Anda di halaman 1dari 6

FIVE STAR STUDENT

Hafizh Auliyan Sodali


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Hirarki status mahasiswa apabila dibuat dalam piramida terbalik mengenai


kesuksesan bangsa dan negara, berada di bagian dasar, dengan porsi paling luas.
Artinya, status mahasiswa merupakan fondasi negeri, merupakan penentuan sejauh
mana napas bangsa masih terendus. Jadi, sejauh mana pula peran Mahasiswa untuk
Indonesia saat ini ?. Mahasiswa merupakan masa yang sangat mahal, masa dimana
secara biologis fungsi kognitif berkembang, tanggung jawab terasa diemban, dan
proses pendewasaan dimulai. Status mahasiswa secara ekuivalen merupakan masa
reorganisasi biopsikososial. Secara psikologis, rasa tanggung jawab yang dibebankan
dipundaknya disatu sisi menjadi pijakan baru setelah lama berurusan dengan hidup
serba bergantung dengan orang lain laiknya orang tua, dan disisi lain menjadi tantangan
baru untuk menemukan jati diri, passion¸ serta visi kedepan. Dalam lingkungan sosial
pun, mahasiswa didorong untuk lebih mandiri di berbagai aspek kehidupan. Tak pelik,
mahasiswa menjadi masa yang sangat strategis untuk berdiskusi, berinteraksi dengan
problematika kompleks dan menentukan pilihan ataupun kebijakan dengan dasar
pertimbangan yang matang.

Mahasiswa dapat pula diartikan sebagai momen yang tepat (decisive moment)
untuk menggalangkan suatu gerakan positif yang sangat ideal untuk ditransmisikan
dalam bentuk partisipasi dalam organisasi maupun berkarya di berbagai kompetisi.
Lantas, apakah sudah benar jalur kita, mahasiswa, dalam bidang yang kita dalami untuk
kemajuan bangsa dan negara. Jawabannya adalah, Sudah. Tepatnya adalah sebuah
kontribusi yang sudah tak terhingga jumlahnya, sudah tak terhitung dampak positifnya
dan tak ternilai harganya. Bidang Kedokteran merupakan penopang Negara Indonesia.
Sejak tahun 2016, sesuai dengan UU Kesehatan, Pemerintah konsisten menjaga
anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari belanja negara. Tentu bidang strategis ini
perlu didukung oleh berbagai lapisan masyarakat bukan hanya pemerintah maupun
masyarakat namun juga disuarakan dan diperjuangkan oleh mahasiswa.

Mahasiswa Kedokteran, mahasiswa yang masih sering kali disinggung dengan


stereotipe apatis, egois, ekslusif, sukar bergaul, nonorganisatoris, study oriented, dan
introvert nyatanya memiliki perjalanan yang panjang dalam memperjuangkan
kesehatan Indonesia berkeadilan. Pada masa Stovia di tahun 1908, mereka bukan hanya
memperjuangkan untuk mendapatkan gelar dokter akan tetapi ikut turun berpikir dalam
permasalahan kesehatan di Indonesia. Perjalanan panjang kemajuan di Bidang
Kedokteran di Indonesia berawal pula dari inner spirit. Dalam studi yang dilakukan
oleh Windsor University School of medicine terdapat lima komponen yang mendukung
terkait kesuksesan mahasiswa dalam mendukung dan memperjuangkan kesehatan
berkeadilan di Indonesia. Kerja keras, menjadi poin pertama yang patut dicantumkan.
Kerja keras merefleksikan keseriusan dalam bidang yang digeluti. Keseriusan ini
menjadi poin penting karena tiada pengorbanan yang mendapatkan hasil maksimal dan
seusai ekspektasi dengan mudah. Setidaknya work smart menjadikan usaha menjadi
lebih efisien yang dapat diaplikasikan dengan baik oleh mahasiswa kedokteran. Hal ini
terbawa hingga di bidang organisatoris seperti insentif yang dilakukan ke berbagai
kalangan, mulai dari pimpinan struktural institusi, pemerintah daerah, organisasi
ekstrakampus hingga pemerintah pusat. Give back juga menjadi poin lain yang tak
terpisahkan oleh mahasiswa kedokteran. Poin tersebut selain melatih softskill
mahasiswa, juga menumbuhkan empati mahasiswa kepada masyarakat. Sehingga
orientasi yang terbentuk kedepannya bukan hanya memperjuangkan penghasilan akan
tetapi juga mengubah orientasi mengobati menjadi mencegah timbulnya penyakit
seperti visi yang diharapkan oleh banyak lembaga asuransi kesehatan nasional di
seluruh dunia. Tentunya hal tersebut menjadi upaya sederhana yang sedikit demi
sedikit menggeser peta kesehatan negara.

Selanjutnya, Look Beyond Books, merupakan saran yang selalui diutarakan


dosen kepada mahasiswa. Sejauh dan sedalam apapun membaca, tetap harus kita
melihat lebih luas. Sifat ini merefleksikan usaha mahasiswa untuk tidak hanya terpaut
pada satu lingkungan tapi lingkungan yang lebih luas. Misalkan dengan berpartisipasi
dalam Pengabdian Masyarakat, Model United Nations, Forum Penelitian, Pekan
Kreativitas dan lain sebagainya. Secara eksplisit, langkah itu menjadikan peran
mahasiswa sangat membantu pemerintah dalam menjawab tantangan yang sedang
dihadapi.

Bidang Kedokteran tentunya berkaitan dengan profesi dokter dan paramedis,


berdasarkan World Health Organization (WHO), terdapat istilah Five Star Doctor yang
selain berkorelasi dengan profesi kedokteran nyatanya juga sangat berkaitan dengan
mahasiswa dalam rangka menjalankan kesehatan berkeadilan di Indonesia. Pertama
adalah Care Provider. Profil pertama ini memiliki arti peduli. Tentunya mahasiswa
memiliki peran yang tentunya menyerupai peran dokter. Peduli artinya memiliki sikap
keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang
terjadi di sekitar kita. Sikap ini terefleksi dalam kegiatan kemahasiswaan yang
berkontribusi langsung kepada masyarakat. Contoh sederhana dalam pemerataan
kesehatan di negara kita adalah Bakti Sosial skrining non-communicable disease.
Kepedulian pada pencegahan penyakit tertentu harus melibatkan pertimbangan dari
berbagai data yang menguatkan program. Misalkan data yang berasal dari Depkes
setempat mengenai angka kejadian penyakit pada tahun tertentu. Tentunya skrining
menjadi langkah tepat untuk mencegah morbiditas yang telat dideteksi. Peduli dalam
arti lain pula memberikan pelayanan secara sukarela dan memberikan edukasi sehingga
meningkatkan pemahaman pentingnya kesehatan pada masyarakat bukan hanya di
teritorial penduduk menengah keatas namun juga di daerah dengan penduduk
menengah kebawah. Inilah yang diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan
secara adil.

Profil selanjutnya yakni Decision-maker atau penentu kebijakan. Mahasiswa


merupakan refleksi masa depan. Menjadi mahasiswa berarti memiliki keputusan yang
lebih bijak. Mengidentifikasi dan memilih alternatif berdasarkan nilai-nilai dan
preferensi dari pembuat keputusan. Membuat keputusan artinya terdapat pilihan atau
alternatif untuk dipertimbangkan dimana kita tidak hanya menginginkan untuk
mengidentifikasi pilihan sebanyak mungkin tetapi untuk memilih salah satu yang
paling sesuai dengan tujuan, harapan serta kaidah-kaidahnya. Dalam konteks ini,
mahasiswa merupakan posisi yang dianggap pas, ideal, untuk menggiring kebijakan
pemerintah dan menyuarakan pada masyarakat luas. Pilihannya adalah mau atau tidak,
berjuang atau tidak, bijak atau anarkis. Mature nya mahasiswa yang secara psikologis
berada di stage mampu memberi keputusan dengan pertimbangan yang matang.
membuat kita, mahasiswa, perlu untuk membuat suatu kebijakan yang lebih kompleks
namun efisien. Penentu kebijakan tidak selalu berpengaruh pada masyarakat, pada
lingkup mikros yakni diri sendiri, penentu kebijakan akan membentuk attitude yang
tentu saja akan memberikan dampak pada orang sekitar. Apa contoh konkret pada
profil satu ini? Misalkan dalam membuat suatu penelitian ataupun pengabdian
masyarakat. Kebijakan kita dalam menentukan subjek dan lokasi menentukan
kemerataan dan kesetaraan kesehatan di Indonesia. Keputusan kita dalam ikut
berpartisipasi serta menjalankan program pengabdian masyarakat merupakan salah
satu keputusan dalam memajukan bidang kedokteran pencegahan yang mana ditujukan
untuk menyongsong paradigma sehat yakni cara berpikir yang lebih menekankan pada
upaya-upaya promotif, preventif, dan protektif. Bukankah lebih baik melakukan hal
demikian daripada hanya vokal dalam memberi kritik terus menerus. Ada kalanya kita,
mahasiswa, ikut dan berjuang bersama untuk misi dan tujuan yang sejalan.

Communicator adalah profil yang mampu diimplikasikan mahasiswa.


Berdasarkan literatur dari buku Patient-physician Communication menunjukkan
bahwa ada hubungan positif yang kuat antara keterampilan komunikasi anggota tim
perawatan kesehatan dan kemampuan pasien untuk menindaklanjuti rekomendasi
medis, mengelola sendiri kondisi medis kronis, dan mengadopsi perilaku kesehatan
preventif. Studi yang dilakukan selama tiga dekade terakhir menunjukkan bahwa
kemampuan klinisi untuk menjelaskan, mendengarkan, dan berempati dapat memiliki
efek mendalam pada hasil kesehatan biologis dan fungsional serta kepuasan pasien dan
pengalaman perawatan. Mahasiswa kedokteran merupakan calon dokter yang mampu
berkominkasi efektif dengan baik pula. Pasien merupakan subjek (bukan objek) yang
kita tangani. Pasien yang lebih luas yakni komunitas atau masyarakat perlu
menyesuaikan apabila ada kebijakan yang belum tersentuh di daerah terutama fokus di
daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) maupun kebijakan baru dari pemerintah
pusat maupun daerah yang perlu segera disosialisasikan. Program Kuliah Kerja Nyata
(KKN) merupakan upaya aklimatisasi kebijakan pemerintah yang diperantarai
mahasiswa kepada masyarakat. Tentunya mahasiswa merupakan katalisator program
yang dijalankan masyarakat setempat. Modal mahasiswa yang diasah bukan hanya
kemampuan hardskill, akan tetapi softskill nya. Komunikasi merupakan softskill, dapat
berupa sosialisasi atau penyuluhan, bahkan pada era digital ini melalui platform yang
disediakan sehingga dapat bekerja lebih efisien serta lebih menarik, tentunya didukung
oleh sumber daya manusia yang mumpuni sehingga dapat berjalan dengan baik. Profil
tersebut secara tidak langsung juga menggaet profil lainnya yakni Communication
Leader dan Manager.

Teori-teori Five Star Doctor mungkin perlu diperluas, yakni Five Star Student.
Mahasiswa adalah stem cell yang bisa menjadi berbagai profesi fungsional dan
struktural yang sangat luas kedepannya. Tidak hanya menjadi profesi yang relevan,
dengan pemberian nutrisi pengalaman dan pembelajaran yang berbeda-beda dan
spesifik menjadikan mahasiswa berpotensi menjadi pembuat kebijakan seperti kepala
rumah sakit, walikota, legislator hingga presiden, maupun bisa menjadi penegak
keadilan dan penyelamat nyawa seseorang. Five Star Student merupakan upaya
mahasiswa untuk menjadikan program yang dibuat pemerintah berjalan dengan baik,
diawasi dengan seksama dan dipublikasi dengan bijak. Kesehatan berkeadilan di
Indonesia bukan selalu tentang hal yang besar dan digembor-gemborkan. Perlu inisatif
dari diri sendiri untuk membangun fondasi yang lebih kokoh dalam menerapkan prinsip
keadilan dan pemerataan. Layaknya dokter yang memberikan dosis berbeda pada
pasien dengan berat badan dan usia yang berbeda serta pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Adil juga memiliki parameter yang berbeda. Konsentrasi di daerah Indonesia
bagian timur akan berbeda dengan Indonesia bagian barat. Daerah dengan rawan
bencana akan dilakukan mitigasi bencana yang berbeda pula pada daerah yang tidak
rawan bencana. Sehingga sekali lagi perlu jembatan antara mahasiswa, data terkait dari
lembaga bersangkutan dan pemerintah dalam menyongsong Indonesia sehat secara adil
dan merata.

Anda mungkin juga menyukai