Anda di halaman 1dari 50

SASARAN BELAJAR

1. Mengetahui dan Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi


1.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Kranialis

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai
dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf
sensorik murni yang serabut-
serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus
area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi
timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan
rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah
medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan
olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus
dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-
serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung
dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai
bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut
dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual
temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan

1
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-
serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas
melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)


Nukleus saraf okulomotorius
terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab


untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot
oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis
terletak setinggi kolikuli inferior
di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di
bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari
sisi dorsal batang otak. Saraf
troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah,

2
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari
serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik.
Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus
dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf
oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah,
mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan
tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.

SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing


sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan
terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi
motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik
yang terletak pada bagian ventrolateral
dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik
berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama nukleus motorik dan
saraf vestibulokoklearis yang berjalan
ke lateral ke dalam kanalis akustikus
interna.
Serabut motorik saraf fasialis
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal,

3
otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut
sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-
serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan
serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan
dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut,
saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion,
yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

4
SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion


yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya
terletak pada daerah foramen jugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan
abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks
spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah
akson dari neuron dalam nukleus ambigus
yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.
Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang
mempersarafi otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar
kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke
atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula


oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot
lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglossus

5
1.2 Anatomi dan Fisiologi Jaras Sensorik dan Motorik Sadar
a. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area
motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada
dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :

A. Traktus piramidalis. Traktus Corticospinalis


Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior
medulla spinalis.

Pusat jaras Motorik


 Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis  tractus corticostriata
o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri
sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun
melalui corona radiata  masuk crus posterior capsula interna  mes-
encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan
neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.

6
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis

 Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis.
Letak columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna
anterior subt.grisea
o Neuron orde ketiga  axon neuron ketiga keluar dari medulla
spinalis sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan
radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor
sadar

B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan
medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun
ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan
ketiga)

7
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
i. terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam
ruang gelap
ii. terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang

8
penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-
encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah
melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla
spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med.
oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis
dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari :
cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh

9
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
a. Tractus Corticothalamus
 Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
 Asa l : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
 Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
 Asal : cortec hypocampi
 Tujuan : hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
 Asal : area brodman 6
 Tujuan : subthalamus
d. Tractus Corticonigra
 Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
 Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
 Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons),
nucleus olivarius inferius (medulla oblongata)

b. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

10
 Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan
raba
 Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
 Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.
 Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


 Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor
tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di
kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus
Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk
sentuhan kasar dan tekanan).
 Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause
(untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
 Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia.
Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan
corpusculum Golgi (untuk tekanan).
 Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang
diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh
sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk
mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas
cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula
darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
 Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu
: sinyal diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks
posterior menuju cornu posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron
sensoris ke-2 → lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis → membentuk
jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus → menuju thalamus di
otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju korteks
somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla
spinalis → lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus →

11
berakhir di nucleus Goll → berganti menjadi neusron sensoris ke-2 →
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus di otak →
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks somatosensorik
di girus postsentralis (lobus parietalis).

Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla


spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusat-
pusat yang lebih tinggi sehingga mengubungkan medulla spinalis dengan otak.
Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat
maupun tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama,
yaitu: (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti nyeri, suhu,
dan raba; serta (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya
dari otot dan sendi.
Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut :
Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di
reseptor menuju tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang
pertama akan mendeteksi stimulus dan mentransimisikan sinyal tersebut menuju
medulla spinalis atau ke otak, apabila ditransmisikan menuju medulla spinalis, maka
akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara ipsi lateral menuju fasukulus
cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal diteruskan menuju medulla
oblongata masih oleh neuron yang pertama, di medulla oblongata, sinyal akan
diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus cuneatus diteruskan oleh neuron yang
kedua yang akan melanjutkan sinyal tersebut menuju ke thalamus yang berada di
ujung atas dari batang otak,sebelum menuju ke thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh
neuron yang ke dua menuju lemniscus medial yang berada di medulla oblongata,dan
selanjutnya sinyal diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon sinyal akan
melewati lemnicus medial yang berada di mesencephalon dan akhirnya menuju
thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal dari thalamus menuju
area sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah
ditentukan jenis gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh
memasuki medulla spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan
selanjutnya akan diteruskan ke otak. Dalam penghantarannya sinyal sensorik akan
dibawa melalui salah satu dari dua jaras sensoris bolak-balik: (1) sistem kolumna
dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral. Kedua sistem ini nantinya
akan bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke
medulla otak terutama dalam kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal
tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut
akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak menuju thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis
dari radiks saraf spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea
medulla spinalis, lalu menyilang ke sisi yang berlawanan dan naik melalui subtansia
alba anterior dan lateral medulla spinalis. Sinyal tersebut lalu berakhir pada seluruh
tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga di thalamus.

12
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf
besar bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik,
sedangkan sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil
yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter per detik sampai 40
m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf
dalam sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang
yang sangat tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu, sememntara sistem
anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih kecil. Perbedaan ini
akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh kedua
sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat dan dalam
waktu yang singkat terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus
medialis, sedangkan informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan
tempo yang lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh
sistem dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat
luas-misalnya sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem
dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi mekanoreseptif jenis tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis
1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii
2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang
halus
3. Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
4. Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
5. Sensasi posisi tubuh dari persendian
6. Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.
Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar
pada tempat penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksual

1.3 Anatomi dan Fisiologi Capsula Interna


Materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri
dari aksonal serat yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .

13
Ketika dipotong horizontal:
 tikungan di V disebut genu
 pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu, antara
kepala inti caudate dan inti lenticular
 pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara
thalamus dan lenticular nukleus
 bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik
termasuk radiasi geniculocalcarine.
 bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam jalur
pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer

Anterior ke posterior:
 limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini
terputus selama Lobotomi prefrontal ).
 Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang otak .
 Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat
sensorik (termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan serat
corticobulbar beberapa.

Anatomi Kapsul internal


Divisi Mayor Komunikasi Tracts Darah Pasokan
Anterior - Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak) - Lenticulostriate arteri
tungkai - Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal (cabang dari arteri serebri)

14
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus - Berulang arteri Heubner
(cabang dari arteri serebri
anterior)
- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan (cabang dari arteri serebri)
Lutut inti saraf kranial di batang otak (alias: saluran - Berulang arteri Heubner
corticobulbar) (cabang dari arteri serebri
anterior)
- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan
tanduk anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
kortikospinalis saluran) - Lenticulostriate arteri
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom (cabang dari arteri serebri)
Posterior
dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan - Arteri Choroidal anterior
tungkai
ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan (cabang dari karotid
sumsum tulang belakang. internal)
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur

2. Mengetahui dan Menjelaskan Pemeriksaan Motorik dan Sensorik Serta Kelainan


Neurologisnya

3. Mengetahui dan Menjelaskan Stroke


3.1 Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskular yang
bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang
menjadi kausanya. WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan
fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain
selain gangguan vaskuler. (Hatano, 1976 dalam Davenport dan Dennis, 2000).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. (diagnosis &tataksana
penyakit saraf, 2009).

3.2 Epidemiologi Stroke


Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria
dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria
dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria
dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria
dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998). Data di Indonesia menunjukkan
terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO april 2011 kematian karena stroke di
Indonesia mencapai 138.268 atau 9,7% penyebab kematian di Indonesia, Indonesia
termasuk . Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh

15
data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober
1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun
12,9% , usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki
53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

3.3 Etiologi Stroke


Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :

1. Trombosis serebral

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab


utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

2. Embolisme serebral

Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang


merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan
afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.

3. Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi


ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus
diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode
pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus
Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.

16
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila ha
emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital

Faktor Resiko

Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi

Pengenalan faktor‐faktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor
resiko lebih dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadang‐kadang faktor resiko ini diabaikan.
Setelah mengetahui maka perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran
faktor‐faktor resiko dan cara‐cara pemeriksaan faktor.

A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah


Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia
hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam
statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis.
Stroke diketahui lebih banyak laki‐laki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 – 44
tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena
pemakaian obat‐obat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi
dibanding laki‐laki.
Berat Lahir Yang Rendah
Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah menunjukkan
angka kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan berat normal.
Namun apa hubungan antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras
Penduduk Afrika ‐ Amerika dan Hispanic ‐ Amerika berpotensi stroke lebih tinggi
dibanding Eropa ‐ Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat
bahwapenduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding kulit
putih.
Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain :
- Faktor genetik
- Faktor life style
- Penyakit‐penyakit yang ditemukan
- Interaksi antara yang tersebut diatas

17
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke

B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah


Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan
bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan angka penurunan terjadinya
stroke setelah penanggulangan faktor resikonya, terutama pengatasan faktor resiko
artherosklerosis.
Hypertensi/tekanan darah tinggi
Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke, baik perdarahan
maupun bukan.
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya stroke,
terutama dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain misal pada kombinasi merokok
dan pemakaian obat kontrasepsi . Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok
meningkatkan terjadinya thombus, karena terjadinya artherosklerosis.
Diabetes
Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan terjadinya
hypertensi, kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi dan diabetes
sangat menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat
menurunkan terjadinya stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar cholesterol
diatas 240 mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke 25 %. Sedangkan
kenaikan HDL 1 m mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47 %.
Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya stroke. Pemberian obat‐
obat anti cholesterol jenis statin sangat menurunkan terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak dan
dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadang‐kadang tak
menimbulkan gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 %
ditemukan pada 7 % pasien laki‐laki dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65 tahun.
Pemberian obat‐obat aspirin dapat mengurangi incidence terjadinya stroke, namun pada
beberapa pasien dianjurkan dikerjakan carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel
Penyakit ini diturunkan, kadang‐kadang tanpa gejala apapun. Beberapa menunjukkan
gejala anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatan‐
penyumbatan pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon.
Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke dan
penyakit jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6 bulan
berturut‐turut meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih
hormon untuk mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya
stroke. Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke. Mungkin ini

18
dikaitkan dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan fisik yang teratur
dapat mengurangi terjadinya stroke (≥ 30 menit gerakan moderate tiap hari)
Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 – 29,9 dikategorikan berat berlebih
(over weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.
Central Obesitas/Gemuk perut:
Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alaki‐laki dan > 88 cm pada perempuan.
Kegemukan meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun perdarahan.
Penurunan berat badan akan menurunkan juga tekanan darah.

C. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah


Metabolik Sindrom
Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejala‐gejala sebagai berikut:
 Gemuk perut
 Trigliceride > 150 mg %
 HDL < 40 mg %
 Tensi ≥ 130 / ≥85 mm Hg
 Gula puasa ≥ 110 mg %
 Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan
menurunkan terjadinya stroke.

Pemakaian alkohol berlebihan


Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian jumlah sedikit dapat
menaikkan HDL cholesterol dan mengurangi perlengketan trombosit dan menurunkan
kadar fibrinogen. Alkohol berlebihan akan menyebabkan peningkatan tensi darah, darah
gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium fibrilasi.
Drug Abuse/narkoba
Pemakaian obat‐obat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin dsb meningkatkan
terjadinya stroke. Obat‐obat ini dapat mempengaruhi tensi darahsecara tiba‐tiba,
menyebabkan terjadinya emboli, karena adanya endocarditis dan menaikkan kekentalan
darah dan perlengketan thrombosit.
Pemakaian obat‐obat kontrasepsi (OC)
Resiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis obstradial ≥ 50 ug. Umumnya
resiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya usia >35 tahun,
perokok, hipertensi, diabetes dan migrain.
Gangguan Pola Tidur
Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke. Pola tidur
ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi menyebabkan stroke
tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak, kenaikan
tensi dsb. Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan mencari
penyebabnya.
Kenaikan homocystein
Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet yang
mengandung methirin. Kenaikan homocystein meningkatkan artheriosclerosis. Diet kaya
sayur dan buah akan menurunkan homocystein.
Kenaikan lipoprotein (a)

19
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya penyakit jantung dan
stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan meningkatkan
terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen aktivator.
Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya autiphospolipid
antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan
anticoagulant lypus.

3.4 Klasifikasi Stroke


Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke
hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke
Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat


penggumpalan.
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


2. Hemoragik Subaraknoid :pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach


(1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:

A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1. Stroke iskemik
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarakhnoid

B. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:


1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

20
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap

C. Berdasarkan sistem pembuluh darah:


Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.

Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi
dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan penelitian,
dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik.
Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh
kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan stroke iskemik.

3.5 Patofisiologi Stroke


Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,
asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang
diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

21
Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

(Dikutip dari : Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant


Therapy in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-
284)

Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan
intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola
berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding

22
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari
pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah
dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke
jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

23
3.6 Manifestasi Klinis Stroke
Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
 Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia
pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional aphasia,
dysarthria pada hemisphere non dominan.
 Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau
tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa
kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus
cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia contralateral
atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal
medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous
hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada
splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenberg’s syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral,
tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.

24
3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia
broca.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Stroke


Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat
herbal.Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi
spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan
berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD,
asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB,
hepatitis dan penyakit menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup riwayat
prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana, riwayat imunisasi, temperatur
pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota
keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan
prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM,
penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular dan depresi atau penyalahgunaan
alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga (pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan)
dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan,
tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan
dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status pernikahan, anak, orientasi
seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya, dukungan finansial dan asurasi,
pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran

25
mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan
tidur dan bermain.
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan,

26
 Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

27
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan
obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur
bekuan darah apapun dapat digunakan.

