Anda di halaman 1dari 15

FIKIH PELESTARIAN LINGKUNGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah

Kimia Lingkungan

Dosen Pengampu:
Dr. Yulia Sukmawardani, M.Si
Imelda Helsy, M.Pd.

Disusun Oleh:
Pendidikan Kimia Semester V
Ahmad Maulana 1162080006
Dudi Fatul Jawad 1162080021

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
FIKIH LINGKUNGAN DALAM PERPEKTIF ISLAM [1] (Sebuah Pengantar)
.: Home > Artikel > PWM
25 September 2012 09:11 WIB
Dibaca: 26572
Penulis:

H. Fahmi Hamdi, Lc., MA.[2]

PENDAHULUAN

Persoalan-persoalan krisis lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu yang hangat


untuk diperbincangkan, mengingat manusia dihadapkan pada serangkaian masalah-
masalah global yang membahayakan biosfer dan kehidupan makhluk hidup. Bencana alam
seringkali menjadi berita di berbagai media massa. Secara nasional, gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, tanah longsor, kekeringan merupakan fenomena yang akrab
dengan penduduk bangsa Indonesia. Sementara itu, secara global telah terjadi perubahan
drastis wilayah lingkungan hidup, mulai dari kerusakan lapisan ozon, pemanasan global,
efek rumah kaca, perubahan ekologi, dan sebagainya. Belakangan ditemukan pula
banyaknya kasus daratan pulau yang lenyap dari peta dunia karena naiknya permukaan laut
serta kasus kepunahan spesies binatang tertentu.

Secara eksplisit, Al-Qur’an menyatakan bahwa segala jenis kerusakan yang terjadi
di permukaan bumi ini merupakan akibat dari ulah tangan yang dilakukan oleh manusia
dalam berinteraksi terhadap lingkungan hidupnya, “Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)” (QS. Ar-Rum [30]: 41). Ayat ini, sejatinya menjadi bahan introspeksi manusia
sebagai makhluk yang diberikan oleh Allah mandat mengelola lingkungan bagaimana tata
kelola lingkungan hidup yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi kerusakan alam
semesta ini.

Mengamini ayat di atas, Al-Qur’an sudah dengan tegas melarang manusia untuk
melakukan kerusakan dalam bentuk apapun di muka bumi ini, “Dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-
A’raf [7]: 56). Mengenai ayat ini, Thahir bin ‘Asyur dalam tafsir beliau yang monumental,
At-Tahrir wa At-Tanwir menyatakan bahwa melakukan kerusakan pada satu bagian dari
lingkungan hidup semakna dengan merusak lingkungan hidup secara keseluruhan [3].
Dalam ayat lain, dijelaskan bahwa melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup merupakan sifat orang-orang munafik dan pelaku kejahatan,
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan” (QS. Al-Baqarah [2]: 205)

Dalam konteks ini, maka perumusan fikih lingkungan hidup menjadi penting
dalam rangka memberikan pencerahan dan paradigma baru bahwa fikih tidak hanya
berpusat pada masalah-masalah ibadah dan ritual saja, tetapi bahasan fikih sebenarnya juga
meliputi tata aturan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama terhadap berbagai realita
sosial kehidupan yang tengah berkembang [4].

Realitas sosial saat ini telah membuktikan adanya kerusakan lingkungan.


Penanganannya secara teknik-intelektual sudah banyak diupayakan, namun secara moral-
spiritual belum cukup diperhatikan dan dikembangkan. Oleh sebab itu, pemahaman
masalah lingkungan hidup dan penanganannya perlu diletakkan di atas suatu fondasi moral
dengan cara menghimpun dan merangkai sejumlah prinsip, nilai dan norma serta ketentuan
hukum yang bersumber dari ajaran agama.

Singkatnya, upaya untuk mengatasi krisis lingkungan hidup yang kini sedang
melanda dunia bukanlah melulu persoalan teknis, ekonomis, politik, hukum, dan sosial-
budaya semata. Melainkan diperlukan upaya penyelesaian dari berbagai perspektif,
termasuk salah satunya adalah perspektif fiqh. Mengingat, fiqh pada dasarnya merupakan
"jembatan penghubung" antara etika (prilaku manusia) dan norma-norma hukum untuk
keselamatan alam semesta (kosmos) ini [5].

Artikel ini mencoba mengantarkan pemahaman dan penggalian rumusan fikih


tentang tata kelola lingkungan hidup. Bagaimana sebenarnya perspektif fikih terhadap
lingkungan hidup, apa saja prilaku yang mesti dilakukan dan dihindari menurut konsep
fikih demi terciptanya pemanfaatan dan kelestarian lingkungan sesuai dengan ajaran agama
Islam.

PENGERTIAN FIKIH LINGKUNGAN HIDUP

Dalam bahasa arab fikih lingkungan hidup dipopulerkan dengan istilah fiqhul
bi`ah, yang terdiri dari dua kata (kalimat majemuk; mudhaf dan mudhaf ilaih), yaitu kata
fiqh dan al-bi`ah.

Secara bahasa “Fiqh” berasal dari kata Faqiha-Yafqahu-Fiqhan yang berarti al-
‘ilmu bis-syai`i (pengetahuan terhadap sesuatu) al-fahmu (pemahaman) [6]. Sedangkan
secara istilah, fikih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat
praktis yang diambil dari dalil-dalil tafshili (terperinci) [7].

Adapun kata “Al-Bi`ah” dapat diartikan dengan lingkungan hidup, yaitu: Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. [8].

Dari sini, dapat kita berikan pengertian bahwa fikih lingkungan adalah ketentuan-
ketentuan Islam yang bersumber dari dalil-dalil yang terperinci tentang prilaku manusia
terhadap lingkungan hidupnya dalam rangka mewujudkan kemashlahatan dan menjauhkan
kerusakan.

URGENSI LINGKUNGAN HIDUP DALAM ISLAM

Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dengan sesama makhluk (termasuk lingkungan
hidupnya) sebenarnya telah memiliki landasan normatif baik secara implisit maupun
ekplisit tentang pengelolaan lingkungan ini.

A. Pelestarian Lingkungan Dalam Al-Qur’an

1. Melestarikan Lingkungan Hidup Merupakan Manifestasi Keimanan

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan


memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-
orang yang beriman". (QS. Al-A’raf [7]: 85

2. Merusak Lingkungan Adalah Sifat Orang Munafik dan Pelaku Kejahatan


“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan”.(QS. Al-Baqarah [2]: 205)

3. Alam semesta merupakan anugerah Allah untuk manusia

Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk


(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. (QS. Luqman [31]: 20)

Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan
Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar
(dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS. Ibrahim
[14]: 32-33)

4. Manusia adalah khalifah untuk menjaga kemakmuran lingkungan hidup

Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-An’am [6]: 165)

5. Kerusakan yang terjadi di muka bumi oleh karena ulah tangan manusia

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (QS. As-Syuura [42]: 30)

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.”(QS. Al-A’raf [7]: 56)

B. Pelestarian Lingkungan Dalam Hadis-Hadis Nabawi

Selaras dengan ayat-ayat di atas, Rasulullah saw melalui hadis-hadis beliau juga
telah menanamkan nilai-nilai implementatif pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup ini, antara lain:
1. Penetapan Daerah Konservasi

]9[.َ ‫الربَذَة‬
َّ ‫ف َو‬ ُ ‫ َوأ َ َّن‬، ‫ي صلى هللا عليه وسلم َح َمى النَّقِي َع‬
َ ‫ع َم َر َح َمى الس ََّر‬ َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬

“Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan Naqi’ sebagai daerah konservasi,


begitu pula Umar menetapkan Saraf dan Rabazah sebagai daerah konservasi”.

2. Anjuran Menanam Pohon dan Tanaman

ٌ ‫س‬
،‫ان‬ َ ُ‫ أ َ ْو يَ ْز َرعُ زَ ْرعًا فَيَأ ْ ُك ُل مِ ْنه‬،‫سا‬
َ ‫ أ َ ْو ِإ ْن‬،‫طي ٌْر‬ ُ ‫ َما مِ ْن ُم ْسل ٍِم يَ ْغ ِر‬:‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم‬
ً ‫س غ َْر‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
ٌ ‫صدَقَة‬
َ ‫أ َ ْو بَ ِهي َمةٌ إِالَّ َكانَ لَهُ بِ ِه‬

Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon atau
sebuat tanaman, kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan ia
akan mendapat pahala sedekah”.

3. Larangan Melakukan Pencemaran

]11[‫الظ ِل‬
ِ ‫ق َو‬ َّ ‫ع ِة‬
ِ ‫الط ِري‬ ِ َ‫ث ْالبَ َرازَ فِى ْال َم َو ِار ِد َوق‬
َ ‫ار‬ َ َ‫ اتَّقُوا ْال َمالَعِنَ الثَّال‬:‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬

Rasulullah saw bersabda: “Takutilah tigaperkara yang menimbulkan laknat; buang


air besar di saluran air (sumber air), di tengah jalan dan di tempat teduh

4. Berlaku Ihsan Terhadap Binatang

‫ش فَ َو َجدَ ِبئْ ًرا فَنَزَ َل‬ُ ‫ط‬َ َ‫علَ ْي ِه ْالع‬


َ َّ‫ق ا ْشتَد‬ ٍ ‫ط ِري‬ َ ‫ َب ْينَ َما َر ُج ٌل َي ْمشِى ِب‬:َ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم قَال‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبى ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬
َ
َ‫ط ِش مِ ثْ ُل الَّذِى َكان‬ َ ‫ب مِ نَ ْال َع‬ َ ‫الر ُج ُل لَقَ ْد َبلَ َغ َهذَا ْالك َْل‬
َّ ‫ط ِش فَقَا َل‬ ْ
َ ‫ث َيأ ُك ُل الث َّ َرى مِ نَ ْال َع‬
ُ ‫ب ث ُ َّم َخ َر َج فَإِذَا ك َْلبٌ َي ْل َه‬َ ‫فِي َها فَش َِر‬
‫َّللاِ َوإِ َّن‬ ُ ‫ قَالُوا يَا َر‬،ُ‫َّللاُ لَهُ فَغَف ََر لَه‬
َّ ‫سو َل‬ َ ‫سقَى ْالك َْل‬
َ َ‫ب ف‬
َّ ‫شك ََر‬ َ ‫س َكهُ بِفِي ِه َحتَّى َرق‬
َ َ‫ِى ف‬ َ ‫ فَنَزَ َل ْالبِئْ َر فَ َمأل َ ُخفَّهُ َما ًء ث ُ َّم أ َ ْم‬.‫بَلَ َغ مِ نِى‬
12[‫طبَ ٍة أَجْر‬ ْ ‫ فِى ُك ِل َكبِ ٍد َر‬:َ‫ٌ[لَنَا فِى َه ِذ ِه ْالبَ َهائ ِِم ألَجْ ًرا َف َقال‬.

“Abu Huruairah ra. meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: “Ketika seorang laki-
laki sedang dalam perjalanan, ia kehausan. Ia masuk ke dalam sebuah sumur itu, lalu
minum di sana. Kemudian ia keluar. Tiba-tiba ia mendapati seekor anjingdi luar sumur
yang sedang menjulurkan lidahnya dan menjilat-jilat tanah lembab karena kehausan. Orang
itu berkata, ‘Anjing ini telah merasakan apa yang baru saja saya rasakan.’ Kemudian ia
kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatunya dengan air lalu membawanya naik
dengan menggigit sepatu itu. Sesampainya di atas ia minumi anjing tersebut. Karena
perbuatannya tadi Allah berterimakasih kepadanya dan mengampuni dosanya.” Para
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kalau kami mengasihi binatang kami
mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, “Berbuat baik kepada setiap makhluk pasti
mendapatkan pahala.”

Tentunya, masih banyak ayat dan hadis seumpama di atas yang kesemuanya
memuat pesan akan pentingnya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup.

C. Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Fikih

Sebagai disiplin ilmu yang mengatur hubungan manusia terhadap Tuhannya,


hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, hubungan manusia terhadap sesama manusia,
hubungan manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, maka tidak diragukan bila
fikih memiliki peran yang krusial dalam merumuskan tata kelola lingkungan hidup yang
sesuai dengan hukum-hukum syara’.

Dalam bukunya yang berjudul Ri’ayatul Bi’ah fi Syari’atil Islam, Dr. Yusuf Al-
Qardhawi menjelaskan bahwa fikih sangat concern terhadap isu-isu lingkungan hidup ini.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pembahasan-pembahasan yang terdapat dalam literatur
fikih klasik, seperti: pembahasan thaharah (kebersihan), ihya al-mawat (membuka lahan
tidur), al-musaqat dan al-muzara’ah (pemanfaatan lahan milik untuk orang lain), hukum-
hukum terkait dengan jual beli dan kepemilikan air, api dan garam, hak-hak binatang
peliharaan dan pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan lingkungan hidup
yang ada di sekitar manusia [13].

Beliau juga menegaskan, bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan upaya untuk


menciptakan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan. Hal ini sejalan dengan maqāsid
al-syarī’ah (tujuan syariat agama) yang terumuskan dalam kulliyāt al-khams, yaitu: hifzu
al-nafs (melindungi jiwa), hifzu al-aql (melindungi akal), hifzu al-māl (melindungi
kekayaan/property), hifzu al-nasb (melindungi keturunan), hifzu al-dīn (melindungi
agama). Menjaga kelestarian lingkungan hidup menurut beliau, merupakan tuntutan untuk
melindungi kelima tujuan syari’at tersebut. Dengan demikian, segala prilaku yang
mengarah kepada pengrusakan lingkungan hidup semakna dengan perbuatan mengancam
jiwa, akal, harta, nasab, dan agama [14].

Perilaku pengrusakan terhadap lingkungan hidup dan membuat kemudharatan bagi


orang lain bertentangan dengan kaedah-kaedah yang telah dirumuskan oleh para fuqaha
(al-Qawaid al-Fiqhiyyah), antara lain:
a) Kaedah: (Tidak boleh melakukan kemudharatan terhadap diri sendiri dan orang lain)

b) Kaedah: (Kemudharatan harus dihilangkan semampunya)

c) Kaedah: )Kemudharatan tidak bisa dihilangkan dengan sesuatu yang mendatangkan


mudharat yang sama)

d) Kaedah: (Boleh melakukan mudharat yang lebih ringan untuk mengatasi mudharat
yang lebih besar)

e) Kaedah: (Melakukan mudharat yang khusus demi mencegah mudharat umum)

f) Kaedah: (Apabila terjadi pertentangan dua hal yang membahayakan, maka boleh
melakukan yang lebih ringan bahayanya)

g) Kaedah: Menolak kerusakan lebih diutamakan dari mengharapkan kemaslahatan).

Dalam konteks pelestarian lingkungan ini, Yusuf Qardhawi bahkan menegaskan


penerapan hukuman sanksi berupa kurungan (At-Ta’zir) bagi pelaku pengrusakan
lingkungan hidup yang ditentukan oleh pemerintah (Waliyyul amr), seiring dengan hukum
yang terkandung dalam hadis Rasulullah saw:

َ‫ض ُه ْم أ َ ْسفَلَ َها فَ َكان‬


ُ ‫ض ُه ْم أ َ ْعالَهَا َوبَ ْع‬ُ ‫اب بَ ْع‬
َ ‫ص‬ َ َ ‫سفِينَ ٍة فَأ‬ َ ‫علَى‬ َ ‫علَى ُحدُو ِد هللاِ َو ْال َواق ِِع فِي َها َك َمث َ ِل قَ ْو ٍم ا ْست َ َه ُموا‬
َ ‫َمث َ ُل ْالقَائ ِِم‬
‫صيبِنَا خ َْرقًا َولَ ْم نُؤْ ِذ َم ْن فَ ْوقَنَا فَإ ِ ْن‬ َ ‫الَّذِينَ فِي أ َ ْسفَ ِل َها إِذَا ا ْستَقَ ْوا مِ نَ ْال َماءِ َم ُّروا‬
ِ َ‫علَى َم ْن فَ ْوقَ ُه ْم فَقَالُوا لَ ْو أَنَّا خ ََر ْقنَا فِي ن‬
‫علَى أ َ ْيدِي ِه ْم نَ َج ْوا َونَ َج ْوا َجمِيعًا‬
َ ‫يَتْ ُر ُكو ُه ْم َو َما أ َ َرادُوا َهلَ ُكوا َجمِ يعًا َوإِ ْن أ َ َخذُوا‬

"Perumpamaan orang-orang yang mengakkan hukum Allah dan orang yang


melakukan pelanggaran, adalah laksana suatu kaum yang sedang menumpang sebuah
kapal. Sebagian dari mereka menempati tempat yang di atas dan sebagian yang lain berada
di bawah. Maka orang-orang yang bertempat di bawah, jika hendak mengambil air mereka
harus melewati orang yang ada di atas mereka. Maka berinisiatif untuk membuat lobang
pada bagian mereka, agar tidak akan mengganggu orang yang ada di atas. Jika kehendak
mereka itu dibiarkan saja, pastilah akan binasa seluruh penumpang kapal, dan jika mereka
dicegah maka merekapun selamat dan selamatlah pula orang-orang lain seluruhnya".
TATA KELOLA LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengemukan beberapa contoh konsep
fikih lingkungan dalam bentuk tabel berikut ini [17]

TINDAKAN KONSEP FIKIH LANDASAN HUKUM


Melakukan - Pencemaran lingkungan - Ayat yang menyatakan
pencemaran disebabkan oleh perusahaan larangan berbuat kerusakan
lingkungan dan prilaku yang (QS. Al-A’raf [7]: 56)
menyebabkan pencemaran - Hadis-hadis tentang
secara nyata membahayakan larangan buang hajat di
lingkungan hidup, hukumnya tempat yang umum dan
haram. mengakibatkan
- Adapun apabila pencemaran, antara lain:
pencemaran tersebut memiliki - ‫ال يبولن أحدكم في الماء الدائم‬
tingkat yang rendah dibanding .‫الذي ال يجري ثم يغتسل فيه‬
maslahat yang diperoleh, - ‫ البراز في‬:‫اتقوا المالعن الثالثة‬
maka hukumnya dibolehkan ‫الموارد وقارعة الطريق والظل‬.
dengan catatan:
1. Pembangunannya harus - Kaedah fiqhiyyah:
di tempat yang jauh dari - ‫ال ضرار وال ضرار‬
pemukiman penduduk. - ‫الضرر يزال‬
2. Berusaha melakukan - ‫تصرف اإلمام منوط بالمصلحة‬
inovasi teknologi untuk - Dalam kitab fatwa
mengurangi dampak Imam Ramli disebutkan:
pencemaran yang ditimbulkan ‫ع َّما َج َرتْ بِ ِه ْالعَادَة ُ مِ ْن‬ َ ) ‫سئِ َل‬ ُ (
‫َار ُه‬
َ ‫ن‬ َّ
‫ن‬ َ ‫أل‬
ِ ‫د‬
ِ َ ‫ل‬‫ب‬ ْ
‫ال‬
َ َ ِ ‫ج‬ ‫َار‬ ‫خ‬ ‫ِر‬ ِ ‫د‬ ‫َا‬
‫ش‬ َّ ‫ن‬‫ال‬ ‫ل‬ِ ‫ع َم‬ َ
3. Fungsi kontrol harus
ْ‫ش َّمت‬ َ ‫ث َوالكِل ِس فَإِذَا‬ْ ْ ِ ‫الر ْو‬ َّ ِ‫يُوقَدُ ب‬
dilakukan oleh pemerintah ْ َ ‫ْاأل‬
‫ض َر ٌر‬ َ ُ‫ص َل لَ ُه ْم مِ ْنه‬ َ ‫طفَا ُل دُخَانَهُ َح‬
secara ketat agar tidak ‫ض ُه ْم‬ ُ ‫ب َو ُربَّ َما َماتَ َب ْع‬ ِ ‫عظِ ي ٌم فِي ْالغَا ِل‬ َ
menimbulkan dampak yang ‫ص َم ْع َم َل نَشَاد ٍِر فِي‬ ٌ ‫مِ ْنهُ فَعَمِ َل ش َْخ‬
‫ش َّم‬ َ َ‫علَ ْي ِه بِ َما ذُك َِر ف‬ َ َ‫سطِ ْالبَلَ ِد َوأ َ ْوقَد‬ َ ‫َو‬
berbahaya. ْ
‫ض َم َرضًا‬ َ َِ ‫ر‬ ‫م‬َ ‫ف‬ ‫ع‬ ٌ ‫ي‬ ‫ض‬
ِ ‫ر‬َ ‫ل‬ٌ ‫ف‬ ِ‫ط‬ ُ ‫ه‬ ‫ن‬
َ ‫دُخ‬
‫َا‬
- Air merupakan fasilitas
‫اإليقَادُ َح َرا ٌم فَ َيأْث َ ُم ِب ِه‬
ِ ْ ‫شدِيدًا فَ َه ْل‬ َ
umum yang harus dijaga
‫علَ ْي ِه‬
َ ‫َار‬ ُ ‫اإل ْنك‬ ِ ْ ُ‫علَ ْي ِه َويَ ِجب‬
َ ‫َويُعَ َّز ُر‬
‫ِف بِهِ؟‬ َ
َ ‫ض َم َما تل‬ ُ‫ن‬ ْ َ‫َويُ ْمنَ ُع مِ ْنهُ َوي‬
kemaslahatan dan ُ‫اإليقَاد‬ َ ‫اب) ِبأ َ َّنهُ َيحْ ُر ُم‬
ِ ْ ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫( َفأ َ َج‬
kemanfaatannya ‫ض ُّر ُر‬َ َ ‫ظنِ ِه ت‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ب‬ َ َ‫غل‬
َ ‫ور إذَا‬ ُ ‫ْال َم ْذ ُك‬
َ
‫عل ْي ِه‬ َ ُ‫يره‬ َ ْ
ُ ‫ْالغَي ِْر بِ ِهفَيَأث ُم بِ ِه َولِل َحاك ِِم ت َ ْع ِز‬
ْ
َ ‫علَ ْي ِه ِب‬
ُ ‫س َب ِب ِه َو َم ْن ِع ِه مِ ْنه‬ ُ ‫اإل ْنك‬
َ ‫َار‬ ِ ْ ُ‫َو َي ِجب‬
ْ
‫سبَبِ ِه ُمطلَقًا‬ َ ِ‫ِف ب‬ َ ‫ض َمنُ َما تَل‬ ْ َ‫َوي‬

Fenomena sampah - Memelihara kebersihan - Lihat dalil-dalil di atas


adalah perintah agama yang - Ayat-ayat dan hadis-
harus dilaksanakan hadis tentang thaharah
- Dilarang untuk - Hadis lain:
membuang sampah ‫ نظيف‬،‫إن هللا طيب يحب الطيب‬
sembarangan yang dapat ،‫ كريم يحب الكرم‬،‫يحب النظافة‬
mengakibatkan mudharat bagi ‫جواد يحب الجود‬
lingkungan sekitar baik karena - Kaedah fikih:
penyakit maupun - ‫ال ضرر وال ضرار‬
menimbulkan bau yang tidak - ‫تصرف اإلمام منوط‬
nyaman. ‫بالمصلحة‬
- Pemerintah berhak
memberikan sangsi terhadap
pembuang tidak pada
tempatnya
Melakukan - Diperintahkan dan - ‫ أ َ ْو‬،‫سا‬
ً ‫س غ َْر‬ ُ ‫َما مِ ْن ُم ْسل ٍِم يَ ْغ ِر‬
penghijauan dan dianjurkan ‫ أ َ ْو‬،‫طي ٌْر‬َ ُ‫ع زَ ْرعًا فَ َيأ ْ ُك ُل مِ ْنه‬
ُ ‫َي ْز َر‬
penanaman pohon - Melakukannya ٌ ‫صدَقَة‬
َ ‫ أ َ ْو بَ ِهي َمةٌ ِإالَّ َكانَ لَهُ ِب ِه‬،‫ان‬
ٌ ‫س‬َ ‫ِإ ْن‬
mendapatkan pahala - ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه‬
- Pemerintah berhak untuk ، ‫ض فَ ْليَ ْز َر ْع َها‬
ٌ ‫ َم ْن كَانَتْ لَهُ أ َ ْر‬:‫وسلم‬
menentukan tempat tertentu ْ ‫أ َ ْو ِل َي ْمنَحْ َها أَخَاهُ فَإ ِ ْن أ َ َبى فَ ْليُ ْمس‬
‫ِك‬
untuk dijadikan sebagai َ ‫أ َ ْر‬.
‫ضه‬
wilayah konservasi - َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬
‫ي صلى هللا عليه وسلم‬
- Islam memerintahkan ‫ف‬ ُ ‫ َوأ َ َّن‬، ‫َح َمى النَّقِي َع‬
َ ‫ع َم َر َح َمى الس ََّر‬
pemilik tanah yang tidak َ ‫الر َبذَة‬
َّ ‫َو‬
mampu menggarap tanahnya
sendiri agar digarap oleh orang
lain.
- ‫عةُ َو ِب َي ِد‬ ِ ‫ِإ ْن قَا َم‬
َ ‫ت السَّا‬
‫ع أ َ ْن‬ َ َ ‫ فَإ ِ ْن ا ْست‬، ٌ‫أ َ َح ِد ُك ْم فَسِيلَة‬
َ ‫طا‬
‫س َها فَ ْليَ ْفعَ ْل‬ َ ُ‫الَ يَق‬
َ ‫وم َحتَّى يَ ْغ ِر‬
Pelestarian sumber - Pemanfaatan binatang: - QS. An-Nahl: 5, 66, 80
daya alam hewani Hukum Islam melarang untuk - Hadis larangan
melakukan pembunuhan membunuh burung dan
hewan kecuali untuk binatang lainnya bukan
kepentingan konsumsi. untuk dikonsumsi atau
- Syariat juga dimanfaatkan:
menggariskan bahwa hewan : ‫ قَا َل‬، ‫ش ِري ِد‬
َّ ‫ع ْم ِرو ب ِْن ال‬
َ ‫ع ْن‬
َ -
yang berhak untuk dibunuh ‫سو َل‬ ُ ‫سمِ ْعتُ َر‬َ : ‫ش ِريدَ يَقُو ُل‬ َّ ‫سمِ ْعتُ ال‬
َ
adalah hewan-hewan yang ‫ َم ْن‬: ‫سلَّ َم يَقُو ُل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫هللا‬
berbahaya saja. ‫ع َّج إِلَى هللاِ يَ ْو َم‬َ ‫عبَثًا‬ ً ُ ‫صف‬
َ ‫ورا‬ ْ ‫ع‬ ُ ‫قَت َ َل‬
- Manusia dituntut untuk ِ ‫ َيا َر‬: ‫ْال ِق َيا َم ِة َيقُو ُل‬
‫ب ِإ َّن فُالَنًا قَتَلَنِي‬
berbuat baik tidak hanya .ٍ‫عبَثًا َولَ ْم يَ ْقت ُ ْلنِي ِل َم ْنفَعَة‬
َ
kepada sesama, melainkan ‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ِن ال َّنبِي‬ َ -
‫ورا فَ َما‬ ً ْ ُ ُ ‫ف‬‫ص‬ ‫ع‬ ‫ل‬ُ ُ ‫ت‬‫ق‬ْ ‫ي‬ ْ
َ ٍ َ ِ ِ‫ َم م‬:
‫ان‬‫س‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ن‬ْ ‫ا‬
lebih luas meliputi makhluk
‫ع َّز‬ َّ ُ‫سألَه‬
َ ُ ‫َّللا‬ َ َ َّ‫فَ ْوقَ َها بِغَي ِْر َح ِق َها إِال‬
hidup di sekitarnya, baik
‫سو َل‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫ع ْن َها يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة قِي َل‬ َ ‫َو َج َّل‬
binatang maupun tumbuhan. ‫ َحقُّ َها أ َ ْن‬: ‫ َو َما َحقُّ َها ؟ قَا َل‬، ِ‫هللا‬
- Melakukan penyiksaan ‫س َها‬َ ْ‫ط َع َرأ‬ َ ‫يَ ْذبَ َح َها فَيَأ ْ ُكلَ َها َوالَ يَ ْق‬

terhadap binatang merupakan


‫ي بِ ِه‬ َ ِ‫فَيَ ْرم‬

perbuatan dosa
- Syariat juga - Hadis jenis binatang
memerintahkan untuk yang boleh dibunuh:
menjaga kelestarian satwa ُ‫ أ َ َّنه‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ع ِن النَّبِ ِى‬ َ
ْ ْ ْ ُ
‫س ف َواسِق يُقت َلنَ فِى الحِ ِل‬ َ ٌ ‫قَا َل « َخ ْم‬
َ ‫َو ْال َح َر ِم ْال َحيَّةُ َو ْالغُ َرابُ األ َ ْبقَ ُع َو ْالف‬
ُ ‫َارة‬
ُ ُ‫» َو ْالك َْلبُ ْالعَق‬
‫ور‬

- Hadis tentang seseorang


yang dimasukkan ke dalam
surga karena memberi
minum anjing.
- Hadis seorang wanita
yang masuk neraka karena
‫‪mengikat kucing hingga‬‬
‫‪mati karena lapar.‬‬
‫ستْ َها َحتَّى‬ ‫ت ا ْم َرأَة ٌ فِي ه َِّرةٍ َحبَ َ‬ ‫ع ُِذبَ ِ‬
‫َ‬
‫ار‪ -‬قا َل‬ ‫َّ‬ ‫تْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫َمات َتْ ُجوعًا فدَ َخل فِي َها الن َ‬
‫ط َع ْمتِ َها‪َ ،‬والَ‬ ‫ت أَ ْ‬ ‫َّللاُ أ َ ْعلَ ُم ‪ -‬الَ أ َ ْن ِ‬‫فَقَا َل َو َّ‬
‫ت‬ ‫َ‬
‫سقَ ْيتِ َها حِ ينَ َحبَ ْستِي َها‪َ ،‬والَ أ ْن ِ‬ ‫َ‬
‫ض‬ ‫ْ ِ‬ ‫ر‬ ‫َ‬ ‫أل‬ ‫ا‬ ‫َاش‬ ‫ِ‬ ‫ش‬ ‫خ‬
‫َ‬ ‫ن‬ ‫ْ‬ ‫مِ‬ ‫تْ‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ك‬‫َ‬ ‫َ‬ ‫أ‬‫َ‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ِي‬ ‫ت‬‫ل‬‫ْ‬
‫أَ ْ َ َ‬‫س‬ ‫ر‬

‫‪- Hadis-hadis tentang cara‬‬


‫‪menyembelih yang benar‬‬
‫‪dan baik‬‬
‫‪- Hadis laknat bagi orang‬‬
‫‪yang mengukir tato pada‬‬
‫‪wajah keledai‬‬
‫ى ‪-‬صلى هللا عليه وسلم‪َ -‬م َّر‬ ‫أ َ َّن النَّبِ َّ‬
‫علَ ْي ِه حِ َم ٌ‬
‫ار قَ ْد ُوس َِم فِى َوجْ ِه ِه فَقَالَ‪:‬‬ ‫َ‬
‫َّللاُ الَّذِى َو َ‬
‫س َمه ُ‬ ‫لَ َعنَ َّ‬

‫‪- Hadis melestarikan satwa:‬‬


‫َّللاِ ‪-‬صلى هللا عليه وسلم‪-‬‬ ‫سو ُل َّ‬ ‫قَا َل َر ُ‬
‫ب أ ُ َّمةٌ مِ نَ األ ُ َم ِم‬
‫ِ َ‬ ‫َ‬ ‫ال‬ ‫ك‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫ن‬‫َّ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫« لَ ْوالَ‬
‫أل َ َم ْرتُ بِقَتْ ِل َها فَا ْقتُلُوا مِ ْن َها‬

‫» األَس َْودَ ْالبَ ِه َ‬


‫يم‬
‫‪Fenomena‬‬ ‫‪-‬‬ ‫‪Fikih islam melarang - QS. Saba: 15-17‬‬
‫‪penggundulan‬‬ ‫‪hutan praktek ini karena berakibat - Hadis larangan menebang‬‬
‫‪dan sumber daya alam pada kerusakan dan bencana pohon yang mengganggu‬‬
‫‪nabati‬‬ ‫‪yang mengancam makhluk kepentingan orang lain:‬‬
‫‪hidup‬‬ ‫َّللاِ ‪-‬صلى هللا عليه وسلم‪-‬‬ ‫سو ُل َّ‬ ‫قَا َل َر ُ‬
‫سهُ فِى‬ ‫ْ‬ ‫ب َّ‬
‫َّللاُ َرأ َ‬ ‫« َم ْن قَط َع ِسد َْرة َ‬
‫ص َّو َ‬ ‫ً‬ ‫َ‬
‫ع ْن َم ْعنَى َهذَا‬ ‫سئِ َل أَبُو دَ ُاودَ َ‬ ‫ار »‪ُ .‬‬ ‫النَّ ِ‬
‫ص ٌر‬ ‫ْ‬
‫ث فَقَا َل َهذَا ال َحد ُ‬
‫ِيث ُم ْخت َ َ‬ ‫ْال َحدِي ِ‬
‫ط َع ِسد َْرة ً فِى فَالَةٍ يَ ْستَظِ ُّل‬ ‫يَ ْعنِى َم ْن قَ َ‬
‫ظ ْل ًما‬ ‫س ِبي ِل َو ْالبَ َهائِ ُم َعبَثًا َو ُ‬ ‫ِب َها ا ْبنُ ال َّ‬
‫ب َّ‬
‫َّللاُ‬ ‫ق يَ ُكونُ لَهُ فِي َها َ‬
‫ص َّو َ‬ ‫بِغَي ِْر َح ٍ‬
‫ار‬‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ن‬‫ال‬ ‫ِى‬ ‫َرأْ َ‬
‫سه ُ ف‬
- Kaedah-kaedah fiqhiyyah
tentang larangan berbuat
kemudharatan.

Pemanfaatan dan - Islam memberikan izin - QS. Iberahim: 32


Pelestarian sumber pemanfaatan sumber daya - QS. An-Nazi’at: 30-33
daya kelautan. kelautan dengan tetap menjaga
kelestariannya

PENUTUP

Dari paparan di atas, dapat penulis simpulkan beberapa hal: Pertama, Konsep Fikih
lingkungan pada hakikatnya adalah konsep aturan-aturan yang dirumuskan oleh Islam
dalam rangka mengatur pemanfaatan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan sesuai
dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis.

Kedua, hubungan manusia sebagai khalifah di muka bumi terhadap lingkungan


hidupnya harus berdasarkan atas asas pemanfaatan yang benar dan menghindarkan
kerusakan.

Ketiga, kesadaran akan tata kelola lingkungan hidup sebagaimana yang sudah
digariskan oleh fikih Islam perlu ditanamkan kepada setiap pribadi muslim, dan menjadi
tanggung jawab bersama, lebih-lebih pemerintah sebagai pemegang regulasi dalam rangka
menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan mengantisipasi dampak kerusakan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Makalah disampaikan pada Orientasi Guru Mata Pelajaran Fikih Pada MA. Tahun 2012
di Banjarmasin tanggal 25 September 2012.

[2] Dosen Fikih dan Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah pada fakultas Tarbiyah IAIN Antasari
Banjarmasin, Alumni S1 Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhar dan S2 Universitas Emir
Abdel Kader Constantine Al-Jazair konsentrasi Fikih Ushul Fikih.

[3] Muhammad Thahir bin Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunisia: As-Sadad At-
Tunisiah Lin-Nasyr, 1984) Juz 8 hlm. 174.

[4] Sukarni, Fikih Lingkungan Hidup (Banjarmasin: Antasari Press, 2011) hlm. 45

[5] Ahmad Syafi’i SJ.”Fiqih Lingkungan; Revitalisasi Ushul Al-Fiqh Untuk Konservasi
Dan Restorasi Kosmos”, Paper disampaikan pada 9th Annual Conference of Islamic
Studies, Surakarta 2 – 5 November 2009.

[6] Muhammad bin Ya’qub al-Fayrus Abadi, Al-Qamus Al-Muhith, (Beirut: Muassasah
Ar-Risalah, 2005) cet. VIII hlm. 1250

[7] Jamaluddin Abdurrahim bin Hasan Al-Asnawi, Nihayatu As-Sul Fi Syarhi Minhaji Al-
Wushul `ila ‘Ilmi Al-Ushul, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999) cet. 1 juz 1 hlm. 16

[8] Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

[9] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughirah Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Hadits
2370, (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987)Juz 5, hlm. 63

[10] Ibid, Hadis 2320 (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987) Juz 3, hlm. 135

[11] Abu Daud Sulaimanbin Al-Asy'ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar Al-
Kitab Al-‘Arabi, t.t.) Juz 1, hlm. 11.

[12] Ibid, Hadis 2363 (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987) Juz 3, hlm 146

[13] Yusuf Al-Qardhawi, Ri’ayatu Al-Bi`ah fi As-Syari’ah Al-Islamiyah, (Kairo: Dar Al-
Syuruq, 2001) hlm. 39

[14] Ibid, hlm 44


[15] Lihat shahih bukhari, hadis no. 2493

[16] Yusuf Al-Qardhawi, op.cit, hlm 40-42

[17] Tabel ini dibuat, hanya untuk memberikan gambaran konsep kepedulian fikih terhadap
lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai