Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“LINGKUNGAN HIDUP”

AL QURAN HADIST

Disusun Oleh :

Ali Rahmi Rafsanjani ( XII MIPA 3 )

Perdi Hermawan ( XII MIPA 3 )


Jl Raya Sukajadi Barat Blok Situ Sadang Kec. Cibaliung Pandeglang-Banten 42285
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Lingkungan Hidup”
dengan baik.

Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas remedial mata pelajaran
Al Quran HAdist. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
khususnya pemegang mapel Al Quran Hadist demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit kesulitan yang kami temui. Namun berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Cibaliung, 15 Desember 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam semesta merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah SWT
menyuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan harus terus ber-syukur kepadanya.
Akan tetapi pada kenyataannya lain, malahan terjadi kerusakan disana-sini akibat perbuatan
orang-orang munafiq.

Rasulullah SAW menyuruh untuk menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah
ditebang dan dirusak. Rasulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan yang
terpuji.

Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam dunia ini akan rusak disebabkan oleh tangan
orang-orang yang munafiq. Mereka sangat serakah dalam mengeksploitasi kekayaan alam,
mereka tidak mempedulikan tentang akibatnya. Sekarang sudah banyak kerusakan didarat,
dilaut, dan diudara. Akibatnya banyak bencana yang terjadi sana-sini, seperti banjir, gempa,
gunung meletus, angin putting beliung, dan ada lagi yang sangat mengkhawatirkan yaitu isu akan
terjadinya pemanasan global.

Sekarang hutan banyak yang rusak karena banyaknya penebang liar dan tidak adanya lagi
penghijauan kembali. Dalam hal ini Rasulullah SAW sangat tidak menyukai, malahan Rasulullah
SAW melarang dengan haditsnya yang diriwayatkan oleh beberapa sahabatnya. Untuk itu
didalam pembahasan yang sedikit ini saya akan mencoba menjelaskan apa yang telah
disampaikan oleh hadits Rasulullah SAW

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisinya pada saat ini?
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an yang berkaitan dengan upaya menjaga kelestarian
lingkungan?
3. Bagaimana pandangan Hadits yang berkaitan dengan upaya menjaga kelestarian
lingkungan?

C. Tujuan masalah
1. Mengetahui bagaimana kondisi lingkungan saat ini
2. Mengetahui betapa pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan
3. Mengetahui bagaimana cara menjaga lingkungan seperti yang terdapat pada al-qur’an dan hadits
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Lingkungan Pada Masa Ini

Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena menyangkut berbagai
sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti dengan munculnya isu- isu
kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar. Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan
ozon yang menipis, kenaiakan suhu udara, mencairnya es di kutub, dll.

Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagian besar adalah hasil perbuatan
manusia. Karena manusia lah yang di beri tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Manusia
mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memilikinya.
Kebudayaan manusia makin lama makin maju sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan kemajuan tersebut, perkembangan persenjataan dan
alat perusak lingkungan makin maju pula. Kerusakan lingkungan diperparah lagi dengan
banyaknya kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran udara atau
polusi.

Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia dan kehidupan


sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik sering kali dibuang seenaknya ke sungai yang akhirnya
bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang membawa minyak sering mengalami
kebocoran, sehinggga minyaknya tumpah ke laut. Akibatnya, air sungai dan laut beracun yang
menyebabkan mati atau tercemarnya ikan dengan zat beracun.

Padahal seharusnya manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dengan akal, seharusnya
mampu berbuat apapun asalkan tetap memegang amanah dan tanggung jawab dalam mengolah
bumi. Seharusnya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur’an dalam hal mengolah
lingkungan. Supaya kita dapat lebih bijak dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya dengan
sendirinya akan lahirlah prinsip pembangunan berkelanjutan atau pembangunan berwawasan
lingkungan.
B. Pandangan Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Pelestarian Lingkungan

Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum ayat-ayat yang
membahas mengenai lingkungan, seperti perintah untuk menjaga lingkungan, larangan untuk
merusaknya, dll.

1. Surat Ar Rum [30] ayat 41-42 tentang Larangan Membuat Kerusakan di Muka Bumi

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang
yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)

Isi kandungan ayat

Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai khalifah dimuka
bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan
memelihara alam semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan
kesejahteraan semua makhluk-Nya, khususnya manusia. Keserakahan dan perlakuan buruk
sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor,
banjir, kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah
buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali
tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam
haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu
dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT
melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi

Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bisa
dilakukan, misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang rusak perlu ditingkatkan
lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan
disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan
dan makin ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.

2. Surah Al A’raf [7] Ayat 56-58 tentang Peduli Lingkungan

Artinya : “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahma
Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah
yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan
itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah
mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya
tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh
merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang
bersyukur.” (QS Al A’raf : 56-58)
Isi kandungan ayat
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah
dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai,
lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan Hanya saja ada
sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang
berupa materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta
perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut sering kali mereka
menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru
merekalah yang berbuat kerusakan di muka bumi

Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia telah
menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini mencakup semua
bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu penghidupan dan sumber-sumber
penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas : 4).

Allah menegasakan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada hamba-Nya
ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat-Nya. Angin yang membawa
awan tebal, dihalau ke negeri yang kering dan telah rusak tanamannya karena tidak ada air,
sumur yang menjadi kering karena tidak ada hujan, dan kepada penduduk yang menderita lapar
dan haus. Lalu Dia menurunkan hujan yang lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati
tersebut menjadi subur kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, Dia telah menghidupkan
penduduk tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-tanaman yang berlimpah ruah.

C. Pandangan Hadits yang Berkaitan denganTentang Kelestarian Alam

Kita sebagai mahluk penghuni bumi saatini, pada dasarnya meminjam bumi ini kepada generasi
sesudah kita. Oleh karenanya menjadi kewajiban kita untuk tetap menjaga dan melestarikannya, sehingga
pada saatnya kita kembalikan dealam keadaan tetap utuh atau lebih baik. Islam sangat memperhatikan
hal tersebut sebagaimana tercermin dalam beberapa hadis berikut:
1. Hadits pertama

)‫م َم ْن َأْح يى َأْر ًضا َم ِّيَتًة َفِهَي َلُه (رواه الترميذى‬.‫قال رسول هللا ص‬

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa menghidupkan bumi yang mati maka (bumi)
itu menjadi miliknya." (HR. Tirmidzi)

Isi kandungan Hadits

Bumi yang mati pada hadis tersebut mempunyai beberapa makna. Yaitu bumi yang kering, tidak
berair sehingga gersang tidak menumbuhkan tanaman. Dan bisa juga diartikan bumi yang tidak terawat
sehingga tidak memberi manfaat/ tidak produktif dan tidak bertuan.

Rasulullah SAW menyatakan barang siapa yang mampu menghidupkan bumi yang mati itu maka
bumi tadi menjadi miliknya. Dapat dipahami bahwa, barang siapa mampu menjadikan tanah gersang tadi
menjadi produktif dan menghasilkan manfaat, maka ia berhak mendapatkan bumi tadi, dan itu akan
menjadi miliknya.

Perlu dipahami, bahwa tanah dan bumi pada zaman Rasulullah SAW sangat luas dan lebih luas
daripada jumlah penduduk pada saat itu. Sehingga sangat dimungkinkan banyak tanah yang tidak terawat
tentunya tanah tersebut bukan hak milik siapa-siapa, sehingga Rasulullah SAW menyatakan orang yang
merawatnya berhak menjadikan tanah tadi menjadi hak miliknya.

Hal tersebut merupakan penghargaan bagi siapa yang peduli terhadap kelestarian lingkungan
alam. Seseorang yang menghidupkan bumi akan mendapatkan dua keuntungan yaitu mendapatkan hasil
dari tanah yang diolah dan juga memperkecil terjadinya erosi atau pengikisan tanah yang dampaknya
pasti akan bisa dirasakan oleh semua penduduk.

2. Hadis kedua

)‫ َم ْن َح َفَر ِبْئًرا َفَلُه َأْر َبُعْو َن ِذَر اًعا َع َطًنا ِلَم اِشَيِتِه (رواه ابن ماجه‬:‫م‬.‫قال رسول هللا ص‬

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa menggali sumur maka ia berhak 40 hasta
sebagai kandang ternaknya." (HR. Ibnu Majah)

Isi Kandungan Hadits


Pada hadis tersebut, Rasulullah SAW menjanjikan hadiah khusus bagi siapa saja yang
berupaya dan mengusahakan adanya air dengan menggali sumur, maka ia berhak atas sebidang
tanah. Karena sumur merupakan sumber air dan kehidupan manusia.

Penggalian sumur berarti dibuka sumber kehidupan bagi seluruh makhluk yang bernyawa
termasuk juga hewan. Maka Rasulullah SAW memberi penghargaan bagi siapa yang peduli
terhadap pengadaan air ini dengan diberikannya hak atas tanah disekitar sumur tersebut seluar 40
hasta atau seluas kurang lebih 1.258 m2.

Memahami hadis tersebut, perlu mengetahui konteks tempat dan zamannyya, dan
keadaan saat beliau bersabda. Di jazirah Arab dan sekitarnya pada umumnya merupakan
kawasan gersang dan tandus, tidak banyak kehidupan.

Adanya air merupakan harapan kehidupan baru. Kita ingat kisah Nabi Ismail dan Hajar,
ketika sebelum ada zam-zam, maka wilayah disekitarnya adalah tandus, tak berpenghuni. Namun
setelah adanya karunia Allah (zam-zam), maka beransur-ansur manusia mulai berdatangan dan
menetap di sana.Al hasil sekarang menjadi kota besar yang padat penghuninya (Makkah Al
Mukarramah). Oleh karenanya siapapun yang berhasil membuat sumur, maka ia telah berjasa
besar bagi kehidupan dan berarti ia berjasa kepada kelestarian alam. Kata “sebagai kandang
ternaknya” dalam hadis tersebut, memberikan motivasi kepada orang-orang yang memang pada
saat itu banyak yang bermata pencaharian sebagai peternak, maka hadiah sebidang tanah untuk
kandang ternak di dekat sumber air merupakan sesuatu yang menggermbirakan.

Kalimat tersebut juga menjelaskan akan pentingnya menjaga kelestarian alam hewani,
dengan membuat kandang di dekat sumur merupakan bukti kepedulian Islam untuk menjaga dan
melestarikan hewan ternak.

Oleh sebab itu, menjaga kelangsungan hidup hewani berarti juga menjaga kelangsungan
hidup manusia itu sendiri karena salah satu sumber makanan manusia juga diperoleh dari hewani
selain berasal dari nabati.

Pada kedua hadis tersebut, kita dapat menangkap makna, seakan Rasulullah membuat sayembara
terbuka, agar manusia termotivasi untuk memulai adanya kehidupan baru melalui pembukaan
lahan baru dan penggalian sumur.

3. Hadis ketiga

)‫م َع ْن ِإْخ َص اِء اْلَخْيِل َو اْلَبَهاِئِم (رواه أحمد‬.‫َنَهى َر ُسْو ُل هللا ص‬


Artinya: "Rasulullah SAW melarang mengebiri kuda dan binatang-binatang". (HR. Ahmad)

Isi Kandungan Hadits


Hadis ini, menjelaskan tentang menjaga kelestarian hidup binatang dengan larangan
mengebirinya. Mengebiri binatang adalah merekayasa sedemikian rupa terhadap mahluk hidup
agar tidak dapat bereproduksi. Ada pengebirian binatang yang dilakukan dengan membuang
sebagian organ reproduksinya ada juga yang tetap mengupayakan mengupayakan agar organ
repruduksinya tetap utuh namun sedah tida berfungsi.

Pada zaman dulu pengebirian binatang dilakukan dengan tujuan agar binatang yang
dikebiri dapat tumbuh dengan cepat dan gemuk, serta agar lebih kuat fisiknya, karena makanan
yang dikonsumsi tidak disalurkan untuk reproduksi.

Islam melarang pengebirian semacam ini karena hal tertsebut menjadi salah satu sebab
punahnya generasi bitang yang dikebiri (tidak lestari) dan berarti pula telah merampas naluri
dasar suatu binatang, yaitu melestarikan generasinya.

4. Hadis keempat

)‫م َنَهى َص ْيِر الُّر ْو ِح َو َع ْن ِإْخ َص اِء اْلَبَهاِئِم َنْهًيا َش ِد ْيًدا (رواه البزار‬.‫َأَّن الَّنِبَّي ص‬

Artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang (seseorang) mengurung setiap yang


bernyawa dan mengebiri binatang-binatang dengan larangan yang keras." (HR. Al-Bazzar)

Isi Kandungan Hadits

Pada hadis ini, selain melarang mengebiri binatang, Islam juga peduli akan hal
kebebasan binatang dengan melarang mengurungnya, sehingga mereka terlepas dari habitatnya.
Larangan mengurung binatang, karena hal tersebut bisa mengakibatkan binatang terampas
kebebasannya, tidak mendapatkan makanan yang ia kehendaki, dan bisa merampas hak
reproduksinya yang ujung-ujungnya bisa menjadi sebab kepunahannya.

Banyak manusia yang tidak memikirkan bahwa hewan pun bisa stres atau mengalami
tekanan batin seperti halnya manusia karena terkurung dalam kandangnya. Apalagi dikurung
hanya satu ekor tanpa pasangannya. Sebagaimana manusia hewan pun punya naluri untuk hidup
berpasangan.

Beberapa pendapat muncul tentang hukum mengurung binatang menurut prespektif fiqh
dengan berbagai syarat dan tingkatan. Karena memang tidak dapat dipungkiri. Pada kondisi
tertentu apabila suatu binatang dibiarkan bebas di alam, justru akan terancam kelestariannya,
sehingga diambil langkah untuk ditangkarkan dan dikembang biakkan dan pada saatnya akan
dilepaskan ke alam bebas.

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, manusia beternak binatang tidak sebagaimana
dilakukan pada jaman dulu. Dulu orang beternak hanhya beberapa jumlahnya, sedangkan
sekarang seorang peternak memiliki ternak dengan jumlah yang besar, ribuan (tidak seperti
dulu),untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia, seperti kebutuhan daging, telur, dan lain-
lain. yang tidak dapat dipenuhi dengan beternak cara konvensional, dilepas dialam bebas, dengan
jumlah yang terbatas. Melainkan dengan cara modern dan jumlah yang banyak, sehingga harus
dikandangkan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya itu semua menjadi alasan mengapa Alloh
menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an tentang pentingnya lingkungan hidup dan cara-
cara Islami dalam mengelola dunia ini. Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran
Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Allah SWT
untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.

Adanya bencana lebih karena manusia melakukan ekspliotasi berdasarkan kemauan hawa
nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan bencana
yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan
memandang baik perbuatannya yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Qur’an
disebutkan sebagai manusia yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :

“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka
siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka
seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)

Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada
kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak
memepertimbangkan daya dukung lingkungan, pemborosan, menguras sesuatu yang tidak
penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan gaya hidup dan
seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu mengelola bumi tanpa landasan dan
petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat
adalah fitrah di mana bumi hanya dapat diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu
menyalahi fitrah, maka akibatnya dapat terjadi kefatalan. Tanpa standar nilai-nilai syariat
tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu.
B. Saran

mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali
tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam
haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu
dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT
melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.

Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita dalam mengolah
lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia menjadi lebih bijak dalam
mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan apabila dalam kegiatan pengolahan
lingkungan akan tumbuh pemahaman pembangunan berwawasan lingkungan maupun spirit
pembangunan berkelanjutan.

Hal diatas bukan tidak mungkin akan terealisasikan. Asalkan manusia mau kembali
kepada ajaran agama yang utuh dan dapat memahaminya. Sehingga nantinya akan tumbuh
kesadaran umat manusia dalam mengelola lingkungannnya. Sangat jelas dalam Al-Qur’an
terdapat begitu banyaknya ayat-ayat yang membahas prosedur pengolahan alam yang bijak,
perintah untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi,dll
DAFTAR PUSTAKA

Kumpulansebuahskripsi.blogspot.co.id
Agsal20.blogspot.co.id
Gudangmakalah.blogspot.co.id
intinebelajar.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai