1. Input
Merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem. Input tersebut dapat berupa
potensi masyarakat, tenaga dan sarana kesehatan, dll.
2. Proses
Yang mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yang diharapkan dari sistem tersebut. Proses dalam pelayanan kesehatan
antara lain, berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
3. Output
Merupakan hasil yang memperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan antara lain, pelayanan yang berkualitas dan
terjangkau sehingga masyarakat dalam sembuh dan sehat.
4. Dampak
Merupakan akibat dari output, jadi dalam waktu yang lama. Contohnya, masyarakat sehat, angka kesakitan dan kematian menurun.
5. Umpan balik
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan, terjadi dari sebuah sistem yang saloing berhubungan dan mempengaruhi.
Contohnya kualitas tenaga kesehatan.
6. Lingkungan
Ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utam,anya adalah
untuk memelihara dan meningkatkan klesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakiut dan memulihkan kesehatan, serta sasaran utamanya
keluarga dan perseorangan.
1. Pengorganisasian pelayanan
Apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi daripada keduanya.
1. tersedia (available) dan bekesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2. dapat diterima (Acceptable) dan bersifat wajar (Appropiate). Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. mudah dicapai (Accesible), lokasi, distribusi, sarana kesehatan yang penting, dengan demikian dapat diwujudkan
pelayanan kesehatan yang baik.
4. mudah dijangkau (affordable). Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya, artinya biaya pelayanan
kesehatan tersebut sesuai kemampuan ekonomi masyarakat.
5. bermutu (Quality). Mutu yang dimaksud adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang
sesuai dengan kode etik serta standar yang ditetapkan.
1. rawat jalan
bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan penyakit akut dan kronis yang
memungkinkan tidak dirawat inap
2. institusi
adalah lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan. Contoh:
RS, Pusat Rehalibitasi, dsb
3. hospice
Pelayanan kesehatan yang berfokus dengan klien sakit terminal sampai melewati masa terminal dengan tenang.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di keluarga klien, seperti praktek perawat keluarga
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia meliputi:
Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Macam-macam Good Governance:
1. Public good
Layanan public goods digunakan untuk kepentingan bersama dan dimiliki bersama. Keberadaanya memiliki pengaruh terhadap
masyarakat. Barang ataupun jasa yang pendanaanya berasal dari pemerintah, baik dari pajak maupun dana kelompok masyarakat.
2. Merit Good
Merit Good adalah semua orang membutuhkannya namun tidak semua orang dapat mengakses, seperti pendidikan dan layanan
kesehatan. Musgrave (1959) menyebutkan merit goods adalah barang-barang yang seharusnya disediakan meskipun masyarakat
tidak memintanya. Masyarakat sering tidak bijaksana atau tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengalokasikan
sumber ekonomi yang dimiliki. Peranan pemerintah adalah membantu masyarakat untuk mengalokasikannya untuk kebaikan
masyarakat. Contohnya adalah pemerintah menyediakan helm agar masyarakat terhindar dari bahaya manakala terjadi kecelakaan,
demikian juga pemerintah menggalakkan asuransi untuk masyarakat.
3. Private good
Berupa barang atau jasa swasta yang pedanaanya berasal dari perseorangan. Digunakan untuk kepentingan sendiri dan dimiliki
perseorangan , tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat persaingan dan eksternalitas rendah.
Admin. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. http://hukum.jogjakota.go.id/cetak.php?id=95(online). Diakses tanggal 29 Oktober 2010
Rabu, 6 Juni 2012 Prof. Ascobat Gani Prof. Askobat Gani memulai sesi dengan berbagi pengalamannya di
NTT dan bagaimana seharusnya public health didefinisikan dan diterapkan. Public health adalah local
problem, solved by local resources with local wisdom by empowering the community. Jangan lupa
bahwa komunitas harus dilibatkan dalam memecahkan permasalahan di daerah/lokal. Solusi akademik
yang terlalu canggih sering melupakan bahwa kondisi lokal itu membutuhkan solusi yang lokal pula.
Health Policy harus memahami dulu sistem kesehatan. Kerangka presentasi hari ini adalah: 1. Sistem
kesehatan 2. Prinsip dan norma dalam analisis kebijakan 3. Proses analisis kebijakan 4. Isu kebijakan
dalam sistem kesehatan The Health System 3 tujuan health system: (1) responsiveness, (2)
fairness/keadilan, (3) health status yang baik. Ditambah (4) environmental health Untuk mencapai 3
tujuan ini, sistem kesehatan harus bisa melakukan setidaknya 4 fungsi berikut: 1. stewardship/tata
kelola, governance 2. Create resources Termasuk tenaga kesehatan, medical products. Namun di
Indonesia, pengadaan tenaga spesialis terutama, masih sangat lamban. Hal ini juga dilihat dari
pengadaan obat, di mana banyak obat masih diimpor. Dibandingkan dengan India yang sudah
memproduksi obat-obatan sendiri, harga obat di Indonesia masih 10 kali lipat harga obat di India. 3.
Financing mobilization 4. Intersectoral collaboration / peranan sektor lain Sistem kesehatan harus
memiliki mekanisme menggerakkan sektor lain, karena banyak hal yang manifestasinya di bidang
kesehatan namun disebabkan di area di luar kesehatan. Misal: peraturan lalu lintas untuk mengurangi
angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya. Pembahasan 3 tujuan health system: Responsiveness 1.
Respect a. Dignity; tidak mempermalukan atau merendahkan pasien b. Confidentiality; menjaga rahasia
pasien, perlu hati-hati di jaman modernisasi teknologi informasi sekarang ini c. Autonomy; participate in
choosing treatment 2. Client orientation a. Prompt attention; misal waktu tunggu dokter yang tidak
berlamalama b. Amenity; pelayanan di luar medis, misal: kebersihan dan mutu gedung fasilitas
kesehatan, dll. Fairness in financial contribution - Tingginya OOP (out-of pocket payment) menunjukkan
ketidakadilan dalam sistem asuransi- Right based (sosial) versus risk based (komersial) Stewardship
Stewardship = governance Menurut Amartya Sen: Rakyat adalah kekayaan sesungguhnya sebuah
negara. People is the real wealth of a nation. Manusia adalah modal pembangunan utama, namun di
Indonesia sumber daya alam selalu lebih dihargai daripada manusianya sendiri. Jumlah manusia
Indonesia atau yang ada di suatu daerah jarang sekali diakui sebagai potensi daerah itu. Potensi daerah
lebih dinilai dari kekayaan alam seperti pertambangan, hutan, dll. Kejahatan Indonesia adalah seringnya
menihilkan nilai manusia. Tentang desentralisasi: Desentralisasi adalah bentuk sistem manajemen, yang
tidak harus selalu diterapkan di semua lini. Yang lebih penting adalah stewardship-nya, bagaimana tata
kelola suatu sistem. Beberapa isu policy: - Peningkatan jumlah warga senior, akan ada 22 juta populasi
usia tua pada tahun 2020. Hal ini akan memberatkan sistem pelayanan kesehatan. Apabila Indonesia
tetap hospital-based, dan tidak mulai mempertimbangkan home care atau hospice care, biaya
kesehatan yang harus ditanggung akan mahal sekali. Belum ada policy yang mempertimbangkan
lonjakan demografis ini. - Distribusi bidan. Indonesia telah memproduksi bidan dalam jumlah cukup
besar, tapi tidak ada kebijakan untuk meredistribusi bidan dengan menggunakan otonomi daerah.
Medical Products Pharmaceutical Health Technology Health Financing Yang perlu dipertanyakan: - What
to be financed? Ini berhubungan dengan penyusunan prioritas dan responsiveness terhadap masalah
kesehatan (misal: respon terhadap epidemi penyakit tidak menular di Indonesia) - Governement
responsibility Tidak semua hal harus dibiayai pemerintah. Sifat komoditas ekonomi ada 3: o Public goods
o Merit goods o Private goods Jenis komoditas ditentukan oleh 4: o Marginal cost Biaya yang
dikeluarkan untuk menambah satu unit komoditas. Contoh komoditas yang tidak memiliki marginal cost:
Mercusuar, karena fungsinya tidak perlu dibayar lagi saat ada satu tambahan kapal yang datang dan
menggunakan fungsi mercusuar tersebut o Non excludable Fungsinya tidak bisa dipisahkan untuk
masing-masing penggunanya, sehingga yang memakai fungsi komoditas tersebut tidak perlu/tidak bisa
membayar o Non competitive Tidak ada persaingan, tidak ada yang mau membayar untuk menikmati
fungsinya tidak ada yang bersaing untuk ikut sertaContoh: taman kota membuat taman kota, dan
tidak ada yang harus membayar untuk menikmati taman kota tersebut o Externality Fungsi bagi populasi
atau lingkungan luar Contoh: fogging, imunisasi (herd immunity) Private goods: marginal cost relatif
tinggi, excludable, competitive, dan fungsi externalitas-nya kecil. marginal cost besar,
competitiveContoh: membeli mobil & excludable, dan harus dibiayai secaratidak banyak fungsinya
untuk lingkungan/orang lain personal (privately funded). Private goods di bidang kesehatan: perawatan
kosmetik, pemeriksaan general check-up tanpa indikasi medis. eksternalitas tinggi sehinggaMerit
goods, contoh: pengobatan TB/malaria harus dibiayai oleh pemerintah Public goods Merit goods Private
goods Marginal cost No Yes Yes Non excludable Yes Yes Non competitive Yes No Externality yes Large No
Sifat komoditas seharusnya menjadi dasar pembiayaan kesehatan. Delivery of health services
kebanyakan adalah public goods, sehingga harus- Public health program dibiayai secara public juga -
Clinical medical care HEALTH POLICY WHO: Keputusan, rencana dan aksi yang diambil untuk mencapai
tujuan pelayanan kesehatan spesifik dalam sebuah komunitas. ... health policy refers to decisions, plans,
and actions that are undertaken to achieve specific health goals within a society. ... it defines a vision for
the future which in turn helps to establish targets and points of reference fot the short and medium
term. ... it outlines priorities and the expected roles of different groups; ... and it builds consensus and
informs people Health policy bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan. Dalam prakteknya health
policy dan siste kebijakan saling bersinggungan. Kebijakan kesehatan biasanya disajikan dalam bentuk
legal, memiliki landasan hukum, dan dibuat dalam bentuk produk-produk hukum. Policy Makers & Policy
Actors Policy Makers adalah orang yang memberikan mandat pembuatan kebijakan kesehatan yang
mengikat, ini termasuk pemerintah. Dinamika di level formulasi health policy: Political system,
government administration system, data & information, global health policy (MDGs, gender
empowerment), donor-driven policy, sciencetechnology, business/tradders. Beberapa bahasan menarik
pada sesi diskusi: 1. Upaya pengembangan kebijakan untuk mengatasi permasalahan rokok di Indonesia
Indonesia dan Zimbabwe adalah 2 negara di dunia yang belum juga menandatangani ratifikasi perjanjian
rokok. Ini akan masih membutuhkan perjalanan dan usaha panjang karena: (1) politik yang terlalu kuat
dalam hal rokok di Indonesia, (2) jumlah uang yang “dilawan” oleh kebijakan sangat besar. 2.
Keberhasilan suatu kebijakan kesehatan seringkali bergantung pada “power” yang ada di belakang. 3 hal
yang harus ada agar desentralisasi berjalan baik: 1. Politik yang ter-desentralisasi 2. Uang yang dibagikan
ini yang sering tidak ada. Daerah hanya3. Disain fungsi yang jelas diberi kewenangan dan uang, tapi
tidak dijelaskan hal-hal yang harus dicapai oleh upaya yang dilakukan dan apa saja yang menjadi fungsi
yang harus dipenuhi oleh perangkat daerah Proses Formulasi Kebijakan di Indonesia (slide presentasi
“The process of health policy formulation (Indonesia)” ) Yang berperan penting: profesional kesehatan,
akademisi, donor, NGOs, sektor karena “mission driven”, lebih objektif dan tidak memiliki
kepentinganswasta politik. when to follow the rule, when to achieve theRule-driven vs mission-
driven mission. Guiding Principles 1. Evidence based 2. Health policy is not value free komprehensif3.
Lead to health system strengthening Misal pada isu health insurance: pendanaan ada, tapi human
resource seperti bidan dan ahli bedah jantung (untuk respon NCDs) tidak ikut diadakan. 4.
Comprehensive 5. Inclusive, democratic: Stakeholders involvement Contoh: Musrenbang yang
maksudnya baik tapi tidak diakukan dengan baik. NORMA / TATA NILAI Value dalam kesehatan
sangatlah penting, agar tidak keluar dari target utama dan terlupakan oleh kekuatan lain, seperti politik
dan uang. 1. Kesehatan sebagai hak asasi mendasar 2. Kesehatan sebagai investasi dalam pembangunan
a. Human Capital Investment (jangka panjang) b. Produktivitas penduduk (jangka pendek) 3. Equity
(pemerataan) a. Equal access to equal need b. Vertical equity c. Horizontal equity 4. Quality (pemenuhan
standar dan kepuasan pelanggan) 5. Effectiveness (value for money, kinerja, output) 6. Efisiensi (least
resources for effectiveness) 7. Sustainability 8. Responsiveness 9. Fairness Policy Analysis Adalah sebuah
proses dalam study/riset yang bertujuan untuk: 1. memformulasikan kebijakan kesehatan, atau 2.
mengevaluasi implementasi kebijakan kesehatan Policy formulation Policy evaluation Use specific
criterias: 1. Magnitude 2. Determinants 3. Priority 4. Affordability 5. Implementability 6. The 6 health
system building blocks Use specific accepted norms: 1. Effectiveness 2. Efficiency 3. Equity 4. Fairness 5.
Responsiveness 6. Sustainability Kegiatan dilanjutkan dengan tugas kelompok yang akan membahas
beberapa topik kebijakan. Diskusi kelompok ini bertujuan untuk membuat rencana analisis kebijakan
terhadap isu-isu tersebut. Diskusi Kelompok: Rencana Analisis Kebijakan Kesehatan Pada sesi terakhir,
tiap kelompok diminta untuk menyusun rencana analisis kebijakan. Berikut ini adalah resume dari
rencana analisis dan diskusi dari beberapa kelompok peserta: 1. Evaluasi BPJS Isu kebijakan:
menentukan kelompok yang harus membayar premi Jumlah premi yang perlu dibayarkan Belum
ada mekanisme pembayaran premi pada sektor informal Disiplin ilmu yang diperlukan: health
economic, health insurance, public policy. Prospek legitimasi: peraturan pemerintah (Peraturan
Presiden) Diskusi: Prof. Ascobat: Real policy issues di level global saat ini adalah: universal coverage.
Di Indonesia ada sekitar 70 juta rakyat miskin. Sektor formal kita 36 juta, tapi yang masuk Jamsostek
hanya 4 juta. 122 juta orang telah ter-cover asuransi. Tapi bagaimana cara menangkap populasi dari
sektor informal? Sektor informal ada sekitar 68 juta, tapi sebagian mungkin sudah ditampung
Jamkesmas, mungkin sisanya sekitar 30 juta lagi. Tapi alangkah susahnya menarik premi dari 30 juta
orang ini, jadi diputuskan untuk subsidi dari pemerintah. Maka isu policy-nya menjadi: - Apakah
kapasitas fiskal Indonesia mencukupi? - Siapa saja 30 juta orang ini? Perlu data alamat, nama, dan
persisnya siapa yang akan disubsidi ini 2. Implementasi Permenkes 2562/2011 tentang Juknis Jampersal
Area kebijakan: Unit cost Jaminan Persalinan Tujuan analisa: Akselerasi penurunan AKI dan AKB
Disiplin ilmu: Ilmu kebidanan, ilmu kesehatan anak, management keuangan, promosi kesehatan,
manajemen rumah sakit Fokus evaluasi: o Efektivitas kompetensi nakes: Rekruitmen tenaga bidan
yang sebenarnya belum siap untuk dipekerjakan di lapangan Lisensi bidan yang belum jelas
menentukan area kompetensi bidan o Efisiensi Cost sharing: masih adanya praktik penyalahgunaan
pembiayaan persalinan di daerah human resourceso Nakes o Nilai nominal yang sampai di Nakes o
Respon masyarakat: provider dan pengguna Disain evaluasi: Wawancara mendalam dengan provider
dan pengguna Diskusi: Prof. Ascobat: Sejarah munculnya Jampersal: pertemuan evaluasi MDG di
Tapaksiring menunjukkan pencapaian MDG 5 tidak akan memenuhi target 2015. Sehingga dibuat
Jampersal yang idenya meng-cover semua ibu hamil baik kaya maupun miskin. Namun, dari 1.5 triliun
rupiah alokasi Jampersal, banyak yang tidak terserap. Hal ini disebabkan antara lain karena tidak
maunya warga kaya untuk dirawat di kelas III RSUD. Hal lain adalah sikap Pemda yang tidak mau
membayarkan Jampersal, tapi justru membebani daerah. Serta tenaga kesehatan yang memang belum
ada, sehingga Jampersal tidak bisa menjawab permasalahan persalinan. Policy issues-nya adalah: (1)
apakah benar-benar perlu dibayarkan untuk semua populasi, atau hanya untuk warga miskin saja? (2)
bagaimana dengan sikap Pemda yang menghalangi penggunaan Jampersal, serta (3) bagaimana dengan
keterbatasan tenaga kerja? Mungkin Jampersal perlu disesuaikan dengan kondisi daerah yang berbeda-
beda, seperti penggunaan Jampersal bisa diperluas untuk transportasi tenaga kerja. 3. Apakah Jampersal
meningkatkan kualitas pelayanan persalinan? Isu kebijakan: o Overload pelayanan persalinan di RS o
Kesiapan SpOG untuk standby di RS 24 jam o Rujukan meningkat o Infrastruktur yang belum memadai
untuk PONEK 24 jam o Nilai claim yang berbeda-beda di tiap daerah Area kebijakan o Stewardship o
Sumber Daya Disiplin ilmu: health financing, health economics, public policy Fokus evaluasi: o
Efektivitas; tercapainya tujuan Jampersal? o Responsiveness; syarat administratif yang terlalu rumit di
beberapa daerah. Tidak semua RS mau menerima rujukan, membuat rujukan tidak ada manfaatnya o
Sustainability o Fairness & equity; keterbatasan akses di daerah Indonesia rural Desain evaluasi: survey
kualitatif Diskusi: 4. Kontraproduktif Jampersal terhadap fungsi KB & isu iuran biaya untuk bersalin
yang tersembunyi Apakah pelaksanaan MKJB sudah dilakukan? Apakah terjadi tambahan iur biaya?
Apakah masyarakat sudah memahami kewajiban dan haknya dalam masalah Jampersal ini? Komentar
Prof. Ascobat: Permasalahan yang menarik adalah isu sustainability, karena isunya dalah: masyarakat
ingin Indonesia menjamin semua persalinan, tapi negara di lain pihak juga ingin mencapai kemandirian.
Jadi sudah ada sekitar 6 isu mengenai kebijakan implementasi Jampersal, termasuk unit cost, sumber
daya untuk Jampersal, dan pembiayaan out-of pocket yang masih terjadi. 5. Evaluasi Implementasi dana
Otsus Bidang Kesehatan di Kabupaten Bintuni Area kebijakan: o Fungsi sistem kesehatan: pembiayaan,
stewardship, o Tujuan: fairness dalam pembiayaan dan responsiveness Fokus evaluasi: o Apakah
implementasi dana OTSUS bidan kesehatan dilaksanakan secara efektif dan efisien Disain evaluasi:
kualitatif dengan metode FGD terhadap alokasi dana ITSYS Prospek legitimasi: Peraturan menteri
tentang juknis dan juklak data Otsus 6. Penempatan dokter PTT Isu/fakta: o Masih kurangnya
distribusi tenaga dokter di daerah Area kebijakan: o Ketidakjelasan penerapan regulasi o Minat dokter
rendah o Pembyaiaan minim o Dukungan pemerintah untuk kelayakan fasilitas yang kurang memadai di
daerah Disiplin ilmu: health policy, demography Fokus evaluasi: o Apakah implementasi kebijakan
pemerintah sudah memenuhi kebutuhan dokter di daerah? Komentar Prof. Ascobat: Analisa policy
terhadap tenaga kerja ini perlu menganalisa determinan penyebabnya, seperti mengapa retensi dokter
di daerah rendah? Mengapa NTT tidak diminati? Kemudian, baru diadakan kebijakan baru yang bisa
menjawab determinan-determinan permasalahan. Kebijakan dokter PTT memang tidak jelas bila
dibandingkan dengan Inpres (Instruksi Presiden) jaman dulu; dokter di bawah Inpres lebih dihormati dan
memiliki kewenangan. Namun, dokter Inpres dianggap melanggar HAM, sehingga diadakanlah PTT yang
optional. Namun, PTT selalu berubah-ubah dan tidak sustainable, menunjukkan bagaimana the failure of
the government to govern. Yang perlu ditanyakan adalah apakah benar mewajibkan dokter PTT
melanggar HAM? Jawabannya adalah, WAJIB. Sama halnya seperti wajib militer di negara maju,
konsekuensi memasuki dunia pendidikan dokter adalah akan berkewajiban untuk meluangkan waktu
dan mengabdi di daerah yang membutuhkan. Selama regulasi jelas dan sustainable, maka kebijakan ini
bisa berhasil. 7. Sistem rujukan persalinan di Yogyakarta Isu permasalahan: o Masih meningkatnya
angka absolut kematian ibu dan anak di Yogyakarta o Kejadian penolakan penanganan kasus persalinan
oleh bidan o Angka rujukan ke fasilitas sekunder dan tersier yang terlalu tinggi Tujuan: Formulasi
kebijakan rujukan persalinan yang berfungsi dalam perbaikan pelayanan kesehatan,
governance/regulasi yang lebih baik Disain analisis: o Needs assessment untuk mendapatkan
gambaran kondisi yang ada saat ini, melalui FGD ke provider dan consumer pelayanan persalinan di
Yogyakarta Target legitimasi: Peraturan Gubernur DI Yogyakarta. Komentar Prof. Ascobat: Penyebab
permasalahan perlu dianalisis lebih lanjut, seperti apakah ada permasalahan di pembiayaan, di
kemampuan rujukan, kapasitas fasilitas, dll. Disain analisis perlu dibuat agar mendapat evidence yang
merujuk pada determinan penting permasalahan.
pelaksanaan
Pelayanan kesehatan hendaknya diberikan dengan kualitas dan mutu terbaik, pelayanan yang diberikan
dapat memberi kepuasan bagi pelanggan (klien) baik secara fisik maupun psikologis yang sesuai dengan
stabdar yang telah ditetapkan. Pelayanan ini disebut juga dengan pelayanan prima, yang memiliki
beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Mengutamakan pelanggan
4. Perbaikan berkelanjutan
5. Memberdayakan pelanggan
2. Dapat diterima dan bersifat wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
3. Mudah dicapai
4. Mudah dijangkau
5. Bermutu
Disamping itu ada beberapa faktor yang menentukan bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yaitu:
1. Pengorganisasian Pelayanan
Adapun jenis pelayanan kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio ( 1983 ) adalah:
Merupakan suatu pelayanan kesehatan yang memiliki cirri sebagai berikut tenaga pelaksanaannya
terutama ahli kesehatan masyarakat, perhatian utamanya pada pencegahan penyakit, sasaran utamanya
adalah masyarakat secara keseluruhan, selalu berupaya mencari cara yang efisien, dapat menarik
perhatian masyarakat dengan penyuluhan kesehatan serta menjalankan fungsi dengan mengorganisir
masyarakat dan mendapat dukungan UU.
2. Pelayanan Kedokteran
Karakteristik pelayanan kedokteran adalah tenaga pelaksanaanya terutama para dokter, perhatian
utamanya pada penyembuhan penyakit, sasaran utamanya adalah perseorangan dan keluarga, kurang
memperhatikan efisiensi, tidak menarik perhatian masyarakat karena bertentangan dengan etika
kedokteran serta menjalankan fungsi perseorangan dan terikat dengan UU.
Analisis kebijakan kesehatan adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak dalam
mengambil kebijakan di bidang kesehatan berlandaskan atas menfaat yang optimal di dalam
masyarakat. Tujuan kebijakan kesehatan di Indonesia adalah untuk terselenggaranya pembangunan
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan
masayrakat setinggi-tingginya. Hal ini dapat tercapai melalui pembinaan, pengembangan dan
pelaksanaan serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh system
informasi kesehatan, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi kesegatan dan hukum kesehatan.
Adapun program kesehatan yang terkait dengan kebijakan kesehatan diantaranya kebijakan program
promosi dan pemberdayaan msayarakat, lingkungan sehat, upaya kesehatan, pelayanan kesehatan,
upaya kesehatan perorangan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat,
sumber daya kesehatan serta kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.
1. Public goods
Public goods berupa barang atau jasa yang pedanaanya berasal dari pemerintah, yang bersumber dari
pajak dan kelompok masyarakat. Contoh pelayanan public goods dalam kesehatan adalah program
peningkatan higine dan sanitasi, penyuluhan kesehatan, program pembinaan kesehatan perusahaan,
imunisasi.
2. Privat goods
Privat goods digunakan untuk kepentingan pribadi/perseorangan karena barang atau jasa swasta yang
pedanaanya berasal dari perseorangan, tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat persaingan dan
eksternalitas rendah. Contoh pelayananprivate goods adalah bangsal VIP rumah sakit, pelayanan bedah
plastik, operasi perorangan, dan lain sebagainya. Pelayanan jasa publik biasanya disubsidi oleh
pemerintah.
3. Merit goods
Merit goods membutuhkan biaya tambahan sehingga tidak dapat digunakan sembarangan. Didalamnya
terdapat persaingan dan eksternalitas tinggi contohnya cuci darah, pelayanan kehamilan, pelayanan
kespro dan pengobatan PMS.
Untuk menyederhanakan keijakan kesehatan yang kompleks maka dibuatlah sebuah segitiga kebijakan
kesehatan dimana setiap pelaku dapat dipengaruhi (sebagai seorang individu atau seorang anggota
suatu kelompok atau organisasi) dalam konteks dimana mereka tinggal dan bekerja, proses penyusunan
kebijakan – bagaimana isu dapat menjadi suatu agenda kebijakan, dan bagaimana isu tersebut dapat
berharga – dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan mereka dalam strutur kekuatan, norma dan harapan
mereka sendiri. Dan isi dari kebijakan menunjukan sebagian atau seluruh bagian ini.