Anda di halaman 1dari 17

II.

PEMBAHASAN

Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya seperti M. tuberculosis, M.
africanum, M. bovis, M. canettii, dan M. microti. M. tuberculosis Bakteri
patogen ini menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya. Mycobacterium
tuberculosis umumnya disebarkan melalui udara dalam bentuk droplet nuklei
yang menimbulkan respon granuloma dan inflamasi jaringan. Tanpa penanganan
yang baik, kasus akan menjadi fatal dalam 5 tahun (Fauci, 2008).
Menurut laporan WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB
pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang 13% diantaranya adalah pasien TB dengan
HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut di wilayah afrika. Meskipun kasus
dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan
dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta
kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000
kasus termasuk diantaranya adalah 160.000 wanita dengan HIV +. Separuh dari
orang dengan HIV positif meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita
(KEMENKES, 2014).
Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya seperti
penumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan anamnesis
yang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada dasarnya pasien
dengan sistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis hanya pada satu area
saja misalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru sedangkan pada pasien
dengan immunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih daripada satu organ.
Terlepas dari pasien dengan HIV positif, sekitar 80% pasien dewasa menderita
tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita tuberculosis paru dan ekstra
paru.Tuberculosis diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru
berdasarkan lokasi infeksinya. Pada tuberculosis paru dapat diklasifikasikan sebagai
TB paru primer atau post primer (Iseman, 2008).
DASAR DIAGNOSIS TUBERCULOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang (Laboratoris, Bakteriologis, Radiologis, Patologi Anatomi). Anamnesis
akan ditemukan gejala batuk 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah. Sesak
napas atau nyeri dada, dan ditemui gejala sistemik seperti badan lemah, demam,
nafsu makan menurun, malaise, dan keringat malam. Pemeriksaan Fisik dapat
dilihat dari keadaan umum, gizi, dan tanda vital pasien. Pemeriksaan respiratorik
dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan laboratorium, pada
darah rutin akan dijumpai LED yang meningkat, limfositosis, kelainan gula darah,
dan fungsi hati. Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan BTA
3x (SPS), Kultur, dan pemeriksaan resistensi. Uji yang lainnya seperti uji
mantoux,PCR, dan serologis dapat dilakukan jika diperlukan.
Pemeriksaan dahak dapat dilakukan secara langsung dengan metode SPS,
hasil pemeriksaan dahak digunakan untuk penegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan terapi, dan menilai potensi penularan. Pemeriksaan biakan M. b
dilakukan pada ekstraparu, TB anak, atau TB dengan sputum BTA negatif.
Diagnosis tegak bila minimal satu pemeriksaan sputum positif.
Pemeriksaan mikrobiologi kuman M. tuberculosis berbentuk batang lurus
atau sedikit melengkung, tidak berspora, dan tidak berkapsul. Bakteri ini
berukuran 0.3-0,6 um dan panjang 1-4 um. Dinding M. tuberculosis sangat
kompleks, terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi hampir 60%. Kuman Tb
berbentuk batang warna merah, bersifat tahan asam dengan pewarnaan ZN, dan
dapat tumbuh di media khusus L. Jensen atau Ogawa. Sifat tahan asam tersebut
akan membuat kuman ini sekali diwarnai akan tetap taham terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larautan asam- alkohol. Kuman TB tahan
hidup pada suhu rendah 4 sampai -70 ˚C. Kuman ini peka terhadap panas, sinar
matahari, atau UV. Dapat bersifat dorman (tidur/ tidak berkembang).
Pemeriksaan radiologis pada TB dapat dijumpai berupa infiltrat, fibroinfiltrat,
caviti, milier, ateletaksis, efusi pleura, pneumotoraks, destroyed lung, massa dll.
Gambaran Radiologis TB

Alur Diagnosis TB pada Orang Dewasa

PENEGAKKAN DIAGNOSIS TB PARU


Penegakkan diagnosis dengan bakteriologis adalah dengan menggunakan
mikroskopis langsung, biakan, atau tes cepat. Apabila bakteriologis negatif,
penegakkan diagnosis secara klinis dan penunjang foto thorax. Penegakkan diagnosis
secara klinis dilakukan sesudah pemberian antibiotik spektrum luas (non OAT dan
non quinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan serologis/ foto thorax saja/ uji
tuberkulin.

KLASIFIKASI DAN TIPE PASIEN TB


• Pasien terduga TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala
klinis mendukung TB.
• Pasien TB berdasarkan konfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB terdiagnosis klinis.

KLASIFIKASI TB
• Berdasarkan struktur anatomi yang terkena
• Berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya
• Berdasarkan Uji kepekaan obat
• TB berdasarkan status HIV

Berikut ini adalah 5 kategori TB :


1. Monoresistance (resisten 1 obat)
2. Polyresistance (resisten > 1 obat bukat kombinasi RH)
3. Multidrug resistance (resisten minimal RH)
4. Extensively Drug resistance (XDR) MDR + fluorokuinolon dan minimal 1
dari 3 injeksi lini kedua (amikasin,kanamisin, kapreomisin)
5. TB resisten rifampicin (TB RR)

Pada kasus ini didapatkan seorang Peremuan berusia 65 tahun dicurigai


menderita TB kasus kambuh, dengan efusi pleura, kardiomegali, dan hipokalemia.
Dasar diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Dasar diagnosis TB kasus kambuh pada pasien ini adalah
sebagai berikut:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan riwayat batuk > 3 minggu, pada pasien ini
dijumpai dahak namun tidak mengeluarkan darah. Selain itu, ditemukan gejala
sesak nafas dan gejala sistemik seperti badan lemah, demam, nafsu makan
menurun, malaise, dan keringat malam.
Gejala yang muncul awalnya bersifat non spesifik, biasanya ditandai
dengan demam baik subfebris hingga febris dan keringat malam, berat badan
yang menurun, anoreksia, dan merasa lemas. Pada 80 % kasus ditemukan
demam dan tidak adanya demam bukan berati tuberculosis dapat dihilangkan.
Dalam sebagian besar kasus, batuk non produktif biasanya muncul minimal
selama 2 minggu dan selanjutnya diikuti oleh batuk produktif dengan sputum
yang purulen bahkan diikuti bercak darah. Hemoptisis yang masif biasanya
muncul sebagai destruksi pembuluh darah pada kavitas terutama pembuluh
darah yang berdilatasi pada dinding kavitas (Rasmussen's aneurysm). Nyeri
dada biasa juga dirasakan terutama pada pasien dengan lesi pada pleura.
Lebih lanjut biasanya pasien akan sesak nafas dan diikuti dengan adult
respiratory distress syndrome (ARDS) (Baliga, 2007).
Selain itu pada RPD dijumpai riwayat menderita sakit TB.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum, status gizi pasien baik, namun
tampak lemah. Pada inspeksi terutama thoraks pada inspeksi bentuk dada
pasien normal dan pengembangan dada simetris kanan kiri. Pada palpasi
dirasakan vokal fremitus pada dada kiri dan kanan sama, karena pasien
diperiksa pada bulan ke 5 pengobatan dan sudah mengalami perbaikan. Pada
perkusi ditemukan sedikit redup pada kedua lapang paru karena rongga
thorax terisi cairan karena efusi pleura. Pada auskultasi didapatkan suara
nafas vesikuler yang menurun, suara ronkhi basah kasar, dan wheezing.
Temuan pemeriksaan fisis cukup terbatas pada TB paru. Terkadang
abnormalitas tidak ditemukan pada pemeriksaan thorax. Bunyhi ronkhi biasa
ditemukan terutama karena peningkatan produksi sputum. Bunyi wheezing juga
terkadang ditemukan akibat obstruksi parsial bronkus dan bunyi amphoric klasik
pada kavitas. Terkadang bunyi pernafasan terdengar redup yang berarti
menunjukkan ada proses abnormalitas yang cukup parah sebagai komplikasi
dari infeksi tuberculosis. Pada keadaan tertentu pasien juga dapat
menunjukkan wajah yang pucat serta clubbing finger (Baliga, 2007).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah leukosit normal.
Foto toraks menunjukkan adanya gambaran bronkopneumonia.
Pemeriksaan foto thoraks PA merupakan pemeriksaan yang rutin
dilakukan untuk evaluasi tuberculosis paru. Gambaran yang biasanya muncul
adalah bercak infiltrat terutama kavitas yang biasanya dapat ditemukan pada
19% hingga 50%. Gambaran lainnya yang biasa muncul adalah infiltrat lobus
dan interstitial serta limfadenopati. Pada segmen apeks paru biasa ditemukan
gambaran densitas radiopak yang menandakan terbentuknya fibronodular.
Pada tahap lanjut lesi ini dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi
kavitas yang berdinding tipis. Pada TB paru rekativasi, daerah yang paling
sering tampak kelainan yakni, apeks dan segmen posterior lobus kanan, apeks
dan segmen posterior lobus kiri, dan segemen superior lobus bawah Lesi pada
daerah ini lebih sering terlihat pada pasien dengan diabetes. Efusi pleura pada
tuberculosis paru tahap dini juga dapat terlihat terutama pada perkembangan
penyakit yang progresif. CT scan biasanya dapat dilakukan untuk
menentukan luasnya penyebaran lesi namun biasanya tidak memberikan
gambaran khas pada infeksi tahap dini (Eastman et al, 2006).

Apusan sputum dan kultur merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan


untuk menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 40-60%. Pada pasien suspek
tuberculosis paru, tiga sampel sputum diambil yakni sewaktu, pada pagi hari
dan sewaktu. Pada pasien dengan tuberculosis paru, sputum dapat diperoleh
dengan proses ekspektorasi atau nebulisasi dengan saline hipertonik, bilasan
bronkus atau bahkan dengan bronchoscopy (Ganguly, 2014).
PATOGENESIS TB

PEMERIKSAAN UJI KEPEKAAN OBAT

Untuk menentukan ada tidaknya resistensi M. TB terhadap OAT harus


dilakukan di laboratorium yang lulus uji pemantapan mutu. Tes cepat Gene Xpert
digunakan untuk memperluas penemuan kasus resisten OAT.

PENULARAN

Sumber penularan TB adalah pasien dengan BTA positif. Penularan pada


pasien TB BTA positif adalah sebesar 65%. Penularan TB pada pasien dengan
BTA negatif dengan kultur positif adalah sebesar 26%. Penularan BTA kultur
negatif dan foto thorax positif adalah sebesar 17%. Penularan TB adalah melalui
droplet, berbicara akan menghasilkan 0-219 partikel, batuk menghasilkan 0-3500
partikel, dan bersin mengeluarkan 4500- 1 juta partikel ke udara.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan TB adalah untuk ; menyembuhkan penderita, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan risiko penularan, dan mencegah
resistensi kuman. Prinsip pengobatannya adalah kombinasi beberapa jenis obat,
dosis tepat, seusai kategori pengobatan, diberikan dalam 2 tahap (tahap intensif
dan lanjutan), patuh sampai selesai masa pengobatan. Tahap intensif diberikan
tiap hari, dapat konversi sputum dengan cepat (bakterisidal), menghilangkan
keluhan, mencegah efek penyakit lebih lanjut, dan mencegah resistensi. Tahap
lanjutan diberikan interniten, menghilangkan BTA yang tersisa (efek sterilisasi)
dan mencegah kekambuhan (relaps).

KATEGORI PENGOBATAN

A. Kategori I : TB Paru BTA (+) kasus baru, TB paru BTA (-), RO (+) lesi
luas/ sakit berat, TB ekstra paru berat

B. Kategori II : TB paru kambuh, TB paru gagal, TB paru lalai (D.O)

C. Kategori III :TB paru BTA (-), RO (+) lesi/ sakit ringan, TB ekstra

paru. Panduan OAT Indonesia mengikuti WHO :

A. Kategori I (2RHZE/4R3H3)

B. Kategori II ( 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3)

C. Kategori III

Pemeriksaan dahak ulang untuk hasil pengobatan


Pemeriksaan dahak ulang untuk hasil pengobatan

DOSIS PANDUAN OAT

Penatalaksanaan pada pasien ini disesuaikan dengan kondisi pelayanan di faskes

primer, dan seandainya pasien baru dijumpai pertama kali dipuskesmas. Maka
terapi utama yang akan diberikan terlebih dahulu adalah : Karena pasien sesak
maka diberikan terapi oksigen adekuat, diberikan O2 4 lpm menggunakan nasal
kanul. Terapi oksigen berguna untuk keadaan darurat yang mengancam nyawa.
Pasien langsung dirujuk ke Rumah sakit

Pemberian terapi farmakologis pada pasien yang masih suspek TB


relaps adalah:
1) Antibiotika
Antibiotik untuk mencegah proses infeksi bertambah buruk. Pada
pasien ini diberikan OAT karena pasien sudah terdiagnosis Tb paru
dalam masa pengobatan.
2) Antiinflamasi
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja
intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan
imunosupresan. Tujuan diberikan obat ini agar proses inflamasi dapat
dihentikan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi penumpukan cairan
lebih banyak dan bronkus dapat lebih lebar. Sebagai adrenokortikoid,
metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek
dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian
memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman
messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai
enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid.
Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa
sel (contohnya: limfosit).
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan
terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa
dipengaruhi penyebabnya.
Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga
menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau
pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme
yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya
melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat
lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang
terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler,
menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan
meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor
fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran
fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-
mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien).
Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.
Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara
lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel
mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan
yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid
mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan
eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke
reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan
interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi
perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan
lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen
pelengkap dan immunoglobulin.
3) Mukolitik
Karena proses yang terjadi pada saat itu adalah akut, dan pasien
sesak. Untuk membantu proses pengeluaran dahak, sementara proses
inflamasi sudah ditekan dengan steroid, maka diberikan mukolitik.
5) Furosemid
Furosemid merupakan antidiuretik kuat yang bekerja di ansa henle
asenden bagian epitel tebal bagian luminal (mengha dap lumen).
Sehingga diharapkan, penumpukan cairan diparu-paru dapat berkurang.
Furosemid bekerja dengan cara menghambat ko-transport Natrium dan
Klor dan menghambatreabsorpsi air. Sehingga terjadi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Efek kerja diuretik kuat lebih kuat dan cepat
daripada golongan tiazid, sehingga jarang digunakansebagai
antihipertensi, kecuali pada penderita gagal ginjal. Furosemid diketahui
jugameningkatkan ekskresi kalium, kalsium dan magnesium.

MONITORING TERAPI
Pada pasien TB paru baik pasien baru maupun pasien relaps yang ditangani
dengan regimen lini pertama, pemeriksaan sputum dilakukan setelah fase intensif
selama 2 bulan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa hasil apusan tahan asam bukan
merupakan indikator utama untuk menentukan kegagalan terapi (WHO, 2011) .
Bila pasien menunjukkan hasil positif pada smear bulan kedua, makan
pemeriksaan smear tahan asam dilanjutkan pada bulan ketiga. Bila hasil pada
bulan ketiga masih menunjukkan hasil positif maka harus dilakukan kultur sputum
dan tes sensitivitas antibiotik. Pemeriksaan tetap dilanjutkan hingga bulan ke 5
dan ke 6. Bila masih positif maka pengobatan dianggap gagal (WHO, 2011).
Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB baru dengan regimen lini
pertama (WHO, 2011)

Pada pasien yang diobati dengan regimen rifampicin, bila hasil smear
ditemukan positif pada fase intensif yang sudah selesai, tidak direkomendasikan
untuk memperpanjang fase intensif (WHO, 2011).
Pada pasien yang sudah pernah mendapat pengobatan sebelumnya,
pasien perlu menjalani tes kultur sputum dan sensitivitas antibiotik rifampicin dan
isoniazid sebelum memulai pengobatan. Di negara dengan tes sensitivitas
antiobitik yang rutin dilakukan, regimen pengobatan mengacu pada hasil tes
sedangkan pada negara yang jarang menjalankan tes sensitivitas antibiotik,
pengobatan didasarkan pada empirisme atau regimen MDR-TB (WHO, 2011(.
Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB retreatmen dengan
regimen lini pertama (WHO, 2011)

Saat ini obat kombinasi tetap atau Fixed Drug Combination (FDC) sering
digunakan walaupun dalam kenyataanya WHO belum mengkaji lebih lanjut
mengenai FDC. Akan tetapi WHO tetap merekomendasikan penggunaan FDC
untuk mencegah insidensi obat yang tidak terminum yang berujung pada resistensi
pengobatan
III. KESIMPULAN

1. Tuberkulosis maih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di


Indonesia. TBC menyebabkan seseorang dapat kehilangan waktu kerja 304
bulan, dan kehilangan pendapatan tahuanan sehingga menimbulkan
kerugian ekonomis dan dampak sosial.
2. Kategori pengobatan TB dibagi menjadi 3 kategori.
3. Prinsip pengobatan TB adalah panduan OAT minimal 4 untuk mencegah
terjadinya resistensi, dalam dosis yang tepat, ditelan secara teratur dan
diawasi PMO, pengobatan dibagi menjadi fase awal dan lanjutan.
4. Hasil pengobatan TB dapat berupa Sembuh, pengobatan lengkap, gagal,
Meninggal, putus obat, dan tidak dievaluasi.
5. Pengobatan Tb memerlukan evaluasi klinis, bakteriologis, radiologis, dan
efek samping obat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser,


Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. 2008. Chapter 158
Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition. USA:
Mc Graw Hill.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
Pengedalian Tuberkulosis.
3. Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello,
Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008.
4. Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internal
medicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.
5. Eastman et all. 2006. Getting started in clinical radiology from image to
diagnosis. Germany:Thieme
6. Ganguly KC, Hiron MM, Mridha ZU, Biswas M, Hassan MK, Saha SC,
Rahman MM. 2008. Comparison of sputum induction with bronchoalveolar
lavage in the diagnosis of smear negative pulmonary tuberculosis.
Mymensingh Med J. Jul;17(2):115-23.
7. World Health Organization. Treatment of tuberculois, guidelines. Geneva:
World Health Organization. 2011
LAMPIRAN

RESEP :

BB: 51 Kg, TB Paru kasus baru bulan pengobatan ke 5

DOSIS :

• 3 Tablet 2 KDT (Selama 56 hari)


• 1 Kapsul Isoniazid ( Selama 56 hari)
• 1,5 Tablet Etambutol ( Selama 56 hari)

Isoniazid 4-6 mg/kgbb = 204 mg – 306 mg (100 mg, 300 mg)


Etambutol 15-20 mg/kgbb = 765- 1020 mg ( 250 mg, 500 mg)

R/ Isoniazid 300 mg tab No. LVI

s.1.d.d I cap pc

R/ Etambutol 500 mg tab No. LVI

s.1.d.d. 1 ½ tab pc

atau

R/ 2 FDC tab No. LXXII

s.1.d.d III tab

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurding Nisa
    Jurding Nisa
    Dokumen9 halaman
    Jurding Nisa
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PRESBANG Depresi - DR WI
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Dokumen13 halaman
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Fikri Fachri
    Belum ada peringkat
  • Presus Entropion Involusional
    Presus Entropion Involusional
    Dokumen23 halaman
    Presus Entropion Involusional
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen16 halaman
    Ulkus Kornea
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Endometriosis
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Dokumen58 halaman
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • TINJAUAN MALARIA
    TINJAUAN MALARIA
    Dokumen30 halaman
    TINJAUAN MALARIA
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • MASALAH
    MASALAH
    Dokumen1 halaman
    MASALAH
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • GG Cemas
    GG Cemas
    Dokumen30 halaman
    GG Cemas
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Edit Fina
    Journal Reading Edit Fina
    Dokumen21 halaman
    Journal Reading Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • JOURNAL READING Edit Fina
    JOURNAL READING Edit Fina
    Dokumen47 halaman
    JOURNAL READING Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen2 halaman
    Jur Ding
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • DSM V GG MKN
    DSM V GG MKN
    Dokumen5 halaman
    DSM V GG MKN
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Dokumen6 halaman
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat
  • Refurtikariafh
    Refurtikariafh
    Dokumen22 halaman
    Refurtikariafh
    Cindy Prayogo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Dokumen11 halaman
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Dokumen11 halaman
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Maksilaris
    Sinusitis Maksilaris
    Dokumen5 halaman
    Sinusitis Maksilaris
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen5 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat