1
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-
serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas
melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.
2
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
3
otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut
sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-
serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan
serebelum.
4
SARAF VAGUS (N. X)
5
1.2 Anatomi dan Fisiologi Jaras Sensorik dan Motorik Sadar
a. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area
motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada
dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
6
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan
medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun
ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan
ketiga)
7
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
i. terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam
ruang gelap
ii. terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang
8
penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-
encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah
melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla
spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med.
oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis
dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari :
cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
9
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
a. Tractus Corticothalamus
Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
Asa l : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodman 6
Tujuan : subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons),
nucleus olivarius inferius (medulla oblongata)
b. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
10
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan
raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu
: sinyal diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks
posterior menuju cornu posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron
sensoris ke-2 → lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis → membentuk
jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus → menuju thalamus di
otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju korteks
somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla
spinalis → lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus →
11
berakhir di nucleus Goll → berganti menjadi neusron sensoris ke-2 →
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus di otak →
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks somatosensorik
di girus postsentralis (lobus parietalis).
12
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf
besar bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik,
sedangkan sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil
yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter per detik sampai 40
m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf
dalam sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang
yang sangat tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu, sememntara sistem
anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih kecil. Perbedaan ini
akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh kedua
sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat dan dalam
waktu yang singkat terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus
medialis, sedangkan informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan
tempo yang lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh
sistem dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat
luas-misalnya sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem
dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi mekanoreseptif jenis tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis
1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii
2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang
halus
3. Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
4. Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
5. Sensasi posisi tubuh dari persendian
6. Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.
Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar
pada tempat penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksual
13
Ketika dipotong horizontal:
tikungan di V disebut genu
pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu, antara
kepala inti caudate dan inti lenticular
pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara
thalamus dan lenticular nukleus
bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik
termasuk radiasi geniculocalcarine.
bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam jalur
pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer
Anterior ke posterior:
limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini
terputus selama Lobotomi prefrontal ).
Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang otak .
Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat
sensorik (termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan serat
corticobulbar beberapa.
14
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus - Berulang arteri Heubner
(cabang dari arteri serebri
anterior)
- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan (cabang dari arteri serebri)
Lutut inti saraf kranial di batang otak (alias: saluran - Berulang arteri Heubner
corticobulbar) (cabang dari arteri serebri
anterior)
- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan
tanduk anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
kortikospinalis saluran) - Lenticulostriate arteri
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom (cabang dari arteri serebri)
Posterior
dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan - Arteri Choroidal anterior
tungkai
ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan (cabang dari karotid
sumsum tulang belakang. internal)
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur
15
data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober
1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun
12,9% , usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki
53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).
1. Trombosis serebral
2. Embolisme serebral
3. Iskemia serebral
4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus
diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode
pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus
Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
16
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila ha
emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktor‐faktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor
resiko lebih dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadang‐kadang faktor resiko ini diabaikan.
Setelah mengetahui maka perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran
faktor‐faktor resiko dan cara‐cara pemeriksaan faktor.
17
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke
18
dikaitkan dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan fisik yang teratur
dapat mengurangi terjadinya stroke (≥ 30 menit gerakan moderate tiap hari)
Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 – 29,9 dikategorikan berat berlebih
(over weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.
Central Obesitas/Gemuk perut:
Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alaki‐laki dan > 88 cm pada perempuan.
Kegemukan meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun perdarahan.
Penurunan berat badan akan menurunkan juga tekanan darah.
19
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya penyakit jantung dan
stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan meningkatkan
terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen aktivator.
Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya autiphospolipid
antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan
anticoagulant lypus.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
20
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi
dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan penelitian,
dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik.
Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh
kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan stroke iskemik.
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,
asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang
diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
21
Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.
Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan
intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola
berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
22
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari
pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah
dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke
jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
23
3.6 Manifestasi Klinis Stroke
Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia
pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional aphasia,
dysarthria pada hemisphere non dominan.
Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau
tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa
kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.
24
3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia
broca.
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat
herbal.Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi
spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan
berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD,
asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB,
hepatitis dan penyakit menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup riwayat
prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana, riwayat imunisasi, temperatur
pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota
keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan
prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM,
penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular dan depresi atau penyalahgunaan
alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga (pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan)
dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan,
tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan
dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status pernikahan, anak, orientasi
seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya, dukungan finansial dan asurasi,
pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran
25
mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan
tidur dan bermain.
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
26
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
27
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan
obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur
bekuan darah apapun dapat digunakan.
28
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
29
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga
merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan.
Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu
diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi
yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan
pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada
dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat
bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk
mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri
yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
30
Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
Diagnosis Banding
Bell's Palsy
i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan
atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf
kranial yang merangsang otot-otot wajah.
ii. PENYEBAB
31
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini
masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin,
AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-
satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata
pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR
(Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy
berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural.
Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan
menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang
akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.
iii. PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas,
tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis
yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi
dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis
keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti
corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan
bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik
dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
32
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons,
di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang
terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak
bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian
bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan
virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster
karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma
tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan
secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan
hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen
stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut
yang mensyarafi muskulus stapedius.
iv. GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan
pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan
otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi
wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi
penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita
mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya
sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan
dalam menutup matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi
pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis
v. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis
suatu bell’s palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer,
kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis
tersebut.2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.
Anamnesa :
- Rasa nyeri.
33
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan
terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4
- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut
dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata
yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.
- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.
- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis
menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut
tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah
yang sakit mendatar.
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8
Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada
bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada
bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah :
pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.
c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah
pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada
paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang
terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa
refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara
kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan
pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi
(pemejaman mata pada sisi sakit).
34
Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk
membantu penegakkan diagnosa antara lain :
- Stethoscope Loudness Test
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus
stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala
pada membran stetoskop, maka suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi
muskulus stapedius yang lumpuh
- Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene
yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air
mata dapat dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan yang normal.
2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8
Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy antara lain adalah
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat
timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga
berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat
dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis
ataupun terdapat tumor
vi. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.Beberapa ahli percaya bahwa
kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2
hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.Apakah
pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh,
masih belum dapat dibuktikan.
Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka
mata harus dilindungi dari kekeringan.Tetes mata pelumas digunakan setiap
beberapa jam.
Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan
sarafnya bis membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.Jika kelumpuhan
menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk
mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah
yang lumpuh.
vii. PROGNOSIS
Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam
waktu 1-2 bulan.Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian
besar mengalami penyembuhan sempurna.
35
3.8 Tatalaksana Stroke
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat
jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk
stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan
kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan
luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi
juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut
harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi
lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami
komplikasi ini.
I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial
untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
36
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin
2-20μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320
mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
37
(recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi,
yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.
38
Penanganan Oedem Otak
Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya
oedem otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai
puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah
otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis
0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-
320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%
intravena 10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2=
29-35 mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena
disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang
yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru
akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian
infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
4. Bowel
39
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube
(NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas
dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan
secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati,
karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang
sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT.
Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau
subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
40
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK,
beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan
pada pasien dengan perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda
peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.
Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan
II akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.
41
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak
ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang
dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu
coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah
satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-
release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi
pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel
siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet;
5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah
mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan
berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki
dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan
dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama
dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu
perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-
pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
42
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti
halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai
agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan
gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
43
mg/hari; infus jam). Gagal jantung
0,5-2 mg/menit. kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Esmolol Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, jantung kongestif.
selektif reseptor IV bolus durasi singkat
β1. disusul dosis < 15 menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat Takikardia, aritmia.
reseptor α1, α2. (2 menit),
durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum sickness-
dengan bolus (sampai like, drug-induced
mobilisasi 40 mg). lupus, durasi jam
kalsium dalam (3-4 jam), awitan
otot polos. lambat (15-30
menit)
Thiopental Aktivasi 30-60 mg IV. Awitan cepat Depresi miokardial
reseptor GABA (2 menit),
durasi singkat
(5-10 menit). Bronkospasme,
Trimetafan Blockade 1-5 mg/ menit Awitan segera, retensi urin,
ganglionik. IV durasi singkat siklopegia,
(5-10 menit) midriasis
Hipokalemia,
Fenoldipam Agonis DA-1 Awitan < 15 takikardia,
dan reseptor alfa 0,001- 1,6 menit, durasi bradikardia.
2 µg/kg/ menit 10-20 menit. Keracunan sianid,
Sodium Nitrovasodilator IV; tanpa bolus Awitan segera, vasodilator serebral
Nitroprusid 0,25-10µ/ kg/ durasi singkat (dapat
menit IV. (2-3 menit) mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial) refleks
takikardi.
Produksi
methemoglobin,
Nitrogliserin Nitrovasodilator Awitan 1-2 reflek takikardia.
5-1000 menit, durasi
µg/kg/menit IV 3-5 menit.
44
Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut
A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme:
mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan
t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut.
Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko
perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang
masih merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau
dipiridamol-aspirin, jika alergi atau gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika
gagal juga : tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial
Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH),
heparinoids warfarin
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
46
para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan
tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah
< 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obat‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing‐masing
individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid
darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini
maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan
obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan
timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih
rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi,
penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus
dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat,
dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL
< 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko
multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis
tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit
arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin
untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi
jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight
sangat dianjurkan untuk mempertahankan body‐mass index (BMI) antara 18,5–
24,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari
40 inci (laki‐laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan
antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas
fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30
menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka
dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.
47
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan
memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi
aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.
48
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh
kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya
pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah
ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih
dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)
49
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
50