28
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT
scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau
massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
 menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih
dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail
yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang
dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam
tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna
yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna

29
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga
merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan.
Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu
diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi
yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan
pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada
dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat
bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk
mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri
yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

30
Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Diagnosis Banding

Bell's Palsy

i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan
atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf
kranial yang merangsang otot-otot wajah.
ii. PENYEBAB

31
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini
masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin,
AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-
satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata
pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR
(Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy
berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural.
Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan
menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang
akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.

iii. PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas,
tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis
yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi
dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis
keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti
corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan
bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik
dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik

primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan


dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy.

32
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons,
di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang
terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak
bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian
bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan
virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster
karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma
tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan
secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan
hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen
stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut
yang mensyarafi muskulus stapedius.
iv. GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan
pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan
otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi
wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi
penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita
mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya
sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan
dalam menutup matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi
pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis
v. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis
suatu bell’s palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer,
kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis
tersebut.2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.
 Anamnesa :
- Rasa nyeri.

33
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan
terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

 Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4
- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut
dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata
yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.
- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.
- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis
menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut
tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah
yang sakit mendatar.
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8
Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada
bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada
bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah :
pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.
c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah
pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada
paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang
terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa
refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara
kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan
pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi
(pemejaman mata pada sisi sakit).

34
Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk
membantu penegakkan diagnosa antara lain :
- Stethoscope Loudness Test
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus
stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala
pada membran stetoskop, maka suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi
muskulus stapedius yang lumpuh
- Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene
yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air
mata dapat dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan yang normal.
2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8
Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy antara lain adalah
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat
timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga
berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat
dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis
ataupun terdapat tumor
vi. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.Beberapa ahli percaya bahwa
kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2
hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.Apakah
pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh,
masih belum dapat dibuktikan.
Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka
mata harus dilindungi dari kekeringan.Tetes mata pelumas digunakan setiap
beberapa jam.
Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan
sarafnya bis membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.Jika kelumpuhan
menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk
mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah
yang lumpuh.

vii. PROGNOSIS
Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam
waktu 1-2 bulan.Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian
besar mengalami penyembuhan sempurna.

35
3.8 Tatalaksana Stroke
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat
jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk
stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin

Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :


1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena
dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah:
 Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
 Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
 PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
7 Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
 Kadar alcohol
 Fungsi hepar
 Analisa gas darah
 Skrining toksikologi
8. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
9. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan
gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT
Scan.

Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan
kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan
luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi
juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut
harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi
lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami
komplikasi ini.

I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial
untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.

36
a. Stroke Iskemik

Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin
2-20μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320
mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.

Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti


aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA

37
(recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi,
yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

b. Stroke Hemoragik

Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.

Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat


vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma
knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformation, AVM).

II. STADIUM SUBAKUT


Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif
primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
 Penatalaksanaan komplikasi
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

38
Penanganan Oedem Otak
Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya
oedem otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai
puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah
otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis
0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-
320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%
intravena 10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2=
29-35 mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena
disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang
yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru
akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian
infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
4. Bowel

39
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube
(NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Perawatan suportif
 Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas
dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
 Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan
secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati,
karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
 Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
 Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang
sesuai.
 Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
 Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT.
Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau
subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.

a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


 Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan
plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg
intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin
normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-50 mg bolus
lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
 Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan
perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg
intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit
sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit dan dirasi atau
penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium
(nifedipin oral 4x 10 mg).
 Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3
cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
 Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi
arteriovenosa.
 Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak
terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.
 Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya
anti konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
 Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.

40
 Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK,
beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan
pada pasien dengan perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda
peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-
0,5g/kgBB tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena
10 ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaan steroid masih kontroversial.
o Kraniotomi dekompresif.

Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan
II akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.

b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik


Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses
patologik mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada
daerah yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau
menurunkan edema.

Penanganan dari Serangan Iskemia Akut


1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta
gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
 Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
 Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang
mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis.
 Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah
dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur.
 Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.

41
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose  Balon kemudian dipompakan menekan plak
ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang
dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu
coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah
satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-
release.

4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi
pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel
siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet;
5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah
mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
 Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan
berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
 Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki
dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
 Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan
dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama
dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu
perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.

Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-
pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
42
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti
halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai
agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan
gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Efek Samping


Obat
Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50- Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- 100 mg; IV menit garam,
channels infus; 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi lama
(1-12 jam).
ACEI
Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan < 15 Durasi lama (6
IV selama 15 menit. jam), disfungsi
menit. renal.
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, Awitan cepat Bradikardia,
Clevidipin kalsium 2.5 mg/jam tiap (1-5 menit), hipotensi, durasi
Verapamil 15 menit, tidak terjadi lama (4-6 jam).
Diltiazem sampai 15 rebound.
mg/jam. Eliminasi tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.
Beta Blocker
Labetalol Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
reseptor α1, β1, tiap 10 menit (5-10 menit). hipoglikemia,
β2 sampai 300 durasi lama (2-12

43
mg/hari; infus jam). Gagal jantung
0,5-2 mg/menit. kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Esmolol Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, jantung kongestif.
selektif reseptor IV bolus durasi singkat
β1. disusul dosis < 15 menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat Takikardia, aritmia.
reseptor α1, α2. (2 menit),
durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum sickness-
dengan bolus (sampai like, drug-induced
mobilisasi 40 mg). lupus, durasi jam
kalsium dalam (3-4 jam), awitan
otot polos. lambat (15-30
menit)
Thiopental Aktivasi 30-60 mg IV. Awitan cepat Depresi miokardial
reseptor GABA (2 menit),
durasi singkat
(5-10 menit). Bronkospasme,
Trimetafan Blockade 1-5 mg/ menit Awitan segera, retensi urin,
ganglionik. IV durasi singkat siklopegia,
(5-10 menit) midriasis
Hipokalemia,
Fenoldipam Agonis DA-1 Awitan < 15 takikardia,
dan reseptor alfa 0,001- 1,6 menit, durasi bradikardia.
2 µg/kg/ menit 10-20 menit. Keracunan sianid,
Sodium Nitrovasodilator IV; tanpa bolus Awitan segera, vasodilator serebral
Nitroprusid 0,25-10µ/ kg/ durasi singkat (dapat
menit IV. (2-3 menit) mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial) refleks
takikardi.
Produksi
methemoglobin,
Nitrogliserin Nitrovasodilator Awitan 1-2 reflek takikardia.
5-1000 menit, durasi
µg/kg/menit IV 3-5 menit.

44
Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut
A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme:
mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan
t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut.
Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko
perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang
masih merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau
dipiridamol-aspirin, jika alergi atau gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika
gagal juga : tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial
Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH),
heparinoids warfarin

Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke


A. Terapi Antiplatelet
 Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm
proses pembekuan darah)
 Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin
 Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal
 Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien
stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya
stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik
dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus
memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer 􀃆 menjaga fungsi
serebral
E. Obat pilihan : golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh :
candesartan golongan ACE inhibitor
F. Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:
 meningkatkan kemampuan kognitif
 Meningkatkan kewaspadaan dan mood
 Meningkatkan fungsi memori
 Menghilangkan kelesuan
 Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)
G. Terapi rehabilitasi
misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

3.9 Komplikasi Stroke


1. Komplikasi Akut
45
 Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
 Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
 Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan
ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke
bahkan sering merupakan penyebab kematian.
 Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
 Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
 Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
 Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik
 Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
 Rekurensi stroke.
 Gangguan sosial-ekonomi.
 Gangguan psikologis.

3.10 Prognosis Stroke


Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik.
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang.
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33%
diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan stroke
hemoragik  (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma  hematoma
> 3 cm umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord  prognosis bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu  prognosis
buruk.

3.11 Pencegahan Stroke


Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke
adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor
risiko yang dapat dimodifikasi.
 Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah
penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi

46
para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan
tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah
< 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obat‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing‐masing
individu.
 Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid
darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini
maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan
obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan
timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih
rendah dari 7%.
 Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi,
penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus
dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat,
dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL
< 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko
multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis
tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit
arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin
untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
 Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi
jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
 Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight
sangat dianjurkan untuk mempertahankan body‐mass index (BMI) antara 18,5–
24,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari
40 inci (laki‐laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan
antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
 Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas
fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30
menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka
dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.

47
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan
memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi
aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.

4. Mengetahui dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Kewajiban Suami


Terhadap Istri
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis
besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku
“Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman
Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan
rahmah. (Ar-Rum: 21)
 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing
pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam
menjalankan agama. (At-aubah: 24)
 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan
Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
 Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah.
(AI-Furqan: 74)
 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar,
Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan
baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
 Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut
ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul
dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’
adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.
Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada
keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu
Ya’la)

48
 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh
kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya
pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah
ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa. (AIGhazali)
 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih
dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

Adab Isteri Kepada Suami


 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum
laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih
tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun
sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk
menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan
melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya
daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal
dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah,
TIrmidzi)
 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.:
“Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan
perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

49
 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

50

Anda mungkin juga menyukai