sebagaimana dikatakan Al-
Haakim. Ahmad berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama daripada Husain Al-
Ju’fiy dan Sa’iid bin ‘Aamir”. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Mas’uud Ar-Raaziy.
Muhammad bin ‘Abdirrahmaan Al-Harawiy berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
mutqin daripada Husain Al-Ju’fiy”. Jadi, ia tidak sekedar orang yang tsiqah saja, akan tetapi juga
mutqin, terlebih dalam periwayatannya dari Zaaidah bin Qudaamah.

Zaaidah bin Qudaamah Ats-Tsaqafiy, Abush-Shalt Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi
shaahibus-sunnah. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 160 H atau setelahnya. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 333 no. 1993].

Oleh karena itu, periwayatan Al-Husain bin ‘Aliy, dari Zaaidah, dari Hisyaam adalah mahfuudh
lagi shahih.

Hadits Abu Hurairah ini dishahihkan oleh Dr. ‘Aliy Ridlaa dalam takhrij-nya terhadap kitab
Shifaatul-Jannah li-Abi Nu’aim 2/208 dan Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 1/708 (dan
beliau menukil penshahihan dari Al-maqdisiy dan Ibnu Katsiir rahimahumullah).

[4] Asal makna iqtidlaa al-abkaar adalah ‘memecah keperawanan’.

m. Hadist tentang anak-anak yang menarik orang tuanya ke surga

BERSAMA ORANG TUA MENUJU SURGA

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan,
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari
pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21]

PENJELASAN AYAT
Kenikmatan Ahli Jannah, Hidup Bersama Anak-Anak Mereka
Ayat di atas berbicara tentang salah satu kenikmatan sangat menyenangkan, yang diraih oleh
penghuni surga (ahlul-jannah). Karunia yang tidak hanya direguk oleh para wali-Nya di surga.
Yakni hidup bersama-sama dengan keturunan mereka, meskipun amalan shalih anak keturunan
mereka tidak sepadan dengan orang tuanya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

Dengan ini, pandangan orang tua tersebut menjadi sejuk damai, kebahagiaan mereka kian tak
terkira, dan kegembiraan pun semakin sempurna. Suasana menyenangkan ini lantaran Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menyatukannya kembali dengan anak keturunan mereka. Itu
merupakan takrimah (penghargaan), ganjaran dan tambahan pahala dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala . [1]

Sungguh, benar-benar sebuah kenikmatan yang membahagiakan, manakala orang tua berjumpa
kembali dengan anak-anaknya. Suatu kenikmatan yang sangat besar. Kemurahan Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang sangat luas. Namun, persyaratan yang harus ada, yaitu anak-anak
mereka juga beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sebagaimana
tercantum secara jelas dalam ayat.

Perhatikan keterangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas berikut ini.

Beliau berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan mengenai keutamaan, kemurahan,


kenikmatan dan kelembutan-Nya, serta curahan kebaikan-Nya kepada makhluk. Bahwa kaum
mukminin, bila keturunan mereka mengikuti dalam keimanan (sebagaimana keimanan orang tua
mereka), niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menempatkan anak-anak yang beriman ini ke
derajat orang tua mereka, kendatipun amalan-amalan shalih mereka (anak-anak yang beriman)
itu tidak sebanding dengan amalan para orang tuanya itu. Supaya pandangan para orang tua
menjadi damai sejuk dengan kebersamaan anak-anaknya di tempat yang sama. Lantas, Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyatukan mereka dalam kondisi terbaik. Anak yang kurang amalannya
terangkat oleh orang tuanya yang sempurna amalannya. Hal ini tidak mengurangi sedikit pun
amalan dan derajatnya, meskipun mereka berdua akhirnya berada di tempat yang sama.[2]

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka).

Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan: Kami tidak mengurangi pahala amalan anak-anak
lantaran sedikitnya amalan mereka. Dan pula, tidak mengurangi pahala para orang tua sedikit
pun, meskipun menempatkan keturunan mereka bersama dengan orang tua mereka (yang berada
di derajat yang lebih tinggi, Pen.).[3]

Atau dengan pengertian lain, seperti diungkapkan oleh Imam ath-Thabari: Kami tidak
mengurangi ganjaran kebaikan mereka sedikit pun dengan mengambilnya dari mereka (para
orang tua) untuk kemudian Kami tambahkan bagi anak-anak mereka yang Kami tempatkan
bersama mereka. Akan tetapi, Kami beri mereka pahala dengan penuh, dan (lantas) Kami
susulkan anak-anak mereka ke tempat-tempat mereka (para orang tua) atas kemurahan Kami
bagi mereka.[4]
Demikianlah, kemurahan dan keutamaan yang diraih anak-anak melalui keberkahan amalan para
orang tua. Adapun keutamaan dan kemurahan yang dilimpahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada para orang tua melalui doa anak-anaknya, tertuang pada hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,”
maka ia pun bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab: “Berkat
istighfar anakmu bagi dirimu”.[5]

Hadits ini diperkuat oleh hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam Shahîh Muslim:

Ketika seorang manusia meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal,
(yaitu) sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang
mendoakannya.

Setiap Manusia Terikat Oleh Amalannya

Firman Allah:

(tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya), mengandung pemberitahuan


mengenai keadilan Allah. Bahwa pada hari kiamat kelak, setiap jiwa akan terikat dengan
amalnya. Akan mendapat pembalasan berdasarkan amalnya itu. Kalau amalnya baik, maka
balasannya baik pula. Sebaliknya, bila amalannya buruk, maka akibat balasan yang diterimanya
pun buruk.

Hanya saja, Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada para orang tua,
yaitu dengan bentuk mengangkat derajat keturunan-keturunan mereka ke tingkatan mereka
sebagai wujud curahan kebaikan dari-Nya, tanpa adanya amalan dilakukan oleh anak
keturunannya itu.[6]

Imam al-Qurthubi membawakan beberapa pengertian ayat ini dari keterangan para ulama. Yang
pertama, ayat ini berbicara tentang penghuni neraka.

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata:


Para penghuni neraka Jahannam terkungkung oleh amalan (buruk) mereka. Sementara itu, para
penghuni surga menuju kenikmatan. Hal ini serupa kandungan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan,
berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa.
[al-Muddatstsir/74:38-41].

Kandungan ayat ini juga bersifat umum, berlaku bagi setiap manusia. Yang ia terikat dengan
tindak-tanduknya. Ia tidak dikenai pengurangan pahala dari amalan baiknya. Adapun
bertambahnya pahala, ialah karena kemurahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Menurut penjelasan lainnya, pengertian ayat ini dimaksudkan kepada anak keturunan yang tidak
beriman. Sehingga, lantaran tak beriman, maka anak-anak keturunannya itu tidak bisa mencapai
derajat seperti yang diraih oleh orang tua mereka yang beriman, dan akan tetap terkungkung
oleh kekufurannya.[7]

Berbeda dengan keterangan-keterangan di atas, Syaikh as-Sa’di berpendapat, penggalan ayat ini
ditujukan untuk menghilangkan prasangka bahwa anak-anak penghuni neraka (ahlun-nar) pun
mengalami hal serupa. Yaitu akan berada di tempat yang sama dengan orang tua mereka. Lantas
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa keadaannya tidak demikian. Dalam masalah
ini, tidaklah sama kondisi antara surga dan neraka. Neraka adalah tempat penegakan keadilan.
Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab seseorang kecuali dengan
perbuatan dosanya. Seseorang juga tidak memikul dosa orang lain.[8]

n. Hadist tentang makanan dan minuman di surga

Anda mungkin juga menyukai