PEMBAHASAN
KLASIFIKASI TB
• Berdasarkan struktur anatomi yang terkena
• Berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya
• Berdasarkan Uji kepekaan obat
• TB berdasarkan status HIV
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum, status gizi pasien baik, namun
tampak lemah. Pada inspeksi terutama thoraks pada inspeksi bentuk dada
pasien normal dan pengembangan dada simetris kanan kiri. Pada palpasi
dirasakan vokal fremitus pada dada kiri dan kanan sama, karena pasien
diperiksa pada bulan ke 5 pengobatan dan sudah mengalami perbaikan. Pada
perkusi ditemukan sedikit redup pada kedua lapang paru karena rongga
thorax terisi cairan karena efusi pleura. Pada auskultasi didapatkan suara
nafas vesikuler yang menurun, suara ronkhi basah kasar, dan wheezing.
Temuan pemeriksaan fisis cukup terbatas pada TB paru. Terkadang
abnormalitas tidak ditemukan pada pemeriksaan thorax. Bunyhi ronkhi biasa
ditemukan terutama karena peningkatan produksi sputum. Bunyi wheezing juga
terkadang ditemukan akibat obstruksi parsial bronkus dan bunyi amphoric klasik
pada kavitas. Terkadang bunyi pernafasan terdengar redup yang berarti
menunjukkan ada proses abnormalitas yang cukup parah sebagai komplikasi
dari infeksi tuberculosis. Pada keadaan tertentu pasien juga dapat
menunjukkan wajah yang pucat serta clubbing finger (Baliga, 2007).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah leukosit normal.
Foto toraks menunjukkan adanya gambaran bronkopneumonia.
Pemeriksaan foto thoraks PA merupakan pemeriksaan yang rutin
dilakukan untuk evaluasi tuberculosis paru. Gambaran yang biasanya muncul
adalah bercak infiltrat terutama kavitas yang biasanya dapat ditemukan pada
19% hingga 50%. Gambaran lainnya yang biasa muncul adalah infiltrat lobus
dan interstitial serta limfadenopati. Pada segmen apeks paru biasa ditemukan
gambaran densitas radiopak yang menandakan terbentuknya fibronodular.
Pada tahap lanjut lesi ini dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi
kavitas yang berdinding tipis. Pada TB paru rekativasi, daerah yang paling
sering tampak kelainan yakni, apeks dan segmen posterior lobus kanan, apeks
dan segmen posterior lobus kiri, dan segemen superior lobus bawah Lesi pada
daerah ini lebih sering terlihat pada pasien dengan diabetes. Efusi pleura pada
tuberculosis paru tahap dini juga dapat terlihat terutama pada perkembangan
penyakit yang progresif. CT scan biasanya dapat dilakukan untuk
menentukan luasnya penyebaran lesi namun biasanya tidak memberikan
gambaran khas pada infeksi tahap dini (Eastman et al, 2006).
PENULARAN
PENATALAKSANAAN
KATEGORI PENGOBATAN
A. Kategori I : TB Paru BTA (+) kasus baru, TB paru BTA (-), RO (+) lesi
luas/ sakit berat, TB ekstra paru berat
C. Kategori III :TB paru BTA (-), RO (+) lesi/ sakit ringan, TB ekstra
A. Kategori I (2RHZE/4R3H3)
B. Kategori II ( 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3)
C. Kategori III
primer, dan seandainya pasien baru dijumpai pertama kali dipuskesmas. Maka
terapi utama yang akan diberikan terlebih dahulu adalah : Karena pasien sesak
maka diberikan terapi oksigen adekuat, diberikan O2 4 lpm menggunakan nasal
kanul. Terapi oksigen berguna untuk keadaan darurat yang mengancam nyawa.
Pasien langsung dirujuk ke Rumah sakit
MONITORING TERAPI
Pada pasien TB paru baik pasien baru maupun pasien relaps yang ditangani
dengan regimen lini pertama, pemeriksaan sputum dilakukan setelah fase intensif
selama 2 bulan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa hasil apusan tahan asam bukan
merupakan indikator utama untuk menentukan kegagalan terapi (WHO, 2011) .
Bila pasien menunjukkan hasil positif pada smear bulan kedua, makan
pemeriksaan smear tahan asam dilanjutkan pada bulan ketiga. Bila hasil pada
bulan ketiga masih menunjukkan hasil positif maka harus dilakukan kultur sputum
dan tes sensitivitas antibiotik. Pemeriksaan tetap dilanjutkan hingga bulan ke 5
dan ke 6. Bila masih positif maka pengobatan dianggap gagal (WHO, 2011).
Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB baru dengan regimen lini
pertama (WHO, 2011)
Pada pasien yang diobati dengan regimen rifampicin, bila hasil smear
ditemukan positif pada fase intensif yang sudah selesai, tidak direkomendasikan
untuk memperpanjang fase intensif (WHO, 2011).
Pada pasien yang sudah pernah mendapat pengobatan sebelumnya,
pasien perlu menjalani tes kultur sputum dan sensitivitas antibiotik rifampicin dan
isoniazid sebelum memulai pengobatan. Di negara dengan tes sensitivitas
antiobitik yang rutin dilakukan, regimen pengobatan mengacu pada hasil tes
sedangkan pada negara yang jarang menjalankan tes sensitivitas antibiotik,
pengobatan didasarkan pada empirisme atau regimen MDR-TB (WHO, 2011(.
Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB retreatmen dengan
regimen lini pertama (WHO, 2011)
Saat ini obat kombinasi tetap atau Fixed Drug Combination (FDC) sering
digunakan walaupun dalam kenyataanya WHO belum mengkaji lebih lanjut
mengenai FDC. Akan tetapi WHO tetap merekomendasikan penggunaan FDC
untuk mencegah insidensi obat yang tidak terminum yang berujung pada resistensi
pengobatan
III. KESIMPULAN
RESEP :
DOSIS :
s.1.d.d I cap pc
s.1.d.d. 1 ½ tab pc
atau