BP : 1410311020
TERMINOLOGI
1. Luka bakar : rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn) (Dikutip dari digilib.unila.ac.id/2418/10/BAB%20II.pdf)
2. Antraks : disebut juga Radang Limpa penyakit yang disebabkan Bacillus anthracis .
Penyakit ini dapat menyerang hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora, seperti
sapi, domba, kambing, beberapa spesies unggas dan dapat menyerang manusia (zoonosis)
3. Sempoyongan : terhuyung-huyung hendak jatuh (KBBI)
4. Zoonosis : penyakit / infeksi yang ditransmisikan antara hewan dan manusia
5. Flu burung : penyakit menular akut yang menyerang terutama saluran pernapasan
disebabkan virus influenza A H5N1. Masa inkubasi bervariasi anatara 1-7 hari, rata-rata 3-5 hari.
6. Rabies : Rabies adalah penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan
olehvirus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, family Rhabdoviridae danmenginfeksi
manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi (anjing, monyet,kucing, serigala, kelelawar)
7. surveillance : menurut WHO Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data kesehatan secara sistematis, terus menerus dan penyebarluasan informasi kepada pihak
terkait untuk melakukan tindakan.
1. Mengapa Pak Tora dan anak lelakinya datang ke puskesmas dengan keluhan mengalami kelainan
kulit seperti luka bakar di tangan dan punggung yang disertai mual-mual?
Beberapa penyebab kelainan kulit: bisa jadi itu suatu alergi obat yang sebabkan sindrom
steven Johnson, atau merupakan suatu zoonosis ; antraks.
Beberapa penyebab mual : merupakan keluhan gastrointestinal,bila dikaitkan dengan
zoonosis, ini bisa dikaitkan dengan antraks, kalau sindrom steven Johnson tidak ada
keluhan gastrointestisnal
Mesti dianamnesis biar lebih pasti
Jika dihubungkan dengan scenario di kalimat berikutnya, bisa jadi juga ini suatu antraks.
Antraks pada manusia dibedakan menjadi tipe kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal dan
tipe meningitis .
o Pada tipe kulit, B. anthracis masuk melalui kulit yang lecet, abrasi, luka atau
melalui gigitan serangga dengan masa inkubasi 2 sampai 7 hari . Gejala klinis
yang terlihat adalah demam tinggi, sakit kepala, ulcus dengan jaringan nekrotik
warna hitam di tengah dan dikelilingi oleh vesikel-vesikel dan oedema. Jika tidak
diobati tingkat kematian dapat mencapai 10 - 20% dan jika diobati kurang dari
1% (DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003 ; WHO, 1998 ; APIC, 2005) .
o Pada tipe pencernaan (gastrointestinal anthrax), B. anthracis dapat masuk
melalui makanan terkontaminasi, dan masa inkubasinya 2 sampai 5 hari .
Mortalitas tipe ini dapat mencapai 25 - 60% dan dibedakan menjadi antraks
intestinal dan antraks oropharingeal . Pada antraks intestinal, gejala utama adalah
demam tinggi, sakit perut, diare berdarah, asites, dan toksemia . Antraks
oropharingeal, gejala utamanya demam tinggi, sakit tenggorokan, pembesaran
limfoglandula regional, dan toksemia (DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003;
WHO, 1998 ; APIC, 2005) .
o Tipe pernafasan (Pulmonary anthrax) terjadi karena terhirupnya spora B.
anthracis dengan masa inkubasi 2 - 6 hari . Jalannya penyakit perakut sulit
bernafas, sianosis, koma dan mati . Tingkat kematian bisa mencapai 86% dalam
waktu 24 jam (DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003; WHO, 1998; APIC,
2005).
o Tipe meningitis, merupakan komplikasi gejala demam tinggi, sakit kepala, sakit
otot, batuk, susah bernafas atau lanjutan dari ke-3 bentuk antraks yang telah
disebutkan di atas . Tingkat kematian dapat mencapai 100% dengan gejala klinik
pendarahan otak
Bila memang Pak tora dan anaknya terkena antraks, berarti kelainan kulit dan mual ini
merupakan akibat antraks tipe gejala klinik kulit dan gastrointestinal.
4. Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh dokter sehingga Pak Tora dan anknya
didiagnosis antraks?
Anamnesis : Adanya riwayat makan daging yang dicurigai mengandung kuman antraks
disertai dengan gejala nause, anoreksia, muntah, demam, nyeri perut, hematemesis, dan
diare (biasanya disertai darah) sangat membantu penegakan diagnosis penyakit antraks.
Pemeriksaan fisik: Kelainan kulit berupa ulkus yang dangkal disertai krusta hitam yang
tidak nyeri patut dicurigai suatu antraks kulit.Ditemukannya basil Gram positif pada
pemeriksaan cairanvesikel merupakan temuan yang khas pada antraks kulit tetapi
diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila biakan kuman positif.
8. Apa ada hubungannya kematian 4 ekor kambing dengan sapi yang diduga penyebab antraks itu?
Ada, kambing dan sapi ini sama2 terkena antraks pada binatang.
Kambing makan dedaunan yang dekat dengan tanah, tanah adalah tempat sporanya
9. Mengapa di kabupaten ini tiba-tiba ada kejadian antraks padahal sebelumnya tidak ada?
Kemungkinan dikarenakan oleh sapi yang didapat dari daerah endemic Antraks.
Kurangnya pengetahuan penyembelih sapi akan syarat pemotongan hewan ternak.
Di scenario dibilang bahwa sebelum disembelih sapinya duah sempoyongan, berarti ini
kemungkinan antraks.
Syarat pemotongan ternak yang berasal dari daerah tertular antraks berdasarkan dinas
peternakan adalah Ternak yang dipotong adalah ternak sehat dan secara estetika layak
dipotong. Ternak itu sendiri adalah ternak yang kurang baik untuk reproduksi (kurang
atau tidak produktif).
Syarat hewan ternak bila dapat dikeluarkan dari kandang atau tempat isolasi atau keluar
dari daerah tertular penyakit Anthrax antara lain apabila:
(1). Hewan-hewan yang diisolasi sudah tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda sakit
setelah 20 hari dari kasus kematian atau dari kasus hewan yang sakit terakhir.
(2). Dalam suatu daerah atau lokasi penyakit dianggap telah berlalu yaitu setelah lewat
waktu selama 20 hari sejak matinya atau sembuhnya penderita terakhir.
(3). Hewan yang akan dikeluarkan dari daerah tertular harus memenuhi syarat antara lain:
a. Hewan harus sehat dan atau berasal dari lokasi yang telah bebas kasus penyakit (klinis)
minimal setelah 20 hari dari mati atau sembuhnya penderita terakhir. b. Hewan harus
sudah divaksinasi Anthrax minimal 2 minggu pasca vaksinasi dan maksimal tidak lebih
dari 5 bulan pasca vaksinasi. Dan paling lambat satu hari sebelumnya hewan telah
disuntik antibiotika dosis maksimal. c. Khusus bagi hewan dibawah umur 3 bulan (sapi,
kerbau, kuda) sebelumnya telah disuntik antibiotika selama 4-5 hari berturut-turut dan
minimal satu kali disuntik roboransia.
10. Apa ada hubungannya dengan kabupaten lain d provinsi yang sama sebagai endemic antraks
dengan kejadian di kabupaten Muraja?
Daerah endemic antraks ,dikarenakan Kuman Anthrax apabila jatuh ke tanah atau
mengalami kekeringan ataupun dalam lingkungan yang kurang baik lainnya akan berubah
menjadi bentuk spora. Spora Anthrax ini tahan hidup sampai 40 tahun lebih, dapat
menjadi sumber penularan penyakit baik kepada manusia maupun hewan ternak. Oleh
karena itu penyakit Anthrax dapat disebut “penyakit tanah” dan berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa/wabah, meskipun kejadian biasanya terlokalisir di sekitar wilayah
tersebut saja.
Bisa jadi,hewan ternak yang sapi sempoyongan itu didapat dari hewan ternak di daerah
endemic itu.
11. Koordinasi apa yang dilakukan oleh dinas kesehatan,dinas pertanian dan pangan, serta kepala
desa setempat untuk kasus ini?
Koordinasi ini berfungsi untuk pemantauan dan openidikasn kaasus antraks ini.
Untuk dapat mengetahui dengan cepat bila timbul kasus baru sehingga dapat segera
dilakukan pemberantasannya, harus dilakukan pemantauan rutin dan berkesinambungan.
Di samping itu untuk mengetahui setiap kasus penyakit apakah Anthrax atau bukan harus
dilakukan penyidikan baik lapangan maupun laboratorium dengan pembagian tugas
sebagai berikut:
1). Pemantauan dilakukan oleh unsur Dinas Peternakan/ yang membidangi fungsi
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner mulai dari tingkat kecamatan,
kabupaten/kota sampai tingkat provinsi. Kepada seluruh Bvet/BBVet tetap diminta
monitoring dan kewaspadaan dini terhadap Anthrax, situasi serupa termasuk menghadapi
Hari Besar Keagamaan mengacu ketentuan yang berlaku.
2). Kegiatan penyidikan dilakukan oleh unsur Laboratorium dan untuk pengumpulan
bahan pemeriksaan (spesimen) dibantu oleh dinas provinsi dan/atau kabupaten/kota
Mengingat daerah endemis Anthrax pada 12 (dua belas) provinsi di Indonesia yaitu
Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur, merupakan wilayah kerja dari 4 Unit BVet/BBVet termasuk didalamnya
Denpasar yang tidak diperkenankan memasukkan agen eksotik ke dalam wilayah P. Bali,
maka khusus penyidikan dugaan Anthrax ditunjuk:
(1). Balai Veteriner Bukittinggi, alamat Komplek Pertanian, Jln. Landbow Kotak Pos 35
Bukittinggi, Sumatera Barat. Telp. 0752 28300/Fax. 0752 28290.
(2). Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta, alamat Jln. Raya Yogya-Wates KM. 27
Kotak Pos 18 Wates, Yogyakarta 55602. Telp. 0274 773168/Fax. 0274 773354.
(3). Balai Besar Veteriner Maros, alamat Jln. Jend. Sudirman No.14, Kotak Pos 198
Makassar, Sulsel. Telp/Fax. 0411 371105.
Sedangkan untuk penelitian dilaksanakan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner
(BBALITVET), alamat Jln. RE. Martadinata No.30, Bogor Jawa Barat. Telp. 0251
21048.
Pengendalian adalah suatu usaha terorganisir di Daerah/ Pusat untuk mengurangi
kejadian/kerugian suatu penyakit sampai tingkat terkendali/ tidak berdampak serius
terhadap kestabilan kesehatan hewan dan masyarakat.
1). Penanganan terhadap hewan. Penyakit Anthrax dapat dicegah dengan vaksinasi
UNTUK PETUGAS KESEHATAN HEWAN Pengendalian dan Pemberantasan PHM -
Seri Penyakit Anthrax UNTUK PETUGAS KESEHATAN HEWAN Pengendalian dan
Pemberantasan PHM - Seri Penyakit Anthrax 12 rutin sesuai anjuran. Hewan yang sakit
dapat diobati dengan antibiotik Penicilline dikombinasi dengan roboransia (mengandung
kalsium dan lainlain). Pemberian antibiotik secara intra muskuler (IM) untuk ternak
dewasa 20.000 IU/Kg dan anak setengahnya, selama 4-5 hari berturut-turut.
2). Penanganan terhadap kuman. Bacillus anthracis mudah dibunuh dengan pemanasan
pada suhu pasteurisasi, macam-macam desinfektansia (formalin 10%, karbol 5%, iodine
dan lain-lain) serta oleh pembusukan. Namun kuman setelah menjadi bentuk spora lebih
tahan yaitu baru musnah dengan pemberian uap basah bersuhu 120 derajat Celcius dalam
beberapa detik, air mendidih atau uap basah bersuhu 100 derajat Celcius selama 10 menit,
uap basah bersuhu 90 derajat Celcius selama 45 menit atau panas kering pada suhu 120
derajat Celcius selama 1 jam. 3). Perlakuan terhadap hasil produksi hewan. Hasil
produksi berupa susu, daging serta bahan asal hewan seperti kulit, tulang, bulu dan lain-
lain yang berasal dari hewan penderita/mati karena Anthrax samasekali tidak boleh
dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan harus dimusnahkan dengan jalan dibakar atau
dikubur.
12. Mengapa penanganan kasus zoonosis lain juga dilakukan koordinasi oleh dinas dan petinggi
daerah ?
Salah satu program kerjasama WHO-FAO-OIE adalah penanggulangan penyakit akut
termasuk zoonosis. Program ini masuk dalam IDENTIFY project, salah satu dari lima
program besar untuk meningkatkan peran laboratorium dalam diagnostikIDENTIFY
project bertujuan membentuk jejaring surveilans dan respon terhadap penyakit akut serta
berkomitmen dalam peningkatan kemampuan diagnosis laboratorium baik regional
maupun nasional.
Pengendalian Zoonosis 2014 yang bertema Koordinasi, Kolaborasi, dan Integritas Lintas
Sektor Untuk Meningkatkan Kapasitas Anitisipasi, Deteksi, dan Respon dalam
Memperkuat Ketahanan Nasional Menghadapi Ancaman Wabah Zoonosis. Dalam
laporan tersebut disampaikan, Rakornas Komnas Pengendalian Zoonosis secara lintas
sektor tahun 2014 merupakan imlpementasi Perpres No.30 Tahun 2011 dalam rangka
untuk memperkuat koordinasi lintas sektor dalam pengendalian zoonosis yang
diharapkan dapat tercipta sinergitas pelaksanaan dan mobilisasi sumberdaya nasional
dengan optimal dan tepat sasaran.
Selain itu dikarenakan oleh kendala dalam pengendalian zoonosis ini, sehingga perlu
seluruh sector terlibat. Kendala itu berupa :
Zoonosis telah menjadi ancaman global termasuk di Indonesia, diantaranya SARS, Flu
Burung tipe A (H7N9), MERS-CoV dan Ebola.
Strategi lain adalah melalui penguatan perlindungan wilayah yang masih bebas terhadap
penularan zoonosis baru. Peningkatan upaya perlindungan masyarakat dari ancaman penularan
zoonosis. Penguatan kapasitas sumber daya manusia, logistik, pedoman pelaksanaan, prosedur
teknis pengendalian, kelembagaan dan anggaran pengendalian zoonosis. Penguatan penelitian dan
pengembangan zoonosis. Pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dunia usaha, perguruan
tinggi, LSM, dan organisasi profesi, serta pihak-pihak lain.
b. Setiap ditemukan kasus suspek Flu Burung maka petugas puskesmas bersama
TGC Flu Burung Kab/Kota melakukan penyelidikan epidemiologi ke lokasi
kasus untuk mencari kasus tambahan dan faktor risiko. Petugas puskesmas
dan petugas fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang terkait melakukan
pemantauan terhadap kontak kasus suspek Flu Burung.
Definisi kontak kasus yaitu kontak serumah dan kontak di tempat kerja, sekolah
dan masyarakat setempat yang kontak erat dan tidak memakai alat pelindung dalam
waktu 1 hari sebelum sampai 14 hari setelah onset sakit.
Definisi kontak erat yaitu orang yang kontak dengan penderita dalam jarak < 1
meter seperti merawat, berbicara atau menyentuh. (sumber : WHO)
KIE harus dilakukan kepada pasien dan keluarga serta masyarakat setempat.
Suatu kegiatan Surveilans beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi – kondisi
berikut ( WHO, 2002 ) :
1. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan masalah penting
kesehatan masyarakat.
2. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
3. Data yang relevan mudah diperoleh
4. Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan ( pertimbangan efisiensi ).
Selain itu, Rabies hampir selalu berakibat fatal jika postexposure prophylaxis tidak
diberikan sebelum onset gejala berat. Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf perifer.
Beban penyakit rabies ini tinggi di Indonesia, data dilihat dari peta
Dibawah ini : Indonesia high risk umtuk rabies.
17. Bagaimana saudara menjelaskan kasus di atas dan penyakit zoonosis lainnya serta
pengelolaannya?
Kasus di atas adalah kasus zoonosis.
Pengendalian dari zoonosis ini perlu banyak sector yang terkait.
Untuk kasus pak Tora dan anaknya perlu diperiksa laboratoriumnya dari specimen di
kulitnya, unutk penegakan diagnosis antraks. Lalu akan dirujuk untuk diisolasi , diberi
obat simptomatik dan disinfeksi skret yang dikeluarkannya.
Untuk warga lain yang di tempat tinggal pak Tora, perlu penyelidikan lebih lanjut dengan
apakah ada warg lain yang terkena antraks.
Perlu di cari penyebab kenapa tiba2 di daerah yang tidak endemic ini tetiba antraks.
Perlu upaya promootif untuk para peternak di wilayh itu, tetatng syarat hewan ternak
yang layak dan pemotongan yang layak.
Untuk zoonosis lainnya perlu preventif, dengan cara promotif ke masyarakat agar masyarakat tahu cara
perlindungan dirinya. Contoh : Rabies. Flu burung sudah ada gambar dhalaman sebelumnya.
REFERENSI
Diarmita,I Ketut. 2016. Pedoman dan Pengendalian Penyakit Hewan Menular Seri
Penyakit Anthrax. Jakarta : Kementerian Pertanian RI Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Natalia,Lily. R.S.Adji.2006. Pengendalian Penyakit Antraks: Diagnosis, Vaksinasi dan
Investigasi. Wartozoa Vol. 16 No . 4 :198-205
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Menkes Ungkap Berbagai Penyakit Zoonosis
yang Sering Dilaporkan di Indonesia, 01 Februari 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Penanggulangan Penyakit Zoonosis
Merupakan Satu dari Lima Program Besar Identify Project, 15 April 2012.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, 13
Juni 2011.
Pohan,Herdiman.T.,Januari 2005, ‘Patogenesis,Diagnosis,dan Penatalaksanaan
Antraks’,Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 55, No.1:23-29
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.2016.Jangan Ada Lagi Kematian
Akibat Rabies,Info Datin.
http://distanak.bantenprov.go.id/read/berita/134/Pengendalian-Dan-Pemberantasan-
Penyakit-Zoonosis.html
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_18006_131113_ALGORITMA_DIAGNOSIS.pptx