Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

OD SIMBLEPHARON + PANNUS
OS ENTROPION SUSPEK SIKATRIKAL

Diajukan kepada:
dr. Teguh Anamani, Sp. M

Disusun oleh:
Nur Annisa Laras Fikria
G4A017036

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus
OD Simblepharon + pannus
OS Entropion Suspek Sikatrikal

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:
Nur Annisa Laras F. G4A017036

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal April 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Teguh Anamani, Sp. M

2
I. STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. R
Usia : 80 tahun
Jenis Kelamis : Perempuan
Alamat : Sidareja-Cilacap
No CM : 02065878

B. Keluhan Utama
Rasa mengganjal di mata

C. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik mata RSMS dengan keluhan rasa
mengganjal pada mata. Pasien merasa keluhan tersebut dirasakan pada
kedua mata namun lebih berat pada mata kiri. Pasien telah merasakan
keluhan tersebut sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan mengganjal pada mata
pasien dirasakan terus menerus tidak ada perbaikan meskipun diberikan
obat tetes mata. Sejak 1 minggu terakhir ini keluhan terasa memberat
sehingga kedua mata pasien terasa gatal, mengeluarkan banyak kotoran
dan terlihat merah. Pasien juga mengeluh pandangan kabur seperti
berkabut, silau, dan berair pada kedua mata.
RPD : riwayat operasi katarak OD (+) 6 tahun yang lalu dan OS (+) 3
bulan yang lalu, riwayat HT (+), DM (+), Riwayat trauma mata diakui
yaitu sering terkena bahan material di sawah
RPK : riwayat keluhan serupa (-), riwayat DM (-), riwayat HT (-)
RPSosEk: Pasien saat ini hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien
dulu bekerja sebagai petani selama puluhan tahun.

3
D. Status Pasien
TD : 173/92 mmHg S : 36.5 oC
N : 105 x/menit RR : 20 x/menit

4
BB : 41 kg

TB : 148 cm

E. Status Oftalmologik

OCCULI DEXTRA OCCULI SINISTRA


0, 05 VISUS 2/60
- VISUS DENGAN -
KACAMATA
- VISUS KOREKSI -
Posisi simetris, ukuran Posisi simetris, ukuran
normal, gerak bola mata BOLA MATA normal, gerak bola mata
ke segala arah (+) ke segala arah (+)
Supersilia simetris (+), Supersilia simetris (+),
madarosis (-), trikiasis (-), SILIA madarosis (-), trikiasis (+),
distikiasis (-) distikiasis (-)
Edema (-), ptosis (-), Edema (-), ptosis (-),
lagoftalmus (-), lagoftalmus (-),
hordeolum (-), hiperemis PALPEBRA SUPERIOR hordeolum (-), hiperemis
(-), massa (-), entropion (-), massa (-), entropion
(-), ektropion (-) (-), ektropion (-)
Edema (-),hordeolum (-), Edema (-),hordeolum (-),
hiperemis (-), massa (-), hiperemis (-), massa (-),
PALPEBRA INFERIOR
entropion (-), ektropion (-) entropion (+), ektropion
(-)
Sekret (+), folikel (- Sekret (+), folikel (-
),papil(-), nodul (-), KONJUNGTIVA ),papil(-), nodul (-)
perlekatan (+) dengan PALPEBRA
konjungtiva bulbi

5
Injeksi konjungtiva (+), Injeksi konjungtiva (+),
KONJUNGTIVA BULBI
injeksi siliar (+) injeksi siliar (+)
Ikterik (-) SKLERA Ikterik (-)
Ukuran normal, leukoma Ukuran normal, leukoma
(+) pannus (+), infiltrat (- (+) pannus (+)minimal,
), keratic presipitat (-), KORNEA infiltrat (-), keratic
edema (-), presipitat (-), edema (-),
keratoconus/globus (-) keratoconus/globus (-)
Bilik mata depan dalam Bilik mata depan dalam
Efek tyndal (-), hifema (-), BILIK MATA DEPAN Efek tyndal (-), hifema (-),
hipopion (-) hipopion (-)
Warna coklat, kripte Warna coklat, kripte
normak, nodul (-), bentuk IRIS normak, nodul (-), bentuk
regular regular
Bentuk reguler, diameter Bentuk reguler, diameter
± 3mm, letak sentral, ± 3 mm, letak sentral,
refleks direk (+), refleks PUPIL refleks direk (+), refleks
indirek (+) indirek (+)

Lensa (+) jernih (+) Lensa (+), jernih (+)


pseudophakia, shadow test LENSA pseudophakia
(-)
Fundus reflex (+) suram FUNDUS REFLEX Fundus reflex (+) suram

- KORPUS VITREOUS -
- FUNDUSKOPI -
Tono digital normal TIO Tonodigital normal
Edema (-), hiperemis (-) SISTEM LACRIMALIS Edema (-), hiperemis (-)
Dalam batas normal TES KONFRONTASI Dalam batas normal

6
F. Ringkasan Pemeriksaan
Visus : OD 0, 05 dan OS 2/60
OD : simblefaron, injeksi konjungtiva (+), sekret (+),
pannus (+), leukoma (+),fundus reflex suram (+)
OS : Entropion (+), trikiasis (+) injeksi konjungtiva (+)
leukoma (+),fundus reflex suram (+)
G. Diagnosis Diferensial
Epiblepharon, distikiasis

H. Diagnosis Kerja
OD Simblepharon + pannus + leukoma
OS Entropion involusional + leukoma
I. Terapi
1. Rujuk dokter Sp.M untuk evaluasi serta penanganan entropion
2. Tapping
3. Edukasi:
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya
adalah kelainan yang disebabkan oleh proses penuaan
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi yang utama adalah operasi
untuk memperbaiki posisi kelopak mata kembali normal
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa pembentukan jaringan akibat
perlukaan pada kornea sulit untuk diperbaiki karena telah timbul
pembuluh darah baru dan bekas luka yang menutupi kornea
sehingga tidak ada harapan untuk melihat normal kembali
d. Menjelaskan kepada pasien mengenai rujukan ke dokter Sp.M
untuk evaluasi dan tatalaksana entropion lebih lanjut.
e. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol secara teratur untuk
memantau hasil pengobatan dan perjalanan penyakitnya.

J. Prognosis

7
Quo OD OS
Ad Visam Dubia Ad malam Dubia Ad malam

Ad Sanam Dubia Ad malam Dubia Ad malam

Ad Vitam Ad bonam Ad bonam

Ad Kosmetikum Ad malam Ad malam

8
I. PENDAHULUAN

Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang berfungsi
melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata.
Palpebra mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Salah satu
kelainan palpebra adalah entropion (Snell,2013).
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau
margo palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva
dan kornea. Melipatnya kelopak mata bagian tepi ini dapat menyebabkan kelopak
mata bagian lain ikut melipat. Entropion diklasifikasikan menjadi empat, antara lain
involusional (senile), sikatrik, spastik dan kongenital (Riordan-Eva dan Whitcher,
2010).
Entropion kelopak mata bawah lebih sering terjadi daripada entropion kelopak
mata atas. Entropion pada kelopak mata bawah lebih sering karena proses
involusional pada proses penuaan, sedangkan pada kelopak mata atas sering karena
sikatrikal seperti akibat trakoma. Entropion dapat terjadi unilateral maupun bilateral
(Rajak et al., 2012).
Entropion biasanya terjadi pada usia diatas 60 tahun dengan prevalensi 2,1%
dari setiap 25.000 individu. Prevalensi tejadinya entropion inferior involusional
dilaporkan mencapai 2,1% pada populasi orang tua (1,9% pada laki-laki dan 2,4%
pada wanita) namun tanpa laporan frekuensi manajemen bedahnya (Damasceno et al.,
2011).

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Palpebra
Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya berlebihan dengan
gerakan menutup. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak
daripada palpebra inferior, dan kedua palpebra saling bertemu di angulus oculi
medialis dan lateralis. Fissura palpebrae adalah celah berbentuk elips di antara
palpebra superior dan inferior dan merupakan pintu masuk ke dalam saccus
conjunctivalis. Permukaan superfisial palpebra ditutupi oleh kulit dan
permukaan dalamnya diliputi oleh membrana mucosa yang disebut
konjungtiva (Snell, 2013).

Gambar 2.1. Anatomi palebra

Bulu mata berukuran pendek dan melengkung, terdapat pada pinggir


bebas palpebra, dan tersusun dalam dua atau tiga baris pada batas mucocutan.

10
Glandula sebasea (glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel bulu
mata. Glandula siliaris (glandula Moll) merupakan modifikasi kelenjar
keringat yang bermuara secara terpisah di antara bulu mata yang berdekatan.
Glandula tarsalis adalah modifikasi kelenjar sebasea yang panjang, yang
mengalirkan sekretnya yang berminyak ke pinggir palpebra; muaranya
terdapat di belakang bulu mata (Snell, 2013).
Sudut medial yang lebih bulat dipisahkan dari bola mata oleh suatu
rongga sempit, yaitu lacus lacrimalis. Di tengah rongga ini terdapat tonjolan
kecil yang berwarna kuning kemerahan, disebut caruncula lacrimalis. Lipatan
semilunaris kemerahan disebut plica semilunaris, terletak pada sisi lateral
caruncula. Di dekat sudut medial mata, terdapat penonjolan kecil di palpebra,
disebut papilla lacrimalis. Pada puncak papilla terdapat lubang kecil, punctum
lacrimale, yang berhubungan dengan canaliculus lacrimalis. Papilla lacrimalis
menonjol ke dalam lacus, punctum dan canaliculus mengalirkan air mata ke
dalam hidung (Snell, 2013).
Konjungtiva adalah membrana mukosa tipis yang melapisi palpebra,
melipat pada fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior
bola mata. Epitelnya melaniutkan diri dengan epitel kornea. Bagian lateral
atas fornix superior ditembus oleh ductus glandula lacrimalis. Jadi
konjungtiva membentuk ruang potensial, yaitu sakus konjungtivalis, yang
terbuka ke fissura palpebrae. Di bawah kelopak mata terdapat alur, sulcus
subtarsalis, yang berjalan dekat dan parallel dengan pinggir palpebra (Snell,
2013).

11
Gambar 2.2. Anatomi palebra

Kerangka palpebra dibentuk oleh lembaran fibrosa, septum orbitale.


Septum ini melekat pada periosteum di pinggir orbita. Septum orbitale
menebal untuk membentuk lamina tarsalis inferior dan superior. Ujung lateral
lamina dilekatkan oleh sebuah pita, ligamentum palpebrale laterale, pada
tuberculum tepat di sebelah dalam pinggir orbita. Ujung medial lamina
dilekatkan oleh sebuah pita, Iigamentum palpebrale mediale, ke crista ossis
lacrimalis. Glandula tarsalis tertanam di dalam permukaan posterior lamina
tarsalis. Permukaan superficial lamina tarsalis dan septum orbita diliputi oleh
serabut-serabut palpebra musculus orbicularis oculi. Aponeurosis dari insersi
musculus levator palpebrae superioris menembus septum orbitale untuk
mencapai permukaan anterior lamina tarsalis superior dan kulit (Snell, 2013).

12
Gambar 2.3. M. orbicularis oculi dan m. frontalis (a) bagian pretarsal, (b)
bagian preseptal, (c) bagian orbital, (d) m. frontalis

Posisi palpebra pada waktu istirahat tergantung pada tonus musculus


orbicularis oculi dan musculus levator palpebrae superioris serta posisi bola
mata. Palpebra menutup oleh kontraksi musculus orbicularis oculi dan
relaksasi musculus levator palpebrae superioris. Mata dibuka oleh kontraksi
musculus levator palpebrae superioris yang mengangkat palpebra superior.
Pada waktu melihat ke atas, musculus levator palpebrae superioris
berkontraksi, dan palpebra superior bergerak bersama bola mata. Pada waktu
melihat ke bawah, kedua palpebra bergerak, palpebra superior terus menutupi
kornea bagian atas, dan palpebra inferior agak tertarik ke bawah oleh
konjungtiva yang melekat pada sklera dan palpebra inferior (Snell, 2013).

B. Definisi Enteropion
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata ke arah dalam
bola mata. Selain palpebra bagian bawah, entropion juga dapat terjadi pada
palpebra bagian atas atau dapat mengalami seluruh bagian tepi kelopak mata
yang masuk kedalam (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010). Entropion adalah
suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra
kearah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva atau kornea

13
atau apa yang disebut sebagai trikiasis (bulu mata mengarah pada bola mata
yang akan menggosok kornea atau konjungtiva) (Ilyas dan Yulianti, 2015).
Entropion involusional (senile) merupakan entropion yang terjadi akibat
proses penuaan. Biasanya terjadi akibat atrofi jaringan dan melemahnya fasia
capsulopalpebral (otor retractor palpebra). Hal ini menyebabkan kehilangan
elastisitas lempeng tarsal dan tepi kelopak mata memutar ke dalam. Pada
tahap awal, entropion involunter mungkin hanya bermanifestasi
intermiten.lebih sering ditemukan pada orangtua. Entropion lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan lempeng
tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan pada pria. Entropion
involusional biasanya ditemukan lebih sering pada palpebra inferior (Lang,
2006).

Gambar 2. 4. Entropion (Sari, 2016).

C. Epidemiologi
Entropion biasanya terjadi pada usia diatas 60 tahun dengan prevalensi 2,1%
dari setiap 25.000 individu. Menurut Arnias et al diketahui bahwa karakteristik
anatomi yang khas kelopak mata atas pada populasi Asia merupakan predisposisi
entropion involusi kelopak mata atas (Sari, 2016). Prevalensi tejadinya entropion
inferior involusional dilaporkan mencapai 2,1% pada populasi orang tua (1,9%
pada laki-laki dan 2,4% pada wanita) namun tanpa laporan frekuensi manajemen
bedahnya (Damasceno et al., 2011).

14
D. Etiologi
Penyebab utama terjadinya entropion adalah akibat peningkatan tegangan otot
orbikularis melebihi bagian pretarsal, atrofi dan penyusutan lempeng tarsal, dan
insersi abnormal dari otot retractor palpebra inferior (Bashour dan Harvey,
2000).

Gambar 2.5. etiologi entropion

E. Patomekanisme
Pasien yang menderita entropion akan terasa mengganjal pada matanya.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya sensasi benda asing yang masuk ke
dalam mata. Bulu mata melengkung ke arah dalam mata yang menyebakan
ganjalan di mata dan iritasi pada mata sehingga mata menjadi sering berair,
merah dan nyeri karena gesekan yang ditimbulkan oleh bulu mata dan mata.
Normalnya silia atau bulu mata melengkung ke arah luar (Erdian, 2013).
Entropion paling sering terjadi sebagai akibat proses penuaan. Seiring
dengan meningkatnya usia, maka terjadi degenerasi progresif jaringan fibrous
dan elastik kelopak mata bawah (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010). Entropion
sikatrik berkaitan dengan riwayat terjadinya penyakit radang kronik misalnya

15
trakoma. Trakoma merupakan penyebab yang sering menyebabkan entropion
sikatrik (Rajak et al., 2012).
Mekanisme terjadinya entropion terkait pada usia, akibat degenerasi pada
jaringan elastis dan fibrosa di dalam kelopak mata yang menyebabkan kelemahan
kelopak mata horizontal. Hal ini disebabkan karena peregangan tendon dan
lempeng tarsal. Ketidakstabilan kelopak mata vertikal, disebabkan karena
pelemahan, disinersi dari retraktor kelopak mata bawah (Erdian, 2013).
Entropion dikarakteristikkan dengan gesekan terus-menerus pada tepi
kelopak mata, bulu mata dan kulit terhadap permukaan bola mata yang
menghasilkan suatu inflamasi abrasi konjungtiva dan abrasi. Hal ini dapat
menyebabkan penipisan kornea sekunder, perdarahan dan pembentukan jaringan
parut. Pasien dapat mengeluhkan sensasi mengganjal, kemerahan, mata berair,
keluar sekret, bahkan penurunan visus (Artini et al., 2011).

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Awalnya, posien akan mengeluh adanya sesuatu yang mengganjal di
matanya dan terkadang menimbulkan nyeri. Selain itu pasien juga
mengeluhkan sering mengeluarkan banyak air mata (epifora), mata merah,
tidak tahan melihat cahaya yang sangat terang (fotofobia), kelopak matanya
menjadi keras, dan adanya kotoran mata (Yelena, 2014).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan entropion involusional
menunjukkan kekenduran tendon kantus medial dan/atau tendon kantus
lateral. Selain itu konjungtiva bulbi tampak hiperemis dan dapat ditemukan
adanya blefarospasme (kontraksi otot-otot palpebra yang tidak terkendali).
Pada kasus-kasus yang lanjut, dapat terjadi ulserasi kornea disertai mata
yang merah dan timbulnya gangguan penglihatan (Yelena, 2014).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (Yelena, 2014):

16
a. Snap test
Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan snap test, yartu dengan
menarik tepi palpebra inferior ke bawah dan dilepas secara cepat, kemudian
diperhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan agar palpebra inferior
kembali ke posisi semula. Snap test dapat mengukur kelemahan relatif dari
palpebra inferior. Palpebra dengan kelemahan yang normal dapat kembali ke
posisi semula dengan segera. Semakin lama waktu yang dibutuhkan
menunjukkan semakin berat kelemahan yang terjadi.

Gambar 2. 6. Snap test

Hasil snap test dikelompokkan menjadi 5 grade, yaitu:


1. Grade 0: palpebra normal yang kembali ke posisi semula dengan segera
2. Grade 1: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu 2-3 detrk
3. Grade 2: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu 4-5 detik
4. Grade 3: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu >5 detik, namun
kembali dengan segera jika mata berkedip
5. Grade 4: palpebra tidak kembali ke posisi semula
b. Medial canthal laxity test (Tes kelemahan kantus medial)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah
lateral dari kantus medial, kemudian ukur pergeseran pungtum medialis.
Semakin besar jarak pergeserannya, menunjukkan kelemahan palpebra
yang semakin berat. Pergeseran normal berkisar antara 0-l mm.
c. Lateral canthal laxity test (Tes kelemahan kantus lateral)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah
medial dari kantus lateral, kemudian ukur pergeseran dari sudut kantus

17
lateral. Semakin besar jarak pergeserannya, menunjukkan kelemahan
palpebra yang semakin berat. Pergeseran normal berkisar antara 0-2 mm.

Gambar 2.7. medial and lateral laxity test

d. Tes Schirmer
Karena salah satu gejala entropion adalah epifora, maka tes Schirmer penting
untuk dilakukan. Tes Schirmer digunakan untuk menilai produksi air mata.
Sepotong kertas saring kecil dimasukkan ke dalam palpebra inferior dan
didiamkan selama beberapa menit, baru kemudian dilepas. Dicatat ukuran
kertas yang basah oleh air mata.

18
Gambar 2.8. Tes Schirmer

e.Tes Fluorescein
Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya tanda-
tanda kerusakan kornea akibat gesekan bulu mata atau kulit palpebra terhadap
kornea. Pemeriksaan ini sangat baik dilakukan untuk melihat keadaan kornea.
Selain itu, juga dapat menilai derajat kekeringan kornea.
f. Eksoftalmometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya enoftalmus relatif
yang biasanya terjadi pada pasien yang mengalami entropion.

G. Diagnosis Banding
a. Distikiasis
Distikiasis merupakan suatu keadaan dimana penumbuhan bulu mata
abnormal atau terdapatnya duplikasi bulu mata pada daerah tempat keluarnya
saluran Meibom (Ilyas dan Yulianti, 2015).

19
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan entropion adalah dengan operasi plastik atau suatu
tindakan tarsotomi pada entropion akibat trakoma. Pembedahan untuk
memutar keluar kelopak mata efektif pada semua jenis entropion. Operasi
entropion transkonjungtiva merupakan prosedur yang aman dan lebih efisien
pada entropion involusional (Shawn dan Meyer, 2002). Selain dengan
tindakan operasi terdapat juga tindakan sementara untuk entropion
involusional, yaitu menempelkan bulu mata ke pipi dengan selotip dengan
tegangan mengarah ke temporal dan inferior, injeksi toksin botulinum,
menggunakan obat tetes, dan salep pelumas (Riordan-Eva dan Whitcher,
2010).
Terapi pembedahan merupakan pilihan pada entropion, yaitu untuk
memutar keluar kelopak mata. Operasi entropion transkonjungtiva merupakan
prosedur yang aman dan lebih efisien pada entropion involusi karena proses
degeneratif dan cukup efektif pada entropion sikatriks (Kreis et al., 2013).
I. Komplikasi
Tindakan operasi/pembedahan yang dilakukan pada pasien entropion
(rekonstruksi palpebra) merupakan suatu prosedur aman dan efektif dengan
tingkat kekambuhan dan tingkat komplikasi yang rendah. Komplikasi yang
dapat terjadi akibat entropion antara lain (Long, 2009):
1. Konjungtivitis yaitu peradangan pada konjungtiva. Akan terlihat lapisan
putih yang transparan pada mata dan garis pada kelopaknya. Entropion dapat
menyebabkan konjungtiva menjadi merah dan meradang, dan menimbulkan
infeksi.
2. Keratitis yaitu suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu
mata dan tepi kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit.
Jaringan parut akan terbentuk dan dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan.
3. Ulkus kornea adalah ulkus yang terbentuk di kornea, dan biasanya
disebabkan oleh keratitis. Kondisi ini sangat serius karena dapat menyebabkan

20
kehilangan penglihatan. Sangat penting untuk segera berobat ke dokter jika
mata menjadi merah, mata terasa sakit atau seperti ada yang mengganjal di
dalam mata.
4. Komplikasi bedah, yaitu perdarahan, hematoma, infeksi, rasa sakit, dan
posisi tarsal yang buruk.

J. Prognosis
Prognosis entropion pada umumnya memiliki prognosis yang baik,
keefektifan pengobatan entropion tergantung pada penyebab utama dan tingkat
keparahan penyakitnya bisa dilakukan dengan pembedahan yang tepat dan dapat
memperbaiki keadaan kelopak mata yang mengalami kelainan tersebut (Kreis et
al., 2013).
Namun tindakan operasi juga perlu diperhatikan dengan baik karena over
koreksi justru dapat mengakibatkan ektropion pada akhirnya. Secara umum,
prognosis entropion adalah prognosis quo ad vitam adalah ad bonam. Secara
fungsional, dubia ad bonam, quo ad sanationam adalah dubia ad bonam (Harder et
al., 2014).

21
III. KESIMPULAN

A. Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva atau
kornea. Entropion involusional merupakan salah sat klasifikasi entropion yang
terjadi akibat prroses degeneratif.
B. Etiologi dari entropion adalah peningkatan tegangan otot orbikularis melebihi
bagian pretarsal, atrofi dan penyusutan lempeng tarsal, dan insersi abnormal dari
otot retractor palpebra inferior.
C. Entropion involusional biasanya terjadi pada usia > 60 tahun, dan lebih banyak
mengenai wanita dibandingkan pria disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-
rata lebih kecil dibandingkan pada pria.
D. Keluhan subjektif dapat berupa adanya sesuatu yang mengganjal di matanya dan
terkadang menimbulkan nyeri, sering mengeluarkan banyak air mata (epifora),
mata merah, tidak tahan melihat cahaya yang sangat terang (fotofobia), kelopak
matanya menjadi keras, dan adanya kotoran mata.
E. Penatalaksanaan entropion dapat diberikan obat sesuai gejala dan operasi
rekonstruksi palpebra jika telah memenuhi indikasi operasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Artini, W., Hutauruk, JA., Yudisianil. 2011. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta :
Badan Penerbit FK UI.

Bashour, M., Harvey, J. 2000. Causes of Involutional Ectropion and Entropion- Age-
Related Tarsal Changes are the Key. Ophthalmic Plastic and Reconstructive
Surgery. 16 (2) : 131–41.

Damasceno, R. W., Osaki, M. H., Dantas, P.E., Belfort, R. Jr. 2011. Involutional
Entropion and Ectropion of the Lower Eyelid: Prevalence and Associated
Risk Factors in the Elderly Population. Ophthalmic Plastic and
Reconstructive Surgery. 27 (5) : 317–20.

Erdian, DN. 2013. Entropion Senilis Oculi Dekstra, Entropion Sikatriks Oculi
Sinistra dan Katarak Senilis Imatur Oculi Dekstra Sinistra pada Wanita 75
Tahun. Medula. 1 (4) : 54-59.

Harder, BC., Von, Balz S., Schlichtenbrede, F., Jonas, JB., Schuster, AK. 2014.
Entropion: Objective and Subjective Evaluation of Two Different Surgical
Procedures. 231 (7): 729-34.

Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen16 halaman
    Ulkus Kornea
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • TINJAUAN MALARIA
    TINJAUAN MALARIA
    Dokumen30 halaman
    TINJAUAN MALARIA
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PRESBANG Depresi - DR WI
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Dokumen13 halaman
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Fikri Fachri
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Endometriosis
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Dokumen58 halaman
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Jurding Nisa
    Jurding Nisa
    Dokumen9 halaman
    Jurding Nisa
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Edit Fina
    Journal Reading Edit Fina
    Dokumen21 halaman
    Journal Reading Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • DSM V GG MKN
    DSM V GG MKN
    Dokumen5 halaman
    DSM V GG MKN
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen2 halaman
    Jur Ding
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • GG Cemas
    GG Cemas
    Dokumen30 halaman
    GG Cemas
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • JOURNAL READING Edit Fina
    JOURNAL READING Edit Fina
    Dokumen47 halaman
    JOURNAL READING Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • MASALAH
    MASALAH
    Dokumen1 halaman
    MASALAH
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Refurtikariafh
    Refurtikariafh
    Dokumen22 halaman
    Refurtikariafh
    Cindy Prayogo
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen17 halaman
    Nefrotik Sindrom
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Dokumen11 halaman
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Dokumen6 halaman
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Dokumen11 halaman
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Maksilaris
    Sinusitis Maksilaris
    Dokumen5 halaman
    Sinusitis Maksilaris
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen5 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat