Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT


(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

BAB 5
ANALISIS GELOMBANG

5.1. PREDIKSI POLA GELOMBANG


5.1.1. Kondisi Angin
Data angin didapat dari hasil reanalisis dari National Centre for
Environmental Prediction (NCEP). Data NCEP berbentuk 4-dimensi (4D) : lintang,
bujur, waktu dan level ketinggian dan memiliki 2 format grid, yaitu fixed grid
(2.5ox2.5o dengan jumlah grid 73x144) dan Gaussian grid (T62 dengan jumlah grid
94x192). Data NCEP memiliki format penyimpanan NETCDF (Network Common
Data Format), dengan extension nama file .nc. Saat ini data dengan format
NetCDF sudah banyak digunakan dalam ilmu sains kebumian (geosciences),
termasuk meteorology dan oseanografi.
Pada pekerjaan ini karakteristik angin dianalisis menggunakan metoda
statistik, sedangkan perioda ulang angin dianalisis dengan pendekatan distibusi
Gumbel.

Gambar 5.1 Lokasi Pekerjaan dan Stasiun Angin


5.1.2. Analisis Statistik Data Angin

V-1
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Berdasarkan data angin di stasiun 01 NCEP (126.1°E;3.1°S) selama 10


tahun (2005 – 2014) digambarkan dalam windrose dan tabel berikut :

Gambar 5.2 Distribusi Kecepatan Angin Setiap Jam


Selama Perioda 2005 – 2014 di Stasiun 01 NCEP (126.1°E;3.1°S)

Tabel 5.1 Distribusi Kecepatan Angin Setiap Jam Selama Perioda 2005 – 2014
di Stasiun 01 NCEP (126.1°E;3.1°S)

Berdasarkan tabel dan gambar diatas, angin dominan berasal dari


Tenggara (33.91 %), dan kemungkinan terjadi angin diatas 7.5 m/s adalah 8.99 %,
seperti yang ditunjukkan grafik berikut:

V-2
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Gambar 5.3 Probabilitas Besar Kecepatan Angin Untuk Seluruh Arah

Lokasi studi berada pada suatu kepulauan dengan panjang fetch


bervariasi. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran windrose dan
grafik distribusi tahunan.

5.1.3. Periode Ulang Kecepatan Maksimum Angin


Berdasarkan data kecepatan angin maksimum tahunan berikut :
Tabel 5.2 Kecepatan Angin Maksimum Untuk Masing-Masing Arah
Waikeka arah Angin / Kecepatan maks
Tahun
Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut
2005 6.00 5.25 9.09 9.74 8.64 6.15 7.82 8.91
2006 4.99 5.92 7.39 11.34 10.28 7.94 7.22 7.57
2007 6.77 6.66 7.32 10.88 8.62 5.51 9.56 7.27
2008 6.76 4.50 8.12 11.95 8.98 5.89 9.02 9.50
2009 6.30 4.58 7.30 10.83 9.58 5.67 9.87 9.97
2010 8.06 6.26 6.01 9.44 7.80 6.63 6.59 8.22
2011 7.78 5.79 6.95 10.62 9.41 5.93 6.75 9.49
2012 10.54 5.24 7.02 10.77 10.66 5.06 6.04 10.24
2013 8.36 7.15 6.39 11.72 10.10 6.68 8.16 9.35
2014 10.04 6.31 9.88 13.10 8.70 6.33 11.12 13.27

Tabel 5.3 Kecepatan Angin Maksimum Tahunan

V-3
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Kecepatan
Tahun Arah
(m/s)
2005 9.74 Tenggara
2006 11.34 Tenggara
2007 10.88 Tenggara
2008 11.95 Tenggara
2009 10.83 Tenggara
2010 9.44 Tenggara
2011 10.62 Tenggara
2012 10.77 Tenggara
2013 11.72 Tenggara
2014 13.27 Barat Laut

