Anda di halaman 1dari 9

TERMINOLOGI

1.

Visum et Repertum : keterangan (laporan) tertulis yang dibuat oleh seorang dokter atas
permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan terhadap manusia, baik hidup
atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan keilmuannya

untuk kepentingan peradilan.


2. Perkosaan
: Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori
kekerasan disini adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89
KUHP).
3. IGD

: pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada

pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan multi
disiplin.
4. BNO
: Blass Nier Overzicht, bahasa lainnya jadi KUB (Kidney Ureter
Blader) adalah salah satu pemeriksaan radiologi untuk melihat saluran kemih yang
membutuhkan persiapan ;minum obat pencahar,tidak merokok,puasa semalam dan tidak
banyak bicara sebelum pemriksaan.

Identifikasi masalah dan hipotesis

1. Mengapa wanita kasus perkosaan perlu di visum et repertum oleh dokter dan hasilnya
langsung ditunggu polisi?
Ini perlu karena dibutuhkan oleh peradilan untuk mencari pelaku dan barang bukti, demi
menentukan hukuman yang pantas untuk pelakunya. Hukuman maksimal untuk pelaku 12
tahun penjara.
Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan
hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah
ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP) .
Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan
ahli visum et repertum, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila
lainnya perlu diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :
1.

Tempat kejadian perkara,

2. Tubuh atau pakaian korban,


3. Tubuh atau pakaian pelaku dan
4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).

Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat)
bukti dan merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.

Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat
ditemukan sehingga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang bermanifestasi
dalam bentuk hukuman yang ringan dan sekadarnya. Karena itulah selain barang
bukti,juga perlu pemeriksaan dari dokter
Masalah keutuhan barang bukti
Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut
umumnya akan merasa jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih.
Seprei yang mengandung bercak mani atau darah seringkali telah dicuci dan diganti
dengan seprei yang baru sebelum penyidik tiba di TKP.
Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih
dahulu agar "rapi " kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke
dokter untuk diperiksa dan berobat seringkali ia mandi dan / atau mengganti
pakaiannya terlebih dahulu dengan yang baru dan bersih.
Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak
benda bukti seperti cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang
diperlukan untuk pembuktian di pengadilan.
Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan
ragu-ragu juga menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.
Masalah teknis penqumpulan benda bukti
Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang
amat mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik
susila lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin
ditinggalkan di TKP seperti adanya sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei
atau kertas tissue di tempat sampah dsb.
Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya
pengetahuan, kurang pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya
banyak data yang penting untuk pengungkanan kasus.
Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan sampel usapan
vagina yang salah juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan
dengan kapas lidi bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja
tetapi harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang
pertama yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan bukan sperma.

Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau
pakaian korban, adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak
darah atau epitel kulit pada kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah
hal-hal yang tak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.

Jadi mengapa pentingnya visum et repertum yaitu untuk mengetahui adalah


Umur korban
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu
menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan
jumlah hukuman yang dapat dijatuhkan.
Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi
jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan
dari hal tersebut.
Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu
diperiksa erupsi gigi molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada
usia kurang lebih 12 tahun, sedang gigi molar III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk
wanita yang telah tumbuh molar IInya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika
setengah sampai seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi
(terbentuk) , tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun.
Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid pertama atau menarche tak
dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia menarch saat ini tidak lagi pada
usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari itu.
Tanda kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang
menunjukkan adanya unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan
bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau
bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara
paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb.
Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada
persetubuhan yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara
atau sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang sering -terjadi saat orgasme)
dsb.
Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan
kekerasan yang dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus
dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari
kesalahan interpretasi oleh aparat penegak hukum.

Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa


disalahtafsirkan sebagai perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.
Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum
digunakan untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena
tindakan membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga
sebagai kekerasan. Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol,
obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy) dsb.
Tanda persetubuhan
Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi
dan tanda ejakulasi.
Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil
atau belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat
menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5
sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir
kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida
misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka
lecet oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka
tersebut pada korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya
penetrasi.
Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan,
meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah
terjadi persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma
dan komponen cairan mani. Untuk uji penyaring cairan mani dilakukan pemeriksaan
fosfatase asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi dapat disingkirkan.
Sebaliknya jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel
sperma dan cairan mani.
Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang
menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil
dengan cara digunting, karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar
vagina.
Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan
preparat tipis yang diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.
Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan
pemeriksaan Baechi, dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang
terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma positip merupakan tanda pasti adanya

ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur
bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi
kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih
memiliki topi (akrosom).
Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen
sekret kelenjar kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji
Florence), cholin (dengan uji Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan
berupa sel sperma negatif tapi komponen cairan mani positip menunjukkan
kemungkinan ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau telah
menjalani sterilisasi atau vasektomi.
Dampak perkosaan
Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau
timbulnya penyakit kelamin harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal
terakhir, pencegahan dengan memberikan pil kontrasepsi serta antibiotic lebih
bijaksana dilakukan ketimbang menunggu sampai komplikasi tersebut muncul.
Pelaku perkosaan
Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering
dilupakan oleh dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah
terbukti adanya kemungkinan perkosaan. amatlah sulit menuduh seseorang sebagai
pelaku pemerkosaan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan
kutikula rambut dan pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel
yang positip sperma/maninya.
teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium untuk visum et repertum
Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat ke
tempat lainnya. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu tak dapat
membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul pada masturbasi. Klinik
yang hanya melakukan pemeriksaan sperma langsung saja tentu tak dapat membedakan tidak adanya
persetubuhan dengan persetubuhan dengan ejakulasi dari orang yang tak memiliki sel sperma (pasca
vasektomi atau mandul tanpa sel sperma).
Suatu klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam saja
misalnya tentu hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan sperma atau ini
mungkin sperma Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN,
Berberio, Florence, pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat ditariknya
adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel sperma atau sudah
disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Lihat tabel.
Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku.

Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola permukaaan luar (kutikula) rambut,
peme .riksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA.
Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina korban
bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat mendeteksi
jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).Pemeriksaan golongan darah dan
sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban sempat mencakar) juga dapat digunakan untuk
mencari pelakunya.Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan
vagina, maka bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan darahnya
untuk menentukan golongan sekretor atau non sekretor.
Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan tubuhnya
terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan akan
meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh korban.
Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika memperkosa
hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan demikian jika pada
tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan darah apapun, maka yang bersangkutan
tetap harus dicurigai sebagai tersangkanya.
Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak dikenal adanya
istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal tersangka pelaku tertangkap
basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara konvensional leher kepala penisnya dapat
diusapkan ke gelas obyek dan diberi uap lugol. Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat
dianggap merupakan bukti bahwa penis itu baru bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh.
Laporan terakhir pada tahun 1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi
sebagai bukti adanya epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang
mengalami infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan gambaran yang sama.
Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher penisnya
perlu dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada tidaknya sel epitel secara
mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan
metode PCR (polymerase chain reaction)

Polisi menunggu hasil visum et repertum, untuk menghindari adanya manipulasi dalam kasus
perkosaan ini selama perjalan hasil visum ke pengadilan.

2. Bagaimana interpretasi pemriksaan fisik pada Leo?

Luka memar :
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Ini menunjukkan
bahwa pada Leo, bagian sekitar pinggangnya kena tekanan berlebih dari angkot

atau stang Honda yang dibawanya.


Dan , memar ini bisa dijadikan tanda kecurigaan ada organ di dalam yang sesuai
proyeksi memar yang bisa luka akibat kecelakaan.Karena hantaman dari
benturan di perut terutama akan dihantarkan ke organ terdekat yang ada di
bawah dinding perut.
Nyeri tekan di daerah pinggang :
Daerah pinggang menunjukkan daerah lumbal kanan dan kiri pada proyeksi 9 regio di
abdomen. Nah , ini patut dicurigai bahwa salah satu pada organ di dalam itu terluka karena
kecelakaan pada Leo. Organ yang patut dicurigai adalah ; ginjal ,usus, uretra, bahkan
kandung kemih.
Kencing berdarah :
Menunjukkan pada jalur saluran kemih Leo ada yang terluka. Berarti kemungkinan yang
terluka,terjadi ruptur adalah ginjal, uretra atau kandung kemihnya. Untuk
membedakannya, diperlukam pemeriksaan pencitraan.

3. Mengapa kasus Leo dikonsultasikan dengan bedah dan dianjurkan dirawat?


Rupture pada saluran kemih adalah kompetensi 3B, makanya kasus ini dikonsultasikan
dengan spesialis bedah
Dianjurkan dirawat karena ;
Perlu perawatan luka memarnya
Perlu pemeriksaan lebih lanjut,apakah rupturnya pada ginjal, uretra atau kandung
kemih
Perlu tatalaksana dari hematuria pada pasien. Apakah Leo, sampai anemi karena
kehilngan darah atau tidak.
4. Bgaimana hubungan umur Leo dengan kejadian yang menimpanya?

Proporsi Penyebab Kematian Akibat KLL pada Kelompok Umur 5-14 Tahun Menurut Tipe Daerah
perkotaan pedesaan penyebab lain

13%
10%

77%

Jadi, leo termasuk umur yang berisiko bila tidak ditangani. Selain itu Leo, dibawah 17 tahun
berarti belum punya ktp. Faktor tersebut dianggap sebagai salah satu faktor utama yang
menentukan KLL. Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75-80% terhadap KLL.
Faktor manusia yang berada di belakang kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik
pengemudi berkaitan erat dengan:
o Keterampilan mengemudi
o Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)
o Surat Izin Mengemudi (SIM): tidak semua pengemudi punya SIM. Jika ada tilang, maka
tidak jarang alasan tilang berhubungan dengan ketidaklengkapan administrasi, termasuk izin
mengemudi.

o
o
o

5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan BNO dan CT Scan pada Leo?


Ini mengakkan diagnosis, robekan pada ginjal kanan, ini menandakan telah terjadi rupture
ginjal bagian kanan atas. Dan menyingkirkan kemungkinan lain seperti rupture uretra dan
kandung kemih.
Indikasi pemeriksaan BNO ;
Luka tusuk atau tembak yg mengenai ginjal
Cedera tumpul yg memberikan tanda hematuri makroskopik
Cedera tumpul ginjal yg memberikan tanda hematuri mikroskopik dengan disertai syok

o
o
o

Pada CT Scan ditemukan;


Robekan jaringan ginjal
Ekstravasasi kontras yg luas
Nekrosis jaringan ginjal

Ada trauma pada organ lain

6. Bagaimana bisa terjadikan robekan pada ginjal kanan Leo?


Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah
pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga
retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
.
7. Mengapa Leo diobservasi dulu bru dioperasi jika tidak perbaikan?
Ini tergantung pada Berat ringannya kerusakan pada ginjal, yaitu :

1.
Cedera minor : kontusio ginjal dan laserasi minor parenkim ginjal
2.
Cedera major : laserasi major (terjadinya kerusakan pada system kaliks) dan
fragmentasi parenkim ginjal
3.
Cedera pedikel ginjal : cedera pembuluh darah ginjal
90% trauma tumpul berupa cedera minor seperti kontusio ginjal dan laserasi parenkim
superficial tidak memerlukan tindakan bedah.
Observasi ;
o Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma mayor dan trauma
pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian.
Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga
menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula
renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa
hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis.
o Tindakan konservatif : istirahat di tempat tidur, analgesic untuk menghilangkan
nyeri, dan observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi local, kadar
hemoglobin, hematokrit serta endapan urin.
Bedah dilkukan bila : ada tanda perdarahan dengan syok yang tidak diatasi/perdarahan
berat.
Indikasi laparotomi :
Perdarahan dengan keadaan syok yang sukar diatasi
Ekstravasasi kontras pada pielografi intravena
Cedera ginjal pada arteriografi atau CT scan
Perdarahan dari dalam pada cedera tajam.

Anda mungkin juga menyukai