Anda di halaman 1dari 21

GAGAL JANTUNG ANAK

Peristiwa gagal jantung pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat
miokardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolik, termasuk pertumbuhan.(1,2) Keadaan ini
timbul oleh kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena faktor mekanik yaitu kelainan struktur
jantung pada penyakit jantung bawaan (PJB) maupun didapat yang menimbulkan beban volume
(preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih dan faktor miokardium yaitu kelainan otot
jantung sendiri atau insufisiensi miokardium seperti pada proses inflamasi atau gabungan kedua faktor
di atas.(2,3) Pada stadium awal gagal jantung, terjadi berbagai macam mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan fungsi metabolik normal, ketika mekanisme tersebut menjadi tidak efektif,
manifestasi klinis yang timbul akan semakin bertambah berat.(1)
Sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidens gagal jantung akut pada anak.(4) Gagal
jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun di dunia, penyebab
tersering adalah PJB. Menurut dr.Sukman Tulus Putra, SpA, Ketua Divisi Kardiologi Anak RSCM,
penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun, sedangkan
sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15 tahun umumnya kelainan
jantung di dapat (diantaranya demam reumatik).(4,5)
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis gagal jantung yaitu kriteria
Ross (kemampuan minum, laju jantung, laju nafas, dan keringat yang berlebihan) dan pada pemeriksaan
penunjang non invasif yaitu ekokardiografi. Tetapi sayangnya penilaian secara klinis pada anak usia di
bawah 3 tahun seringkali tidak spesifik karena infeksi paru juga dapat menunjukkan tanda-tanda yang
sama. Sampai saat ini strategi yang efektif dan cost-effective masih terus dikembangkan untuk
menegakkan diagnosis gagal jantung secara obyektif melalui pemeriksaan laboratorium pada penderita
yang telah memiliki penyakit atau pada penderita yang memiliki risiko untuk terjadi gagal jantung.
Diharapkan dengan strategi yang tepat memungkinkan klinisi memberikan terapi awal, mencegah atau
paling tidak memperlambat terjadinya gagal jantung.(4)

Definisi
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim dengan disfungsi pompa ventrikel kiri, biasanya bersifat
progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis dan kontraktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal
jantung makin diperluas bukan hanya sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur-jalur yang
mengakibatkan performa jantung menjadi abnormal. Sindrom klinis yang tampak merupakan
manifestasi dari patofisiologi gagal jantung, yang meliputi interaksi yang kompleks antara sirkulasi,
neurohormonal, dan kelainan molekuler.(4)
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung tidak mampu memompa darah
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.(1,3,6,7,8,9) Gagal jantung pada bayi dan anak
merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh miokardium tidak mampu memompa darah ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan.(1,2)

Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:(2,3,10)
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari
beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau tekanan (afterload)
akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau difteri.
b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal kardiomiopati.
Pada masa perinatal dan bayi, gagal jantung lebih sering disebabkan oleh cacat struktural, sedang pada
anak yang lebih tua penyakit struktural atau miokardum dapat ditemukan.(3)

Etiologi Gagal Jantung pada Janin


Dengan adanya ekokardiografi, gagal jantung telah makin dikenali pada janin sebagai hidrops fetalis.
Sementara sebelumnya penyebab yang paling sering adalah anemia hemolisis dari penyakit Rh, transfusi
janin/ ibu atau anemia hipoplastik, baru-baru ini gagal jantung ternyata terkait dengan aritmia jantung.
Sebab-sebab lain gagal jantung dalam uterus meliputi insufisiensi katup semilunar atau katup
atrioventrikuler masif (kadang-kadang ditemukan pada janin dengan penyakit kanal atrioventrikuler
komplit atau penyakit ebstein), fistula arteriovenous besar sistemik, penutupan foramen ovale
premature, atau penyakit radang miokardium.(3)

Etiologi Gagal Jantung Masa Neonatal


Disfungsi miokardium pada masa neonatal relatif jarang dan hampir selalu dihubungkan dengan
masalah-masalah perinatal lain seperti asfiksia, sepsis, hipoglikemi, atau cedera sistem organ lain.
Pastilah ini karena sistem sirkulasi normal diperlukan dalam uterus sesudah tebal embrio tiga atau
empat sel, abnormalitas berarti yang menghalangi kecukupan perfusi jaringan pada kehidupan janin
berakibat aborsi spontan trimester pertama.(3)
Masalah-masalah struktural, yang tersembunyi dalam kandungan sementara sistem sirkulasi tersusun
pararel dengan tahanan pulmonal yang tinggi, dapat menyebabkan kesukaran hemodinamik ketika
duktus arteriosus menutup dan tahanan vaskular paru-paru turun. Gejala gagal jantung akibat
meningkatnya tekanan jantung kiri pada neonatus, biasanya akibat stenosis aorta atau koarktasio aorta,
akan tampak pada minggu pertama atau kedua. Sedangkan pada peningkatan tekanan berlebihan
(pressure overload) pada jantung kanan biasanya penderita akan tampak sianosis akan tetapi tidak
memperlihatkan gejala gagal jantung, karena foramen ovale paten menyebabkan berkurangnya tekanan
jantung kanan akibat shunt (pirau) dari kanan ke kiri.(3)
Pada kehidupan minggu pertama dan kedua, tahanan vaskular paru-paru tinggi sehingga anak dengan
hubungan sisi jantung kiri dan kanan biasanya tidak timbul gagal jantung. Namun pada minggu ketiga
dan keempat, tahanan vaskular paru-paru telah cukup menurun sehingga L-R shunt (pirau dari kiri
kekanan) yang nyata pada setinggi ventrikel atau pembuluh darah besar (misalnya duktus arteriosus
paten, jendela aorta pulmonal atau trunkus arteriosus), atau pada setinggi ventrikel (misalnya defek
sekat ventrikel, ventrikel tunggal, kanal atrioventrikular komplet), akan menyebabkan gagal jantung.
Pada fistula arteriovenosa sistemik (biasanya di kepala dan hati) menimbulkan lesi beban volume
berlebih dan dapat ditemukan gagal jantung sebelum masa perinatal karena tidak tergantung tahanan
vaskular pulmonal.(3)
Variasi kelainan frekuensi jantung dapat juga menimbulkan gagal jantung, ketika frekuensi jantung
terlalu cepat (takikardia supraventrikular paroksismal, flutter atrium, atau fibrilasi atrium), atau bila
frekuensi terlalu rendah (blokade jantung kongental total). Kadang-kadang kelainan hematologis dapat
menyebabkan gagal sirkulasi, anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung curah tinggi, dan
polisitemia yang berat dapat menyebabkan sindrom hiperviskositas.(3)

Etiologi Gagal Jantung Masa Bayi


Selama masa bayi gagal jantung biasanya disebabkan oleh masalah struktural, walaupun kelainan pada
otot jantung kadang-kadang ditemukan. Pada umur empat minggu tahanan vaskular paru-paru biasanya
sangat menurun, dan hubungan antara sirkulasi sistemik dan pulmonal, jika cukup besar, sering
menyebabkan gagal jantung. Lesi beban volume berlebih dengan pirau dari kiri-ke kanan pada setinggi
pembuluh darah besar (duktus arteriosus paten, trunkus arteriosus, atau jendela aorta pulmonal)
menjadi bergejala pada umur ini. Gagal jantung dapat juga ditemukan pada anak dengan defek sekat
ventrikel (VSD) besar sebagai lesi satu-satunya atau bersama dengan penyakit jantung yang lebih rumit,
seperti transposisi arteri-arteri besar atau artresia trikuspidal. biasanya pirau setinggi atrium tidak
menimbulkan gagal jantung, tetapi anomali muara vena balik pulmonal sering menimbulkan gagal
jantung.(3)
Kelainan otot jantung yang ditemukan pada masa bayi meliputi fibroelastosis endokardial, penyakit
glycogen storage tipe Pompe, miokarditis radang, kalsinosis koronaria, atau kadang-kadang anomali
permulaan arteria koronaria kiri dari arteria pulmonalis dengan iskemia miokardium. Kardiomiopati
metabolik, terutama defisiensi karnitin sistemik, kadang-kadang dapat ditemukan. Penyebab gagal
jantung lain yang kurang sering selama masa bayi meliputi gagal ginjal, hipertensi sistemik,
hipotiroidisme, penyakit Kawasaki dan kadang-kadang sepsis yang menumpangi.(3)

Etiologi Gagal Jantung Masa Anak-anak


Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat kongenital telah mengalami perbaikan
atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat ditemukan dengan makin bertambahnya
regurgitasi katup atrioventrikular pada anak-anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai
akibat dari prosedur paliatif seperti pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat,
seperti demam reumatik, miokarditis virus atau endokarditis bakterial dapat menimbulkan gagal jantung
meliputi hipertensi akut (biasanya akibat glomerulonefritis), tirotoksikosis, toksisitas terapi kanker
(termasuk radiasi atau doksorubisin (adriamycin)), anemia sel sabit, atau kor-pulmonal akibat fibrosis
kistik.(3)

Patofisiologi

Gambar 1. Jantung dalam kondisi normal dan gagal jantung.7

Gagal Jantung Kanan


Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang cukup banyak dari susunan
pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa
(arteri pulmonalis). Oleh karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan
di dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin
tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).(10)
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena jugularis eksterna.
Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada
gagal jantung yang sangat, pinggir bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini
konsistensinya keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung kanan.(10)
Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan menyebabkan terjadinya udem.
Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki (pada anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat
terendah, karena meningginya tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya udem. Mula-
mula, udem timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya udem menghilang. Pada stadium
yang lebih lanjut, udem tetap ada pada waktu siang hari, dan udem tidak timbul pada mata kaki saja,
tetapi dapat juga terjadi pada punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka.
Akibat selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites, dan asites ini sangat sering dijumpai pada anak
yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun pada anak agak jarang dijumpai.
Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan memperberat keadaan dispnea penderita.(10)
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi dinding jantung kanan,
terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi dinding ventrikel akan menambah keregangan
miokardium sehingga akan memperkuat sistole yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya
dilatasi dan juga sedikit hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau disebut
kardiomegali.(10)
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan dengan menaikkan frekuensi
jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga
darah yang masuk ke dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk
bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi takipnea.(10)

Gagal Jantung Kiri


Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole mengalami hambatan akan
menyebabkan tekanan pada atrium meninggi sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin
lama dilatasi ini semakin berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena
otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang makin
besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat
memenuhi kewajibannya untuk mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai
24-34 mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari
atrium kiri tidak tertampung di ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis
dan akhirnya terjadi udem pulmonum.(10)
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya tekanan didalamnya,
menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah dari paru ke dalam atrium kiri terganggu
atau terbendung. Akibatnya tekanan dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke
dalam kapiler di dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.(10)
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru semakin berat,
terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan
terjadilah suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe d’effort). Disini, ventrikel kanan masih
kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar, sedangkan atrium kiri tetap tidak
mampu menyalurkan darah, akibatnya bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak
napas meskipun dalam keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan
memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk. (10)
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan ventrikel kanan dilatasi, kemudian
diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah
jantung, selain jantung memperkuat sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga
bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah
adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri.(10)
Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung yaitu:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan kapasitas latihan
maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)

Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur dengan variasi angka normal
untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan kapasitas latihan yang lebar (mulai dari
kemampuan minum ASI sampai kemampuan mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda
pula. Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan gagal jantung secara
klinis pada bayi (Tabel 6). Skor Ross ini disejajarkan dengan klasifikasi New York Heart Association
(NYHA) (Tabel 5) dapat memberikan gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat
beratnya gagal jantung sesuai dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan kadar ini akan
menurun setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal jantung.

Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk menganjurkan menggunakan klasifikasi lain
(Tabel 7). Dengan menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6 mempunyai korelasi yang bermakna
terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.
Manifestasi Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung rendah, adaptasi sistemik
terhadap keadaan curah jantung rendah dan/ atau kongesti vena sistemik atau vena pulmonalis.(3)
Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang sakit
berat atau anak yang mekanisme kompensasinya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin
lagi memperoleh curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan
bergejala pada saat istirahat.1 Walaupun fisiologi yang mendasari serupa, manifestasi klinik gagal
jantung pada masa bayi dan masa anak-anak berbeda.(3)
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Bayi
Pada bayi, gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi klinis yang menonjol adalah
takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat jelek, keringat berlebihan, iritabilitas, menangis lemah,
dan pernapasan berisik, berat dengan retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung
mengembang. Tanda-tanda kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan dengan tanda-
tanda bronkiolitis , termasuk mengi sebagai tanda yang paling mencolok. Pneumonitis dengan atau
tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan bawah kanan, karena kompresi bronkus oleh
jantung yang membesar. Hepatomegali hampir selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun
takikaria mencolok, irama gallop seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-
tanda yang dihasilkan oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena jugularis pada bayi
mungkn sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada keadaan relaks. Edema dapat menyeluruh,
biasanya melibatkan kelopak mata serta sacrum, dan jarang, kaki maupun telapak kaki. Diagnosis
bandingnya tergantung umur.(1)
Kesukaran makan adalah gejala yang paling mencolok pada bayi dengan gagal jantung. Sementara bayi
normal makan dengan penuh semangat, sering menyelesaikan makan dalam 15 atau 20 menit, bayi
dengan gagal jantung makan lebih sukar. Perawatan diperpanjang dan dihubungkan dengan takipnea
yang nyata dan keringat bertambah. Beberapa bayi berjuang selama 5-10 menit dan tertidur, hanya
bangun satu jam atau lebih lama dengan tidak puas-puasnya lapar lagi. Yang lain agaknya lelah dan
tertidur sesudah makan hanya 1 atau 2 oz. Agaknya kesukaran makan akibat dari gabungan antara
upaya mengisap dan mempertahankan frekuensi pernapasan cepat, juga akibat dari cadangan jantung
yang terbatas. Masukan kalori total pada keadaan ini dapat turun sampai dibawah 75 kkal/ kg/ hari, ini
tidak cukup untuk mempertahankan pertumbuhan.(3)
Orangtua sering melihat keringat berlebihan (terutama ketika makan) yang tidak sebanding dengan suhu
sekeliling atau pakaian. Ini disebabkan oleh bertambahnya aktivitas sistem saraf autonom dalam upaya
memperbaiki kinerja (performance) miokardium.(3)
Pada pemeriksaan fisik anak hampir selalu takikardi dengan frekuensi jantung anak istirahat lebih dari
160 denyut permenit pada neonatus dan lebih dari 120 pada bayi yang lebih tua. Takikardi juga
merupakan akibat bertambahnya katekolamin yang bersirkulasi yang memperbesar curah jantung
dengan menambah kontraktilitas miokardium dan frekuensi jantung.(3)
Takipnea (frekuensi pernapasan istirahat lebih dari 60 pada neonatus atau lebih dari 40 pada bayi lebih
tua) biasanya ada dan dikaitkan dengan bertambah kakunya paru-paru akibat bertambahnya cairan
interstitial dari tekanan venosa paru-paru yang naik (udem pulmonal) atau aliran pirau besar dari kiri ke
kanan. Ketika gagal jantung menjadi lebih berat, fungsi ventilasi dapat menjadi lebih terganggu dan
dapat ditemukan kembang kempis cuping hidung (alae nasi), retraksi interkostal, dan dengkur. distensi
vena leher tidak sering ditemukan pada neonatus, tetapi mungkin ditemukan pada bayi yang lebih
besar. Tekanan vena sistemik naik akibat pembesaran hati, tetapi udem perifer tidak sering pada bayi
dan hanya bersama dengan gagal jantung yang amat berat. Ekstrimitas dingin, nadi teraba lemah, dan
tekanan darah arterial rendah dengan tekanan nadi sempit dapat ditemukan sebagai manifestasi dari
curah jantung rendah. Ekstrimitas berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler lambat merupakan
tanda-tanda gangguan vaskular yang lebih berat.(3)
Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing) ringan yang dapat dirancukan
dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat diperburuk dari penekanan jalan nafas oleh pembuluh
darah paru yang mengembang. Ronki tidak sering kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan yang
tidak jarang.(3)
Penemuan pada pemeriksaan jantung bervariasi tergantung pada etiologi gagal jantungnya. Bayi dengan
penyakit primer otot jantung biasanya dengan perikardium tenang: seseorang dengan gagal jantung dari
beban volume berlebihan biasanya perikardium sangat aktif; seseorang dengan beban tekanan
berlebihan dapat mempunyai thrill sistolik. Seringkali ada irama galop tetapi sukar dinilai pada frekuensi
jantung yang cepat.(3)
Sinar-x dada hampir selalu menunjukkan kardiomegali; bila tidak ada harus merupakan tantangan
diagnosis yang cukup serius. Pengecualian utama termasuk lesi obstruksi atrium kiri seperti kor
triatriatum dan anomali total muara vena pulmonalis dengan obstruksi. Aliran darah pulmonal yang
berlebihan ada pada mereka dengan gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan
difus karena kongesti vena paru ditemukan pada kebanyakan lainnya. Distribusi kembali aliran darah
paru-paru ke lobus bagian atas tidak sering terjadi pada diafragma yang hiperekspansi dan datar, dan
pembesaran atrium kiri dapat menyebabkan kolaps lobus bawah kiri.(3)
Elektrokardiogram jarang berguna dalam diagnosis, tetapi hampir selalu abnormal, dengan kelainan
spesifik tergantung pada lesi penyebab gagal jantung. Ekokardiogram jarang berguna dalam penilaian
fungsi ventrikel kiri. Fraksi pemendekan ventrikel kiri, interval waktu sistolik sisi kiri, dan angka
pemendekan serabut melingkar sebagai fungsi stres dinding akhir sistolik telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi otot. Ekhokardiogram dapat juga mengesampingkan efusi perikardial. Dengan lesi
beban volume berlebih kinerja miokardium mungkin normal; tanda-tanda dan gejala gagal jantung pada
kasus ini disebabkan oleh beban volume jantung yang sangat besar bersama dengan fungsi miokardium
normal atau bahkan meningkat.(3)
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua sangat serupa dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang dewasa.(1,3) Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak
tahan kerja fisik, batuk, anoreksia, dan nyeri abdomen.(1) Kesukaran bernafas merupakan tanda yang
biasa dari dekompensasi ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru.(1,3) Ini biasanya tampak sebagai
dispneu pada waktu pengerahan tenaga dan respon kesukaran bernafas yang bertambah berat pada
pengerahan tenaga yang berat. Mula-mula penurunan kemampuan mungkin masih dalam kisaran variasi
normal, tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah berat, anak mungkin mendapat kesukaran
dengan tuntutan hidup sehari-hari, termasuk naik tangga di sekolah.(3)
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal, dapat juga ada pada beberapa
anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak dapat menderita ortopnea, memerlukan peninggian
kepala diatas beberapa bantal pada malam hari.(1,3) Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi
yang relatif lambat.(3)
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang tampak tidak dalam keadaan
distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung berat mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika
mulainya gagal jantung relatif mendadak, anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan
gizi baik; mereka yang mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin
kurang gizi dan kurang energi.(3)
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya aktifitas simpatis dan
takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah jantung yang rendah dapat menyebabkan
vasokonstriksi perifer, berakibat dingin, pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.(3)
Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis tekanan vena jugularis dan
pembesaran hati.1 Tekanan vena sistemik yang naik mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-
vena leher dengan pulsasi vena dapat tampak di atas klavikula sementara penderita duduk. Hati
mungkin membesar pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran relative akut, mungkin tepinya
lunak karena meregangnya kapsul hati.(3)
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula tanda-tandanya mungkin tidak kentara,
tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak
dan udem terjadi pada bagian tubuh yang tergantung atau dapat anasarka.1, 3 Udem yang sudah
berjalan lama dapat menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan pergelangan
kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai asites dan kadang-kadang
hidrothoraks.(3)
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali.(1,3) Sering ada irama gallop, tanda-tanda
auskultasi lain khas untuk lesi jantung spesifik.1 Impuls jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot
jantung primer (missal, miokarditis atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal kongestif
disebabkan oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau regurgitasi katup atrioventrikula.
Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol mungkin merupakan tanda normal pada anak tetapi
sering bersama dengan bertambahnya kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit jantung.
Pulsus alternans ditandai irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah berselang-seling, kadang-kadang
dapat dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai sementara mengukur tekanan darah sistemik atau
pemantauan tekanan darah. Pulsus alternans diduga disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel
kiri, akibat pemulihan miokardiumnya tidak sempurna pada denyut yang berselang-seling. Pulsus
paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi dan naik pada ekspirasi), akibat irama tekanan
intrapulmoner yang mencolok yang mempengaruhi pengisian ventrikel (seperti pada tamponade
pericardium), kadang-kadang ditemukan pada anak yang lebih tua.(3)
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung. Gambaran aliran arteria
pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar paru- paru bertambah dibandingkan dengan yang di
apeks). Bila tekanan kapiler melebihi 20-25 mmHg, udem pulmonum interstisial mungkin terjadi,
menyebabkan kekabutan seluruh lapangan paru-paru terutama pada “gambaran kupu-kupu” sekitar
hilus. Ini dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier tajam pada septum interlobarus.(3)
Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi merupakan penemuan biasa,
dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan kreatinin darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal.
Kadar natrium darah dalam kencing biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya
normal sebelum pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan
pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat menyebabkan
kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang jarang.(3)

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhografi, analisis gas darah, dan melihat petanda
biologis gagal jantung.(2,10)

Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya: (2)
- sesak napas,
- kesulitan minum/ makan,
- bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
- gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
- penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.

Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain:
- Kompensasi karena fungsi jantung yang menurun maka akan tampak:(4)
o takikardia,
o irama galop,
o peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
o kardiomegali serta
o gagal tumbuh.
- Tanda kongesti vena pulmonalis (gagal jantung kiri)(2,4)
o takipnea,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
- Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)(2,4)
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:(2,4)
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan selalu berarti adanya gagal
jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya edema paru, atelektasis regional, dan kemungkinan
adanya penyakit penyerta seperti gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu
menentukan tipe defek, adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi
tidak untuk menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat
menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat sebagai hasil dari
metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara nyata menggambarkan stuktur
jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang
jantung dan etiologi.(2,4)

Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian mengenai sifat dan
akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara
pengobatan. Untuk mereka yang dengan penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang
memperburuk yang dapat merupakan penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam,
disritmia, dan anemia), pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang
dramatis. Jika ada lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan
pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya lain yang memperbaiki
tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin berlebih, masalah mekanik sering memerlukan
penyelesaian mekanik. Namun jika pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-
macam cara umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.(3)

Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.(1,2,3)
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa, namun sukar
pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau isometrik harus dihindari, namun
tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus
sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan
ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak
tidak terkendali).3 Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.(2)
2. Penggunaan oksigen.(2,3)
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan udem paru-paru,
terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik.(3) Diberikan
oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
saluran nafas keluar.2 Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan gagal jantung
kronik.(3)
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.(2)
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk
mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak
menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang parah.(1,3.10)
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena kebutuhan
metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori
harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena
anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu
ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.(10)
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur terhadap denyut
jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat
edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.(2)
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.(2)
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan sangat
meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal.
Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang
menghasilkan peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7
gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/
endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak
yg mengalami gagal jantung kiri.12 Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika udem paru
sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-
tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau
kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan
boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran perbaikan
pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan pipa yang terus-menerus.(1,2)
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk membuat generalisasi
mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun demikian, dipegang beberapa prinsip umum.
Secara farmakologis, pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat, yaitu:(3)
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis, jika gagal
jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan
retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba
pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika
pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat dicoba
dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang
efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung.(3) Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang
teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar,
desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.(2)
Gambar 2. Efek obat anti gagal jantung dalam hubungannya dengan hukum frank starling dan fungsi
ventrikel.(4)
Meningkatkan Daya Kerja Jantung
Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai pada bayi dan anak. Prinsip efek
farmakologik digitalis ialah meningkatkan kontraksi otot jantung (inotropik positif) dan memperlambat
frekuensi denyut jantung (kronotopik negatif). Efek ini menyebabkan curah jantung meningkat, desakan
vena sentralis menurun dan ruangan jantung mengecil.(1,2) Dengan membaiknya sirkulasi terjadi
diuresis (pra beban menurun) sehingga curah sekuncup meningkat.
Dianjurkan supaya selalu memakai satu macam preparat saja yang dapat diberikan peroral maupun
parenteral supaya memperoleh pengalaman dan mudah mengenal tanda-tanda intoksikasinya. Preparat
yang dianjurkan untuk bayi dan anak ialah digoksin, karena preparat ini dapat digunakan secara oral
maupun parenteral. Secara oral, digoksin dapat diserap antara 60-85%. Juga dapat digunakan pada
keadaan gawat darurat maupun dalam keadaan kronis. Efek maksimal terjadi pada sekitar 2-6 jam
sesudah pemberian per oral, efek awal dapat dilihat sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan
secara intravena, efek awal terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak terjadi pada sekitar 1-4
jam. Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan melalui ginjal dalam waktu 24 jam dan
menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72 jam.(1,2,10)
Pemakaian digitalis harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat individu dan juga sempitnya
batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Dosis disesuaikan dengan respons penderita. Pada inflamasi
miokardium, pasca operasi jantung dan bayi prematur, umumnya sensitivitas miokardium meningkat
terhadap digitalis. Untuk menghindari efek buruk digitalis maka perlu diperhatikan beberapa hal
berikut:(1,2,10)
1. Instruksi harus jelas tentang macam preparat dan cara pemberian, harus ditulis.
2. Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin untuk membedakan apakah perubahan EKG yang mungkin
terjadi akibat digitalis atau akibat penyakitnya.
3. Jika mungkin periksa kadar K dan Ca++ karena pada hipokalemi dan hiperkalsemi, mempercepat
keracunan digitalis. Karena hipokalemi relatif sering pada penderita yang mendapat diuretik, maka
diuretik harus dipantau dengan ketat pada penderita yang mendapat diuretik yang memboroskan
kalium (furosemid).
4. Untuk penderita gagal jantung dengan udem, gunakan cara suntikan intravena.
5. Gunakan dosis efektif paling rendah.
6. Perhitungan dosis harus juga cermat. Dikenal 2 cara pemberian: dosis digitalisasi (dosis inisial) dan
rumatan.
a. Pada digitalisasi (dosis inisial),
setengah dosis digitalisasi total diberikan segera pada permulaan, 6-8 jam kemudian seperempat dosis
digitalisasi total dan sisanya 6-8 jam kemudian.10 Kadang-kadang untuk memperoleh efek digitalisasi
yang maksimal diperlukan dosis keempat yang sama dengan dosis ketiga. EKG harus dipantau dengan
ketat dan irama ekg diambil sebelum setiap pemberian masing-masing pemberian digitalisasi tersebut.
Digoksin harus dihentikan jika ditemukan gangguan irama baru.(1)
b. Rumatan
Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.1 Dosis harian dibagi dalam dua
bagian dan diberikan pada interval 12 jam agar kadar darah kurang lebih tetap dan fleksibilitasnya lebih
besar pada kasus keracunan. Dosis rumat adalah 1/5-1/3 dari dosis digitalisasi total.Dosis maksimum
untuk rumatan adalah 2 x 0,125 mg atau 2 x ½ tablet digoksin.1,10 Untuk penderita yang yang pada
mulanya didigitalisasi secara intravena, digoksin rumat dapat diberikan secara oral jika makanan oral
dapat diterima. Karena penyerapan dari saluran pencernaan kurang pasti, dosis rumat oral biasanya 20-
25% lebih tinggi daripada jika digoksin digunakan secara parenteral. Dosis digoksin harian normal untuk
anak yang yang lebih tua (umur lebih dari 5 tahun) yang dihitung dengan berat badan harus tidak
melebihi dosis dewasa biasa 0,2-0,5 mg/24 jam.(1)
7. Pada kasus yang tidak begitu berat,pemberian digitalis dapat langsung dengan dosis rumatan.
Tanda bahwa digitalis berefek antara lain:(10)
1. Frekuensi jantung dan respirasi berkurang
2. Hepar mengecil
3. Perasaan lebih enak
4. Volume urin 24 jam bertambah
Keracunan digitalis yang mudah terjadi karena sempitnya batas dosis optimum dan dosis toksik, dapat
menyebabkan kematian. Faktor predisposisi keracunan digitalis adalah hipokalemia. Hipokalemia sering
terjadi pada pemberian diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi steroid. Oleh
karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik, jangan lupa memberi preparat
kalium.10
Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap menambah sensitivitas miokardium terhadap digitalis. Oleh
karena itu, pada waktu pemberian digitalis jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena, pemberian
ini dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik keracunan digitalis antara lain: (10)
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular
Penanganan intoksikasi digitalis antara lain:(10)
1. Hentikan pemberian digitalis
2. Hentikan pemberian diuretik
3. Lakukan pemantauan EKG terus menerus
4. Obati segala aritmia yang timbul, bradikardia bila ada dapat diatasi dengan atropin 0,01 mg/kg/dosis
im. Jika tidak ada perbaikan, dapat diberikan dilantin 1 mg/kg iv perlahan-lahan dalam 1—2 menit yang
dapat diulangi tiap 5 menit sampai ada perbaikan atau telah mencapai 10 dosis.
5. Periksa kadar elektrolit dan beri kalium seperlunya sampai kadar kalium mencapai harga normal,
kalium diberikan per os 1—2 gr/hari. Pada keracunan berat dapat diberikan infus yang mengandung
kalium, jangan melebihi 80 mEq/kg/jam.
6. Pikirkan untuk melakukan transfusi tukar
Sampai kapan digitalis harus diberikan, belum ada persesuaian pendapat. Pada bayi setelah gagal
jantung teratasi, digitalis dilanjutkan kadang -kadang sampai 2 tahun. Keadaan klinik dan penyakit
primer sangat penting sebagai patokan pemberhentian pengobatan.
Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya dengan secara oral, dan pada
kebanyakan digitalisasi diselesaikan dalam 24 jam. Bila diinginkan digitalisasi lambat, misalnya pada
masa segera pasca bedah, skema memulai rumat digoksin tanpa dosis inisial sebelumnya, akan
mencapai digitalisasi dalam 7-10 hari. Hal ini sering dapat dilakukan pada penderita rawat jalan.(1)
Jika bayi membaik dengan memuaskan dengan digitalis selama beberapa bulan dan kebutuhan obat
tampak mengurang (misal, VSD yang menjadi semakin kecil), dosis tidak ditambah meskipun berat anak
bertambah. Jika keadaan klinis menguatkan, obat akhirnya dihentikan.(1)
Pengukuran kadar digoksin serum berguna pada beberapa keadaan:(1)
1. Bila dosis baku digoksin tidak mempunyai pengaruh terapeutik yang bermanfaat
2. Bila jumlah digoksin yang diberikan tidak diketahui atau tertelan secara tidak sengaja
2. Bla fungsi ginjal terganggu atau jika ada kemungkinan interaksi obat (misal quinidin)
3. Bila ada masalah berkenaan dengan kepatuhan
4. Bila dicurigai ada keracunan
Darah biasanya diambil segera sebelum satu dosis tetapi minimum 4 jam sesudah dosis terakhir
sehingga telah terjadi keseimbangan jaringan/ plasma. Kadar darah normal pada bayi sekitar 2-4 ng/ml
dan pada anak yang lebih tua 1-2 ng/ml. melebih kadar ini biasanya tidak aka nada tambahan yang
berarti pada manjemen gagal jantung dan hanya akan menambah risiko keracunan. Pada kecurigaan
adanya keracunan, kadar digoksin serum yang tinggi tidak dengan sendirinya didiagnosis keracunan
tetapi harus diartikan sebagai pelengkap terhadap tanda-tanda klinis dan EKG lain (gambaran irama dan
hantaran). Nausea dan muntah agak kurang sering pada penderita pediatri. Hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, radang jantung karena miokarditis, dan prematuritas semuanya dapat memperkuat
keracunan digitalis. Aritmia jantung yang terjadi pada anak yang minum digitalis juga dapat akibat
penyakit primernya bukannya akibat obat. Namun setiap bentuk aritmia pasca pemberian terapi digitalis
harus dianggap obat sampai terbukti lain. Dosis berikutnya harus dihentikan sampai masalahnya
teratasi.(1)
Mengurangi Beban Kerja Jantung
Istirahat setengah duduk (450) bertujuan untuk menurunkan prabeban sehingga bendungan yang terjadi
akan berkurang. Vasodilator bekerja dengan cara mengurangi prabeban (golongan venodilator) karena
dapat menurunkan tonus vena sistemik,dan/ atau beban pasca (golongan arteriodilator) dengan cara
mengurangi tahanan vaskuler perifer, sehingga dapat memperbaiki kinerja miokardium. Pemberian
vasodilator memerlukan pengamatan yang ketat terhadap pengisian jantung dan tekanan darah arteri.
Pengurang beban pasca terutama berguna pada anak dengan gagal jantung akibat kardiomiopati dan
pada beberapa penderita dengan insufisiensi mitral dan aorta berat. Mereka dapat juga efektif pada
penderita dengan gagal jantung akibat pirau dari kiri ke kanan. Obat ini biasanya tidak digunakan bila
ada lesi stenosis saluran aliran keluar ventrikel kiri. Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan
bersama dengan obat-obat anti kongestif lainnya, seperti digoksin dan diuretik.(1)
Vasodilator terdiri dari: (1)
- vasodilator arterioral (hidralazin),
- vasodilator venodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), dan
- gabungan (ACE inhibitor).
1. Nitroprusid
Nitroprusid hanya diberikan pada pelayanan di ruangan intensif dan spendek mungkin. Waktu paruh
intravenanya yang pendek membuatnya ideal untuk memberikan dosis sedikit demi sedikit pada
penderita yang sakit berat. Vasodilatasi arteri perifer dan pengurangan beban pasca merupakan
pengaruh utamany, tetapi dilatasi vena menyebabkan pengurangan aliran vena balik pada jantung yang
mungkin menguntungkan. Tekanan darah harus terus menerus dipantau dengan cara-cara intra arterial,
karena hipotensi mendadak dapat terjadi pada kelebihan dosis. Nitroprusid terkontraindikasi bila
sebelumnya telah ada hipotensi. Ketika obat dimetabolisasi, dihasilkan sejumlah kecil sianida dalam
sirkulasi, yang didetoksifikasi dalam hati menjadi tiosianat yang dieksresikan dalam urin. Namun, bila
diberikan dosis tinggi nitroprusid selama beberapa hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat
dapat terjadi, seperti kelelahan , nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot. Jika peggunaan
nitroprusid lama, kadar tiosianat darah harus dipantau: nilai > 10µg/dL sesuai dengan gejala klinis
keracunan.(1)
2. Hidralazin
Hidralazin merupakan relaksan otot polos arterioler langsung dan sebenarnya tidak berpengaruh pada
prabeban. Kadang-kadang diberikan bersama dengan obat venodilatasi, seperti salah satunya adalah
derivate nitrat. Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/Kg/24 jam dalam tiga dosis terbagi.
Banyak penderita yang semakin lama memerlukan dosis yang semakin lama semakin besar agar
pengaruh dilatasi perifernya bertahan (takifilaksis). Reaksi yang merugikan pada hidralazin adalah nyeri
kepala, palpitasi, nausea, dan muntah. Lagipula lupus eritematous sistemik kadang-kadang terjadi
sesudah pemberian dosis besar hidralazin selama masa yang lama, manifestasi ini refersibel bila obat
dihentikan.(1)
3. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target. Untuk
memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE, dianjurkan prosedur berikut:(14)
1. Jika pasien telah menggunakan diuretik, turunkan dosisnya atau hentikan selama 24 jam
2. Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari terjadinya hipotensi
3. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target, biasanya dengan
peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya
4. Jika fungsi ginjal mempburuk bermakna hentikan pengobatan
5. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi
6. Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu setelah pengobatan dimulai dan
tiap peningkatan dosis. Pada 3 bulan dan selanjutnya tiap 6 bulan.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
angioedema. Yang termasuk golongan penghambat ACE antara lain, kaptopril, enalapril, kuinapril,
fosinopril, lisinopril, perindropril, ramipril.
Kaptopril merupakan penghambat enzim pengubah angiotensin yang aktif secara oral (angiotensin-
converting-enzyme= ACE) yang menyebabkan dilatasi arteria yang mencolok. Dengan memblokade
angiotensin II, berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Venodilatasi dan akibatnya
pengurangan prabeban telah dilaporkan juga. Obat ini juga mengganggu produksi aldosteron dan
karenanya juga membantu mengendalikan retensi garam dan air. Dosis oral adalah 0,5-6 mg/kg/ 24 jam
dierikan pada dosis terbagi 2-3 kali.1 Obat ini biasanya diberikan pada gagal jantung akibat beban
volume, kardiomiopati, insufisiensi mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar. Obat ini
menyebabkan retensi kalium sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan diuretik yang
bersifat penahan kalium (spironolakton).(2) Reaksi kaptopril yang merugikan adalah hipotensi dan
sekuelenya (misalnya sinkop, lemah dan pusing). Ruam pruritis makulopapuler ditemukan pada 5-8%
penderita, tetapi obat dapat dilanjutkan karena ruam seringkali menghilang secara spontan dikemudian.
Neutropenia dan keracunan ginjal juga terjadi.(1)
Mengurangi Beban Volume
Diuretik dipergunakan untuk mengurangi prabeban. Obat ini mengganggu penyerapan kembali air dan
natrium oleh ginjal, yang berakibat penurunan volume darah yang bersirkulasi dan karenanya
mengurangi kelebihan cairan dalam paru-paru dan tekanan pengisian ventrikel. Obat ini sering harus
digunakan bersama dengan terapi digitalis pada penderita dengan gagal jantung berat. Obat yang dapat
digunakan diantaranya: (1)
1. Furosemid
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita gagal jantung. Obat ini
menghambat penyerapan kembali natrium dan klorida pada tubulus distal dan lengkung henle.
Penderita yang memerlukan dieresis akut harus diberikan furosemid intravena atau intramuskuler pada
dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini biasanya menyebabkan dieresis cepat dan perbaikan segera status klinis,
terutama jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4 mg/kg/ 24 jam
diberikan antara 1 dan 4 kali sehari. Pemantauan elektrolit yang teliti perlu pada terapi furosemid jangka
lama karena mungkin ada kehilangan kalium yang berarti. Penambahan kalium klorida biasanya
diperlukan, kecuali kalau diuretik penghemat kalium spironolakton diberikan bersama-sama. Bila
furosemid diberikan setiap selang sehari, penambahan kalium dalam diet mungkin cukup untuk
mempertahankan kadar kalium serum normal. Pemberian furosemid lama dapat menyebabkan
kontraksi ruangan cairan ekstraseluler, menimbulkan “alkalosis kontraksi”. Pada keadaan ini
asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase mungkin berguna.
2. Spironolakton
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi kalium. Biasanya diberikan
secara oral 2-3 mg/kgBB/24 jam dalam 2-3 dosis terbagi, merupakan diuretik hemat kalium. Kombinasi
spirnolakton dan klorotiazid biasanya digunakan untuk kenyamanan karena mereka menghilangkan
kebutuhan penambahan kalium yang sering kurang ditoleransi.
3. Klorotiazid
Klorotiazid kadang-kadang digunakan untuk dieresis pada anak dengan gagal jantung kurang berat.
Kerjanya obat ini kurang cepat dan kurang poten disbanding dengan furosemid dan obat ini
mempengaruhi penyerapan kembali elektrolit hanya dalam tubulus ginjal. Dosis biasanya adalah 20-50
mg/ kg/ 24 jam dalam dosis terbagi. Penambahan kalium sering diperlukan jika obat ini digunakan
sendirian.

Agen Inotropik Lain


Amin simpatomimetik, katekolamin, dan simpatomimetik lain dapat memperbaiki curah jantung yang
rendah dengan berinteraksi dengan reseptor beta, menyebabkan kenaikan kontraktilitas dan frekuensi
jantung.(3)
1. Agonis Adrenergik-β
Isoproterenol, suatu preparat intravena yang digunakan untuk mengobati curah jantung rendah,
mempunyai pengaruh adrenergik-β sentral maupun perifer, juga mengurangi beban pasca jantung,
memperbesar kontraktilitas, menaikkan frekuensi jantung, dan menyebabkan vasodilatasi.(1,3) Obat
diberikan di dalam ruang perawatan intensif, padanya dosis dititrasikan antara 0,01 dan 0,5
µg/kg/menit. Penentuan tekanan darah arterial dan frekuensi jantung terus menerus merupakan
keharusan, dan pengukuran curah jantung dengan kateter termodilusi pulmonal dapat juga membantu
penilaian kemanjuran obat.1 Kerugian utama isoproterenol adalah mempunyai pengaruh kronotropik
yang kuat sehingga menyebabkan takikardi yang bermakna, yang dapat mengganggu perfusi koroner,
oleh karena itu, ia tidak boleh digunakan pada penderita yang telah menderita takikardia bermakna.(1,3)
Kerugian inilah yang membatasi penggunaan kliniknya.(3) Anak-anak yang mendapat isoproterenol
harus dipantau secara teliti untuk depolarisasi prematur atrium atau ventrikel. Seringkali, saat
pengobatan isoproterenol atau agonis adrenergik-β dihentikan, terapi digoksin ditambahkan untuk
pengaruh inotropik selanjutnya.(1)
Dopamin mempunyai pengaruh kronotropik dan aritmogenik lebih kecil daripada isoproterenol. Obat ini
menimbulkan vasodilatasi ginjal selektif, terutama berguna pada penderita dengan fungsi ginjal
terganggu yang sering dijumpai dengan curah jantung rendah. Pada dosis 2-10 µg/kg/menit, dopamin
menyebabkan kenaikan kontraktilitas dengan sedikit vasokonstriksi perifer. Namun jika dosis ditambah
diatas 15 µg/kg/menit, pengaruh adrenergik-α perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi. Pada
dopamin dosis tinggi dapat juga menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal.(1) Pemberian
dopamin tersebut biasanya dilakukan di ruang intensif dengan menggunakan infusion pump.
Dobutamin, derivat dopamin, juga digunakan untuk mengobati curah jantung rendah. Obat ini
menimbulkan pengaruh inotropik langsung dengan pengurangan sedang pada tahanan vaskuler perifer.
Dobutamin dapat diberikan sebagai tambahan pada terapi dopamin agar menghindari vasokonstriksi
dopamin dosis tinggi. Dobutamin juga agaknya kurang menyebabkan gangguan irama jantung. Dosis
biasanya 2-20 µg/kg/menit.(1)
Epinefrin mempunyai aktivitas alfa perifer maupun beta-1 jantung. Kadang-kadang obat ini digunakan
pasca bedah jantung, dimana rangsangan inotropiknya yang sangat kuat membuat ia berguna pada
keadaan curah jantung rendah dengan vasokonstriksi yang kadang-kadang menyertai pembedahan.
Kekurangan utama berupa seringnya terjadi kenaikan frekuensi jantung yang mencolok, membatasi
penggunaanya.(3)
2. Penghambat Fosfodiesterase
Amrinon adalah obat kelas baru pertama, tidak sama dengan katekolamin maupun digitalis, berguna
dalam mengobati penderita dengan curah jantung rendah yang refrakter terhadap terapi standar. Obat
ini bekerja dengan menghambat fosfodiesterase, mencegah penghancuran cAMP intraseluler. Amrinon
mempunyai pengaruh inotropik positif pada jantung maupun pengaruh vasodilator perifer yang berarti
dan biasanya digunakan sebagai tambahan terapi dopamin dan dobutamin dalam unit perawatan
intensif.(1,3) Obat ini diberikan dengan dosis pembebanan awal (loading dose) 0,75 mg/kg/menit. Efek
samping utama adalah hipotensi akibat vasodilatasi perifer. Hipotensi biasanya dapat ditatalaksana
dengan pemberian cairan intravena untuk mencukupi volume intravaskuler. Efek samping kedua adalah
trombositopenia, keparahannya tampak terkait dengan kecepatan infus dan lama terapi. Efek samping
ini reversibel bila obat dihentikan atau kecepatan infus dikurangi.1
Terapi Bedah
Terapi bedah pada gagal jantung oleh karena defek intrakardiak dapat bersifat paliatif atau koreksi
(penutupan defek). Terapi paliatif berupa penjeratan (banding) arteri pulmonalis ditujukan pada bayi
kecil dengan keadaan kritis yang tidak memungkinkan menggunakan mesin pintas jantung paru.
Kerugian banding arteri pulmonalis ini meliputi mortalitas dini post operasi, gagal jantung kongestif
persisten, tehnik debanding yang sulit pada saat operasi koreksi, dan kemungkinan terjadi stenosis
subaortik. Terapi koreksi pada bayi dilakukan dengan tujuan untuk menanggulangi gagal jantung yang
tidak dapat diatasi dengan medikamentosa, termasuk didalamnya saluran nafas bagian bawah berulang
dan gagal tumbuh.(4)

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:(1,13)
1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya
mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat
mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel kanan berkompensasi
dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga akan dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal pada gagal
jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah, sehingga
menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal jantung refrakter.
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1. Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama pasca
lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total
drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit
memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan
operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.
2. Berat ringannya penyakit primer
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat,
bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah.
Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung
terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis
sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.

Daftar Pustaka
1. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. USA: Elsevier
Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada
University press.
4. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for practitioner: From Early
Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM.
5. Indonesia Heart Association. 2009. Penyakit Jantung Bawaan, angka tinggi dengan tenaga terbatas.
[Serial Online]. http://www.inaheart.org/. [7 Januari 2011].
6. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan Anak. Jember: RSUD. Dr.
Soebandi.
7. Children’s Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial Online].
http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm. [23 Desember 2010].
8. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure.[Serial Online]. http://www.merckmanuals.com. [26 Desember
2010].
9. Beerman, L, B. 2010. Congenital Cardiovascular Anomalies. [Serial Online].
http://www.merckmanuals.com. [26 Desember 2010].
10. Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.
11. NYHA. 1994. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification. [Serial Online].
http://www.abouthf.org/questions_stages.htm. [26 Desember 2010].
12. Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Inc.
13. Mayo klinik. Complications List for Heart Failure. [Serial Online]. http://www.wrongdiagnosis.com/h/heart_failure/complic.htm. [26
Desember 2010].
14. Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
15. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
16. Bhimji, Shabir. 2010. Pulmonary Artery Banding: Treatment. [Serial Online]. http://emedicine.medscape.com/articl

Anda mungkin juga menyukai