Perioda ulang arah kecepatan angin akan dihitung berdasarkan Tabel 5.2,
mengingat arah angin yang terdapat pada tabel tersebut merupakan arah angin
pada kecepatan maksimum, maka kondisi ulang arah angin pada kecepatan
maksimum akan didapatkan. Perhitungan perioda ulang untuk kecepatan angin
maksimum, untuk menentukan kecepatan angin maksimum yang kan berulang
dilakukan dengan metoda statistik. Estimasi ini berdasarkan dengan asumsi
fungsi distribusi nilai maksimum. Distribusi yang digunakan adalah distribusi
Gumbel.
Data yang terdapat pada tabel 5.2 kemudian diplot untuk masing-masing
distribusi tersebut. Kemudian ditentukan fungsi distribusi yang akan digunakan
berdasarkan penyimpangan terkecil. Dari hasil percobaan mengunakan 3 metoda
distribusi tersebut metoda Gumbel paling kecil penyimpangannya, sehingga
dipilih metoda Gumbel dalam penentuan periode ulang. Berikut ini tabel hasil
perhitungan periode ulang untuk seluruh arah mata angin :

Tabel 5.4 Perioda Ulang Angin di Waikeka, Buru Selatan

V-4
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Barat Barat
Tahun Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat
Daya Laut
2 7.03 5.51 7.19 10.72 9.01 5.94 7.72 8.88
5 8.78 6.36 8.37 11.78 9.88 6.73 9.36 10.53
10 9.94 6.92 9.16 12.48 10.46 7.25 10.45 11.62
25 11.41 7.63 10.15 13.36 11.19 7.92 11.83 13.00
50 12.49 8.16 10.88 14.02 11.73 8.41 12.85 14.03
100 13.57 8.68 11.61 14.67 12.26 8.89 13.87 15.04

5.1.4. Kondisi Gelombang


Kondisi gelombang pada suatu perairan dapat diketahui dengan dua
cara, yaitu dengan observasi dilapangan dan dengan menggunakan peramalan
gelombang (Hind Casting). Analisis gelombang di studi Waikeka, Buru Selatan
dilakukan dengan menggunakan peramalan gelombang.
1. Peramalan Gelombang
Analisis gelombang berdasarkan hasil observasi pada umumnya
membutuhkan biaya yang yang cukup besar, sehingga untuk mengetahui
karakteristik gelombang berdasarkan data yang lebih lama (tahunan) sangat sulit
didapat dari hasil pengukuran. Oleh karena itu diperlukan metoda peramalan
gelombang (Hind Casting) yang dapat mengakomodir kondisi gelombang jangka
panjang pada suatu perairan berdasarkan data angin pada daerah tersebut.
Peramalan gelombang semula dilakukan dengan menggunakan hubungan
empiris sederhana berdasarkan observasi lapangan dari data-data tinggi
gelombang, kecepatan angin dan fetch. Selanjutnya Sverdrup dan Munk (1947)
dan dilanjutkan oleh Bretschneider (1958) membangun sebuah teori peramalan
gelombang berdasarkan konsep pertumbuhan energi gelombang. Metoda
tersebut dikenal dengan metoda SMB.
Secara keseluruhan langkah-langkah yang dilakukan untuk meramalkan
gelombang dengan metoda tersebut adalah sebagai berikut :
1. Analisis terhadap medan angin pembentuk gelombang
a. Menaksir kecepatan dan arah angin permukaan dari gerakan udara
bebas atau angin geostropik. Kemudian dengan menggunakan asumsi-

V-5
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

asumsi, angin geostropik selanjutnya dikonversikan kedalam angin


permukaan.
b. Menaksir kecepatan dan arah angin permukaan rata-rata. Cara ini
menggunakan angin permukaan yang tercatat pada stasiun di pinggir
pantai selama beberapa tahun pengamatan. Data tersebut dianggap
dapat mewakili data angin permukaan di laut dengan asumsi angin
bertiup secara terus menerus dengan kecepatan konstan dan melalui
lintasan berupa garis lurus. Disamping itu dalam langkah ini dianalisis
durasi angin dan panjang fetch. Durasi angin adalah lamanya angin
bertiup dengan kecepatan konstan, melalui fetch tertentu, sedangkan
fetch itu sendiri adalah panjang daerah yang masih dipengaruhi oleh
angin.
2. Perkiraan tinggi dan perioda gelombang
a. Menggunakan kurva-kurva peramalan gelombang secara langsung
b. Menggunakan persamaan-persamaan empirik.

2. Medan Angin Pembentuk Gelombang


Gelombang terjadi dilautan disebabkan karena adanya transport energi
dari angin pada permukaan laut. Karena itu untuk membuat suatu peramalan
gelombang diperlukan pengetahuan tentang parameter-parameter angin.
Bentuk-bentuk gangguan pada muka laut yang disebabkan oleh angin
diskalakan oleh Beaufort, seperti pada tabel berikut :

Tabel 5.5 Skala Bilangan Beaufort


Bilangan Kecepatan angin pada
Pengaruh yang dapat diamati
Beaufort tinggi standar, 10 meter

V-6
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Bilangan Kecepatan angin pada


Pengaruh yang dapat diamati
Beaufort tinggi standar, 10 meter
Knot m/detik
0 1 0,0 – 0,2 Laut tenang
1 1–3 0,3 – 0,5 Laut mulai beriak
Timbul gelombang kecil, mulai
2 4 -6 1,6 – 3,3
terlihat puncak-puncak gelombang
Gelombang kecil dengan puncak
3 7 – 10 3,4 – 5,4 yang mulai pecah, menghamburkan
buih-buih
Mulai timbul gelombang, mulai
4 11 – 16 5,5 – 7,9
timbul puncak ombak yang memutih
Terbentuk gelombang yang lebih
5 17 – 21 8,0 – 10,7
besar
Gelombang besar dengan puncak
6 22 – 27 10,8 – 13,8
ombak yang putih dimana-mana
Gelombang lebih besar, laut tertutup
7 28 – 33 13,9 – 17,1
buih putih
Tinggi dan panjang gelombang
8 34 – 40 17,2 – 20,7
makin besar
Terbentuk banyak gelombang tinggi,
9 41 – 47 20,8 – 24,4
laut mulai bergolak
10 48 – 55 24,5 – 28,5 Badai
11 > 56 >28,5 Hurricane

Dari tabel dapat kita lihat bahwa kecepatan angin minimum yang dapat
membangkitkan gelombang adalah angin dengan skala 4 Beaufort (lebih besar
dari 5,4 m/detik).

5.1.5. Perhitungan Gelombang Signifikan

V-7
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Metoda Hind Casting mampu meramalkan tinggi, perioda, dan arah


datang gelombang berdasarkan data kecepatan, arah, dan durasi angin bertiup
serta seting geografis (Fecth) pada lokasi pekerjaan.

5.1.6. Menentukan Panjang Fetch Efektif


Panjang fetch diukur sepanjang arah angin rata-rata dominan denga
anggapan bahwa angin bertiup melalui lintasa yang berupa garis lurus.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk penentuan fetch efektif adalah :
• Angin berhembus melalui permukaan air dengan lintasan yang berupa
garis lurus
• Angin berhembus dengan memindahkan energinya dalam arah gerakan
angin menyebar dalam radius 45º terhadap arah angin
• Angin memindahkan satu unit energinya pada air dalam arah pergerakan
angin ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga cosinus
sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
• Gelombang diabsorpsi secara sempurna dipantai

Fetch Waikeka

Gambar 5.4 Penentuan Panjang Fetch Dengan Interval 5 º di Waikeka,


Buru Selatan
Langkah-langkah menentukan panjang fetch efektif :

V-8
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

i) Tentukan arah angin dominan


ii) Tarik 15 buah jari-jari dari titik peramalan dengan selang diantaranya
6º. Sebagai sumbu utamanya adalah arah yang berimpit dengan arah
dominan. Jari-jari tersebut membentuk 45º diukur dari titik peramalan
terhadapa sisi kiri dan kanan dari sumber utama (dalam Nining,
2000). Ada juga yang menggunakan interval 5º sampai arah 45º ke
kiri dan ke kanan dari arah angin. Gambar 5.4 merupakan penentuan
panjang Fetch di Lokasi Studi.
iii) Dihitung panjang jari-jari dari titik peramalan samapai titik dimana
jari-jari tersebut memotong daratan untuk pertama kalinya (Xi) serta
dihitung pula cosinus sudut jari-jari terhadap sumbu (cos α1).

iv) Panjang fetch efektif dihitung dengan formula =


∑ X cos α
1 1

∑ cos α 1

v) Panjang fetch dititik pengamatan yang langsung berhadapan ke laut


lepas (tidak ada rintangan terhadap angin) adalah 200 Km.

Berikut ini Tabel Hasil Perhitungan Fetch Efektif Di Lokasi Studi :

Tabel 5.6 Perhitungan Total Fetch Efektif Di Waikeka, Buru Selatan


Panjang Fetch Panjang Fetch Waikeka
X(km) Panjang fetch
no θ X(km) cos θ cos θ efektif
1 75 200.00 0.258819 51.76381 171.9121 km
2 70 200.00 0.34202 68.40403 171912.1 m
3 65 200.00 0.422618 84.52365
4 60 200.00 0.5 100
5 55 200.00 0.573576 114.7153
6 50 200.00 0.642788 128.5575
7 45 200.00 0.707107 141.4214
8 40 200.00 0.766044 153.2089
9 35 200.00 0.819152 163.8304
10 30 200.00 0.866025 173.2051

V-9
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

11 25 200.00 0.906308 181.2616


12 20 200.00 0.939693 187.9385
13 15 200.00 0.965926 193.1852
14 10 200.00 0.984808 196.9616
15 5 183.60 0.996195 182.9059
16 0 175.80 1 175.7988
17 -5 165.05 0.996195 164.4207
18 -10 151.37 0.984808 149.071
19 -15 146.85 0.965926 141.8448
20 -20 142.40 0.939693 133.8151
21 -25 105.33 0.906308 95.4648
22 -30 80.02 0.866025 69.30134
23 -35 77.85 0.819152 63.76952
24 -40 143.06 0.766044 109.5922
25 -45 147.99 0.707107 104.6483
26 -50 153.62 0.642788 98.74812
27 -55 200.00 0.573576 114.7153
28 -60 200.00 0.5 100
29 -65 200.00 0.422618 84.52365
30 -70 200.00 0.34202 68.40403
31 -75 200.00 0.258819 51.76381
Jumlah 22.38216 3847.764

Gambar 5.5 Perhitungan Fetch Efektif Arah Datang Gelombang Di Waikeka,


Buru Selatan
Lokasi Waikeka

V - 10
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Effective Fetch
Arah (m)
Barat 184,480.38
Barat Laut 178,286.88
Utara 158,250.04
Timur Laut 160,745.95

5.1.7. Menentukan Kecepatan Angin Terkoreksi


i) Koreksi elevasi (U10) dan koreksi stabilitas (Ut), persamaannya adalah:

U= U ( z ) × (10 / z )
1/ 7
(10)

Dimana,
z : ketinggian pengukuran
Untuk mengurangi ketidakstabilan lapisan permukaan air dan udara,
maka perlu dilakukan koreksi kestabilan (Ut). Koreksi ini tidak perlu
dilakukan pada lapisan udara yang normal (perbedaan temperatur
udara dan laut sama dengan nol).
Perbedaan temperatur udara dan air dinyatakan sebagai dalam
persamaan berikut :

∆Tas = Ta − Ts
Dimana,
Ta : Temperatur udara
Ts : Temperatur permukaan air
Faktor koreksi stabilitas (RT) merupakan fungsi dari ΔTas yang telah
didefinisikan oleh rasio Vincent (1997) untuk menghitung efek ini.
Nilai RT diperoleh dengan menggunakan grafik 3.14 SPM vol 1.

V - 11
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Gambar 5.6 Grafik Koreksi Stablilitas Yang Merupakan Fungsi Dari


Perbedaan Temperatur (Sumber : SPM vol 1)

Kecepatan angin efektif yaitu kecepatan angin yang telah dikoreksi


oleh faktor stabilitas dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
U=
t Rt × U (10)

Dimana,

Rt : Faktor Koreksi

U (10) : Koreksi elevasi

ii) Durasi kecepatan angin


Persamaan durasi kecepatan angin adalah sebagai berikut :
t = 1609/Ut
Untuk 1<t<3600 detik
U t / U=
t =3600 1, 2777 + 0, 29 tanh(0,9 log10 (45 / t ))
=X
Nilai X adalah nilai ratio antara rata-rata kecepatan angin pada saat t
terhadap rata-rata kecepatan angin setiap jamnya.
Untuk 3600<t<36000 detik

U t / U t =3600 =
−0,5log10 t + 1,5344
Persamaan rata-rata kecepatan durasi 1 jam :

U t =3600 = U t / X

V - 12
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Dengan menggunakan grafik 3.13 kembali akan didapat nilai X. Dari


nilai X didapat dari persamaan 3-9 sehingga diperoleh kecepatan
angin yaitu :

=U U t =3600 × X
iii) Koefisien drag
Formula pertumbuhan gelombang dan grafik monogram merupakan
fungsi dari faktor stress angin yang biasa disebut koefisien drag.
Kecepatan angin yang didapat dari persamaan 3-6 diubah menjadi
faktor stress angin dengan persamaan sebagai berikut :

U A = 0, 71(U )
1,23

Berikut ini tabel hasil perhitungan untuk menentukan kecepatan angin


terkoreksi:

5.1.8. Peramalan Karakteristik Gelombang dengan Menggunakan Metoda


SMB
Perkiraan tinggi dan perioda gelombang dengan metoda SMB (laut
dalam) dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
Menghitung durasi t pertumbuhan gelombang dengan rumus :
2
U  gF  3
t = 68,8 A  2  ,
g U A 

Sedangkan untuk kondisi fully developed sea digunakan rumus :


UA
=t 7,15 ×104
g
Jika durasi thitung > tdata yang diberikan maka fetch dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
3
U A  gt 
2 2
F=  
g  68,8U A 

Dengan memasukkan t = tdata


Jika thitung < tdata maka masukkan t yang digunakan t = tdata dan fetch yang
digunakan adalah fetch efektif
Langkah selanjutnya adalah menghitung Hs dengan formula berikut,

V - 13
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

1
gH s  gF  2
= 1, 6 ×10−3  2 
2
UA  UA 
Dengan : F : panjang fetch
UA : faktor stress angin
G : percepatan gravitasi
Hs : tinggi gelombang signifikan
Hitung Hs(FDS) yaitu ketingian gelombang dalam kondisi fully development sea
dimana tinggi gelombang hanya ditentukan oleh kecepatan anginnya, sedangkan
untuk durasi fetch tidak diperhatikan

U A2
H s(FDS) = 0, 2433
g
Bila harga Hs< Hs(FDS) maka perioda signifikan (Ts) dihitung dengan persamaan
1
gTs  gF  2
= 2,857 ×10−1  2 
UA  UA 
1
 gF  2 U
Ts 2,857 ×10−1  2  A
atau =
 UA  g
Sedangkan untuk Hs>Hs(FDS) Ts dihitung dengan formula
gTs
= 8,134
UA

UA
atau =
Ts 8.134 ×
g

Frekuensi gelombang-gelombang besar merupakan faktor yang


mempengaruhi perencanaan bangunan pantai. Untuk menetapkan gelombang
dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu
pengukuran cukup panjang (beberapa tahun). Data tersebut bisa berupa data
pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi (peramalan)
berdasar data angin. Di Indonesia, pengukuran gelombang dalam jangka
waktu panjang belum banyak dilakukan. Pengukuran gelombang selain sulit
juga mahal. Sementara itu pengukuran angin sudah banyak dilakukan.
Berdasarkan data representatif untuk beberapa tahun pengamatan dapat

V - 14
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

diperkirakan gelombang yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali


dalam T tahun, dan gelombang tersebut dikenal dengan gelombang periode ulang
T tahun atau gelombang T tahunan. Misalnya apabila T= 50, gelombang yang
diperkirakan adalah gelombang 50 tahunan atau gelombang dengan periode
ulang 50 tahun, artinya bahwa gelombang tersebut diharapkan disamai atau
dilampaui rata-rata sekali dalam 50 tahun. Hal ini tidak berarti bahwa
gelombang 50 tahunan hanya akan terjadi satu kali dalam setiap periode 50 tahun
yang berurutan; melainkan diperkirakan bahwa gelombang tersebut jika
dilampaui k kali dalam periode panjang M tahun akan mempunyai nilai k/M
yang kira-kira sama dengan 1/50.
Perhitungan gelombang ekstrim sangat diperlukan terutama untuk
keperluan desain struktur di perairan. Estimasi tinggi gelombang maksimum
yang mungkin terjadi berdasarkan hasil data peramalan gelombang selama 11
tahun serta perioda ulangnya dihitung menggunakan beberapa fungsi distribusi.
Pada studi ini di gunakan distribusi Gumbel (Fisher-Trippet Type I) untuk
memperkirakan tinggi gelombang signifikan dengan berbagai periode ulang.

Tabel 5.7 Tinggi Maksimum Gelombang Signifikan


Hs (m)
Tahun Barat Barat Laut Utara Timur Laut
2005 2.20 2.54 1.47 1.26
2006 2.00 2.08 1.17 1.46
2007 2.82 1.98 1.71 1.69
2008 2.62 2.75 1.70 1.04
2009 2.93 2.92 1.56 1.06
2010 1.78 2.30 2.11 1.56
2011 1.84 2.74 2.02 1.42
2012 1.60 3.01 2.94 1.25
2013 2.32 2.69 2.21 1.84
2014 3.39 4.14 2.77 1.58

V - 15
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Selanjutnya kejadian ulang gelombang maksimum dihitung dalam setiap


perioda ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahunan, masing-masing disajikan dalam
Tabel 5.9 dan Tabel 5.10.

Tabel 5.8 Contoh Hitungan Gelombang Dengan Periode Ulang Untuk


Waikeka, Buru Selatan
No Hsm (Hsm- Hsm-
Urut m Hsm P ym ym ym2 Hr) Hsm Hsm
1 1.84 0.9496 2.9628 5.4452 8.7784 0.1785 0.9488 0.8891
2 1.69 0.8597 1.8894 3.1851 3.5700 0.0731 0.7974 0.8883
3 1.58 0.7698 1.3408 2.1152 1.7977 0.0263 0.7200 0.8575
4 1.56 0.6799 0.9522 1.4879 0.9068 0.0217 0.6653 0.8973
5 1.46 0.5899 0.6391 0.9310 0.4085 0.0017 0.6211 0.8356
6 1.42 0.5000 0.3665 0.5195 0.1343 0.0000 0.5827 0.8347
7 1.26 0.4101 0.1149 0.1446 0.0132 0.0248 0.5472 0.7105
8 1.25 0.3201 -0.1301 -0.1631 0.0169 0.0261 0.5127 0.7410
9 1.06 0.2302 -0.3844 -0.4091 0.1478 0.1233 0.4768 0.5873
10 1.04 0.1403 -0.6750 -0.7020 0.4556 0.1409 0.4358 0.6042

Keterangan :
m : Nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1, 2, …, N
Hsm : Tinggi gelombang urutan m
𝑚−0,44
P : Probabilitas (P(Hs < Hsm)= 1 − )
𝑁𝑇+0,12

NT : Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan


Ym : - ln{-ln P(Hs < Hsm)}
� sm
𝐻 : Perkiraan Tinggi
Dari beberapa nilai tersebut selanjutnya dihitung parameter 𝐴̌ dan 𝐵�
berdasarkan data Hsm dan Ym seperti terlihat pada kolom 2 dan 4 Tabel 5.9
dengan menggunakan persamaan berikut :
Hsm = 𝐴̌Ym + 𝐵�
Selanjutnya hitungan tinggi gelombang signifikan dengan beberapa periode
ulang dilakukan dalam Tabel 5.9

V - 16
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Tabel 5.9 Gelombang Dengan Periode Ulang Tertentu di Waikeka,


Buru Selatan
Periode Tinggi Gelombang Signifikan
Ulang Barat Barat Laut Utara Timur Laut
2 2.17 2.54 1.80 1.34
5 2.75 3.13 2.36 1.59
10 3.14 3.52 2.73 1.76
25 3.62 4.02 3.20 1.98
50 3.98 4.39 3.55 2.14
100 4.34 4.75 3.89 2.29

5.1.9. Simulasi Gelombang


Simulasi dilakukan dengan menggunakan modul CGWAVE. Bathymetri model
gelombang menggunakan data bathymetri dari survei, untuk simulasi model
gelombang dilakukan untuk memberikan informasi gelombang secara spasial.
Informasi mengenai tinggi gelombang di lokasi pekerjaan akan menjadi salah
satu masukan dalam menentukan desain pembangunan layout jetty dan
breakwater yang sesuai.

V - 17
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Bathymetri daerah model gelombang

Gambar 5.7 Bathymetri Daerah Model Gelombang (Eksisting)

Gambar 5.8 Grid Daerah Model Gelombang Dan Rencana Layout Jetty

V - 18
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Gambar 5.9 Desain Rencana Dermaga

Berdasarkan data bathymetri dan informasi mengenai gelombang


perairan dalam maka di lakukan simulasi gelombang untuk tinggi gelombang di
lokasi pekerjaan secara spasial dengan acuan periode ulang 50th.
Uji arah datang gelombang di lakukan dengan kondisi setelah rencana
jetty selesai di bangun dimana untuk lokasi alternative satu dengan arah datang
gelombang sebagai berikut :
Tinggi Gelommbang Signifikan
Barat Barat Laut Utara Timur Laut
3.98 4.39 3.55 2.14

Berikut ini hasil pemodelan penjalaran gelombang di dermaga rencana desain :

Arah Datang Gelombang Barat

V - 19
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Arah Datang Gelombang Barat Laut

V - 20
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Arah Datang Gelombang Utara

V - 21
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Arah Datang Gelombang Timur Laut

V - 22
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Berikut ini spesifikasi tinggi gelombang maksimum untuk bongkar/muat


muatan.
Tabel 5.10 Tinggi Gelombang Maksimum Untuk Bongkar / Muat Muatan

V - 23
LAPORAN KAJIAN SURVEY DAN DESAIN ANALISIS
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LAUT
(JETTY / DERMAGA) KAB. BURU SELATAN – PROVINSI MALUKU GELOMBANG

Ukuran Kapal Tinggi Gelombang (H1/3)


Kapal Kecil (<500 GT) 0.3 m
Kapal Sedang (500 – 50.000 GT) 0.5 m
Kapal Besar (>50.000 GT) 0.7 – 1.5 m
Sumber : Pelabuhan 2003

Analisis :
• Desain breakwater telah di uji dengan seluruh arah datang gelombang
dari Barat, Barat Laut, Utara dan Timur Laut.
• Lokasi dermaga memiliki arah datang gelombang dengan area
pembentkan angin yang panjang, kondisi ini mengakibatkan area
dermaga memiliki tinggi gelombang yang cukup tinggi untuk bongkar
muat.
• Kecepatan angin rata-rata di lokasi dermaga pada kelas 3 beufort yaitu di
perairan dalam telah terbentuk gelombang kecil dengan puncak yang
mulai pecah, menghamburkan buih-buih dimana pada kondisi tersebut
berpotensi mengakibatkan tinggi gelomang yang tinggi di pesisir.
• Tinggi gelombang paling rendah saat gelombang datang dari arah Timur
Laut, kondisi ini terjadi akibat area fetch dibatasi pulau sebelah timur
laut.
• Tinggi gelombang di dermaga pada saat arah datan gelombang dari
Utara dapat mencapai 2,6 m.
• Karakteristik bathymetri (kedalaman perairan) memiliki kemiringan yang
curam pada jarak >200 m dari garis pantai.

V - 24

Anda mungkin juga menyukai