Anda di halaman 1dari 21

Critical

Appraisal
PICO

– Population
Penelitian ini mengambil populasi remaja. Subjek penelitian ini adalah remaja wanita berusia 15-22 tahun yang
didiagnosis endometriosis berdasarkan hasil biopsi di Pediatric Gynecology Clinic di Boston, Massachussetts .
Remaja yang diteliti maksimal telah memiliki waktu 2 tahun setelah menarche.
– Intervention
Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini ialah memberikan terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan
NA ( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi tambahan GnRH agonis.
– Comparison
Penelitian ini membandingkan kualitas hidup pasca pemberian terapi NA ( 5 mg/hari) + CEE ( 0,625 mg/hari) dan
NA ( 5 mg/hari) + plasebo selama 12 bulan sebagai terapi tambahan GnRH agonis.
– Outcome
Outcome primer penelitian ini adalah kualitas hidup pasien penerima regimen norethindrone acetate (NA) dan conjugated estrogens (CEE) dengan
norethindrone acetate ( NA) saja untuk mencegah efek samping GnRHa
Subjek yang menerima NA + CEE mengalami peningkatan skor PCS yang lebih besar antara baseline dan 12 bulan (+10 ± 3, rata-rata yang
disesuaikan ± kesalahan standar; pwithin = 0,0008) dibandingkan mereka yang menerima NA saja (+6 ± 3; pwithin = 0,05).
Subscale Fungsi Fisik meningkat pada remaja yang diacak untuk NA + CEE (+7 ± 3, pwithin = 0,002); tidak ada perbaikan yang terlihat
pada kelompok NA (+2 ± 2, pwithin = 0,42). Perubahan yang sama pada subskala Fisik-Peran ditemukan pada kelompok NA + CEE (+11 ±
3, pwithin = 0,002) dan kelompok NA (+8 ± 3, pwithin = 0,017; pbetween = 0,22).
Peningkatan yang lebih besar di fungsi Sosial terlihat pada kelompok NA + CEE (+12 ± 3, pwithin = 0,0006) dibandingkan kelompok NA
(+4 ± 3, pwithin = 0,21).
Skor MRS tidak berubah selama percobaan di kedua kelompok (pbetween = 0,21)
Tidak ada perubahan signifikan dalam skor BDI yang terjadi selama 12 bulan pengobatan (pbetween = 0,66)
Tinjauan Pustaka

Definisi
– Endometriosis adalah munculnya jaringan endometrium ( kelenjar dan stroma) di luar uterus. Tempat
yang paling sering menjadi lokasi implantasi antara lain organ-organ panggul dan peritoneum (D’Hooge et
al., 2007).
Epidemiologi
– Angka kejadian endometriosis diperkirakan sebesar 6%-10% pada perempuan usia produktif. Wanita yang
mengalami nyeri panggul sebanyak 70% menderita endometriosis. Menurut Eskenazi et al.,
endometriosis dapat terjadi pada seluruh kelompok usia reproduktif, namun endometriosis paling tinggi
terjadi pada rentang usia 40-44 tahun.
Faktor Risiko
– Hormon
– Usia menarche yang lebih awal
– Siklus menstruasi yang pendek
– Kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral menurunkan kejadian endometriosis.
– Nullipara
– Merokok
– Gaya hidup
– Omega 3
( Parasar et al., 2017).
Etiopatogenesis
– Teori menstruasi retrograde
Sampson pada pertengahan tahun 1920 berasumsi bahwa fragmen endometrium ditransportasikan melalui tuba falopi saat
menstruasi dan tumbuh di berbagai tempat di intraabdomen. Jaringan endometrial, yang normalnya lepas saat menstruasi dapat
tumbuh secara in vivo maupun in vitro. Untuk menjelaskan kejadian yang jarang seperti endometriosis di tempat yang jauh
seperti paru, kepala, ketiak, dibutuhkan postulaso penyebaran secara hematogen.
– Teori metaplasia mullerian
Meyer mengatakan bahwa endometriosis terbentuk dari metaplasia mesotelium peritoneum menjadi endometrium oleh karena
pengaruh stimulus yang belum dapat diidentifikasi
– Teori penyebaran limfatik
Halban mengatakan bahwa jaringan endometrium diambil ke jaringan limfatik uterus kemudian ditransportasikan menuju
berbagai lokasi di panggul sehingga tumbuh jaringan secara ektopik. Jaringan endometrial telah ditemukan di aliran limfatik
panggul pada 20% pasien dengan penyakit ini.
Peneliti menemukan perbedaan faktor inflamasi dan pertumbuhan pada cairan peritoneal wanita yang terkena endometriosis. Gangguan
hormonal dapat mempengaruhi kemampuan sel endometrium untuk berproliferasi, menempel pada mesotelium dan atau menganggu
sistem imunitas yang berfungsi untuk menghalangi proses tersebut. Pada endometrium eutopic terjadi peningkatan ekspresi enzim
aromatase dan penurunan ekspresi 17B-hydroxysteroid dehydrogenase ( 17b-HSD) tipe 2. Konsekuensi dari hal tersebut adalah
peningkatan konsentrasi estradiol. Estradiol menstimulasi produksi prostaglandin E2 yang juga menstimulasi aktivitas aromatase. Selain
esrtrogen-dependen, terdapat bukti yang mendukung adanya resistensi progesteron dala patofisiologi endometriosis. Lesi endometriotik
menunjukkan penurunan ekspresi reseptor progesteron.
- Inflamasi
Pada perempuan dengan endometriosis, didapatkan peningkatan jumlah aktivasi makrofag dan sitokin inflamasi cairan peritoneal.
Sitokin yang meningkat antara lain TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan monocyte chemoattractant protein-1 ( MCP-1). Pada endometriosis kadar
prostaglanding sangat tinggi, mediator ini berperan sentral dalam patofisiologi endometriosis. Terdapat peningkatan cyclo-oxygenase-2 (
COX-2) dan prostaglandin dibandingkan wanita sehat. TNF-α menimbulan produksi prostaglandin F2α dan Prostaglandin E2. IL-1β
mengaktivasi COX-2 dan meningkatkan produksi PGE2 yang mengatifkan steroidogenic acute regulatory (StAR) dan aromatase. Kondisi
inflamasi pada panggul mempengaruhi patofisiologi nyeri pada wanita dengan edometriosis. Serabut saraf pada endometriosis
meningkatkan persepsi nyeri pada pasien melalui transmisinya dari akar serabut saraf dorsalis menuju sistem saraf pusat
Patofisologi
Manifestasi Klinis

– Nyeri : dismenorhea, disparenuia, diszesia (nyeri panggul saat defekasi) dan


nyeri panggul kronis.
– Infertilitas : wanita dengan endometriosis 30-50% nya infertil, dan 25-50%
wanita infertil terkena endometriosis.
Penegakan Diagnosis (Parasar,
2017)
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik (Nyeri pada palpasi forniks posterior.)
 Pemeriksaan Penunjang
 USG
Massa pada pelvis dapat dilihat melalui USG
transvaginal dan transadominal. USG transvaginal lebih
baik dalam menilai kavitas uterus dan endometrium.
 MRI
 Laboratorium
Gold standar penegakan diagnosis endometriosis adalah
laparoscopy dengan biopsi
Tatalaksana

1. Pembedahan
a. LUNA pada laparoskopi
Melakukan ablasi atau eksisi sekitar 1,5-2 cm bagian ligamentum sakrouterina di insersi serviks.
Sebagian kecil ligamen diambil untuk pemeriksaan histologi dan konfirmasi adanya serabut saraf
didalamnya. Dengan pembedahan ini diharapkan terputusnya saraf sensoris
b. Laparoskopi pre-sacral neurectomy
Eksisi jaringan saraf antara peritoneum dan periosteum sebanyak minimsl 2 cm. PSN akan memutus
saraf sensorik, dan melibatkan pemutusan jalur persarafan yang lebih banyak dibandingkan LUNA.
Pembedahan dengan PSN memiliki risiko efek samping konstipasi, uregensi, hilang rasa nyeri saat
bersalin.
Tatalaksana

c. Laparoskopi eksisi lesi endometriosis susukan dalam


Endometriosis susukan dalam merupakan massa padat yang terletak lebih dari 5 mm di dalam peritoneum.
Endometriosis susukan dalam dapat mengenai ligamentum sakrouterina, dinding pelvis, septum rektovagina,
vagina, usus, kandung kemih atau ureter.Letak dari lesi endometriosis susukan dalam akan mempengaruhi
langkah pembedahan yang dilakukan. Pada 83 persen kasus Ligamentum sakroterina. Jika terdapat 2 lesi
pada kedua sisi ligamentum sakrouterina, eksisi nodul bilateral mempunyai risiko cidera saraf hipogastrika
dengan komplikasi kesulitan berkemih. Pada kasus endometriosis pada septum rektovagina, pembedahan
dimulai melalu fossa pararektal yang avaskuler. Dilakukan diseksi dari daerah ini mengarah ke kaudal dengan
tujuan mencari jaringan yang masih sehat, setelah itu baru dilakukan diseksi mengarah ke dinding anterior
rektum. Setelah rektum dilepaskan, nodul endometriosis dapat dieksisi dari dinding posterior vagina. Apabila
endometriosis melibatkan traktus gastrointestinal, terapi pembedahan harus dilaksanakan oleh tim
multidisiplin.
2. Farmakologi
Hiperandrogenik (danazol, gestrinone), hiperprogesteronik(kontrasepsi oral, medroocyprogesterone asetat) dan
GnRH agonis (hipoestrogenik) dapat mengsupresi proliferasi sel endometrial. Namun jika terapi dihentikan maka
gejala kan muncul kembali.
a. Kontrasepsi oral -> menurunkan retrograde menstruasi, menginduksi pseudopregnant dan menyebabkan
pembentukan desidua dan atrofi dari endometrium ektopik.
b. Progestin (norethindrone (norethisterone) medroxyprogesterone, dan levonogestrel) -> tidak mengandung
estrogen, lebih aman pada wanita yang memiliki kontraindikasi pemberian estrogen. Norethindrone
acetate merupakan progestin via oral dengan dosis awalnya 5 mg/hari dan dapat ditingkatkan dengan
penambahan 2.5 mg agar terjadi amenore atau dengan dosis maksimal 20 mg/hari. Efek sampingnya ialah
perdarahan dan nyeri pada payudara. Serta efek jangka pendeknya ialah mempengaruhi densitas mineral
tulang dan metabolisme lemak.
c. Medroxyprogesterone -> via oral yang memiliki efek aktivitas androgenik yang cukup dan memiliki efek minimal pada
profil lipid. Dosis yang dapat diberikan ialah 15-50 mg/hari, efek samping yang dapat muncul antara lain perdarahan, dan
depresi/cemas. Jika melalui IM atau SC dosisnya 150 mg diberikan tiap 3 bulan. Namun dijumpai pada penggunaanjangka
panjang terjadi penurnan densitas mineral tulang, namun jika distop maka densitas mineral tulang dapat kembali
meningkat. Selain itu dijumpai pula perdarahan abnormal dan gangguan pada profil lipid.
d. Levonorgestrel-containing intrauterine device -> menginduksi terjadinya amenorhea dengan menginduksi endometrium
menjadi atrofi dan inaktif. Terapi ini terbukti dapat mengurangi dispareunia, serta mengurangi perdarahan tiap bulannya.
Keuntungan dari terapi ini ialah tidak menginduksi hipoestrogenik, dan terapinya efektif tanpa terapi leih lanjut selama 5
tahun pada pasien yang telah dilaparoskopi.
e. Untuk nnyeri yang infitratif diberi kombinasi harian ethinyl estradiol 0.01 mg/hari via oral dnegan cyproterone acetate 3
mg/hari atau hanya norethisterone 2.5 mg/hari -> mengurangi dismenorhea, nyeri pelvis yang non siklik, dispreunia
dalam, dan dyschezia. Akan tetapi keduanya dapat menyebabkan peningkatan berat badan, dan perubahan profil lipid.
Kleompok yang diterapi dengan norethisterone dilaporkan memiliki perbaikan keluhan.
f. Agonis GnRH -> Mengurangi dismenorhea, nyeri pelvis non siklik dengan membuat lingkungan yang hipoestrogenik.
Pemberiannya secara inj SC 1x/bulan dengan dosis 3.75 mg atau setiap 3 bulan dengan dosis 11.25 mg. Efek samping ->
penurunan densitas mineral tulang, peningkatan erat badan, retensi cairan, atrofi payudara, jerawat, kulit berminyak ,hot
flushes, emosi yang tidak stabil, vagina terasa kering, insomnia, hirsutism, dan perubahan profil lipid dan penurunan libido,
tidak direkomendasikan pemberian lebih dari 6 bulan. “Add-back therapy” dengan estrogen/progestin dosis rendah dapat
mencegah hilangnya densitas mineral tulang dan mengontrol efek samping dari lingkungan yang hipoestrogenik. Danazol, via
oral menginduksi amenorhea dengan cara mensupresi aksis hipotalamus-hipopituitari-ovarium dan dikarakteristikan dengan
hiperandrogenemia dan hiperstrogenemia. Siklus mentruasi juga terpengaruh, dengan cara menghambat streoidgeneis dan
produksi estrogen dari ovarium yang dapat memicu nyeri pada endometriosis.
g. Gestrinone -> awalnya digunakan sebagai kontrasepsi oral. Obat ini bekerja dengan cara memblok perkembangan folikular
dan produksi estradiol. Obat ini dapat mengikat reseptor androgen, efek samping yang dapat dijumpai yaitu gangguan pada
profil lipid, peningkatan berat badan, hirsutism, seborrhea, dan jerawat. Obat ini juga jarang digunakan.
– Inhibitor aromatase -> Aromatase merupakan enzim pengkonversi androgen menjadi estrogen dan biasanya
dihasilkan oleh sel granulosa, fibroblas kulit, adiposit, dan sinsitiotrofoblas. Meskipun begitu, steroidogenic
factor-1 dijumpai pada jaringa nendometrium, dan tak dijumpai pada endometrium ektopik. Steroidogenic
factor-1 mengaktivasi aromatase yang dapat memicu produksi estrogen. Karena endometriosis merupakan
estrogen dependen, maka digunakan inhibitor aromatase. Kombinasi terapi inhibitor aromatase dengan
progestin , agen kontrasepsi oral, atau agonis GnRH direkomdasikan pada wanita dengan endometriosis yang
belum menopause, karena dapat mencegah kehamilan. Inhibitor aromatase ini tidak memiliki efek penurnan
densitas mineral tulang . namun tidak disetuji FDA sebagai terapi karena masih perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut.
– Inhibitor prostaglandin seperti NSAIDs efektif dalam mengatasi nyeri pada endometriosis., dan lebih aman
dalam penggunaan jangka panjang, memiliki efek samping yang masih dapat ditoleransi. Dapat diberikan
single ataupun kominasi dengan agen kontrasepsi oral atau derivat progestin.
Untuk mengatasi infertilitas, ada beberapa cara yang dapat dilakukan induksi ovulasi.
– Stadium I/II memiliki efek fertilitas yang baik. Kombinasi dari agonis GnRH dengan
FSH dan LH, klimifen sitrat/IUI atau FSH/IUI menunjukkan hasil peningkatan angka
kehamilan. Jika pasien dibawah 35 th, terapi inisialnya klomifen sitrat atau GnRH
kombinasi dengan IUI. Pada wanita leih dari 35 th, dapat menggunakkan metode
inseminasi untrauterin/IVF.
– Stadium III/IV, pembedahan dianjurkan, namun terdapat beberapa bukti bahwa
terdapat efek negatif pada angka kehamilan. Jika dilakukan pembedahan, maka
terapi pengganti untuk fertilitasnya dengan GnRH dan IUI atau IVF, terutama wanita
pada masa reproduktif.

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurding Nisa
    Jurding Nisa
    Dokumen9 halaman
    Jurding Nisa
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PRESBANG Depresi - DR WI
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Dokumen13 halaman
    PRESBANG Depresi - DR WI
    Fikri Fachri
    Belum ada peringkat
  • Presus Entropion Involusional
    Presus Entropion Involusional
    Dokumen23 halaman
    Presus Entropion Involusional
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen16 halaman
    Ulkus Kornea
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Endometriosis
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Dokumen58 halaman
    Presentasi Kasus Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • TINJAUAN MALARIA
    TINJAUAN MALARIA
    Dokumen30 halaman
    TINJAUAN MALARIA
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • MASALAH
    MASALAH
    Dokumen1 halaman
    MASALAH
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • GG Cemas
    GG Cemas
    Dokumen30 halaman
    GG Cemas
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • JOURNAL READING Edit Fina
    JOURNAL READING Edit Fina
    Dokumen47 halaman
    JOURNAL READING Edit Fina
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen5 halaman
    Endometriosis
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen2 halaman
    Jur Ding
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • DSM V GG MKN
    DSM V GG MKN
    Dokumen5 halaman
    DSM V GG MKN
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Transl Bipolar 2
    Transl Bipolar 2
    Dokumen10 halaman
    Transl Bipolar 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen17 halaman
    Nefrotik Sindrom
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Dokumen6 halaman
    Post Test Bimbingan IMO Ke 7
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat
  • Refurtikariafh
    Refurtikariafh
    Dokumen22 halaman
    Refurtikariafh
    Cindy Prayogo
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Dokumen11 halaman
    Pre Test Bimbingan Imo Ke 5
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Dokumen11 halaman
    Pretest Bimbingan Imo Ke 2
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Maksilaris
    Sinusitis Maksilaris
    Dokumen5 halaman
    Sinusitis Maksilaris
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen5 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Nur Annisa Laras Fikria
    Belum ada peringkat