Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometriosis : Uji Coba Terkontrol secara Acak
Pembimbing :
Disusun oleh :
PURWOKERTO
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometriosis : Uji Coba Terkontrol secara Acak
Disusun oleh :
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
ABSTRAK
Pengaruh GnRHa dengan Add Back Therapy pada Kualitas Hidup Remaja
dengan Endometrioisis : Uji Coba Terkontrol secara Acak
Jenny Sadler Gallagher, MPH1,2; Henry A. Feldman, PhD3; Natalie A. Stokes, BA4;
Marc R. Laufer, MD 2,5,6; Mark D. Hornstein, MD2,6; Catherine M. Gordon, MD, MSc7;
Amy D. DiVasta, MD, MMSc 1,2,5
1
Division of Adolescent Medicine, Boston Children’s Hospital; 2Boston Center for
Endometriosis; 3Clinical Research Program, Boston Children’s Hospital; 4University
of Pennsylvania School of Medicine; 5Division of Gynecology, Boston Children’s
Hospital; 6Department of Obstetrics and Gynecology, Brigham and Women’s
Hospital; 7Division of Adolescent and Transition Medicine, Cincinnati Children's
Hospital Medical Centerand University of Cincinnati College of Medicine
Pengukur hasil The short form 36-v2 Health survey, Beck Depression Inventory-
II dan Menopause Rating Scale
Usia rata-rata pada awal adalah 17,9 ± 1,7 y (rata-rata ± SD; Tabel
2). Semua pasien memiliki ASRM Tahap 1 atau Tahap 2 endometriosis
pada saat laparoskopi diagnostik mereka, yang terjadi pada usia rata-rata
16,3 ± 2,1 y. Sebagian besar (49/50) menggunakan beberapa jenis terapi
medis pada awal: terapi hormon kombinasi terus menerus n = 27 (54%),
monoterapi NA n = 20 (40%), atau depot medroxyprogesterone (DMPA) n
= 2 (4% ). Lengan uji coba tidak berbeda dalam karakteristik demografi
dasar (Tabel 2). Kepatuhan pengobatan yang dilaporkan tidak berbeda
antara kelompok uji coba (p = 0,77).
SF-36
D. Diskusi
E. Kesimpulan
A. Critical Appraisal
Questions Keterangan
ya Penelitian ini bertujuan untuk
Did the trial address a membandingkan pemberian add back
clearly focused issue? therapy yaitu norethindrone acetate (NA)
dan conjugated estrogens (CEE) dengan
Norenthindrone acetate (NA) saja
terhadap kualitas hidup pasien
endometriosis usia remaja yang menjalani
terapi GnRH agonis.
Was the assignment of Ya Kelompok 1 menerima dua tambahan obat:
patients to treatments NA (Aygestin® 5 mg PO setiap hari; Teva
randomised? Pharmaceuticals, Sellersville, PA) + CEE
(Premarin® 0,625 mg PO setiap hari;
Wyeth Pharmaceuticals, Philadelphia, PA).
Kelompok 2 menerima NA (5 mg setiap
hari) + plasebo.
Were all of the patients Ya Subjek penelitian adalah perempuan yang
who entered the trial memenuhi syarat berusia 15 hingga 22
properly accounted for at tahun, setidaknya 2 tahun pasca-menarche,
its conclusion? dengan endometriosis yang dikonfirmasi
secara operasi dan keputusan untuk
memulai pengobatan dengan leuprolide
asetat depot (Lupron Depot® 11,25 mg
IM; Abbvie Inc., Chicago, IL)
Were patients, health Ya
workers and study
personnel ‘blind’ to
treatment?
Were the groups similar Ya Sebagian besar (49/50) menggunakan
at the start of the trial beberapa jenis terapi medis pada awal:
terapi hormon kombinasi terus menerus n
= 27 (54%), monoterapi NA n = 20 (40%),
atau depot medroxyprogesterone (DMPA)
n = 2 (4% ). Lengan uji coba tidak berbeda
dalam karakteristik demografi dasar (Tabel
2). Kepatuhan pengobatan yang dilaporkan
tidak berbeda antara kelompok uji coba (p
= 0,77).
Aside from the Ya
experimental intervention,
were the groups treated
equally?
How large was the Outcome penelitian diuku dengan kuisioner
treatment effect? The short form 36-v2 Health survey, Beck
Depression Inventory-II dan Menopause
Rating Scale. Subyek yang menerima NA +
CEE menunjukan perubahan yang lebih
besar pada indikator nyeri, vitalitas, dan
kondisi fisik (p < 0,05) daripada yang
menerima NA saja. Tidak ada perubahan
pada depresi atau gejala menopause pada
kedua kelompok.
How precise was the Baik, karena memiliki Confidence Interval
estimate of the treatment 95%.
effect?
Can the results be applied Can’t
tell
to the local population, or
in your context?
Were all clinically Ya Ya karena setiap subbagian dari kuisioner
important outcomes dinilai skornya
considered?
Are the benefits worth the can’t Pengobatan dengan GnRH agonis dan add
tell
harms and costs? back therapy memiliki cost yang tinggi.
Penggunaan terapi merupakan alternatif
apabila lesi mencapai miometrium hingga
ke bagian endometrium sehingga tidak bisa
dilakukan operasi.
B. PICO
1. Population
2. Intervention
Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini ialah
memberikan terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan
NA ( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi
tambahan GnRH agonis.
3. Comparison
Penelitian ini membandingkan kualitas hidup pasca
pemberian terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan NA
( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi tambahan
GnRH agonis.
4. Outcome
a. Outcome primer penelitian ini adalah kualitas hidup
pasien penerima regimen norethindrone acetate (NA) dan
conjugated estrogens (CEE) dengan norethindrone acetate
( NA) saja untuk mencegah efek samping GnRHa
b. Subjek yang menerima NA + CEE mengalami peningkatan
skor PCS yang lebih besar antara baseline dan 12 bulan (+10
± 3, rata-rata yang disesuaikan ± kesalahan standar; pwithin =
0,0008) dibandingkan mereka yang menerima NA saja (+6 ±
3; pwithin = 0,05).
c. Subscale Fungsi Fisik meningkat pada remaja yang diacak
untuk NA + CEE (+7 ± 3, pwithin = 0,002); tidak ada
perbaikan yang terlihat pada kelompok NA (+2 ± 2, pwithin
= 0,42). Perubahan yang sama pada subskala Fisik-Peran
ditemukan pada kelompok NA + CEE (+11 ± 3, pwithin =
0,002) dan kelompok NA (+8 ± 3, pwithin = 0,017; pbetween
= 0,22).
d. Peningkatan yang lebih besar di fungsi Sosial terlihat pada
kelompok NA + CEE (+12 ± 3, pwithin = 0,0006)
dibandingkan kelompok NA (+4 ± 3, pwithin = 0,21).
e. Skor MRS tidak berubah selama percobaan di kedua
kelompok (pbetween = 0,21)
f. Tidak ada perubahan signifikan dalam skor BDI yang terjadi
selama 12 bulan pengobatan (pbetween = 0,66)
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Faktor risiko
D. Etiopatogenesis
4. Inflamasi
G. Manifestasi Klinis
H. Pengakan diagnosis
Nyeri pada palpasi forniks posterior. Pemeriksaan ultrasound scan
pelvis dapat memantu penegakan diagnosis edometrioma, fibroid, dan kista
ovari. Massa pada pelvis dapat dilihat melalui USG transvaginal dan
transadominal. USG transvaginal lebih baik dalam menilai kavitas uterus dan
endometrium. Gold standar penegakan diagnosis endometriosis adalah
laparoscopy dengan biopsi. Terdapat beberapa biomarker yang dapat
digunakkan untuk mendeteksi endometriosis, meskipun tidak terlalu
3. Farmakologi
Nyeri merupakam gejala yang paling sering ditemukan pada kaus
endometriosis dan berjalan kronik, sehingga tatalaksana yang digunakan
ialah yang aman untuk jangka panjang. Hiperandrogenik (danazol,
gestrinone), hiperprogesteronik(kontrasepsi oral, medroocyprogesterone
asetat) dan GnRH agonis (hipoestrogenik) dapat mengsupresi proliferasi
sel endometrial. Namun jika terapi dihentikan maka gejala kan muncul
kembali. Diagnosis definitif hanya didapat melalui operasi. Terapi
farmakologi dapat diberikan pada wanita yang dicurigai terkena
endometriosis. Terkadang nyeri akan semakin terasa dan operasi tidak
dapat dihindari kembali. Terapi kombinasi kontasepsi oral telah digunakan
selama bertahun-tahun untuk mengatasi nyeri. Mekanisme kerjanya ialah
menurunkan retrograde menstruasi, menginduksi pseudopregnant dan
menyebabkan pembentukan desidua dan atrofi dari endometrium ektopik.
Progestin juga dapat digunakkan, seperti norethindrone
(norethisterone) medroxyprogesterone, dan levonogestrel. Terapi ini tidak
mengandung estrogen, dan dipercaya lebih aman pada wanita yang
memiliki kontraindikasi pemberian estrogen. Norethindrone acetate
merupakan progestin via oral dengan dosis awalnya 5 mg/hari dan dapat
ditingkatkan dengan penambahan 2.5 mg agar terjadi amenore atau dengan
dosis maksimal 20 mg/hari. Efek sampingnya ialah perdarahan dan nyeri
pada payudara. Serta efek jangka pendeknya ialah mempengaruhi densitas
mineral tulang dan metabolisme lemak.
Medroxyprogesterone, merupakan 17-hydroxy derifat progesteron,
via oral yang memiliki efek aktivitas androgenik yang cukupdan memiliki
efek minimal pada profil lipid. Dosis yang dapat diberikan ialah 15-50
mg/hari, efek samping yang dapat muncul antara lain perdarahan, dan
depresi/cemas. Jika melalui IM atau SC dosisnya 150 mg diberikan tiap 3
bulan. Namun dijumpai pada penggunaanjangka panjang terjadi penurnan
densitas mineral tulang, namun jika distop maka densitas mineral tulang
dapat kembali meningkat. Selain itu dijumpai pula perdarahan abnormal
dan gangguan pada profil lipid.
Levonorgestrel-containing intrauterine device dapat mengeluarkan
20 µg/hari dan dapat menginduksi terjadinya amenorhea dengan
menginduksi endometrium menjado atrofi dan inaktif. Terapi ini terbukti
dapat mengurangi dispareunia, serta mengurangi perdarahan tiap
bulannya. Keuntungan dari terapi ini ialah tidak menginduksi
hipoestrogenik, dan terapinya efektif tanpa terapi leih lanjut selama 5
tahun pada pasien yang telah dilaparoskopi.
Untuk mengatasi nyeri yang diseabkan endometriiosis yang
infiltratif, diperlukan kombinasi terapi. Terapi harian ethinyl estradiol 0.01
mg/hari via oral dnegan cyproterone acetate 3 mg/hari atau hanya
norethisterone 2.5 mg/hari dapat mengurangidismenorhea, nyeri pelvis
yang non siklik, dispreunia dalam, dan dyschezia. Akan tetapi keduanya
dapat menyebabkan peningkatan berat badan, dan perubahan profil lipid.
Kleompok yang diterapi dengan norethisterone dilaporkan memiliki
perbaikan keluhan.
Agonis GnRH sudah terbukti dapat mengurangi dismenorhea, dan
nyeri pelvis non siklik dengan membuat lingkungan yang hipoestrogenik.
Pemberiannya secara inj Sc 1x/bulan dengan dosis 3.75 mg atau setiap 3
bulan dengan dosis 11.25 mg. Efek samping yang dapat dijumpai antara
lain penurunan densitas mineral tulang, dan tidak direkomendasikan
pemberian lebih dari 6 bulan. Efek samping lain yang dapat muncul yaitu,
hot flushes, emosi yang tidak stabil, vagina terasa kering, insomnia dan
penurunan libido. “Add-back therapy” dengan estrogen/progestin dosis
rendah dapat mencegah hilangnya densitas mineral tulang dan mengontrol
efek samping dari lingkungan yang hipoestrogenik. Antagonis GnRH oral
dijumpai dapat menurunkan dismenorhea, dan nyeri pelvis non menstrual.
Efek yang dapat terjadi ialah penurnan densitas mineral tulang dan profi
lipid. Antagonis GnRH oral dapat mensupresi aksis hipotalamus-pituitari
ovarian dibandingan dengan agonis GnRH. Dapat disimpulkan bahwa efek
hipoestrogenik yang terjadi da[pat lebih minimal dibandiingkan agonis
GnRH. Namun, tidak dapat secara penuh mensupresi ovulasi, pada
beberapa kasus dijumpai kehamilan. Antagonis GnRH masih belum
disetujui oleh FDA untuk terapi nyeri pada endometriosis.
Danazol, via oral menginduksi amenorhea dengan cara mensupresi
aksis hipotalamus-hipopituitari-ovarium dan dikarakteristikan dengan
hiperandrogenemia dan hiperstrogenemia. Siklus mentruasi juga
terpengaruh, dengan cara menghambat streoidgeneis dan produksi
estrogen dari ovarium yang dapat memicu nyeri pada endometriosis.
Namun jarang digunakan karena efek smapinya yaitu, peningkatan erat
badan, retensi cairan, atrofi payudara, jerawat, kulit berminyak, hot
flushes, hirsutism, dan perubahan profil lipid.
Gestrinone, via oral merupakan 19-norsteroid derivative yang
awalnya digunakan sebagai kontrasepsi oral. Obat ini bekerja dengan cara
memblok perkembangan folikular dan produksi estradiol. Obat ini dapat
mengikat reseptor androgen, efek samping yang dapat dijumpai yaitu
gangguan pada profil lipid, peningkatan berat badan, hirsutism, seborrhea,
dan jerawat. Obat ini juga jarang digunakan.
Inhibitor aromatase. Aromatase merupakan enzim pengkonversi
androgen menjadi estrogen dan biasanya dihasilkan oleh sel granulosa,
fibroblas kulit, adiposit, dan sinsitiotrofoblas. Meskipun begitu,
steroidogenic factor-1 dijumpai pada jaringa nendometrium, dan tak
dijumpai pada endometrium ektopik. Steroidogenic factor-1 mengaktivasi
aromatase yang dapat memicu produksi estrogen. Karena endometriosis
merupakan estrogen dependen, maka digunakan inhibitor aromatase.
Kombinasi terapi inhibitor aromatase dengan progestin , agen kontrasepsi
oral, atau agonis GnRH direkomdasikan pada wanita dengan
endometriosis yang belum menopause, karena dapat mencegah kehamilan.
Inhibitor aromatase ini tidak memiliki efek penurnan densitas mineral
tulang . namun tidak disetuji FDA sebagai terapi karena masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Inhibitor prostaglandin seperti NSAIDs efektif dalam mengatasi
nyeri pada endometriosis., dan lebih aman dalam penggunaan jangka
panjang, memiliki efek samping yang masih dapat ditoleransi, sehingga
terapi ini digunakan sebagai lini pertama. Dapat diberikan single ataupun
kominasi dengan agen kontrasepsi oral atau derivat progestin.
Agonis GnRH dengan add-back therapy dan inhibitor aromatase
(dengan kontrasepsi oral, progestin, atau GnRH analog pada pasien
premenopause), merupakan lini ke 2. Danazol dan gestrinone diberikan
jika obat lain tidak efektif.
Untuk mengatasi infertilitas, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan induksi ovulasi pada wanita dengan endometriosis stadium I/II
memiliki efek fertilitas yang baik. Kombinasi dari agonis GnRH dengan
FSH dan LH, klimifen sitrat/IUI atau FSH/IUI menunjukkan hasil
peningkatan angka kehamilan. Jika pasien dibawah 35 th, terapi inisialnya
klomifen sitrat atau GnRH kombinasi dengan IUI. Pada wanita leih dari 35
th, dapat menggunakkan metode inseminasi untrauterin/IVF. Pada pasien
dengan stadium III/IV, pembedahan dianjurkan, namun terdapat beberapa
bukti bahwa terdapat efek negatif pada angka kehamilan. Jika dilakukan
pembedahan, maka terapi pengganti untuk fertilitasnya dengan GnRH dan
IUI atau IVF, terutama wanita pada masa reproduktif.
DAFTAR PUSTAKA