Anda di halaman 1dari 47

JOURNAL READING

Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometriosis : Uji Coba Terkontrol secara Acak

Pembimbing :

dr. Edy Priyanto, Sp.OG, (K) Fer, M. Kes

Disusun oleh :

Safina Firdaus G4A017031

Nur Annisa Laras Fikria G4A017036

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD PROF. DR.


MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Journal Reading dengan judul:

Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometriosis : Uji Coba Terkontrol secara Acak

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


ujian di bagian Obstetri dan Ginekologi Program
Profesi Dokter di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto

Disusun oleh :

Safina Firdaus G4A017031

Nur Annisa Laras Fikria G4A017036

Purwokerto, Februari 2019

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Edy Priyanto, Sp.OG, (K) Fer, M. Kes


I. ISI JURNAL

ABSTRAK

Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometrioisis : Uji Coba Terkontrol secara Acak

Jenny Sadler Gallagher, MPH1,2; Henry A. Feldman, PhD3; Natalie A. Stokes, BA4;
Marc R. Laufer, MD 2,5,6; Mark D. Hornstein, MD2,6; Catherine M. Gordon, MD, MSc7;
Amy D. DiVasta, MD, MMSc 1,2,5

1
Division of Adolescent Medicine, Boston Children’s Hospital; 2Boston Center for
Endometriosis; 3Clinical Research Program, Boston Children’s Hospital; 4University
of Pennsylvania School of Medicine; 5Division of Gynecology, Boston Children’s
Hospital; 6Department of Obstetrics and Gynecology, Brigham and Women’s
Hospital; 7Division of Adolescent and Transition Medicine, Cincinnati Children's
Hospital Medical Centerand University of Cincinnati College of Medicine

Tujuan Penelitian Penggunaan Agonis Gonadotropin Releasing Hormone


(GnRHa) dapat menyebabkan efek samping yaitu gangguan mood dan vasomotor.
Add back therapy, terapi penambahan hormon dosis rendah, menurunkan efek
samping tersebut namun penelitannya yang sudah dilakukan hanya pada orang
dewasa. Peneliti mencari karakteristik kualitas hidup remaja dengan
endometriosis sebelum terapi dan membandingkannya dengan menambahkan
regimen norethindrone acetate (NA) dan conjugated estrogens (CEE) dengan
norethindrone acetate ( NA) saja untuk mencegah efek samping GnRHa.

Design Penelitian Double-blind, placebo-controlled trial, 12 bulan.

Tempat Penelitian Pediatric Gynecology Clinic di Boston, Massachussetts

Subjek Penelitian 50 perempuan (15-22 tahun) dengan endometriosis yang akan


memulai terapi dengan GnRHa
Intervensi Subjek diacak, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
penerima NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan NA ( 5 mg/hari) + plasebo.
Seluruh subyek menerima depot leuprolide acetat setiap 3 bulan.

Pengukur hasil The short form 36-v2 Health survey, Beck Depression Inventory-
II dan Menopause Rating Scale

Hasil Sebelum dilakukan intervensi, subjek dilaporkan telah mengalami


gangguan kesehatan fisik yang berhubungan dengan kualitas hidup dibandingkan
subjek yg sehat ( p < 0,0001). Selama 12 bulan, terdapat perbaikan pada SF-36
scores (p < 0,05). Subyek yang menerima NA + CEE menunjukan perubahan
yang lebih besar pada indikator nyeri, vitalitas, dan kondisi fisik (p < 0,05)
daripada yang menerima NA saja. Tidak ada perubahan pada depresi atau gejala
menopause pada kedua kelompok.

Kesimpulan Remaja dengan endometriosis yang memulai terapi GnRH


mengalami gangguan kualitas hidup. Terapi dengan GnRHa dengan add back
therapy dapat memperbaiki kualitas hidup, tanpa memperburuk mood atau efek
menopause. NA + CEE lebih superior daripada NA saja untuk memperbaiki
kesehatan fisik yang berhubngan dengan kualitas hidup.

Kata kunci endometriosis, remaja, agonis gonadotropin releasing hormone, add


back therapy, kualitas hidup.
A. Pendahuluan

Endometriosis adalah penyakit yang berhubungan dengan nyeri


kronis yang dapat menyebabkan penurunan keberhasilan kerja dan sosial.
Pada orang dewasa, endometriosis dikaitkan dengan penurunan kualitas
hidup. Gangguan ini disebabkan oleh pengalaman nyeri dan penurunan
fungsi fisik dan sosial. Orang dewasa melaporkan beban keuangan yang
signifikan, kerugian dalam produktivitas kerja, dan peningkatan absensi
kerja. Endometriosis pada remaja dan dewasa muda kurang diketahui
meskipun tingkat kejadian meningkat dan laporan onset gejala yang sering
selama remaja.

Remaja dengan endometriosis cenderung datang ke dokter dengan


nyeri panggul atau perut yang sering dikaitkan dengan siklus menstruasi
mereka. Nyeri ini pada awalnya dapat salah diklasifikasikan sebagai gejala
menstruasi normal atau dikaitkan dengan penyakit non-ginekologis,
menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan meninggalkan remaja
untuk menderita dengan nyeri yang tidak diobati, berpotensi selama
bertahun-tahun. Pasien sering diujicobakan pada kontrasepsi oral
kombinasi atau terapi progesteron saja untuk mengatur atau menekan
siklus menstruasi. Banyak pasien yang merasa lega dengan perawatan ini.
Namun, sekitar 70% pasien dengan nyeri panggul persisten meskipun telah
diterapi hormonal ditemukan memiliki endometriosis. Operasi tetap
menjadi standar emas untuk diagnosis endometriosis. Remaja dengan
diagnosis bedah endometriosis yang tidak menemukan perbaikan dari
kontrasepsi oral kombinasi atau terapi progesteron saja dapat diresepkan
agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) untuk menekan poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium, menginduksi hipogonad. Keadaan
hipoestrogenik dan mengurangi nyeri dan perdarahan lesi endometrium
yang sensitif dengan estrogen.

Penggunaan GnRHa pada orang dewasa dengan endometriosis


dikaitkan dengan efek samping menopause termasuk hot flashes,
kekeringan pada vagina, perubahan suasana hati, dan gangguan tidur.
Depresi juga dilaporkan sebagai efek samping pada 23% wanita dewasa
yang diobati dengan GnRHa. Efek samping secara luas diakui dan dapat
berkontribusi terhadap keraguan penyedia untuk meresepkan dan
keengganan pasien untuk memulai pengobatan dengan obat ini. “Terapi
tambahan,” di mana hormon dosis rendah diminum bersamaan dengan
GnRHa, adalah tambahan yang menjanjikan untuk membantu mengurangi
efek samping pengobatan ini. Dengan terapi tambahan, pasien menerima
hormon yang cukup untuk mencegah keluhan somatik dan psikologis,
serta untuk melindungi kesehatan tulang, sambil tetap mempertahankan
manfaat GnRHa. Hornstein et al. berhasil menggunakan GnRHa plus add-
back therapy pada orang dewasa, menunjukkan pencegahan gejala
vasomotor dan pengurangan nyeri panggul. Kami sebelumnya melaporkan
manfaat terapi tambahan pada remaja untuk kepadatan tulang selama 12
bulan pengobatan GnRHa. Sepengetahuan kami, tidak ada literatur yang
membahas dampak GnRHa plus terapi tambahan pada kualitas hidup pada
remaja.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengkarakterisasi


kualitas hidup sebelum pengobatan, dan 2) untuk menentukan apakah
rejimen tambahan norethindrone acetate (NA) + estrogen terkonjugasi
(CEE) atau NA saja lebih unggul untuk pencegahan efek samping pada
remaja dengan menerima pengobatan dengan GnRHa. Kami berhipotesis
bahwa semua pasien akan menunjukkan peningkatan kualitas hidup
selama 12 bulan pengobatan GnRHa dan bahwa pasien yang menerima
tambahan NA + CEE akan menunjukkan lebih sedikit gejala seperti
menopause dibandingkan mereka yang menerima NA saja.

B. Alat dan Bahan


Kami melakukan uji coba acak, tersamar ganda, terkontrol plasebo
selama 12 bulan. Secara singkat, perempuan yang memenuhi syarat
berusia 15 hingga 22 tahun, setidaknya 2 tahun pasca-menarche, dengan
endometriosis yang dikonfirmasi secara operasi dan keputusan untuk
memulai pengobatan dengan leuprolide asetat depot (Lupron Depot®
11,25 mg IM; Abbvie Inc., Chicago, IL) . Badan Peninjauan Institusional
Rumah Sakit Anak Boston menyetujui protokol tersebut.

Informed consent diperoleh, dengan persetujuan orang tua / subjek


persetujuan untuk subyek <18 tahun. Kelompok 1 menerima dua tambahan
obat: NA (Aygestin® 5 mg PO setiap hari; Teva Pharmaceuticals,
Sellersville, PA) + CEE (Premarin® 0,625 mg PO setiap hari; Wyeth
Pharmaceuticals, Philadelphia, PA). Kelompok 2 menerima NA (5 mg
setiap hari) + plasebo. Baik staf penelitian maupun pasien tidak menyadari
efek obat. Terapi tambahan dimulai untuk semua subjek 21 hari setelah
injeksi pertama GnRHa, yang merupakan standar perawatan di institusi
kami untuk pasien yang saat ini menggunakan terapi hormon lain.
Kepatuhan pengobatan dinilai pada setiap kunjungan studi.

Subjek menyelesaikan tiga kuesioner pada kunjungan awal mereka


dan kemudian pada interval yang dijadwalkan selama penelitian. Short
Form-36 v2 (SF-36) adalah ukuran umum kualitas hidup terkait kesehatan
yang mencakup 8 subskala (Tabel 1). Skor mentah diubah menjadi skor
normal (rata-rata = 50; SD = 10; kisaran 0-100); skor normal dilaporkan di
sini kecuali dinyatakan lain. Dua skor komposit, Ringkasan Komponen
Fisik (PCS) dan Ringkasan Komponen Mental (MCS), dihitung dari skor
subskala yang diubah.Untuk semua skala, skor yang lebih rendah
menunjukkan tingkat penurunan nilai yang lebih besar. Skor awal
(diperoleh sebelum pemberian dosis pertama GnRHa) dibandingkan
dengan skor untuk usia (18-24 tahun) pada wanita Amerika Serikat yang
sehat. Skala Menopause Rating (MRS) mengukur kualitas hidup terkait
kesehatan dengan fokus pada gejala psikologis, somato-vegetatif, dan
urogenital yang terkait dengan menopause. MRS divalidasi sebagai ukuran
hasil untuk uji coba terapi hormon. Tiga skor subskala dan skor MRS total
(kisaran 0-44) dapat dihitung, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan
gejala yang lebih parah. Skor awal dibandingkan dengan sampel yang
diterbitkan dari 1.400 wanita A.S. berusia 40-70 tahun, karena
pembanding yang sesuai usia tidak tersedia.
Beck Depression Inventory-II (BDI) secara luas digunakan dengan
orang dewasa dan remaja untuk mengukur gejala depresi. Skor berkisar
dari 0-63, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan gejala yang lebih
parah. Skor cut-off 14 atau lebih besar diadopsi untuk mengidentifikasi
gejala depresi yang signifikan secara klinis. SF-36 dan BDI diulangi pada
interval 6 bulan. MRS diulang setiap 3 bulan. Kami membandingkan
karakteristik dasar dari kedua kelompok penelitian dengan Student t,
Wilcoxon rank-sum, atau uji Fisher yang sesuai. Kami membandingkan
skor skala rerata dasar dengan norma nasional tetap (50) dengan uji-t satu
sampel dan sampel normatif wanita yang serasi usia dengan dua sampel
uji-t.

Kursus waktu dari setiap skala antara baseline, 6 bulan, dan 12


bulan dianalisis dengan varians analisis tindakan berulang (ANOVA),
dengan struktur kovarians autoregresif untuk memperhitungkan korelasi
dalam-subjek pada tiga titik waktu. Kontras dibangun dari parameter
ANOVA yang dipasang untuk menguji divergensi yang signifikan dalam
perjalanan waktu antara kedua kelompok studi dengan Fisher F-test
(pbetween). Untuk meringkas perubahan keseluruhan di setiap kelompok,
kami melaporkan perkiraan perubahan rata-rata antara awal dan 12 bulan,
dibangun dari parameter model ANOVA dan dinilai signifikansi dengan
Student t-statistik (pwithin).

Untuk menguji apakah efek pengobatan bervariasi sesuai dengan


usia atau indeks massa tubuh (BMI), kami menambahkan istilah interaksi
yang sesuai dengan model ANOVA. Di mana interaksi itu signifikan, kami
membuat stratifikasi pengubah efek dan melaporkan estimasi spesifik
strata untuk perubahan rata-rata antara baseline dan 12 bulan.

Signifikansi ditetapkan pada p <0,05. Kami mengikuti prinsip niat


untuk mengobati, dan semua data dikaitkan dengan kelompok perlakuan
yang ditugaskan pada subjek terlepas dari apakah pengobatan diberikan
atau diselesaikan. Perangkat lunak SAS (versi 9.4, Cary, NC) digunakan
untuk semua perhitungan.
C. Hasil

Usia rata-rata pada awal adalah 17,9 ± 1,7 y (rata-rata ± SD; Tabel
2). Semua pasien memiliki ASRM Tahap 1 atau Tahap 2 endometriosis
pada saat laparoskopi diagnostik mereka, yang terjadi pada usia rata-rata
16,3 ± 2,1 y. Sebagian besar (49/50) menggunakan beberapa jenis terapi
medis pada awal: terapi hormon kombinasi terus menerus n = 27 (54%),
monoterapi NA n = 20 (40%), atau depot medroxyprogesterone (DMPA) n
= 2 (4% ). Lengan uji coba tidak berbeda dalam karakteristik demografi
dasar (Tabel 2). Kepatuhan pengobatan yang dilaporkan tidak berbeda
antara kelompok uji coba (p = 0,77).

SF-36

Pada awal, sebelum memulai GnRHa plus terapi tambahan, skor


untuk semua 8 subskala turun di bawah rata-rata populasi 50,
menunjukkan penurunan (Gambar 1a, 1b). Skor untuk semua subskala
domain kesehatan fisik (Fungsi Fisik, Batasan Peran-Fisik, Nyeri Tubuh,
Kesehatan Umum), PCS, dan subskala Fungsi Sosial juga lebih rendah
daripada skor rata-rata yang sesuai dengan usia (p <0,0001; Gambar 1a, b)
Skor untuk Vitalitas, Batasan Peran-Emosional, Kesehatan Mental dan
MCS tidak berbeda dari norma yang sesuai usia (p> 0,05; Gambar 1b).
Metode pengobatan hormonal subjek pada awal (terapi hormon kombinasi
terus-menerus atau monoterapi NA) tidak mempengaruhi skor QOL. Jika
dibandingkan dengan skor yang diterbitkan untuk remaja dan dewasa
muda dengan cystic fibrosis, juvenile rheumatoid arthritis, dan sindrom
ovarium polikistik, remaja dengan endometriosis memiliki skor yang lebih
rendah pada subskala kesehatan fisik dan kesehatan mental (Tabel 3).

Pengobatan dengan GnRHa plus terapi tambahan menyebabkan


peningkatan kualitas hidup terkait kesehatan fisik selama penyelidikan 12
bulan untuk kedua kelompok percobaan. Namun, perubahan waktu dalam
skor ringkasan PCS berbeda menurut penugasan tambahan (pbetween =
0,005; Gambar 2a). Subjek yang menerima NA + CEE mengalami
peningkatan skor PCS yang lebih besar antara baseline dan 12 bulan (+10
± 3, rata-rata yang disesuaikan ± kesalahan standar; pwithin = 0,0008)
dibandingkan mereka yang menerima NA saja (+6 ± 3; pwithin = 0,05).
Demikian pula, sementara kedua kelompok menunjukkan perbaikan pada
subskala Nyeri Tubuh, perjalanan waktunya berbeda (pbetween = 0,008;
Gambar 2a). Subjek yang menerima NA + CEE miliki peningkatan yang
lebih besar (+12 ± 3, pwithin = 0,0004) dibandingkan mereka yang
menerima NA saja (+8 ± 3; pwithin <0,015). Subscale Fungsi Fisik
meningkat pada remaja yang diacak untuk NA + CEE (+7 ± 3, pwithin =
0,002); tidak ada perbaikan yang terlihat pada kelompok NA (+2 ± 2,
pwithin = 0,42). Perubahan yang sama pada subskala Fisik-Peran
ditemukan pada kelompok NA + CEE (+11 ± 3, pwithin = 0,002) dan
kelompok NA (+8 ± 3, pwithin = 0,017; pbetween = 0,22). Tidak ada
perubahan dalam skor Kesehatan Umum yang diamati (pbetween = 0,10).

Skala Kesehatan Mental juga berubah seiring waktu. Subjek


menunjukkan peningkatan yang sebanding dalam skor Vitalitas (NA +
CEE: +7 ± 3, pwithin = 0,015 vs NA: +6 ± 3, pwithin = 0,04), meskipun
lintasan perubahan berbeda antara kelompok (pbetween = 0,02; Gambar
2b). Peningkatan yang lebih besar di fungsi Sosial terlihat pada kelompok
NA + CEE (+12 ± 3, pwithin = 0,0006) dibandingkan kelompok NA (+4 ±
3, pwithin = 0,21; Gambar 2b). Tidak ada perubahan dalam Peran-
Emosional (pbetween = 0,69), Kesehatan Mental (pbetween = 0,89) atau
skor ringkasan MCS (pbetween = 0,87) selama percobaan. Usia tidak
berdampak pada skala SF-36. Interaksi yang signifikan dari BMI dengan
efek pengobatan ditemukan untuk PCS (p = 0,03) dan dua subskala: Nyeri
Tubuh (p = 0,03) dan Peran-Fisik (p = 0,04). Untuk masing-masing skala
ini, analisis bertingkat menunjukkan bahwa di antara subjek di tertinggi
kuartil BMI (BMI≥27,1 kg / m2) kelompok NA + CEE menunjukkan
peningkatan yang lebih besar dari awal menjadi 12 bulan dibandingkan
kelompok NA. Sebaliknya, dalam kuartil terendah (BMI <21,9 kg / m2)
kelompok NA menunjukkan peningkatan yang lebih besar.
Inventarisasi Depresi Beck

Pada awal, skor BDI rata-rata dalam kelompok studi gabungan


adalah 10,2 ± 8,0 (rata-rata ± SD). Lebih dari seperempat subjek (26%)
mencetak ≥ 14 pada BDI, menunjukkan tingkat depresi ringan atau lebih
besar. Tidak ada perbedaan pada awal oleh kelompok terapi hormon saat
ini. Tidak ada perubahan signifikan dalam skor BDI yang terjadi selama
12 bulan pengobatan (pbetween = 0,66; Tabel 4).

Skala Penilaian Menopause

Pada awal, remaja dengan endometriosis simtomatik melaporkan


tingkat menopause seperti sedang gejala (9,1 ± 6,8, rata-rata ± SD). Skor
ini tidak berbeda secara signifikan dari sampel yang dipublikasikan pada
wanita AS 40-70 tahun (p> 0,05) .12 Tidak ada perbedaan pada awal oleh
kelompok terapi hormon saat ini. Skor MRS tidak berubah selama
percobaan di kedua kelompok (pbetween = 0,21; Tabel 3).

D. Diskusi

Kurangnya pengetahuan tentang dampak endometriosis dan


perawatannya pada kehidupan remaja dapat mencegah dokter dan keluarga
dari cukup memenuhi kebutuhan remaja ini. Untuk mengatasi masalah ini,
kami pertama-tama berusaha untuk mengkarakterisasi tingkat dampak
endometriosis simtomatik terhadap kualitas hidup dan suasana hati untuk
remaja ini. Kedua, kami berusaha untuk menentukan apakah rejimen
tambahan NA + CEE lebih unggul daripada NA saja ketika digunakan
bersama dengan terapi GnRHa.

Sebelum memulai pengobatan dengan GnRHa, kualitas hidup


terkait kesehatan fisik untuk wanita-wanita muda ini terganggu, dibuktikan
dengan skor subskala kesehatan fisik SF-36 dan skor ringkasan PCS yang
secara signifikan lebih rendah daripada wanita sehat yang cocok dengan
usia. Hanya satu subskala dalam komponen kesehatan mental SF-36,
subskala Fungsi Sosial, dirusak pada awal. Subskala Fungsi Sosial adalah
unik karena mengacu pada masalah kesehatan fisik dan emosional. Karena
itu, faktor ini menjadi MCS, tetapi juga diakui berkorelasi dengan PCS.
Subjek juga melaporkan gejala menopause pada tingkat wanita dewasa
perimenopause dan menopause, serta penyimpangan suasana hati.
Gangguan kualitas hidup ini terjadi walaupun 98% pasien menerima
perawatan hormon yang biasa digunakan (kontrasepsi oral kombinasi,
monoterapi NA) untuk endometriosis. Kohort kami meliputi pasien yang
nyeri endometriosisnya sulit disembuhkan dengan terapi lini pertama ini.

Meskipun 26% dari subyek dalam sampel kami mencetak pada


atau di atas tingkat "depresi ringan" pada BDI, dan skor pada subskala
psikologis MRS berada di atas norma orang dewasa (menunjukkan
kerusakan yang lebih besar), para wanita muda ini tidak merasakan mental
mereka. Kesehatan menjadi negatif berdampak pada kualitas hidup
mereka. Temuan ini berbicara tentang potensi yang tidak teridentifikasi
dan kebutuhan yang belum terpenuhi untuk konseling kesehatan mental.
Dengan hasil ini dalam pikiran, penyedia membuat rujukan untuk
konseling harus menyajikannya sebagai tambahan, bukan pengganti,
manajemen medis lanjutan dari penyakit ini.

Perbedaan ini mungkin penting untuk menekankan pada pasien,


banyak dari mereka akan dirujuk ke penyedia kesehatan mental sebelum
ginekolog untuk perawatan nyeri mereka, berkontribusi pada
keterlambatan diagnostik mereka dan pengalaman nyeri yang
berkepanjangan, dan untuk orang lain yang mungkin tidak mengenali
dampak penyakit pada kesehatan mental mereka.

Karena SF-36 adalah ukuran umum kualitas hidup terkait


kesehatan, skor antara kelompok penyakit dapat dibandingkan untuk lebih
memahami tingkat kerusakan setiap penyakit yang dihasilkan. Pada awal,
remaja dengan endometriosis bernasib lebih buruk daripada remaja dan
dewasa muda dengan cystic fibrosis, juvenile rheumatoid arthritis, dan
sindrom ovarium polikistik, tiga kondisi kronis yang dianggap memiliki
dampak mendalam pada kualitas hidup, memberikan bukti lebih lanjut
tentang dampak substansial endometriosis.

Dua belas bulan pengobatan dengan GnRHa plus add-back muncul


untuk mengatasi defisit QOL ini dengan mengurangi rasa sakit terkait
endometriosis dan mengendalikan gejala fisik lainnya. Subjek
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kesehatan fisik (PCS)
mereka, serta ukuran spesifik Nyeri, Fungsi Sosial, Fungsi Fisik,
Kesehatan Fisik, dan Vitalitas. Untuk pertama kalinya, kami dapat
menunjukkan efektivitas GnRHa plus tambahan untuk meningkatkan hasil
kualitas hidup pasien remaja, mereplikasi kerja Hornstein et al. Pada orang
dewasa.

Sementara kelompok NA awalnya menunjukkan peningkatan yang


lebih besar, mungkin karena penurunan yang lebih besar dalam kadar
hormon yang beredar, rejimen tambahan NA + CEE lebih unggul untuk
meningkatkan kualitas hidup yang dilaporkan sendiri selama 12 bulan.
Hanya pasien yang menerima NA + CEE yang mencapai skor normatif
pada subskala Nyeri Tubuh. Sebaliknya, remaja yang menerima NA saja
terus mengalami penurunan karena nyeri pada 12 bulan. Kelompok
pengobatan NA + CEE juga menunjukkan peningkatan yang lebih besar
dalam Kesehatan Fisik dan Vitalitas.

Penambahan estrogen dosis rendah ke rejimen tambahan dapat


memungkinkan pasien untuk mencapai "ambang batas estrogen,"
dijelaskan oleh Barbieri sebagai tingkat di mana efek samping
hipoestrogenik dicegah tanpa mengaktifkan penyakit itu sendiri, yang
mengarah ke hasil pengobatan yang lebih positif.

Subjek yang diacak untuk NA + CEE mungkin telah mencapai


ambang ini, dan hasilnya adalah meningkatkan kualitas hidup terkait
kesehatan fisik, sedangkan subyek yang menerima NA saja mulai berjuang
dengan efek dari keadaan hipoestrogenik mereka. Hasil ini harus diambil
dalam konteks kami penelitian sebelumnya, di mana kami menunjukkan
bahwa NA + CEE lebih unggul daripada monoterapi NA untuk melindungi
kesehatan tulang pada remaja

Hasil kami tidak bervariasi berdasarkan usia. Kami memang


menemukan bukti efek interaksi untuk BMI. Subjek dalam kuartil BMI
terendah (BMI <21,9 kg / m2) menunjukkan respons yang berbeda dari
mereka yang berada di kuartil tertinggi (BMI> 27,1 kg / m2). Mereka
remaja dengan BMI rendah melaporkan peningkatan yang lebih besar
dengan NA saja daripada dengan NA + CEE pada subskala nyeri tubuh
dan peran-fisik SF-36. Kami berhipotesis bahwa kohort BMI yang lebih
rendah mungkin memiliki lebih sedikit lemak tubuh, dan karenanya lebih
sedikit aromatisasi untuk estrogen. Dengan demikian, gadis-gadis ini
dengan BMI rendah mungkin lebih sensitif terhadap penggantian estrogen
tambahan dan mungkin merasakan efek samping somatik yang lebih besar
sebagai hasilnya. Semakin banyak estrogen yang penuh, BMI yang lebih
tinggi menoleransi terapi kombinasi dengan lebih baik karena mereka
berpotensi lebih banyak estrogen yang penuh pada saat dimulainya terapi
kombinasi. Ini hanyalah hipotesis, dan kami menyadari bahwa temuan ini
adalah area untuk penelitian lebih lanjut.

Kedua rejimen tambahan itu berkhasiat dalam mencegah potensi


kesehatan mental dan gejala menopause yang terkait dengan penggunaan
GnRHa, seperti perubahan suasana hati dan vasomotor. Subjek tidak
melaporkan peningkatan gejala depresi yang diukur dengan BDI, SF-36
MCS, atau MRS subskala psikologis. Temuan ini meyakinkan bukti
bahwa pengobatan dengan GnRHa plus tambahan tidak menyebabkan
perubahan kesehatan mental yang merugikan pada remaja. Kami tidak
melihat perbedaan kelompok dalam skor MRS. Sementara MRS telah
divalidasi sebagai ukuran hasil dalam uji coba terapi hormon pada orang
dewasa, mungkin tidak dapat mendeteksi perubahan terkait pengobatan
pada populasi remaja. Skor pada MRS juga dapat dipengaruhi oleh usia
muda sampel kami yang cenderung kurang aktif secara seksual, dan untuk
siapa subskala urogenital mungkin tidak relevan.
Keterbatasan studi harus diakui. Kohort kami terdiri dari remaja
dengan endometriosis simtomatik yang dijadwalkan untuk memulai
pengobatan dengan GnRHa. Pasien-pasien ini mewakili sebagian kecil
dari populasi klinik kami; hasil mungkin tidak menyamaratakan pada
pasien yang gejala endometriosis berhasil diobati dengan terapi medis
awal. Selain itu, mungkin ada variasi di antara pasien dengan komorbiditas
atau dengan karakteristik personal dan demografis yang lebih beragam;
sampel kami sebagian besar diidentifikasi sebagai ras putih. Akhirnya, SF-
36 data normatif dan data MRS yang digunakan untuk perbandingan tidak
dikumpulkan bersamaan dengan data sampel kami dan dapat dipengaruhi
oleh tren sekuler. Tujuh belas subjek menarik diri dari uji coba karena
keputusan klinis untuk menghentikan pengobatan dengan leuprolide
acetate depot. Enam belas subyek menyebutkan kurangnya penghilang
rasa sakit atau ketidakmampuan untuk mentolerir efek samping
pengobatan. Tidak ada perbedaan dalam karakteristik awal antara mereka
yang menghentikan dan mereka yang menyelesaikan percobaan, tetapi
hasil kami hanya dapat menggeneralisasi untuk pasien yang menemukan
keberhasilan dengan jangka panjang (> 6bulan) Terapi GnRHa.

E. Kesimpulan

Singkatnya, remaja dengan endometriosis simptomatik telah


merusak kualitas hidup bila dibandingkan dengan skor untuk perempuan
yang cocok dengan usia yang sehat atau remaja yang menderita penyakit
kronis lainnya. Remaja dengan endometriosis merasakan bahwa kesehatan
fisik mereka memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup mereka;
mereka tidak menghubungkan kualitas hidup yang buruk dengan masalah
kesehatan mental. Regimen tambahan NA + CEE tampaknya lebih unggul
untuk mengatasi defisit QOL, dan menyebabkan peningkatan yang lebih
besar dalam kualitas hidup selama 12 bulan terapi dibandingkan dengan
NA saja. Diperlukan studi yang lebih besar untuk lebih memahami
lintasan seumur hidup dan dampak holistik dari penyakit ini. Fokus pada
pasien remaja sangat penting untuk memahami dampak penyakit selama
masa remaja dan dampak intervensi selama masa remaja pada hasil di
masa dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gao X, Yeh Y, Outley J, Somon J, Botteman M, Spalding J. Health-related


quality of life burden of women with endometriosis: a literature review. Curr
Med Res Opin. 2006; 22(9):1787-97.
2. Nnoaham K, Hummershoj L, Webster P, d’Hooghe T, Nardone F, Nardone C
et al. Impact of endometriosis on quality of life and work productivity: a
multicenter study across ten countries. Fertil Steril. 2011; 96(2): 366-373.
3. Simoens S, Hummelshoj L, D’Hooghe T. Endometriosis: cost estimates and
methodological perspective. Human Reprod Update. 2007; 13(4): 395-404.
4. Shah DK and Missmer SA. Scientific investigation of endometriosis among
adolescents. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2011;24. S18-S19.
5. Youngster M, Laufer MR, DiVasta AD. Endometriosis for the primary care
physician. Curr Opin Pediatr. 2013 Aug; 25(4):454-62.
6. Divasta AD, Laufer MR. The use of gonatadropin releasing hormone
analogues in adolescents and young patients with endometriosis. Curr Opin
Obstet Gynecol. 2013; 25(4): 287-92.
7. Hornstein MD, Surrey ES, Weisberg CG, Casino LA. Leuprolide acetate
depot and hormonal add-back in endometriosis: a 12-month study. Obstet
Gynecol. 1998; 91(1): 16-24.
8. DiVasta AD, Feldman HA, Gallagher JS, Stokes NA, Laufer MR, Hornstein
MD, GordonCM. Hormonal Add-Back Therapy for Females Treated With
Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist for Endometriosis: A Randomized
Controlled Trial. Obstet Gynecol. 2015. 126(3): 617- 627.
9. Ware JE. SF-36 Health Survey Update. Spine. 2000; 25(24): 3130-3139.
10. Ware JE. 1998 SF-36 Normative Data. http://www.sf
36.org/research/sf98norms.pdf.
11. Heinemann L, DoMinh T, Strelow F, Gerbsch S, Schnitker J, Schneider H.
The Menopause Rating Scale (MRS) as outcome measure for hormone
treatment? A validataion study. Health Qual Life Outcomes. 2004; (2):67.
12. Heinemann K, Ruebig A, Pthoff P, Schneider H, Strelow F, Heinemann LA,
Thai, D. The Menopause Rating Scale (MRS) scale: A methodological
review. Health Qual Life Outcomes. 2004; 2(45).
13. Beck AT, Steer RA, Brown G. Beck Depression Inventory II manual. San
Antonio, TX: The Psychological Corporation; 1996.
14. Goldbeck L and Schmitz TG. Comparison of three generic questionnaires
measuring quality of life in adolescents and adults with cystic fibrosis: The
36-item short form health survey, the quality of life profile for chronic
diseases, and the questions on life satisfaction. Qual Life Res. 2001; 10: 23-
26.
15. Flato B, Lien G, Smerdel A, Vinje O et al. Prognostic factors in juveline
rheumatoid arthritis: a case-control study revealing early predictors and
outcome after 14.9 years. J Rheumatol. 2003; 30(2): 386-93.
16. Elsenbruch S, Hahn S, Kowalsky D, Offner A et al. Quality of life,
psychosocial well-being, and sexual satisfaction in women with polycystic
ovary syndrome. J Clin Endocrinol Metab. 2003; 88(12): 5801-5807.
17. Guzick DS, Huang L, Broadmna BA et al. Randomized trial of leuprolide
versus continuous oral contraceptives in the treatment of endometriosis-
associated pelvic pain. Fertil Steril. 2011; 95(5): 1568-1573.
II. TELAAH KLINIS

A. Critical Appraisal
Questions Keterangan
ya Penelitian ini bertujuan untuk
Did the trial address a membandingkan pemberian add back
clearly focused issue? therapy yaitu norethindrone acetate (NA)
dan conjugated estrogens (CEE) dengan
Norenthindrone acetate (NA) saja
terhadap kualitas hidup pasien
endometriosis usia remaja yang menjalani
terapi GnRH agonis.
Was the assignment of Ya Kelompok 1 menerima dua tambahan obat:
patients to treatments NA (Aygestin® 5 mg PO setiap hari; Teva
randomised? Pharmaceuticals, Sellersville, PA) + CEE
(Premarin® 0,625 mg PO setiap hari;
Wyeth Pharmaceuticals, Philadelphia, PA).
Kelompok 2 menerima NA (5 mg setiap
hari) + plasebo.
Were all of the patients Ya Subjek penelitian adalah perempuan yang
who entered the trial memenuhi syarat berusia 15 hingga 22
properly accounted for at tahun, setidaknya 2 tahun pasca-menarche,
its conclusion? dengan endometriosis yang dikonfirmasi
secara operasi dan keputusan untuk
memulai pengobatan dengan leuprolide
asetat depot (Lupron Depot® 11,25 mg
IM; Abbvie Inc., Chicago, IL)
Were patients, health Ya
workers and study
personnel ‘blind’ to
treatment?
Were the groups similar Ya Sebagian besar (49/50) menggunakan
at the start of the trial beberapa jenis terapi medis pada awal:
terapi hormon kombinasi terus menerus n
= 27 (54%), monoterapi NA n = 20 (40%),
atau depot medroxyprogesterone (DMPA)
n = 2 (4% ). Lengan uji coba tidak berbeda
dalam karakteristik demografi dasar (Tabel
2). Kepatuhan pengobatan yang dilaporkan
tidak berbeda antara kelompok uji coba (p
= 0,77).
Aside from the Ya
experimental intervention,
were the groups treated
equally?
How large was the Outcome penelitian diuku dengan kuisioner
treatment effect? The short form 36-v2 Health survey, Beck
Depression Inventory-II dan Menopause
Rating Scale. Subyek yang menerima NA +
CEE menunjukan perubahan yang lebih
besar pada indikator nyeri, vitalitas, dan
kondisi fisik (p < 0,05) daripada yang
menerima NA saja. Tidak ada perubahan
pada depresi atau gejala menopause pada
kedua kelompok.
How precise was the Baik, karena memiliki Confidence Interval
estimate of the treatment 95%.

effect?
Can the results be applied Can’t
tell
to the local population, or
in your context?
Were all clinically Ya Ya karena setiap subbagian dari kuisioner
important outcomes dinilai skornya
considered?
Are the benefits worth the can’t Pengobatan dengan GnRH agonis dan add
tell
harms and costs? back therapy memiliki cost yang tinggi.
Penggunaan terapi merupakan alternatif
apabila lesi mencapai miometrium hingga
ke bagian endometrium sehingga tidak bisa
dilakukan operasi.

B. PICO

1. Population

Penelitian ini mengambil populasi remaja. Subjek


penelitian ini adalah remaja wanita berusia 15-22 tahun yang
didiagnosis endometriosis berdasarkan hasil biopsi di Pediatric
Gynecology Clinic di Boston, Massachussetts . Remaja yang
diteliti maksimal telah memiliki waktu 2 tahun setelah
menarche.

2. Intervention
Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini ialah
memberikan terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan
NA ( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi
tambahan GnRH agonis.

3. Comparison
Penelitian ini membandingkan kualitas hidup pasca
pemberian terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan NA
( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi tambahan
GnRH agonis.
4. Outcome
a. Outcome primer penelitian ini adalah kualitas hidup
pasien penerima regimen norethindrone acetate (NA) dan
conjugated estrogens (CEE) dengan norethindrone acetate
( NA) saja untuk mencegah efek samping GnRHa
b. Subjek yang menerima NA + CEE mengalami peningkatan
skor PCS yang lebih besar antara baseline dan 12 bulan (+10
± 3, rata-rata yang disesuaikan ± kesalahan standar; pwithin =
0,0008) dibandingkan mereka yang menerima NA saja (+6 ±
3; pwithin = 0,05).
c. Subscale Fungsi Fisik meningkat pada remaja yang diacak
untuk NA + CEE (+7 ± 3, pwithin = 0,002); tidak ada
perbaikan yang terlihat pada kelompok NA (+2 ± 2, pwithin
= 0,42). Perubahan yang sama pada subskala Fisik-Peran
ditemukan pada kelompok NA + CEE (+11 ± 3, pwithin =
0,002) dan kelompok NA (+8 ± 3, pwithin = 0,017; pbetween
= 0,22).
d. Peningkatan yang lebih besar di fungsi Sosial terlihat pada
kelompok NA + CEE (+12 ± 3, pwithin = 0,0006)
dibandingkan kelompok NA (+4 ± 3, pwithin = 0,21).
e. Skor MRS tidak berubah selama percobaan di kedua
kelompok (pbetween = 0,21)
f. Tidak ada perubahan signifikan dalam skor BDI yang terjadi
selama 12 bulan pengobatan (pbetween = 0,66)
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Endometriosis adalah munculnya jaringan endometrium ( kelenjar dan


stroma) di luar uterus. Tempat yang paling sering menjadi lokasi implantasi
antara lain organ-organ panggul dan peritoneum. Endometriosis memiliki
tampilan yang bervariasi dari lesi yang sifatnya minimal hingga kista ovari
masif yang menganggu anatomi tuboovari dan perlekatan luas ke usus, vesica
urinaria, dan ureter. Endometriosis diperkirakan terjadi pada 7% perempuan
usia reproduktif di Amerika Serikat dan sering dihubungkan dengan nyeri
panggul dan infertilitas. (D’Hooge et al., 2007).

B. Epidemiologi

Angka kejadian endometriosis diperkirakan sebesar 6%-10% pada


perempuan usia produktif. Belum ada data di Indonesia yang mengetahui
jumlah pasien endometriosis. Wanita yang mengalami nyeri panggul
sebanyak 70% menderita endometriosis. Menurut Eskenazi et al.,
endometriosis dapat terjadi pada seluruh kelompok usia reproduktif, namun
endometriosis paling tinggi terjadi pada rentang usia 40-44 tahun.

C. Faktor risiko

Beberapa faktor reproduksi berhubungan dengan endometriosis,


terdapat kecenderungan bahwa hormon berperan dalam proses terjadinya
endometriosis. Usia menarche yang lebih awal dan siklus menstruasi yang
pendek dapat meningkatkan risiko terjadinya endometriosis, sedangkan
kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral menurunkan kejadian
endometriosis. Estradiol dan estrol yang bersirkulasi dalam peredaran darah
yang menstimulasi ektopik dan eutopic jaringan endometrium diketahui lebih
tinggi pada wanita yang mengalami menarche lebih awal dan wanita
nullipara. Hubungan antara merokok dan endometriosis masih belum jelas.
Walaupun merokok lebih merugikan pada aspek kesehatan, merokok
menurunkan risiko endometriosis pada mayoritas penelitian, namun tidak
semua. Mekanisme yang melatarbelakangi hal ini masih belum jelas.

Estrogen pada perokok aktif diketahui lebih rendah dan dapat


menghambat pertumbuhan jaringan endometrium. Hubungan antara
konsumsi alkohol dan kafein dipengaruhi oleh status fertilitas. Pada
perempuan yang infertil, dapat meningkatkan risiko endometriosis. Walaupun
begitu, studi yang dilakukan pada perempuan fertil, tidak didapatkan
hubungan antara keduanya. Faktor gaya hidup dan diet yang mempengaruhi
terjadinya endometriosis dihubungkan dengan anti inflamasi. Akifitas fisik
dan diet omega-3 dapat menurunkan kadar Tumor nekrosis alpha ( TNF-α),
interleukin 6 ( IL6), dan penanda inflamasi lain. Walaupun hubungan antara
aktifitas fisik dan endometriosis masih belum jelas, konsumsi omega 3
dihubungkan dengan penurunan risiko endometriosis ( Parasar et al., 2017).

D. Etiopatogenesis

Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan


sangat kompleks. Predisposisi genetik jelas berperan penting. Terdapat 3
hipotesis yang menjelaskan tentang terjadinya endometriosis

1. Teori menstruasi retrograde


Sampson pada pertengahan tahun 1920 berasumsi bahwa fragmen
endometrium ditransportasikan melalui tuba falopi saat menstruasi dan
tumbuh di berbagai tempat di intraabdomen. Jaringan endometrial, yang
normalnya lepas saat menstruasi dapat tumbuh secara in vivo maupun in
vitro. Untuk menjelaskan kejadian yang jarang seperti endometriosis di
tempat yang jauh seperti paru, kepala, ketiak, dibutuhkan postulaso
penyebaran secara hematogen.

2. Teori metaplasia mullerian

Meyer mengatakan bahwa endometriosis terbentuk dari metaplasia


mesotelium peritoneum menjadi endometrium oleh karena pengaruh
stimulus yang belum dapat diidentifikasi

3. Teori penyebaran limfatik

Halban mengatakan bahwa jaringan endometrium diambil ke


jaringan limfatik uterus kemudian ditransportasikan menuju berbagai
lokasi di panggul sehingga tumbuh jaringan secara ektopik. Jaringan
endometrial telah ditemukan di aliran limfatik panggul pada 20% pasien
dengan penyakit ini.

Teori yang mendukung patogenesis Endometriosis


Kebanyakan penulis berpendapat bahwa beberapa faktor yang
termasuk dalam pembentukan endometriosis termasuk mentruasi
retrograde, meltaplasia coelomic, perubahan imunologis, dan predisposisi
genetik. Pneleiti telah mengidentifikasi perbedaan komposisi kimiawi dan
jalur biologis sel endometrium dari perempuan yang terkena endometriosis
dibandingkan wanita yang normal. Peneliti menemukan perbedaan faktor
inflamasi dan pertumbuhan pada cairan peritoneal wanita yang terkena
endometriosis. Gangguan hormonal dapat mempengaruhi kemampuan sel
endometrium untuk berproliferasi, menempel pada mesotelium dan atau
menganggu sistem imunitas yang berfungsi untuk menghalangi proses
tersebut. Pada endometrium eutopic terjadi peningkatan ekspresi enzim
aromatase dan penurunan ekspresi 17B-hydroxysteroid dehydrogenase (
17b-HSD) tipe 2. Konsekuensi dari hal tersebut adalah peningkatan
konsentrasi estradiol. Estradiol menstimulasi produksi prostaglandin E2
yang juga menstimulasi aktivitas aromatase. Selain esrtrogen-dependen,
terdapat bukti yang mendukung adanya resistensi progesteron dala
patofisiologi endometriosis. Lesi endometriotik menunjukkan penurunan
ekspresi reseptor progesteron.

4. Inflamasi

Konsep endometriosis sama seperti kondisi inflamasi panggul. Pada


perempuan dengan endometriosis, didapatkan peningkatan jumlah aktivasi
makrofag dan sitokin inflamasi cairan peritoneal. Sitokin yang meningkat
antara lain TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan monocyte chemoattractant
protein-1 ( MCP-1). Pada endometriosis kadar prostaglanding sangat
tinggi, mediator ini berperan sentral dalam patofisiologi endometriosis.
Terdapat peningkatan cyclo-oxygenase-2 ( COX-2) dan prostaglandin
dibandingkan wanita sehat. TNF-α menimbulan produksi prostaglandin F2α
dan Prostaglandin E2. IL-1β mengaktivasi COX-2 dan meningkatkan
produksi PGE2 yang mengatifkan steroidogenic acute regulatory (StAR)
dan aromatase. Kondisi inflamasi pada panggul mempengaruhi
patofisiologi nyeri pada wanita dengan edometriosis. Serabut saraf pada
endometriosis meningkatkan persepsi nyeri pada pasien melalui
transmisinya dari akar serabut saraf dorsalis menuju sistem saraf pusat.

17βHSD = 17β hydrixysteroid dehidrogenase; E1 = estrone; E2 = estradiol;PGE2 = prostaglandin


E2; PGF2α = prostaglandin F2α; NGF : nerve growth factor

Produksi estradiol lokal pada lesi endometritic dan eutopic endometrium,


inflamasi, dan nyeri.
E. Patofisiologi
F. Staging (Carpinello, 2017)
- Klasifikasi ASRM
Enzian Score

G. Manifestasi Klinis

Gejala yang muncul berhuungan dengan tingkat keparahan


penyakitnya. Beberapa hal yang harus diwasapadai ialah keluhan nyeri
panggul segera setelah menarche, dan infertilitas.

Nyeri : endometriosis merupakan penyebab tersering nyeri panggul.


Nyeri tidak hanya pada daerah panggul, tidak selalu siklus, okasi nyeri
tersering ialah pada punggung bawah. Gejala lainnya seperti dismenorhea,
disparenuia, diszesia (nyeri panggul saat defekasi) dan nyeri panggul kronis.

Infertilitas : wanita dengan endometriosis 30-50% nya infertil, dan 25-


50% wanita infertil terkena endometriosis. Endometriosis ringan dapat
menganggu fertilitas dan pad akasus berat dapat memicu terjadinya
perlengketan tuba, mengurangi cadangan ovarium, oositdan kualitas embrio
serta menganggu proses implantasi

H. Pengakan diagnosis
Nyeri pada palpasi forniks posterior. Pemeriksaan ultrasound scan
pelvis dapat memantu penegakan diagnosis edometrioma, fibroid, dan kista
ovari. Massa pada pelvis dapat dilihat melalui USG transvaginal dan
transadominal. USG transvaginal lebih baik dalam menilai kavitas uterus dan
endometrium. Gold standar penegakan diagnosis endometriosis adalah
laparoscopy dengan biopsi. Terdapat beberapa biomarker yang dapat
digunakkan untuk mendeteksi endometriosis, meskipun tidak terlalu

spesisifik (Parasar, 2017)

I. Terapi (Carpinello, 2017; Parasar, 2017)


1. Pembedahan
Jika pasien masih tetap merasakan keluhan yang sama maka
pembedahan konservatif perlu dilakukan. Dengan ada. Eksisi dari
endometrioma ovarium, dapat mengurangi nyeri, mengurangi rekurensi,
dan meningkatkan kemungkinan hamil diandigkan dengan metode
vapaporisasi kista atau koagulasi.pada nyeri yang kategori sedang,
prosedur presacral neurectomy dapat dilakukan. Namun efeknya dapat
menimbullkan perdarahan retroperitoneal yang hebat sehingga diperlukan
transfusi sebelum operasi. Reseksi lesi rectovagina memiliki 10%
komplikasi saat reseksi kolorektal dilkaukan. Dalam 1 tahun pertama
setelah operasi, nyeri membaik pada endometriosis yang dalam, namun
dijumpai rekurensi nyeri pada dari 5 pasien. Terapi tambahan seperti
agonis GnRH atau medroxyprogesterone acetate masih diperdebatkan.
Terapi yang diberikan sebelum pembedahan maupun setelah pembedahan
tidak ditemukan adanya perbedaan dalam kemungkinan kehamilan.
Namun pada wanita yang sudah tidak ingin memiliki anak, maka tindakan
histerektomi dengan bilateral salpingo oophorectomy dianggap sebagai
terapi definitif.
2. Pembedahan
a. LUNA pada laparoskopi
melakukan ablasi atau eksisi sekitar 1,5-2 cm bagian ligamentum
sakrouterina di insersi serviks. Prosedur ini dimulai dengan
memposisikan uterus anteversi menggunakan manipulator uterus,
mengidentifikasi ligamentum uterosakral yang kemudian salah satu atau
keduanya dipotong dekat dengan insersinya di serviks. Sebagian kecil
ligamen diambil untuk pemeriksaan histologi dan konfirmasi adanya
serabut saraf didalamnya. Dengan pembedahan ini diharapkan
terputusnya saraf sensoris sehingga
b. Laparoskopi pre-sacral neurectomy
Saraf presakral merupakan bagian retroperitoneal superior dari
pleksus hipogastrika, berada di bawah bifurkasio aorta kurang lebih 3-4
cm mengarah ke sacrum. Prosedur bedah PSN adalah melakukan eksisi
jaringan saraf antara peritoneum dan periosteum sebanyak paling tidak
2 cm.
PSN akan memutus saraf sensorik, dan melibatkan pemutusan jalur
persarafan yang lebih banyak dibandingkan LUNA. Pembedahan
dengan PSN memiliki risiko efek samping konstipasi, uregensi, hilang
rasa nyeri saat bersalin.
c. Laparoskopi eksisi lesi endometriosis susukan dalam
Endometriosis susukan dalam didefinisikan sebagai massa padat
yang terletak lebih dari 5 mm di dalam peritoneum. Endometriosis
susukan dalam dapat mengenai ligamentum sakrouterina, dinding
pelvis, septum rektovagina, vagina, usus, kandung kemih atau
ureter.Letak dari lesi endometriosis susukan dalam akan mempengaruhi
langkah pembedahan yang dilakukan. Ligamentum sakroterina
merupakan lokasi paling sering, didapatkan pada 83 persen kasus. Bila
ditemukan lesi tindakan eksisi sudah mencukupi. Namun apabila lesi
didapatkan pada kedua sisi ligamentum sakrouterina, eksisi nodul
bilateral mempunyai risiko cidera saraf hipogastrika dengan komplikasi
kesulitan berkemih. Pada kasus endometriosis pada septum rektovagina,
pembedahan dimulai melalu fossa pararektal yang avaskuler. Dilakukan
diseksi dari daerah ini mengarah ke kaudal dengan tujuan mencari
jaringan yang masih sehat, setelah itu baru dilakukan diseksi mengarah
ke dinding anterior rektum. Setelah rektum dilepaskan, nodul
endometriosis dapat dieksisi dari dinding posterior vagina. Apabila
endometriosis melibatkan traktus gastrointestinal, terapi pembedahan
harus dilaksanakan oleh tim multidisiplin. Pendekatan pembedahan
dapat bersifat radikal (reseksi komplit lesi untuk mencegah
kekambuhan) atau pendekatan konservatif. Teknik shaving bertujuan
untuk melakukan reseksi lesi pada serosa atau hingga tunika
muskularis. Lesi endometriosis susukan dalam dan serat saraf yang
menginervasi pembuluh darah disekitar lesi berpengaruh pada rasa
nyeri. Serat saraf menjadi lebih sensitif dan tersensitisasi dan
selanjutnya memodulasi otak.

3. Farmakologi
Nyeri merupakam gejala yang paling sering ditemukan pada kaus
endometriosis dan berjalan kronik, sehingga tatalaksana yang digunakan
ialah yang aman untuk jangka panjang. Hiperandrogenik (danazol,
gestrinone), hiperprogesteronik(kontrasepsi oral, medroocyprogesterone
asetat) dan GnRH agonis (hipoestrogenik) dapat mengsupresi proliferasi
sel endometrial. Namun jika terapi dihentikan maka gejala kan muncul
kembali. Diagnosis definitif hanya didapat melalui operasi. Terapi
farmakologi dapat diberikan pada wanita yang dicurigai terkena
endometriosis. Terkadang nyeri akan semakin terasa dan operasi tidak
dapat dihindari kembali. Terapi kombinasi kontasepsi oral telah digunakan
selama bertahun-tahun untuk mengatasi nyeri. Mekanisme kerjanya ialah
menurunkan retrograde menstruasi, menginduksi pseudopregnant dan
menyebabkan pembentukan desidua dan atrofi dari endometrium ektopik.
Progestin juga dapat digunakkan, seperti norethindrone
(norethisterone) medroxyprogesterone, dan levonogestrel. Terapi ini tidak
mengandung estrogen, dan dipercaya lebih aman pada wanita yang
memiliki kontraindikasi pemberian estrogen. Norethindrone acetate
merupakan progestin via oral dengan dosis awalnya 5 mg/hari dan dapat
ditingkatkan dengan penambahan 2.5 mg agar terjadi amenore atau dengan
dosis maksimal 20 mg/hari. Efek sampingnya ialah perdarahan dan nyeri
pada payudara. Serta efek jangka pendeknya ialah mempengaruhi densitas
mineral tulang dan metabolisme lemak.
Medroxyprogesterone, merupakan 17-hydroxy derifat progesteron,
via oral yang memiliki efek aktivitas androgenik yang cukupdan memiliki
efek minimal pada profil lipid. Dosis yang dapat diberikan ialah 15-50
mg/hari, efek samping yang dapat muncul antara lain perdarahan, dan
depresi/cemas. Jika melalui IM atau SC dosisnya 150 mg diberikan tiap 3
bulan. Namun dijumpai pada penggunaanjangka panjang terjadi penurnan
densitas mineral tulang, namun jika distop maka densitas mineral tulang
dapat kembali meningkat. Selain itu dijumpai pula perdarahan abnormal
dan gangguan pada profil lipid.
Levonorgestrel-containing intrauterine device dapat mengeluarkan
20 µg/hari dan dapat menginduksi terjadinya amenorhea dengan
menginduksi endometrium menjado atrofi dan inaktif. Terapi ini terbukti
dapat mengurangi dispareunia, serta mengurangi perdarahan tiap
bulannya. Keuntungan dari terapi ini ialah tidak menginduksi
hipoestrogenik, dan terapinya efektif tanpa terapi leih lanjut selama 5
tahun pada pasien yang telah dilaparoskopi.
Untuk mengatasi nyeri yang diseabkan endometriiosis yang
infiltratif, diperlukan kombinasi terapi. Terapi harian ethinyl estradiol 0.01
mg/hari via oral dnegan cyproterone acetate 3 mg/hari atau hanya
norethisterone 2.5 mg/hari dapat mengurangidismenorhea, nyeri pelvis
yang non siklik, dispreunia dalam, dan dyschezia. Akan tetapi keduanya
dapat menyebabkan peningkatan berat badan, dan perubahan profil lipid.
Kleompok yang diterapi dengan norethisterone dilaporkan memiliki
perbaikan keluhan.
Agonis GnRH sudah terbukti dapat mengurangi dismenorhea, dan
nyeri pelvis non siklik dengan membuat lingkungan yang hipoestrogenik.
Pemberiannya secara inj Sc 1x/bulan dengan dosis 3.75 mg atau setiap 3
bulan dengan dosis 11.25 mg. Efek samping yang dapat dijumpai antara
lain penurunan densitas mineral tulang, dan tidak direkomendasikan
pemberian lebih dari 6 bulan. Efek samping lain yang dapat muncul yaitu,
hot flushes, emosi yang tidak stabil, vagina terasa kering, insomnia dan
penurunan libido. “Add-back therapy” dengan estrogen/progestin dosis
rendah dapat mencegah hilangnya densitas mineral tulang dan mengontrol
efek samping dari lingkungan yang hipoestrogenik. Antagonis GnRH oral
dijumpai dapat menurunkan dismenorhea, dan nyeri pelvis non menstrual.
Efek yang dapat terjadi ialah penurnan densitas mineral tulang dan profi
lipid. Antagonis GnRH oral dapat mensupresi aksis hipotalamus-pituitari
ovarian dibandingan dengan agonis GnRH. Dapat disimpulkan bahwa efek
hipoestrogenik yang terjadi da[pat lebih minimal dibandiingkan agonis
GnRH. Namun, tidak dapat secara penuh mensupresi ovulasi, pada
beberapa kasus dijumpai kehamilan. Antagonis GnRH masih belum
disetujui oleh FDA untuk terapi nyeri pada endometriosis.
Danazol, via oral menginduksi amenorhea dengan cara mensupresi
aksis hipotalamus-hipopituitari-ovarium dan dikarakteristikan dengan
hiperandrogenemia dan hiperstrogenemia. Siklus mentruasi juga
terpengaruh, dengan cara menghambat streoidgeneis dan produksi
estrogen dari ovarium yang dapat memicu nyeri pada endometriosis.
Namun jarang digunakan karena efek smapinya yaitu, peningkatan erat
badan, retensi cairan, atrofi payudara, jerawat, kulit berminyak, hot
flushes, hirsutism, dan perubahan profil lipid.
Gestrinone, via oral merupakan 19-norsteroid derivative yang
awalnya digunakan sebagai kontrasepsi oral. Obat ini bekerja dengan cara
memblok perkembangan folikular dan produksi estradiol. Obat ini dapat
mengikat reseptor androgen, efek samping yang dapat dijumpai yaitu
gangguan pada profil lipid, peningkatan berat badan, hirsutism, seborrhea,
dan jerawat. Obat ini juga jarang digunakan.
Inhibitor aromatase. Aromatase merupakan enzim pengkonversi
androgen menjadi estrogen dan biasanya dihasilkan oleh sel granulosa,
fibroblas kulit, adiposit, dan sinsitiotrofoblas. Meskipun begitu,
steroidogenic factor-1 dijumpai pada jaringa nendometrium, dan tak
dijumpai pada endometrium ektopik. Steroidogenic factor-1 mengaktivasi
aromatase yang dapat memicu produksi estrogen. Karena endometriosis
merupakan estrogen dependen, maka digunakan inhibitor aromatase.
Kombinasi terapi inhibitor aromatase dengan progestin , agen kontrasepsi
oral, atau agonis GnRH direkomdasikan pada wanita dengan
endometriosis yang belum menopause, karena dapat mencegah kehamilan.
Inhibitor aromatase ini tidak memiliki efek penurnan densitas mineral
tulang . namun tidak disetuji FDA sebagai terapi karena masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Inhibitor prostaglandin seperti NSAIDs efektif dalam mengatasi
nyeri pada endometriosis., dan lebih aman dalam penggunaan jangka
panjang, memiliki efek samping yang masih dapat ditoleransi, sehingga
terapi ini digunakan sebagai lini pertama. Dapat diberikan single ataupun
kominasi dengan agen kontrasepsi oral atau derivat progestin.
Agonis GnRH dengan add-back therapy dan inhibitor aromatase
(dengan kontrasepsi oral, progestin, atau GnRH analog pada pasien
premenopause), merupakan lini ke 2. Danazol dan gestrinone diberikan
jika obat lain tidak efektif.
Untuk mengatasi infertilitas, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan induksi ovulasi pada wanita dengan endometriosis stadium I/II
memiliki efek fertilitas yang baik. Kombinasi dari agonis GnRH dengan
FSH dan LH, klimifen sitrat/IUI atau FSH/IUI menunjukkan hasil
peningkatan angka kehamilan. Jika pasien dibawah 35 th, terapi inisialnya
klomifen sitrat atau GnRH kombinasi dengan IUI. Pada wanita leih dari 35
th, dapat menggunakkan metode inseminasi untrauterin/IVF. Pada pasien
dengan stadium III/IV, pembedahan dianjurkan, namun terdapat beberapa
bukti bahwa terdapat efek negatif pada angka kehamilan. Jika dilakukan
pembedahan, maka terapi pengganti untuk fertilitasnya dengan GnRH dan
IUI atau IVF, terutama wanita pada masa reproduktif.
DAFTAR PUSTAKA

Burney R.O., Linda C.G. 2012. Pathogenesis and Pathophysiology of


Endometriosis. Fertil Steril, 98 (3) : 1-19.
Carpinello, livia J., Lauren W Sundheimer., Connie E Alford., Robert N Taylor.,
Alan H DeCherney. 2017. Endometriosis. National Centre of
Biotechnology Information
D’Hooge T.M., Joseph A. H. 2007. Gynecology, 14th edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.
Eskenazi B., Marcella L. W. 1997. Epidemiology of Endometriosis. Obstetric and
Gynecology Clinics of North America, 24 (2):235-258.
Gambone J.C. 2016. Essential of Obstetric and Gynecology, 6th edition.
Philadelphia : Elsevier.
Parasar P., Pinar O., Kathryn L. T. 2017. Endometriosis : Epidemiology,
Diagnosis and Clinical Management. Current Obstetric Gynecology, 6 (1):
34-41.
Lampiran

Tabel 1. Subskala SF-36 untuk mengukur kualitas Hidup


Tabel 2. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Tabel 3. Skor SF-36 Subjek Penderita Endometriosis dengan Penyakit Lain
Tabel 4. Perubahan Skor pada BDI dan MRS selama 12 bulan
Gambar 1. Perbandingan kualitas hidup antara pasien endometriosis dengan populasi
normal
Gambar 2. Perbandingan kualitas hidup antara pasien endometriosis dengan
populasi normal
Gambar 3. Perbandingan antara Populasi Normal dengan penggunaan NA+CEE
serta NA+plasebo

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurding Nisa
    Jurding Nisa
    Dokumen9 halaman
    Jurding Nisa
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PRESBANG Depresi - DR WI
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Dokumen13 halaman
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Fikri Fachri
    Belum ada peringkat
  • Presus Entropion Involusional
    Presus Entropion Involusional
    Dokumen23 halaman
    Presus Entropion Involusional
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen16 halaman
    Ulkus Kornea
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Endometriosis
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Dokumen58 halaman
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • TINJAUAN MALARIA
    TINJAUAN MALARIA
    Dokumen30 halaman
    TINJAUAN MALARIA
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • MASALAH
    MASALAH
    Dokumen1 halaman
    MASALAH
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • GG Cemas
    GG Cemas
    Dokumen30 halaman
    GG Cemas
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Edit Fina
    Journal Reading Edit Fina
    Dokumen21 halaman
    Journal Reading Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen2 halaman
    Jur Ding
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • DSM V GG MKN
    DSM V GG MKN
    Dokumen5 halaman
    DSM V GG MKN
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen17 halaman
    Nefrotik Sindrom
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Dokumen6 halaman
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat
  • Refurtikariafh
    Refurtikariafh
    Dokumen22 halaman
    Refurtikariafh
    Cindy Prayogo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Dokumen11 halaman
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Dokumen11 halaman
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Maksilaris
    Sinusitis Maksilaris
    Dokumen5 halaman
    Sinusitis Maksilaris
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen5 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat