Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Kimia Lingkungan
Dosen Pengampu:
Dr. Yulia Sukmawardani, M.Si
Imelda Helsy, M.Pd.
Disusun Oleh:
Pendidikan Kimia Semester V
Ahmad Maulana 1162080006
Dudi Fatul Jawad 1162080021
PENDAHULUAN
Secara eksplisit, Al-Qur’an menyatakan bahwa segala jenis kerusakan yang terjadi
di permukaan bumi ini merupakan akibat dari ulah tangan yang dilakukan oleh manusia
dalam berinteraksi terhadap lingkungan hidupnya, “Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)” (QS. Ar-Rum [30]: 41). Ayat ini, sejatinya menjadi bahan introspeksi manusia
sebagai makhluk yang diberikan oleh Allah mandat mengelola lingkungan bagaimana tata
kelola lingkungan hidup yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi kerusakan alam
semesta ini.
Mengamini ayat di atas, Al-Qur’an sudah dengan tegas melarang manusia untuk
melakukan kerusakan dalam bentuk apapun di muka bumi ini, “Dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-
A’raf [7]: 56). Mengenai ayat ini, Thahir bin ‘Asyur dalam tafsir beliau yang monumental,
At-Tahrir wa At-Tanwir menyatakan bahwa melakukan kerusakan pada satu bagian dari
lingkungan hidup semakna dengan merusak lingkungan hidup secara keseluruhan [3].
Dalam ayat lain, dijelaskan bahwa melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup merupakan sifat orang-orang munafik dan pelaku kejahatan,
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan” (QS. Al-Baqarah [2]: 205)
Dalam konteks ini, maka perumusan fikih lingkungan hidup menjadi penting
dalam rangka memberikan pencerahan dan paradigma baru bahwa fikih tidak hanya
berpusat pada masalah-masalah ibadah dan ritual saja, tetapi bahasan fikih sebenarnya juga
meliputi tata aturan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama terhadap berbagai realita
sosial kehidupan yang tengah berkembang [4].
Singkatnya, upaya untuk mengatasi krisis lingkungan hidup yang kini sedang
melanda dunia bukanlah melulu persoalan teknis, ekonomis, politik, hukum, dan sosial-
budaya semata. Melainkan diperlukan upaya penyelesaian dari berbagai perspektif,
termasuk salah satunya adalah perspektif fiqh. Mengingat, fiqh pada dasarnya merupakan
"jembatan penghubung" antara etika (prilaku manusia) dan norma-norma hukum untuk
keselamatan alam semesta (kosmos) ini [5].
Dalam bahasa arab fikih lingkungan hidup dipopulerkan dengan istilah fiqhul
bi`ah, yang terdiri dari dua kata (kalimat majemuk; mudhaf dan mudhaf ilaih), yaitu kata
fiqh dan al-bi`ah.
Secara bahasa “Fiqh” berasal dari kata Faqiha-Yafqahu-Fiqhan yang berarti al-
‘ilmu bis-syai`i (pengetahuan terhadap sesuatu) al-fahmu (pemahaman) [6]. Sedangkan
secara istilah, fikih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat
praktis yang diambil dari dalil-dalil tafshili (terperinci) [7].
Adapun kata “Al-Bi`ah” dapat diartikan dengan lingkungan hidup, yaitu: Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. [8].
Dari sini, dapat kita berikan pengertian bahwa fikih lingkungan adalah ketentuan-
ketentuan Islam yang bersumber dari dalil-dalil yang terperinci tentang prilaku manusia
terhadap lingkungan hidupnya dalam rangka mewujudkan kemashlahatan dan menjauhkan
kerusakan.
Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dengan sesama makhluk (termasuk lingkungan
hidupnya) sebenarnya telah memiliki landasan normatif baik secara implisit maupun
ekplisit tentang pengelolaan lingkungan ini.
Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan
Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar
(dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS. Ibrahim
[14]: 32-33)
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-An’am [6]: 165)
5. Kerusakan yang terjadi di muka bumi oleh karena ulah tangan manusia
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (QS. As-Syuura [42]: 30)
Selaras dengan ayat-ayat di atas, Rasulullah saw melalui hadis-hadis beliau juga
telah menanamkan nilai-nilai implementatif pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup ini, antara lain:
1. Penetapan Daerah Konservasi
]9[.َ الربَذَة
َّ ف َو ُ َوأ َ َّن، ي صلى هللا عليه وسلم َح َمى النَّقِي َع
َ ع َم َر َح َمى الس ََّر َّ ِأ َ َّن النَّب
ٌ س
،ان َ ُ أ َ ْو يَ ْز َرعُ زَ ْرعًا فَيَأ ْ ُك ُل مِ ْنه،سا
َ أ َ ْو ِإ ْن،طي ٌْر ُ َما مِ ْن ُم ْسل ٍِم يَ ْغ ِر:َّللاِ صلى هللا عليه وسلم
ً س غ َْر ُ قَا َل َر
َّ سو ُل
ٌ صدَقَة
َ أ َ ْو بَ ِهي َمةٌ إِالَّ َكانَ لَهُ بِ ِه
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon atau
sebuat tanaman, kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan ia
akan mendapat pahala sedekah”.
]11[الظ ِل
ِ ق َو َّ ع ِة
ِ الط ِري ِ َث ْالبَ َرازَ فِى ْال َم َو ِار ِد َوق
َ ار َ َ اتَّقُوا ْال َمالَعِنَ الثَّال:َّللاِ صلى هللا عليه وسلم ُ قَا َل َر
َّ سو ُل
“Abu Huruairah ra. meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: “Ketika seorang laki-
laki sedang dalam perjalanan, ia kehausan. Ia masuk ke dalam sebuah sumur itu, lalu
minum di sana. Kemudian ia keluar. Tiba-tiba ia mendapati seekor anjingdi luar sumur
yang sedang menjulurkan lidahnya dan menjilat-jilat tanah lembab karena kehausan. Orang
itu berkata, ‘Anjing ini telah merasakan apa yang baru saja saya rasakan.’ Kemudian ia
kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatunya dengan air lalu membawanya naik
dengan menggigit sepatu itu. Sesampainya di atas ia minumi anjing tersebut. Karena
perbuatannya tadi Allah berterimakasih kepadanya dan mengampuni dosanya.” Para
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kalau kami mengasihi binatang kami
mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, “Berbuat baik kepada setiap makhluk pasti
mendapatkan pahala.”
Tentunya, masih banyak ayat dan hadis seumpama di atas yang kesemuanya
memuat pesan akan pentingnya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup.
Dalam bukunya yang berjudul Ri’ayatul Bi’ah fi Syari’atil Islam, Dr. Yusuf Al-
Qardhawi menjelaskan bahwa fikih sangat concern terhadap isu-isu lingkungan hidup ini.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pembahasan-pembahasan yang terdapat dalam literatur
fikih klasik, seperti: pembahasan thaharah (kebersihan), ihya al-mawat (membuka lahan
tidur), al-musaqat dan al-muzara’ah (pemanfaatan lahan milik untuk orang lain), hukum-
hukum terkait dengan jual beli dan kepemilikan air, api dan garam, hak-hak binatang
peliharaan dan pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan lingkungan hidup
yang ada di sekitar manusia [13].
d) Kaedah: (Boleh melakukan mudharat yang lebih ringan untuk mengatasi mudharat
yang lebih besar)
f) Kaedah: (Apabila terjadi pertentangan dua hal yang membahayakan, maka boleh
melakukan yang lebih ringan bahayanya)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengemukan beberapa contoh konsep
fikih lingkungan dalam bentuk tabel berikut ini [17]
perbuatan dosa
- Syariat juga - Hadis jenis binatang
memerintahkan untuk yang boleh dibunuh:
menjaga kelestarian satwa ُ أ َ َّنه-صلى هللا عليه وسلم- ع ِن النَّبِ ِى َ
ْ ْ ْ ُ
س ف َواسِق يُقت َلنَ فِى الحِ ِل َ ٌ قَا َل « َخ ْم
َ َو ْال َح َر ِم ْال َحيَّةُ َو ْالغُ َرابُ األ َ ْبقَ ُع َو ْالف
ُ َارة
ُ ُ» َو ْالك َْلبُ ْالعَق
ور
PENUTUP
Dari paparan di atas, dapat penulis simpulkan beberapa hal: Pertama, Konsep Fikih
lingkungan pada hakikatnya adalah konsep aturan-aturan yang dirumuskan oleh Islam
dalam rangka mengatur pemanfaatan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan sesuai
dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis.
Ketiga, kesadaran akan tata kelola lingkungan hidup sebagaimana yang sudah
digariskan oleh fikih Islam perlu ditanamkan kepada setiap pribadi muslim, dan menjadi
tanggung jawab bersama, lebih-lebih pemerintah sebagai pemegang regulasi dalam rangka
menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan mengantisipasi dampak kerusakan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Makalah disampaikan pada Orientasi Guru Mata Pelajaran Fikih Pada MA. Tahun 2012
di Banjarmasin tanggal 25 September 2012.
[2] Dosen Fikih dan Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah pada fakultas Tarbiyah IAIN Antasari
Banjarmasin, Alumni S1 Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhar dan S2 Universitas Emir
Abdel Kader Constantine Al-Jazair konsentrasi Fikih Ushul Fikih.
[3] Muhammad Thahir bin Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunisia: As-Sadad At-
Tunisiah Lin-Nasyr, 1984) Juz 8 hlm. 174.
[4] Sukarni, Fikih Lingkungan Hidup (Banjarmasin: Antasari Press, 2011) hlm. 45
[5] Ahmad Syafi’i SJ.”Fiqih Lingkungan; Revitalisasi Ushul Al-Fiqh Untuk Konservasi
Dan Restorasi Kosmos”, Paper disampaikan pada 9th Annual Conference of Islamic
Studies, Surakarta 2 – 5 November 2009.
[6] Muhammad bin Ya’qub al-Fayrus Abadi, Al-Qamus Al-Muhith, (Beirut: Muassasah
Ar-Risalah, 2005) cet. VIII hlm. 1250
[7] Jamaluddin Abdurrahim bin Hasan Al-Asnawi, Nihayatu As-Sul Fi Syarhi Minhaji Al-
Wushul `ila ‘Ilmi Al-Ushul, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999) cet. 1 juz 1 hlm. 16
[8] Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
[9] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughirah Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Hadits
2370, (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987)Juz 5, hlm. 63
[10] Ibid, Hadis 2320 (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987) Juz 3, hlm. 135
[11] Abu Daud Sulaimanbin Al-Asy'ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar Al-
Kitab Al-‘Arabi, t.t.) Juz 1, hlm. 11.
[12] Ibid, Hadis 2363 (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987) Juz 3, hlm 146
[13] Yusuf Al-Qardhawi, Ri’ayatu Al-Bi`ah fi As-Syari’ah Al-Islamiyah, (Kairo: Dar Al-
Syuruq, 2001) hlm. 39
[17] Tabel ini dibuat, hanya untuk memberikan gambaran konsep kepedulian fikih terhadap
lingkungan hidup.