Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH QUR’AN HADITS

Tujuan dan Fungsi Al-Qur’an

Anggota Kelompok:

Akhtar Gaisan Purnawan

Fatma Fitria

Ithfa Riskhal Ilmi

Muhammad Daffa Aulya

Guru Pembimbing:

Syekh Fakhruddin

MAN IC PADANG PARIAMAN : X-I

2022
Kata Penganta

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Tujuan dan
Fungsi Al-Qur’an.”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Tujuan dan Fungsi Al-Qur’an” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Wassalam,

Padang Pariaman, November 2022

Kelompok 4, Kelas X-1


BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Allah menurunkan berbagai jenis kitab, sesuai dengan tempat dan waktu yang telah
ditentukan. Serta Allah juga menurunkan kitab kepada orang orang yang telah ditentukan.
Masing masing kitab memliki fungsi an tjuan masing-masing. Penting bagi kita untuk
mengetahui apa tujuan dan fungsi dari kitab yang diturunkan oleh Allah SWT pada
zaman kita ini. Yakninya Al-qur’an
Alqur’an adalah kitab yang menjadi petunjuk bagi umat manusia, alqur’an memberikan
gambaran kepada kita baik tentang kehidupan di dunia maupun di akhirat Alqur’an telah
mencakup segalanya karena, alqur’an merupakan kitab penyempurna.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa tugas yang diamanatkan oleh Allah swt. Kepada manusia di muka bumi?
 Apa penyelewengan perintah Allah yang banyak dilakukan manusia di masa kini?
 Apa penyebab manusia menimbulkan masalah tersebut?
 Apa solusi dari masalah-masalah tersebut?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk tugas akhir semester 1 kelompok kami.
Dari penulisan makalah ini kami berharap kami akan semakin sadar akan tugas kami
sebagai manusia di muka bumi, terutama sebagai hamba Allah dan khalifah di muka
bumi. Lalu, kami juga berharap kemampuan kami dalam menulis juga semakin baik.

Kami juga berharap agar Syekh F.K selaku guru kami berkenan untuk mengoreksi
kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan kami. Tujuan lainnya yang bisa masuk diakal untuk
mengisi makalah ini yang terasa singkat sekali ini adalah untuk menambah wawasan
kami, terutama untuk menambah wawasan kami akan pengetahuan dan pemahaman akan
Al-Qur’an dan Hadits.
BAB II

Pembahasan

2.1 Tugas Manusia di Bumi

Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi bukan tanpa sebab. Allah swt.
Menganugerahkan kepada manusia akal yang baik sehingga manusia dapat berpikir.
Dengan pikiran tersebut Allah swt. Menurunkan agama kepada manusia sebagai petunjuk
fundamental dalam kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya tentang cara memimpin
dan mengolah alam yang benar. Sesuai firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30,
yaitu:

Terjemahan:
“Ingatlah Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka (Malaikat) berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 30)

Karena kelebihan akal yang tidak dimiliki makhluk lain, maka Allah swt. Membebankan
kewajiban untuk mengurus bumi kepada manusia. Berarti, manusia

Kewajiban manusia untuk mengelola alam dan menjaga akan diminta


pertanggungjawabannya, sehingga manusia tidak berhak berlaku sewenang-wenang dalam
memimpin dan mengelola alam.

Islam sebagai agama dalam kehidupan sejatinya memiliki visi dan misi rahmah li al-Alamin
(kebaikan bagi semesta alam), dengan mewujudkan visi dan misi tersebutlah Allah
menugaskan kepada manusia sebagai khalifah di Bumi.

Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan menugaskan manusia untuk melakukan
imarah dimuka bumi dengan mengelola dan memeliharanya. Tugas kekhalifahan terhadap
alam (nature) meliputi:

1. Mengulturkan nature (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hidup manusia.
2. Mengulturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya manusia
harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan
hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
3. MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap
komitmen dengan nilainilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga berbudaya berarti
mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan
menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan
kebesaran Ilahi.

2.2. Penyelewengan Yang Dilakukan Manusia

2.2.1 Surah Ar-Rum Ayat 41-42 tentang Kerusakan Alam oleh Manusia

Setiap manusia mengemban tugas mulia dari Allah swt., yaitu sebagai khalifah di bumi.
Manusia diberi tugas untuk mengurus dan melestarikan alam. Manusia diperintahkan
mengambil manfaat dari alam, tetapi harus tetap menjaga kelestariannya.

Dalam ayat 41 Surah ar-Rum Allah swt. Berfirman yang artinya

(41) Telah kembali kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (42) Katakanlah: “Adakanlah
perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan
(Allah)” (Q.S. Ar-Rum: 41-42)

Menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut akibat ulah tangan manusia.
Kerusakan alam yang terjadi di muka bumi merupakan buah dari perbuatan manusia.
Manusia mengeksploitasi kekayaan alam tanpa memikirkan akibatnya. Hal ini dapat kita
temukan dari berbagai kasus, misalnya hutan yang gundul, pencemaran air, pencemaran
udara, dan matinya satwa-satwa di alam.

Hutan menjadi gundul karena keserakahan manusia. Manusia menebang pepohonan di


hutan tanpa mau menanamnya kembali. Demikian juga jika membuang sampah ke sungai
atau selokan dapat menyumbat air. Hutan yang gundul dan sungai yang tersumbat akan
menyebabkan banjir dan tanah longsor. Bencana banjir dan tanah longsor ini pasti
merugikan manusia, baik moril maupun materiil. Puluhan bahkan ratusan jiwa dapat
melayang karena bencana ini.

Kerusakan tidak hanya terjadi di darat. Akan tetapi, kerusakan juga di laut. Air laut yang
seharusnya bersih dapat berubah menjadi kotor karena limbah yang mencemarinya.
Akibatnya, ikan-ikan dan binatang lain yang sangat tergantung pada kelestarian air laut
menjadi terancam.

Dalam ayat 42 Surah ar-Rum Allah Swt. Memerintahkan kepada manusia agar
melakukan perjalanan di muka bumi. Perjalanan ini dimaksudkan untuk melihat akibat
yang menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan. Mereka menerima balasan yang
sesuai dengan perbuatannya. Kaum Nabi Nuh a.s. musnah diterpa bencana banjir karena
berbuat merusak. Kaum Nabi Luth a.s. dimusnahkan oleh Allah Swt. Karena melampaui
batas (perilaku tidak senonoh). Peristiwa yang menimpa umat-umat terdahulu tersebut
hendaknya dapat kita jadikan sebagai pelajaran. Jika kita melakukan perbuatan yang
melampaui batas, kita juga dapat menerima balasan sebagaimana yang menimpa umat
terdahulu.

Melestarikan lingkungan dapat dimulai dengan melakukan hal-hal yang sederhana.


Misalnya tidak membuang sampah sembarangan, menyiram bunga, merawat hewan
peliharaan, dan menanam pepohonan. Semua itu merupakan perbuatan yang mungkin
tidak sulit bagi kita, tetapi membawa dampak yang positif bagi alam.

Lingkungan yang terjaga mendatangkan manfaat bagi manusia. Manusia dapat


memperoleh kebutuhan hidupnya dari alam sekitar. Tidak berbuat kerusakan di muka
bumi juga dapat dilakukan dengan senantiasa menjalankan perintah Allah swt. Dan
menjauhi larangan-Nya. Dengan berpegang teguh terhadap syariat-Nya kita akan selamat
di dunia dan akhirat serta tidak akan mengalami nasib sebagaimana umat terdahulu yang
melampaui batas.

2.2.2 Surah Al-A’raf Ayat 56-58 tentang Larangan Berbuat Kerusakan

(56) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik. (57) Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita
gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan
hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam
buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-
mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya
tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya
hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)
bagi orang-orang yang bersyukur.

Surah al-A’raf ayat 56 berisi penjelasan bahwa Allah swt. Melarang manusia berbuat
kerusakan di muka bumi. Kerusakan yang dimaksud di sini tidak hanya yang berupa fisik
terhadap lingkungan. Akan tetapi, berbuat merusak secara moral, seperti bermaksiat,
melampaui batas, dan enggan beribadah. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat
menemukan kerusakan-kerusakan moral, misalnya dengan maraknya perampokan,
pembunuhan, mengundi nasib, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat yang
terlarang, dan berjudi.

Perbuatan merusak , baik secara fisik dengan tidak melestarikan lingkungan maupun
secara moral dengan berbuat maksiat, sama-sama berbahaya bagi kehidupan manusia.
Dengan demikian, kita dianjurkan untuk menjauhinya.

Akhir ayat ke-56 ini Allah Swt. Memerintahkan kepada manusia untuk berdoa kepada
Allah Swt. Agar dijauhkan dari perbuatan yang menimbulkan kerusakan. Berdoa kepada
Allah Swt. Dilakukan dengan penuh harap dan rasa takut. Penuh harap agar doa
dikabulkan dan rasa takut atas dosa serta ancaman-Nya.

Ayat 57 Surah al-A’raf menjelaskan sebuah proses alam, yaitu proses terjadinya hujan.
Allah swt. Meniupkan angin yang membawa kabar gembira. Angin tersebut mendahului
terjadinya hujan. Jika angin tersebut membawa awan mendung, Allah Sw t. menghalau
dan mengarahkannya ke daerah yang tandus dan gersang kemudian turunlah hujan. Air
hujan yang diturunkan oleh Allah Swt. Membawa rahmat. Air hujan membasahi tanah
yang semula gersang atau kering. Tanah yang telah basah menjadi subur sehingga kita
dapat menanam berbagai macam buah dan tanaman. Buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan
berguna bagi manusia dan hewan.

Ayat 58 Surah al-A’raf memberikan perumpamaan dengan tanah yang subur dan tandus.
Penyebutan tanah yang subur dan tanah yang tandus seperti dijelaskan pada ayat ini
menunjukkan adanya proses alami (sunatullah) yang terjadi di bumi ini. Di atas tanah
yang subur, biji yang ditanam akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang
bermanfaat bagi manusia. Di atas tanah yang tandus, meskipun sudah ditanam biji, tetapi
biji tersebut tidak tumbuh. Perumpamaan tanah yang subur dan tanah yang tidak subur
menggambarkan sifat dan tabiat manusia dalam menerima petunjuk Allah Swt. Ada
manusia yang dapat menerima petunjuk Allah Swt. Dan mengamalkannya untuk dirinya
sendiri dan masyarakat. Akan tetapi, ada juga manusia yang tidak mau menerima
kebenaran. Mereka ibarat tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan biji yang
ditanam. Mereka tidak mau menerima kebenaran dan tidak dapat memperoleh
manfaatnya sedikit pun.

2.2.3 Surah Sad Ayat 27 tentang Ancaman Orang yang Berbuat Merusak

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-
orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”.

Allah Swt. Pencipta alam semesta beserta isinya. Dia menciptakan langit, bumi, dan
segala sesuatu yang ada di dalamnya. Hanya Dia yang mampu menciptakan alam raya
ini. Dengan demikian, hanya Dia pula yang patut untuk disembah, dijadikan tempat kita
berlindung dan memohon pertolongan.

Dalam Surah Sad ayat 27 Allah Swt. Menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan
bumi dengan tidak sia-sia. Ada dua pendapat atau penafsiran terkait kalimat “Batila”.
Pendapat pertama menyatakan bahwa maksud dari sia-sia di sini adalah tidak ada manfaat
atau madaratnya. Pendapat kedua menafsirkan sia-sia sebagai tidak ada balasan terhadap
perbuatan manusia.

Dalam ayat 27 Surah Sad Allah swt. Menyatakan bahwa langit dan bumi yang diciptakan
oleh Allah swt. Bermanfaat bagi makhluk. Semua yang ada di antara langit dan bumi
tidak sia-sia. Allah Swt. Menciptakan segala sesuatu ada manfaatnya. Semua yang ada di
antara langit dan bumi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Misalnya udara,
tanah, air, api, batu, dan pepohonan, binatang, gunung, sungai, laut, gurun, dan alam
lainnya. Semua itu diciptakan dengan tidak sia-sia sebab dapat dijadikan sebagai ujian
bagi manusia. Dengan ujian tersebut, manusia akan menerima balasan sesuai dengan
amal perbuatannya.

2.3 Solusi Dari Peyelewengan Yang Dilakukan Manusia

Setiap manusia mengemban tugas mulia dari Allah swt., yaitu sebagai khalifah di
bumi. Manusia diberi tugas untuk mengurus dan melestarikan alam. Manusia diciptakan
hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Solusi yang tepat pada permasalahan manusia dimuka bumi seperti yang ada pada
poin sebelumya, yaitu:

1. Meningkatkan ketaqwaan diri kepada Allah.SWT

Sebagai manusia, Allah menciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah
SWT sekaligus untuk diuji kelak untuk menentukan nasib hidup manusia selanjutnya di
akhirat. Untuk bisa menjalankan tujuan tersebut tentu saja manusia wajib untuk memiliki
iman dan taqwa agar ia mampu juga mau menjalankan segala perintah Allah dengan
sebaik-baiknya. Jika tidak, maka manusia akan berlaku seenaknya di bumi.

Selain itu, sebelum kita memperbaiki keadaan orang lain Hendaklah kita
meningkatkan ketaqwaan kita sendiri terlebih dahulu. Ada beberapa cara meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah swt., diantaranya:

 Memperbaiki Shalat
Untuk bisa meningkatkan iman dan taqwa salah satu caranya adalah
dengan memperbaiki shalat. Shalat saja tidak cukup, melainkan
membutuhkan shalat khusuk dan berkualitas. Itulah shalat yang
mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.
Hal mengenai shalat juga disampaikan dalam ayat sebagai berikut,
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al Ankabut :
45)
Selain shalat wajib juga bisa melaksanakan shalat sunnnah seperti : Shalat
Taubat , Shalat Lailatul Qadar, Shalat Malam Sebelum Tidur , dsb.
 Mentadaburi Al-Qur’an
Darimana kita bisa meyakini dan memiliki ketaqwaan kepada Allah?
Tentu saja sumbernya adalah Al-Quran yang memberikan kita petunjuk.
Untuk itu dalam meningkat iman dan taqwa membaca sumbernya adalah
jalan yang tepat. Dengan membaca Al-Quran bukan berarti membaca
teksnya, melainkan mentadaburi isinya, dan menjadikannya Fungsi Al-
Quran dalam Kehidupan Sehari-hari serta Fungsi Al-quran Bagi Umat
Manusia.
Hal ini sebagaimana Allah sampaikan dalam Surat Yunus ayat 37,
“Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al
Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan
hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya,
(diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”.
 Berkumpul dengan Orang Shaleh
Salah satu Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa yaitu bercengkrama
dengan orang saleh. Orang shaleh memupuk iman, sedangkan bersamanya
maka kita akan termotivasi dan semangat menjalankan segala perintah-
perintah Allah. Manusia makhluk sosial, membutuhkan teman dan
pendampingan agar hidupnya berwarna dan terdapat dorongan yang
berasal dari luar.
Carilah orang-orang yang shaleh. Bentuklah interaksi bersamanya dan
biarkan kita bersosialisasi dan saling mengingatkan kebaikan dengan
mereka untuk membantu kita tetap dalam keimanan kepada Allah SWT.
 Menjalankan Perintah Allah Secara Konsisten
Menjalankan perintah Allah tentu akan memiliki dampak. Untuk itu,
merasakan manfaat dan kebermaknaan dari perintah Allah hanya akan
didapatkan ketika kita benar-benar menjalankannya. Misalnya saja, ibadah
puasa sebagai bentuk pelatihan diri. Kita tidak akan bisa merasakan
manfaat puasa terhadap kesehatan jika tidak melaksanakan amalan ibadah
puasa itu sendiri.

Semakin tinggi dan sering kita melaksanakan perintah Allah maka akan
semakin tinggi pula kita merasakan kebermaknaan akan nilai-nilai islam
dan kebermanfaatannya bagi diri kita.
 Melakukan Evaluasi Diri
Sebelum melakukan peningkatan biasanya maka diperlukan evaluasi
terlebih dahulu. Untuk bisa terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
tentu manusia juga harus melaksanakan evaluasi diri. Evaluasi ini adalah
untuk mengukur sejauh apa kita telah beriman dan melaksanakan perintah
Allah. Evaluasi harus dijalankan oleh diri sendiri bukan oleh orang lain.
Untuk itu, yang mengukurnya adalah diri kita sendiri, karena diri lah yang
lebih mengerti.
 Memperbanyak Syukur, Menjauhi Mengeluh
Memperbanyak syukur dan menjauhi mengeluh bisa juga meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kita. Syukur berarti kita selalu mencari nikmat
dan rezeki Allah di setiap saat dalam kondisi apapun. Dengan begitu kita
bisa tetap yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dan
senantiasa membantu kita untuk mendapatkan nikmat dan rezeki yang
banyak.

 Memperbanyak Dzikir
Dengan berdzikir artinya kita sedang mengingat Allah. Dzikir tidak selalu
dalam bentuk bacaan yang panjang atau dalam berbagai hitungan.
Berdzikir mengingat Allah bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja.
Mengingat segala hukum Allah, hukum pengetahuan yang ada di alam
ciptaan Allah ataupun adzab atau hukuman Allah. Untuk itu, orang yang
berdzikir akan mendekati kepada Allah dan semakin cinta akan syariat
Allah. tau bagaimana keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
2. Masing-Masing Manusia Menjaga Keseimbangan Perdamaian Dimuka Bumi
Kita harus menyadari negara kita, yaitu Indonesia adalah negara dengan penduduk
muslim terbesar di dunia, sehingga mengambil bagian dalam ikutserta mendamaikan
saudaranya yang berseteru menjadi tanggungjawab moral. Dalam konferensi tersebut
yang diundang ialah ulama, hal ini karena suara mereka masih didengar oleh
masyarakat, atau fatwa para ulama tersebut masih digunakan dalam beberapa aspek
perikehidupan bermasyarakat, seperti dalam bidang hukum maupun bisnis. Sehingga,
kesepakatan atau keputusan antar ulama dalam konferensi tersebut akan dijadikan
payung dalam perundingan perdamaian nantinya.

Dalam hal ini, mereka menyepakati bahwa Islam adalah agama perdamaian.
Sesuai dengan namanya, Islam berarti perdamian. Nabi Muhammad datang membawa
agama Islam untuk menggambarkan esensi yang paling mendalam, bahwa ajaran
yang dibawa yakni agama yang mengajarkan tentang perdamian.

Islam berasal dari kata ‫ َسلِ َم‬yang artinya selamat, bebas dan damai. Dalam
kaidah tata bahasa Arab berbunyi: ً‫ َسلِ َم – يَ ْسلَ ُم – ِس ْل ًما – َس ْل ًما – َسالَ َمة‬yang berarti damai.
Kemudian, terdapat istilah ‫ال َّسالَ ُم ْال َعلَ ِم‬yang diartikan perdamaian dunia.

Kata ‫ َسلَّ َم‬berarti menyerahkan, hal ini berarti melepaskan sesuatu yang di
dalamnya terdapat unsur pembebasan. Maka, dapat dipahami bahwa Islam
mengajarkan perdamaian yang di dalmnya terdapat prinsip pembebasan, baik dari
rasa takut, lapar maupun ketidakamanan. Sebagaimana dalam firman Allah, QS. Al
Quraisy/106: 4,

ٍ ْ‫ُوع َوَآ َمنَهُ ْم ِم ْن َخو‬


‫ف‬ ْ ‫الَّ ِذي َأ‬
ٍ ‫ط َع َمهُ ْم ِم ْن ج‬

Berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam hidup yang damai itu sendiri,
terbebas dari berbagai rasa ketakutan, kelaparan dan ketidakamanan. Itulah intisari
dari ajaran Islam yang terkadang banyak umatnya sering melupakan.
Nabi SAW dalam hadis mendefinisikan bahwa: ‫الم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم النَّاسُ ِم ْن ِل َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬
(seorang muslim itu ialah apabila dia menjadi sumber perdamaian bagi sesama
manusia yang lain, sehingga mereka terbebas dari kejahatan lidah dan tangannya).
Bahkan pada era milenial seperti sekarang ini, lidah juga sudah berpindah ke jari-jari
tangan, pencat-pencet smartphone, namun aktivitas yang dilakukan justru menyakiti
orang lain.

Selain memiliki maksud perdamaian, juga berarti pembebasan. Dari kata ‫َسلِ َم‬
juga ada kata ‫ ُسلَّ ٌم‬, yang berarti tangga. Tangga ialah alat untuk naik ke tempat yang
lebih tinggi, kemudian dengannya dapat melihat wawasan luas serta dapat melihat
sekeliling. Di samping itu juga bermakna selamat dari marabahaya, misalnya karena
dikejar anjing galak, kemudian naik tangga. Sehingga, di dalam kata Islam saja sudah
terdapat unsur keselamatan, perdamaian, pembebasan serta pandangan/wawasan yang
luas.

Salam seorang muslim, ketika bertemu satu dengan yang lain ialah ‫ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم‬
yang artinya ‘damai buat anda’, atau yang lebih baik dari itu dengan menambahkan
ungkapan warahmatullahi wabarokaatuh (rahmat dan barokah dari Allah). Ketika
kalimat tersebut sudah terucap, berarti seorang muslim telah menjamin keselamatan
orang yang ada di hadapannya. Kedamaian orang tersebut dijamin, karena telah
mengucapkan janji, yaitu ‫ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم‬.

Namun terkadang masih terdapat paradok, ketika ada seorang muslim


menagih hutang kepada saudaranya, kemudian ia mengucapkan salam sambil
mengetuk pintu. Lalu setelah empunya rumah keluar untuk memberi pintu, tamu tadi
kemudian berkata keras atau bahkan marah dan mencaci sambil menagih hutang yang
belum dibayar. Artinya, fenomena tersebut bertentangan dengan ucapan salam tadi.
Karena pada awalnya ia telah berjanji datang membawa kedamaian, tapi malah
mencak-mencak.
Kata ‫ َسلِ َم‬atau Islam, juga menjadi salah satu nama Allah SWT, yakni ‫ال َّسالَ ُم‬
yang berarti Maha Pemberi Keselamatan. Setiap muslim setiap kali mengakhiri
shalatnya juga dengan menolehkan wajahnya ke kanan dan kiri sambil mengucap
salam. Maka, sholat itu merupakan mi’roj, atau dalam riwayat disebutkan ashsholaatu
mi’rojul mu‘min. Setidaknya seorang mukmin naik jiwanya kepada Tuhannya, lalu
kembali lagi ke dunia. Menutup dengan salam, menyebarkan perdamaian.

Sebuah ironi, agama yang mengajarkan perdamaian, justru di sebagian


belahan bumi umatnya justru tidak mencerminkan perilaku yang diajarkan oleh
Rasulullah dan yang menjadi esensi agama yang dianutnya, seperti bom bunuh diri,
perang antar saudara. Hal itu boleh jadi ada yang salah dalam beragama, mungkin
secara formalitas sudah menjalankan ibadah, sholat, puasa, zakat, dll. Namun
ibadahnya itu hanya sebatas pada formatnya saja, sementara sisi substansi dan
semangat dari ibadah yang dilakukan itu kurang tersentuh. Melaksanakannya secara
mekanistik formal/ karena kebiasaan saja, akan tetapi tidak menghayati esensi dalam
ajaran tersebut. Maka penting bagi setiap muslim agar selain mempraktikan format
yang diajarkan Nabi juga yang lebih penting ialah menghayati esensi dari ibadah
tersebut. Seorang Muslim harus selalu damai dan menjadi sumber perdamaian bagi
orang di sekitar.
3. Mengimbangkan Pemanfaatan Alam Sekitar dan Pelestariannya
Dalam alquran dan hadits, sebenarnya Allah sudah banyak mengingatkan manusia
untuk memanfaatkan sumber daya alamnya yang ada. Baik yang terdapat di daratan,
ataupun lautan. Salah satunya yang terdapat dalam surah an-Nahl ayat 14:

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur”
Dalam ayat tersebut secara jelas Allah memberi tahu manusia bahwa di lautan
terdapat banyak sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Dalam ayat ini dapat
diketahui manfaat laut untuk kehidupan manusia, dimulai dari sumber makanan
daging ikan yang sehat, perhiasan seperti mutiara maupun perhisan dalam artian yang
lebih luas seperti bahan tambang, kemudian sebagai sarana transportasi (bahtera)
manusia.

Dimulai dari manfaat laut yang pertama menurut ayat diatas yaitu sebagai sumber
makanan manusia, maksudnya adalah disar laut hidup berbagai macam biota laut
yang sangat banyak mulai dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran sangat
besar, disebut juga dengan ikan, manusia bisa menagkap ikan dan mengkonsumsi
dagingnya untuk kebutuhan makan ataupun memanfaatkan sumber daya ini dengan
sistem eksplorasi sesuai kebutuhan bukan eksploitasi yang bisa merusak pertumbuhan
ikan dan lingkungan hidupnya.

Manfaat laut yang kedua yang disebutkan ayat al-Qur’ān diatas adalah terdapat
bebagai macam perhisan dalam laut yang bisa dipakai manusia. Artinya laut bukan
hanya sebagai pencari kebutuhan perut semata, tapi laut juga menyediakan kebutuhan
sekunder manusia seperti perhiasan. Perhiasan yang dimaksud bisa dalam artian yang
sempit seperti intan permata, mutiara, emas, dan lain-lain. Perhiasan disini juga bisa
dipahami dalam arti yang lebih luas seperti bahan tambang yang ada didasar laut
seperti minyak bumi dan besi. Penganalogian ini berdasarkan pada makna kata
perhiasan, perhisan adalah sesuatu yang berharga bagi manusia, begitu juga dengan
bahan tambang yang ada didasar laut. Bahan tambang adalah harta yang berharga
yang diburu manusia dan dimanfaatkan untuk perkembangan teknologi dewasa ini
yang nilainya tak kalah berharga dari perhiasan mutiara.

Manfaat laut selanjutnya adalah laut sebagai sarana transportasi manusia, dalam
bahasa al-Qur‟ān digunakan perahu yang berlayar diatasnya. Artinya bumi ini diisi
oleh dua materi yaitu laut dan daratan, dimana jumlah daratan lebih sedikit dari lautan
dan lautan yang menghubungkan daratan-daratan itu. Untuk berinteraksi dari satu
daratan kedaratan lain harus ada sarana yang bisa menghubungkannya. Manusia bisa
membuat kapal atau perahu yang bisa dilayarkan dilaut dengan bantuan angin laut
yang bisa membawa manusia kearah manapun yang dia inginkan dimuka bumi ini.

Demikianlah manfaat laut yang tertera dalam al-Quran surat al-Nahl ayat 14 yang
bisa dijadikan patokan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut yang
luas ini dengan sebaik-baiknya tanpa merusak lingkungan. Karena telah banyak
tampak kerusakan dilaut dan didarat akibat ulah manusia yang tak bertanggung
jawab.

Selain menerangkan manfaat sumber daya laut, alquran pun menjelaskan pula
manfaat sumber daya lainnya yang terdapat di alam ini, yang beruntungnya sebagian
besar sumber daya yang disebutkan dalam alquran itu terdapat di Indonesia. Salah
satunya yang terdapat dalam surah AnNahl ayat 69:

“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan


Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”

Dari ayat tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa Allah memberikan
karunia keuburan tanah sehingga dapat menumbuhkan buah-buahan yang dapat
dimanfaatkan, juga mengingatkan agar dalam pemanfaatannya mengikuti cara yang
baik dan benar yang tidak merugikan, yaitu “jalan Tuahmu” yang disebutkan dalam
ayat tersebut. Selain itu, sumber daya lain yang dapat ditemui dan dimanfaatkan
adalah sumber hewani, dalam hal tersebut yaitu lebah yang dapat menghasilkan madu
yang juga bermanfaat bagi manusia.

Sungguh sebenarnya dalam Alquran Allah telah banyak menunjukkan dan


memberi tahu manusia bahwa di alam ini terdapat banyak sekali sumber daya, nikmat
yang dapat kita manfaatkan untuk kehidupan manusia, baik untuk kebutuhan diri
sendiri maupun untuk mencari keuntungan (perdagangan).

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu.”

Allah pun tidak luput untuk mengingatkan manusia agar memanfaatkan sumber
daya tersebut dengan cara yang benar dan memperhatikan ketentuan-ketentuannya,
juga menunjukkan akibat yang akan timbul jika manusia tidak mengikuti perintah
Allah untuk tetap menjaga kelestarian alam dalam memanfaatkan sumber daya alam
yang ada.

“telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan


tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

BAB III

Daftar Pustaka:

1. Mardliyah, Watsiqotul, Sunardi, S., Agung, Leo. (2018). Peran Manusia Sebagai
Khalifah Allah di Muka Bumi Perspektif Ekologis dalam Ajaran Islam. Nama jurnal,
volume (12), halaman.355
2. Tafsir%20Ayat-ayat%20AlQuran%20Tentang%20Kelestarian%20Lingkungan%20Hidup
%20-%20Coretanzone.html
3. https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/cara-meningkatkan-iman-dan-
taqwa#:~:text=Jika%20itdak%2C%20tentu%20akan%20mendatangkan,namun%20juga
%20kelak%20di%20akhirat.
4. https://islamiccenter.uad.ac.id/islam-dan-perdamaian/
5. https://ykmfebui.org/2017/05/29/isyarat-islam-sda-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai