Anda di halaman 1dari 23

SISTEM PERKERASAN CAKAR AYAM MODIFIKASI (CAM) SEBAGAI

ALTERNATIF SOLUSI KONSTRUKSI JALAN


DI ATAS TANAH LUNAK, EKSPANSIF, DAN TIMBUNAN
Oleh:
Prof. DR. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc.
DR. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.
Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

1. PENDAHULUAN

Sejak ditemukan oleh almarhum Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada tahun 1961, sistem “Cakar Ayam” (CA)
telah banyak dipakai dalam praktek sebagai : (a) ratusan fondasi menara transmisi tegangan tinggi, (b)
puluhan fondasi bangunan gedung bertingkat banyak, power station, kolam renang, gudang, tangki-tangki
minyak, dan hanggar, (c) perkerasan lapangan terbang (runway, taxi way, dan apron) diberbagai bandara, dan
(d) perkerasan jalan raya diberbagai jalan tol, yang kesemunya dibangun di atas tanah yang relatif lunak
sampai sedang dengan ketebalan tanah lunaknya cukup besar.
Sebagai perkerasan lapangan terbang sistem CA telah menunjukkan keberhasilannya sebagai
runway, taxiway, dan apron di bandara Soekarno Hatta-Jakarta, sebagai apron di bandara Juanda –
Surabaya, maupun sebagai runway di bandara Polonia – Medan, dan telah terbukti berfungsi baik dalam
jangka panjang (selama lebih dari 27 tahun) tanpa mengalami kerusakan yang berarti dan biaya perawatan
yang relatif rendah. Sebagai perkerasan jalan raya, sistem CA tersebut juga menunjukkan keberhasilannya
sebagai access road sepanjang 13,5 km yang menghubungkan Jakarta-Bandara Soekarno-Hatta, dan
beberapa ruas jalan tol Kampung Kayan – Sitiawan di Malaysia maupun beberapa ruas jalan tol Simpang X –
Taman Peringgit Jala di Malaka, Malaysia, yang kesemuanya dibangun di atas tanah subgrade yang relatif
lunak dan telah berfungsi baik selama lebih dari 27 tahun.
Secara umum sistem perkerasan CA terbuat dari slab tipis beton bertulang (tebal 10~17 cm) yang
diperkaku dengan pipa-pipa beton berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa 150~200 cm, yang
tertanam pada lapisan subgrade lunak di bawahnya, dengan jarak pipa-pipa 200~250 cm. Di bawah slab
beton, terdapat lapisan lean concrete setebal 10 cm (terbuat dari beton mutu rendah) dan lapisan sirtu setebal
25~40 cm yang berfungsi utama sebagai perkerasan sementara selama masa pelaksanaan/ konstruksi dan
agar permukaan subgrade dapat rata sehingga slab beton CA dapat dibuat di atasnya. Gambar 1
menunjukkan tipikal sistem perkerasan CA di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, yang difungsikan sebagai
runway, taxiway, dan apron.
Sistem CA ini bukan termasuk conventional rigid pavement (yang konsep dasarnya tanpa tulangan,
dan mengandalkan Modulus of Rupture / MoR material beton), namun lebih mendekati Continuous Reinforced
Concrete Pavement (CRCP) yang konsep dasarnya memang menggunakan tulangan struktural. Pada
perkerasan bandara yang bebannya amat berat (single wheel load equivalent =25 tonf), tulangan yang
1
digunakan hanyalah Ф6 mm BRC – 13 cm. Oleh penemunya saat itu, perhitungan system CA ini tidak pernah
diungkap/dipublikasikan. Sistem dirancang lebih mendasarkan pada intuisi yang cermat (karena pengalaman
yang matang) dan belakangan diperkuat dengan pendekatan eksperimental melalui beberapa percobaan
lapangan (full scale experimental test) di apron bandara Juanda - Surabaya, runway bandara Polinia - Medan,
dan runway bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Gambar 1. Tipikal sistem perkerasan Cakar Ayam (di Bandara Soekarno-Hatta)

2. SISTEM PERKERASAN “CAKAR AYAM MODIFIKASI” (CAM)


Berbagai pengalaman, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan sistem CA terdahulu,
dipadukan dengan hasil evaluasi kinerja sistem tersebut selama lebih dari 25 tahun, dan tentunya
mempertimbangkan juga perkembangan kemajuan di bidang engineering materials, dan advanced structural
analysis telah memungkinkan kita ke pengembangan berbagai ide-ide konsep modifikasi atas sistem CA yang
asli tersebut menjadi sistem perkerasan generasi baru, yang dinamakan Sistem Cakar Ayam Modifikasi,
yang diyakini dan telah terbukti secara empiris dapat memiliki kinerja yang lebih baik ditinjau dari aspek teknis
(strength, stiffness, serviceability, stability, dan durability), maupun aspek ekonomisnya yang mencakup
inverstasi awal dan biaya prawatan jangka panjang selama dioperasikan. Berbagai ide modifikasi yang telah
dikembangkan disajikan secara singkat pada uraian berikut ini. Untuk selanjutnya sistem CA generasi baru ini
diberi nama Sistem Cakar Ayam Modifikasi, disingkat sistem CAM.
2
Sistem CAM ini telah dikembangkan sejak tahun 1990 oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc.,
utamanya dari aspek pemodelan numeris yang memperhitungkan soil-structure interaction (interaksi antara
struktur slab, pipa, dan tanah dasar) dalam mendukung beban, menggunakan Nonlinear 3-D Finite Element
Method, yang sangat bermanfaat untuk dapat memahami parameter-parameter yang mempengaruhi kinerja
sistem, menjelaskan secara ilmiah mekanisme kerja sistem perkerasan CA dalam mendukung beban,
sehingga bearing capacity dan stiffness sistem menjadi sangat besar meskipun berada di atas tanah lunak
yang relatif tebal. Pemodelan numeris ini telah divalidasikan dengan hasil-hasil percobaan lapangan (full scale
experimental test) di apron bandara Juanda - Surabaya, runway bandara Polinia - Medan, dan runway
bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Pemodelan numeris ini terus disempurnakan dengan data pengalaman
terbaru yang terus berkembang. Pengembangan utamanya melalui percobaan-percobaan eksperimental di
Laboratorium dengan skala tertentu telah dilakukan pula oleh Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,
DEA, sejak tahun 1998. Pada perkembangan tahap berikutnya pemahaman melalui pemodelan numeris yang
telah divalidasikan dengan berbagai percobaan lapangan, maupun pemodelan fisik di laboratorium tersebut
dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan rancangan sistem perkerasan sesuai karakteristik beban yang
akan bekerja, dan sekaligus megembangkan rumus-rumus praktis (simplified design formula) untuk
memyususn Pedoman Perancangan dan membantu para praktisi melakukan perancangan awal sistem
perkerasan ini. Tahun 2003, setelah memahami mekanisme transfer beban sistem CA secara seksama,
dilakukanlah pengembangan inovatif tahap berikutnya, yaitu dengan mengganti pipa-pipa beton Cakar Ayam
dengan pipa-pipa baja galvanis tahan karat (terlapisi pula dengan coaltar tahan gores), oleh Prof. Dr. Ir.
Bambang Suhendro, M.Sc., Ir. Maryadi Darmokumoro, dan Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,
DEA,, yang akhirnya menjadi sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) (Gambar 2).

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN & PENGEMBANGAN


SISTEM PERKERASAN CAKAR AYAM & MODIFIKASINYA

Solusi Permasalahan pavement pada tanah lunak/ekspansif

Sistem Cakar Ayam (CA) & Cakar Ayam Modifikasi (CAM)

Mathematical  Experimental Practical Experiences


Approach Approach Approach

• Model di Laboratorium      Airports
‐ Antono & Daruslan ’69 • Juanda Surabaya (29 th)  
Analytical Numerical ‐ Fukuoka, ‘88 • Polonia Medan (27 th)
Approach Approach ‐ Hary Cristady ‘00, ‘04
• Cengkareng Jakarta (25 th)
• Model skala 1:1 (prototip)
‐ Antono & Daruslan Jalan Tol
• Simplified  Design  • Finite Element, 
di Juanda – Surabaya 79 • Jl Tol Sediyatmo (26 th)
Formulas √ Method)    √
di Polonia ‐ Medan  ‘81 • Malaysia (20 th)
• Prof Sediyatmo • Suhendro FEM  ‐ Aeroport de Paris ’83 • Detour Tol Sediyatmo (2 th)
• Hary Christady Model (3D, non‐ di Cengkareng – Jakarta • Pantura Indramayu (2 th)
• Suhendro Charts linear) ‘92, ’96, ‘08 ‐ Suhendro ‐ Maryadi ’05 • Jl Tol Makassar (2 th)
di Detour Tol Sediyatmo • Jembatan Suramadu (proses)
Suhendro dkk, di Waru Surabaya ‘05 ‐ Puslitbang Jalan di  Jln  • Jalan di Samarinda (proses)
Pantura ‐ Indramayu  ‘06 S ()di

Gambar 2. Konsep pengembangan sistem CAM (Suhendro, 2000)


3
Secara garis besar, berbagai modifikasi yang telah dilakukan meliputi: (a) penggunaan pipa-pipa
baja tahan karat dan tahan gores, menggantikan pipa-pipa beton, (b) penambahan sistem koperan yang
ditempatkan di tepi slab, (c) metode analisis dan perancangan sistem perkerasan CAM yang jauh lebih
akurat, (d) penambahan lapisan aspal tipis (3 cm) di atas slab sejak awal, yang befungsi ganda sebagai
wearing course, menigkatkan riding quality, dan mengeliminir dampak buruk pengaruh beban thermal yang
bersifat cyclic & repetitif di wilayah tropis, dan (e) memungkinkan untuk menempatkan secara langsung
slab Cakar Ayam pada elevasi permukaan tanah lunak asli (atau dengan timbunan normal maksimal
50 cm), setelah tentunya dilakukan stripping seperlunya untuk menghilangkan top-soil yang tidak stabil, untuk
keperluan pembukaan jalan akses baru / detour di atas tanah lunak/ekspansif secara cepat, mudah, dan
murah. Modifikasi tersebut secara lebih jelas disajikan pada Gambar 3, dan satu-persatu modifikasi yang
dilakukan, berikut berbagai keuntungan teknis maupun ekonomis disajikan pada uraian berikut ini.

Lapisan aspal tipis 3 cm Koperan beton di tepi slab Pipa beton berat 1 tf diganti pipa baja
galvanis - coaltar berat 35 kgf

Metode analisis & perancangan yg lebih akurat (soil-structure interaction)

3-D Solid / Shell element Single wheel load

System CAM
dapat ditempatkan
langsung di atas
tanah lunak
(merintis jalan
Coeff. Of subgrade baru di atas tanah
reactions, kx, ky, kz kz lunak/ekspansif)
linear & non-linear
kx
3-D Shell element
ky

3-D Finite Element Model of Modified Cakar Ayam System (Suhendro, 1992, 1996)

Gambar 3. Berbagai modifikasi atas sistem CA yang lama Æ CAM


4
3. Penggunaan pipa-pipa baja galvanis (tahan karat) dan tahan gores sebagai pengganti pipa-pipa
beton (Modifikasi 1)

Ide penggantian pipa-pipa beton Cakar Ayam, yang aslinya terbuat dari pipa beton berdiameter 120
cm dengan tebal pipa 8 cm dan panjang pipa 150 ~200 cm, dengan pipa-pipa baja galvanis (dijamin tahan
karat minimal 30 th) dan tahan gores (akibat adanya lapisan coaltar) dengan kinerja yang lebih baik,
merupakan usulan inovatif dari Bp. Ir. Maryadi Darmokumoro (di awal 2005) setelah mendapat dukungan
verivikatif dari Bp. Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc. (yang melakukan serangkaian simulasi/verifikasi
melalui pemodelan numeris dengan 3-D Finite Element Method di komputer maupun secara eksperimental full
sacale di lapangan), dan menghasilkan spesifikasi optimal pipa sebagai berikut: diameter pipa 80 cm, tebal 1,4
mm dan panjang 120 cm yang dipasang pada setiap jarak sekitar 2,5 m.
Manfaat dari modifikasi ini, karena ringannya dan tipisnya pipa-pipa baja (berat 1 pipa baja hanya 35
kgf sedangkan 1 pipa beton beratnya 1 tonf), akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya adalah: (a)
mudah dilaksanakan, (b) tidak memerlukan alat-alat berat pada saat pelaksanaan, (c) tidak memerlukan
perkerasan sementara (lapis sirtu setebal 35~40 cm & lean concrete setebal 15 cm) untuk dapat dilewati alat
berat saat konstruksi, (d) waktu pengerjaan yang jauh lebih cepat, (e) biaya pelaksanaan yang relatif lebih
murah (Gambar 5), dan (f) berat pipa yang berkurang dari 1 tonf menjadi hanya 35 kgf sangat berarti pada
tanah lunak karena tidak mengurangi daya dukung tersedia yang relatif kecil.
Konsekuensi dari penggantian pipa ini, diperlukan : (a) detailing khusus sambungan antara pipa-pipa
baja yang relatif tipis dengan slab beton agar mekanisme transfer beban dan fungsi utama pipa pengaku slab
dapat berlangsung sempurna (Gambar 4), (b) topi pancang khusus, agar penyisipan pipa tipis ke dalam tanah
dapat berlangsung baik dan mudah, tanpa merusak ujung atas pipa.
Ide ini akhirnya direalisasikan secara nyata di lapangan dengan membuat model skala 1:1 (full scale)
di lokasi tanah lunak di Waru – Surabaya, dengan sponsor PT Citra Margatama Surabaya dan mengujinya
langsung di lapangan, yang hasil-hasil pengujiannya sangat memuaskan dari aspek bearing capacity dan
defleksi slab. Setelah melalui serangkaian pengujian model di Laboratorium, yang dilakukan oleh Bp. Prof. Dr.
Ir. Bambang Suhendro, M.Sc. dan Bp. Dr. Ir. Hary Christady, M.Eng., DEA, sistem perkerasan Cakar Ayam
Modifikasi ini telah digunakan untuk pertamakalinya sebagai perkerasan jalan detour (± 300 m) di atas tanah
lunak di jalan Tol Sediyatmo, untuk mengalihkan lalu-lintas jalan Tol selama hampir 1 tahun (2006).

Gambar 4. Detailing khusus sambungan antara pipa dengan slab

5
Topi pancang khusus

Pipa beton diganti pipa baja Æ ringan Æ tidak


perlu alat berat & pavement sementara untuk
dilalui alat-alat berat selama konstruksi

Gambae 5. Modifikasi 1, pipa baja

4. Penambahan sistem koperan yang ditempatkan di tepi slab (Mofifikasi 2)


Manfaat dari penambahan koperan di tepi slab adalah: (a) tepian slab menjadi lebih kuat dan lebih
kaku, dan dalam jangka panjang mampu mencegah berongganya interface antara slab dengan tanah sub-
base akibat pengaruh roda kiri kendaraan yang sering keluar/masuk dari/ke perkerasan dan mengganggu
stabilitas berm, (b) koperan ini juga mampu mengisolir pengaruh perubahan/fluktuasi kadar air pada tanah di
bawah berm sehingga pengaruh negatifnya tidak menjalar ke lapisan tanah di bawah slab,

Gambar 6. Modifikasi 2, koperan


6
5. Metode analisis dan perancangan sistem perkerasan CAM yang jauh lebih akurat
Pada proses perancangan suatu struktur, termasuk pavement yang menggunakan sistem Cakar
Ayam Modifikasi, diperlukan data berupa : (a) sifat-sifat tanah sampai kedalaman tertentu yang diatasnya akan
dibangun pavement, dan (b) jenis dan kombinasi pembebanan yang akan bekerja. Modifikasi ke 3 pada sistem
ini adalah pengembangan metode analisis dan perancangan sistem perkerasan CAM, yang jauh lebih akurat
dari sebelumnya, yang pada saat itu tidak pernah diungkap atau dipublikasikan oleh penemunya.
Tahapan perancangan dapat dibagi menjadi perancangan awal (preliminary design), dan
perancangan detail (detail design). Kedua tahapan perancangan tersebut disajikan secara singkat pada uraian
berikut ini.
a. Preliminary Design
Pada tahap awal perancangan, diperlukan preliminary design, untuk menetapkan sistem struktur,
bentuk, dimensi, dan material yang digunakan, yang harus mampu mendukung jenis dan kombinasi
pembebanan yang akan bekerja di atasnya. Pada tahap ini, karena banyak parameter yang perlu
diperhitungkan dalam perancangan (antara lain: tebal slab, jarak pipa, diameter pipa, tinggi pipa, tebal pipa,
bahan pipa, tebal dan jenis material pada lapisan base/subbase/sugrade, jenis dan intensitas beban, dan sifat-
sifat tanah dasar), maka perencana dapat menggunakan alat bantu (design tool) yang dapat berupa
pengalaman, rumus-rumus yang disederhanakan, ataupun grafik-grafik yang secara praktis dapat digunakan
untuk menetapkan sistem struktur perkerasan, bentuk, dimensi, dan jenis material sedemikian sehingga hasil
rancangan akan dapat mendukung jenis dan kombinasi pembebanan yang bekerja dengan aman dan
ekonomis.
Pada tahap ini, (a) rumus-rumus sederhana dari Prof. Dr. Ir. Sediyatmo, yang memodelkan slab
sebagai balok, (b) rumus-rumus sederhana berbasis pemodelan 2-D (beam on elastic foundation) dari Dr. Ir.
Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA, maupun (c) grafik-grafik perancangan yang disusun berdasarkan
hasil pemodelan Finite Element 3-D dari Prof. Dr. Ir. B. Suhendro, M.Sc. (Suhendro Charts), dapat
dimanfaatkan. Suhendro Charts tersebut merupakan salah satu hasil inovasi dalam proses atau Metode
Perancangan sistem Cakar Ayam & Cakar Ayam Modifikasi. Uraian rinci dari masing-masing prosedur
preliminary design tersebut disajikan terpisah dalam makalah lain.
Menurut pendekatan Prof. Dr. Ir. Sediyatmo (1975), permasalahan dimodelkan menjadi 2-Dimensi,
dan pelat beton dianggap sebagai balok. Gaya-gaya dan momen yang bekerja di bawah pelat beton yang
diakibatkan oleh beban roda kendaraan Q di pinggir (posisi paling kritis) menjadi dasar perhitungan. Beban Q
dapat digantikan oleh beban terpusat Q1 di tengah pelat dengan ditambahkan momen M = Q2 x 0,5L (L = lebar
pelat beton dan Q = Q1 = Q2). Akibat Q1, akan terjadi tekanan terbagi rata sebesar q = Q1/L dan akibat
momen (M) akan ditahan oleh momen-momen lawan yang bekerja pada pipa-pipa Cakar Ayam (m = 2/3 x Ph,
dengan P = resultante tekanan tanah pasif yang bekerja pada setiap pipa dan h = tinggi cakar). Berbekal
asumsi-asumsi yang disederhankan tersebut, dengan memasukkan data Q, L, h, P, dan h, akan dapat
diperoleh gambaran bahwa sistem perkerasan yang dirancang akan dapat mendukung beban yang akan
bekerja.

7
Hardiyatmo et al. (1999) mengusulkan penyelesaian untuk analisis lendutan, momen dan gaya
lintang yang terjadi pada pelat sistem Cakar Ayam dengan menggunakan pendekatan metoda Beam on
Elastic Foundation (BoEF) yang dikembangkan oleh Hetenyi untuk hitungan balok pada fondasi elastis. Pada
sistem fondasi cakar ayam, lendutan yang terjadi pada pelat fondasi akan menyebabkan pipa/cakar berotasi,
rotasi cakar ini kemudian dilawan dengan tekanan tanah lateral di sekeliling pipa/cakar. Akibat pembebanan
pelat fondasi akan berdefleksi, bila hubungan antara cakar dan pelat diasumsikan monolit, akibat defleksi
pelat, cakar akan berotasi, dianggap rotasi pada pusat cakar sama dengan rotasi pada pelatnya. Timbulnya
rotasi pada cakar menyebabkan tanah di belakang cakar akan melawan gerakan rotasi cakar dengan
memobilisasi tekanan tanah lateral. Besarnya tekanan tanah lateral per satuan luas cakar dibelakang cakar
dapat diperhitungkan. Tekanan tanah yang berkembang di belakang cakar menggunakan koefisien reaksi
subgrade arah horisontal, dengan asumsi bahwa tanah di sekeliling cakar belum mencapai keruntuhan,
sehingga tidak menggunakan koefisien tekanan tanah pasif (kp), dan besarnya nilai koefisien reaksi subgrade
arah horisontal dianggap sebanding dengan besarnya rotasi cakar.
Suhendro (1992) telah mengembangkan prosedur atau Metode Analisis sistem Cakar Ayam
dengan model matematik nonlinear 3-Dimensi, yaitu dengan menggunakan Metode Elemen Hingga (Finite
Element Method). Model elemen hingga yang dikembangkan mencakup kombinasi dari elemen-elemen pelat-
lentur (plate bending) untuk memodelkan slab, elemen-elemen cangkang 3-D (shell) untuk memodelkan pipa-
pipa Cakar Ayam, dan elemen-elemen pegas (spring) vertikal di bawah slab untuk memperhitungkan interaksi
tanah-struktur secara ekuivalen dalam bentuk reaksi subgrade, dan elemen-elemen pegas (spring) horizontal
pada pipa-pipa Cakar Ayam untuk memperhitungkan pengaruh interaksi tanah-struktur secara ekuivalen
dalam bentuk kekakuan rotasi pipa-pipa Cakar Ayam. Iterasi secukupnya dilakukan untuk memperoleh kondisi
di mana tidak terjadi reaksi tarik pada spring vertikal, karena subgrade memang tidak mampu meresponnya.
Pada setiap akhir suatu proses iterasi, spring vertikal yang mengalami tarik harus dilepas dari model dan
proses hitungan dilanjutkan kembali. Iterasi dihentikan pada saat tercapai kondisi konvergen, di mana tidak
ditemui satupun reaksi tarik pada elemen spring vertikal pada model tahap tersebut.
Berbagai kondisi subgrade (sangat lunak sampai sedang, yang disimulasikan dengan nilai CBR 0,25
s/d 10 atau nilai kv = 0,25 s/d 6 kg/cm3), berbagai tebal slab beton (10 cm, 15 cm, 17 cm, dan 20 cm), berbagai
variasi jarak/diameter/panjang pipa-pipa, dan berbagai posisi beban telah dimodelkan dan dianalisis, dan
hasil-hasilnya disajikan secara praktis dalam bentuk “Suhendro Charts” yang sangat membantu baik dalam
perancangan maupun analisis. Solusi hasil pemodelan tersebut telah divalidasikan dengan berbagai hasil
pengujian eksperimental secara full scale di apron Juanda-Surabaya (1980), di runway Polonia-Medan (1981),
maupun melalui teknik FWD (Falling Weight Deflectometer) Test (1991, 1996, 2002) dan Full Scale Loading
Test langsung di runway, taxiway, dan apron Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta, dan memberikan
hasil yang cukup akurat.
Penyajian secara grafis dalam bentuk charts sangat efektif dan komunikatif karena untuk melakukan
analisis sistem struktur tersebut, memerlukan: (a) pemahaman yang mendalam atas permasalahan yang
dimodelkan, (b) pengalaman praktis yang luas tentang penggunaan sistem tersebut sebagai pavement di

8
masa lalu sehingga dapat menginputkan data parameter struktural maupun parameter tanah di bawah slab
secara tepat, (c) pengetahuan yang cukup tentang metode elemen hingga nonlinier 3 dimensi, dan (d)
melakukan validasi model matematis yang telah dipilih dengan hasil-hasil pengujian skala penuh di lapangan.
Metode perancangan yang telah dikembangkan oleh Suhendro ini merupakan salah satu hasil inovasi dalam
desain sistem Cakar Ayam, yang belum pernah ada sebelumnya.
Tipikal Suhendro Charts disajikan pada Gambar 7. Tersedia banyak chart yang setiap chart-nya
merupakan rangkuman dari hasil analisis Finite Element 3-D untuk kondisi tertentu (yaitu tebal pelat, jarak
pipa, diameter pipa, tinggi pipa, jenis material pipa, nilai kv dan kh, dan intensitas beban terpusat P yang
bekerja). Pada Chart tersebut, sumbu vertikalnya sengaja dibuat di tengah dan bagian kiri dicantumkan skala
koefisien reaksi subgrade vertikal tanah kv (dari 0 sampai 6 kgf/cm3) sedangkan di sebelah kanan dicantumkan
nilai CBR, karena antara kv dan CBR terdapat korelasi nonlinier. Sumbu horisontal pada bagian bawah
Suhendro Chart, untuk arah ke kanan digunakan untuk merepresentasikan nilai respon lendutan vertikal
(vertical displacement) maksimum yang dapat terjadi di pelat akibat beban (dalam satuan mm). Sumbu
horisontal pada bagian bawah Suhendro Chart, untuk arah ke kiri digunakan untuk merepresentasikan nilai
respon berupa momen maksimum yang terjadi pada pipa-pipa Cakar Ayam Modifikasi sesuai yang terdekat
dengan beban (MA), yang jaraknya lebih jauh (MB) dan yang lebih jauh lagi (MC) dalam satuan kN.m). Sumbu
horisontal pada bagian atas Suhendro Chart , untuk arah ke kanan digunakan untuk merepresentasikan nilai
respon tekanan tanah maksimum yang dapat terjadi di bawah pelat akibat beban (dalam satuan kN/m2).
Sumbu horisontal pada bagian atas Suhendro Chart , untuk arah ke kiri digunakan untuk merepresentasikan
nilai respon momen maksimum yang dapat terjadi pada pelat beton akibat beban (dalam satuan kN.m/m’).
Untuk menggunakannya dalam perancangan, ikuti langkah-langkah berikut ini.
1. Buatlah garis horisontal pada nilai kv (atau CBR) dari lapisan tanah di bawah pelat. Misalnya kv= 2
kgf/cm3.
2. Garis horisontal pada langkah 1 tersebut akan memotong kurva lendutan vertikal (δ) di suatu titik.
Buatlah garis vertikal ke bawah melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal
bagian bawah Chart. Nilai tersebut merupakan lendutan maksimum yang akan terjadi di pelat akibat
beban, dalam satuan mm. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek apakah persyaratan
lendutan yang terkait pula dengan servicability pavement terpenuhi.
3. Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva tekanan tanah (σ) di suatu titik lain. Buatlah
garis vertikal ke atas melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal bagian
atas Chart. Nilai tersebut merupakan tekanan tanah maksimum yang akan terjadi di pelat akibat
beban, dalam satuan kN/m2. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek apakah daya dukung
tanah di bawah pelat mencukupi untuk mendukung beban.
4. Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva momen maksimum pada pipa (MA, MB, MC) di
suatu titik. Buatlah garis vertikal ke bawah melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di
sumbu horisontal bagian bawah Chart. Nilai tersebut merupakan momen maksimum yang akan
terjadi pada pipa-pipa Cakar Ayam akibat beban, dalam satuan kNm. Nilai ini dapat digunakan untuk

9
7

10
melakukan cek tegangan yang terjadi pada pipa beton atau baja, ataupun melakukan cek apakah
kedalaman pipa sudah mencukupi.pelat akibat beban, dalam satuan mm. Nilai ini dapat digunakan
untuk melakukan cek apakah persyaratan lendutan yang terkait pula dengan servicability pavement
terpenuhi.
5. Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva momen maksimum yang terjadi pada pelat
beton (Mpelat) di suatu titik. Buatlah garis vertikal ke atas melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang
ada di sumbu horisontal bagian atas Chart. Nilai tersebut merupakan momen maksimum maksimum
yang akan terjadi pada pelat beton akibat beban, dalam satuan kNm. Nilai ini dapat dimanfaatkan
untuk merancang penulangan pelat beton.

b. Tahap Detail Design

Setelah sistem struktur, bentuk, dimensi, dan jenis material telah ditetapkan, maka tahap selanjutnya
adalah melakukan analisis struktur untuk dapat memperoleh secara rinci respons struktur akibat beban
(berupa bentuk dan besarnya defleksi slab, intensitas dan distribusi tegangan/regangan/ displacement pada
slab, pada pipa-pipa pengaku, maupun pada setiap lapisan tanah, serta distribusi dan intensitas tekanan
tanah yang terjadi tepat di bawah slab maupun pada kedalaman tertentu yang ditinjau). Hasil-hasil analisis
inilah yang dapat digunakan untuk mengetahui dengan pasti apakah hasil rancangan awal telah secara
optimal dapat memenuhi persyaratan strength, stiffness, stability, serviceability, dan durability. Apabila belum
optimal, maka analisis dapat diulang kembali dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi atas beberapa
parameter (misal mengubah tebal slab, atau jarak/diameter/panjag pipa, tebal dan jenis material subbase)
agar kondisi optimal tercapai (kadang perlu iterasi beberapa kali untuk mencapai kondisi optimal).
Secara garis besar prosedur Finite Element Method yang dikembangkan untuk analisis sistem Cakar
Ayam ini dapat dibagi dalam 5 step dasar (Suhendro, 1992) :
1. Dikretisasi slab menjadi elemen-elemen pelat-lentur, pipa-pipa Cakar Ayam menjadi elemen-elemen
cangkang 3-D, subbase sebagai elemen-elemen pegas vertikal dengan coefficient of subgrade reaction,
kv, dan tanah di sekitar pipa-pipa sebagai pegas horizontal dengan coefficient of subgrade reaction, kh.
(Gambar 8).
2. Untuk setiap elemen, yaitu elemen pelat-lentur, cangkang, pegas vertikal maupun pegas horizontal,
dievaluasi matriks kekakuan elemen dalam koordinat lokalnya dengan formula :

[k ] = ∫∫∫[B] [E ][B]dV
e
l
T

Matriks [B ] adalah matriks yang memberikan hubungan antara vektor regangan elemen {ε } dengan

vektor nodal displacement elemen {d } , sesuai formula {ε } = [B ]{d } dan [B ] = [D ][N ] , dengan

matriks [D ] adalah matriks operator diferensial, dan [N ] adalah shape function matrix yang memberikan

11
hubungan antara vektor displacement elemen {u} dengan vektor nodal displacement elemen {d } ,

sesuai formula {u} = [N ]{d }.

3-D Solid / Shell element Single wheel load

Coeff. Of subgrade
reactions, kx, ky, kz kz
linear & non-linear
kx
3-D Shell element
ky

3-D Finite Element Model of Modified Cakar Ayam System (Suhendro, 1992, 1996)

Gambar 8. Tipical vertical spring (kz) dan horizontal spring (kx & ky) untuk memodelkan soil-structure
interaction, dan pemodelan dengan 3-D solid element untuk mengetahui tegangan geser pada interface pipa
dengan tanah di sekelilingnya (Suhendro, 1992, 2000)
12
[ ]
Selanjutnya, k le tersebut dapat ditransformasikan ke sistem koordinat global :

[k ] = [T ] [k ][T ]
e
g
T e
l

dengan matriks [T] adalah matriks transformasi elemen dari sisetm koordinat lokal ke sistem koordinat
global. Demikian pula halnya untuk vektor beban dan vektor nodal displacement :

{P }lokal = [T ]{P}global
{d }lokal = [T ]{d }global
[ ]
3. Matriks-matriks k ge , {P }global maupun {d }global untuk setiap elemen dapat di-assembly menjadi [K],
e e

{P}, dan {D} dari strukturnya, dan persamaan keseimbangan struktur dalam sistem koordinat global
menjadi :

[K ]{D} = {P }
4. Persamaan tersebut di atas, setelah kondisi batas beban {P } dan kondisi batas displacement D k
e
{ }
pada struktur diperhitungkan, dapat diselesaikan untuk memperoleh solusi nodal displacement dari
struktur yang belum diketahui D u { } maupun reaksi-reaksi nodal pada pegas-pegas vertikal dan

horizontal tanah dasar {P } .


r

5. Berdasarkan solusi nodal displacement {D } pada langkah (4), setelah ditransformasikan kembali ke
u

{ }
sistem koordinat lokal d e dengan besarnya tegangan {σ }, regangan {ε }, maupun gaya-gaya dalam

untuk setiap elemen pelat lentur, cangkang, maupun gaya pegas-pegas vertikal dan horizontal p e , { }
dapat dihitung sebagai berikut :

{σ } = [E ]{ε } = [E ][B ]{d e }


{ε } = [B ]{d e }
{p } = [k
e e
pegas ]{d }
e

dan distribusi tekanan tanah di bawah slab Cakar Ayam dapat dievaluasi dengan mengalikan defleksi slab
di setiap titik dengan nilai coefficient of subgrade reaction, kv.
Pemodelan sistem perkerasan Cakar Ayam dengan Metode Elemen Hingga tersebut di atas telah
divalidasikan dengan berbagai hasil percobaan full scale langsung di lapangan, meliputi : hasil percobaan full
scale di apron Juanda-Surabaya (1979), hasil percobaan full scale di runway Polonia-Medan (1981), hasil
percobaan full scale di runway Soekarno-Hatta Jakarta (1982), dan hasil-hasil Falling Weight Deflectometer
Test (FWD), yang dilakukan untuk monitoring dan evaluasi secara berkala. Prosedur analisis dan
perancangan yang dikembangkan telah memasukkan pengaruh berat sendiri, beban kendaraan,
perubahan/perbedaan suhu (end restraint stresses, dan warping stresses), dan pengaruh repetisi
pembebanan.
13
6. Penambahan lapisan aspal tipis (3 cm) di atas slab
Penambahan lapisan aspal tipis (3 cm) di atas slab memiliki multi fungsi, yaitu : (a) sebagai wearing
course (lapisan tahan aus yang mudah dirawat dan diperbaiki), (b) menigkatkan riding quality, sehingga
meningkatkan kenyamanan pengendara, dan (c) mengeliminir dampak buruk pengaruh beban thermal yang
bersifat cyclic & repetitif di wilayah tropis sepanjang tahun, yang terbukti merupakan penyebab utama
kerusakan perkerasan kaku. Perlu diketahui bahwa meskipun suhu di udara sekitar menunjukkan 32o C
namun akibat panas radiasi matahari, suhu di perkerasan slab beton dapat mencapai 55 o~60o C. Perbedaan
suhu antara siang dan malam yang silih berganti sepanjang hari, dengan perbedaan suhu yang besar, mampu
memicu perkerasan kaku mengalami semacam beban siklik (bolak-balik antara momen positif dan negatif)
pada slab dengan stress ratio yang relatif besar. Keberadaan lapisan aspal tipis di atas slab mapu melindungi
slab beton dari panas radiasi langsung matahari, dan karenanya suhu pada slab beton menjadi menurun
mendekati ambient temperature udara sekitar, perbedaan suhu mengecil sehingga kelelahan bahan yang
memicu retak dapat dieliminir. Lapisan aspal juga melindungi permukaan slab beton dari pengaruh buruk air
hujan, yang di wilayah polutif seperti Indonesia, kandungan asmnya relatif tinggi dan sangat merusak beton.
Hal ini tidak dialami di negera-negara maju karena umumnya mereka berada pada wilayah 4 musim. Inovasi
ini sangat tepat untuk daerah tropis.

7. Memungkinkan untuk menempatkan secara langsung slab Cakar Ayam pada elevasi permukaan
tanah lunak asli.
Pada kondisi khusus, misalnya pengembangan wilayah baru sehingga diperlukan untuk membuat
jalan baru melalui tanah lunak yang tebal, dan belum ada akses jalan lain sama sekali di daerah tersebut, atau
untuk keperluan membuat jalan detour karena ada perbaikan/peningkatan pada ruas jalan eksisting, maka
memungkinkan sekali apabila sistem perkerasan CAM ditempatkan langsung di atas tanah asli yang lunak
(meskipun kedalaman tanah lunaknya mencapai puluhan meter), setelah tentunya dilakukan stripping
seperlunya untuk menghilangkan top-soil yang tidak stabil. Untuk keperluan tersebut, jalan baru dapat dibuat
secara cepat, mudah dan murah. Karena tidak ada timbunan dan tanah lunak asli sudah stabil sejak lama,
maka pada tipe ini sistem perkerasan CAM tidak akan mengalami konsolidasi. Secara praktis, apabila
terpaksanya diperlukan timbunan, namun tingginya tidak lebih dari 50 cm, maka sistem CAM ini juga masih
sangat layak untuk diaplikasikan.

8. Berbagai aplikasi sistem CAM


Setelah berhasil melalui uji coba skala penuh di lokasi tanah lunak dan dalam, di Waru – Surabaya
(2005), yang hasilnya disajikan pada Gambar 9, dimana sistem CAM dibebani monotonik sampai 24 tonf (sigle
wheel load Æ 6 kali beban gandar jalan raya) dengan lendutan maksimum hanya 6 mm, maupun beban
repetitif sampai 16 tonf, dengan hanya 3 mm, di atas tanah lunak (CBR sekitar 2) yang sangat dalam, dan
respons linear elastik yang terpantau selama pembebanan, membuat sistem CAM ini memperoleh peluang
pertama untuk diuji cobakan pada jalan detour di Jalan Tol Sediyatmo – Jakarta, yang melayani lalu-lintas dari
dan ke bandara Soekarno-Hatta yang sangat padat (Gambar 10).

14
11
Kurva Beban - Lendutan Kurva Beban - Lendutan
(Posisi Beban P di A - Monotonik) (Posisi beban P di A)
Beban repetitif
7 3.5

6 3

5 2.5
w1
Lendutan (mm)
Lendutan (mm)

w1
4 w2 2 w2
w3 w3
3 w4 1.5 w4
w5 w5
2 1

1 0.5

0 0
0 10 20 30 0 5 10 15 20
Beban (Tf) Beban (Tf)

Gambar 9. Percobaan full scale sistem CAM di lokasi tanah lunak Waru – Surabaya (2005)

Gambar 10. Aplikasi pertama sistem CAM di detour jalan Tol Sediyatmo - Jakarta (2005)
15
Aplikasi kedua adalah pada Trial Road sepanjang 800 m, yang dibangun di atas tanah lunak (di dekat
pantai), di jalan Pantura (Pamanukan – Indramayu) km 25+800 s/d 26+650, yang diuji-coba oleh Tim melalui
bekerjasama dengan Pusat Penelitian Jalan & Jembatan (Pusjatan), Departemen PU, seperti terlihat pada
Gambar 11. Jalan ini dibuka untuk umum sejak tahun 2007.

Gambar 11. Aplikasi kedua sistem CAM di Trial Road Pamanukan –


Indramayu, pada km 25+800 s/d 26+650 (2007)

16
Aplikasi ke-tiga adalah pada Jalan Tol seksi 4 Makassar, yang dibangun di atas tanah lunak (di atas
rawa-rawa), seperti terlihat pada gambar 12. Jalan Tol ini dibuka untuk umum sejak tahun 2008.

Gambar 12. Aplikasi ketiga sistem CAM di jalan Tol seksi 4 Makassar (2007)

Aplikasi keempat adalah pada Jalan di atas tanah luak di Samarinda, yang dibangun di atas tanah
gambut (di atas rawa-rawa) untuk menghubungkan jalan Propinsi dengan lokasi Gudang Semen PT Busowa,
seperti terlihat pada gambar 13. Jalan ini dibuka untuk kendaraan berat (truck pengangkut semen) sejak 2008.

Gambar 13. Aplikasi keempat sistem CAM di Samarinda (jalan truck pengangkut semen) (2008)
17
9. MASALAH PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA
Di Indonesia, banyak daerah yang kondisi tanah-dasar (subgrade) yang terletak pada tanah lunak
atau ekspansif. Perancangan jalan umunya di dasarkan pada asumsi bahwa tanah dasar sudah stabil,
sehingga tebal komponen struktur perkerasan hanya didasarkan pada kapsitas dukung tanah dasar yang
dinyatakan oleh nilai CBR atau modulus reaksi subgrade vertikal. Perancangan menjadi tidak tepat bila
ternyata subgrade saat dibebani beban kendaraan mengalami vibrasi yang berlebihan (akibat tanah fondasi
yang lunak), demikian pula, bila subgrade mengalami kembang susut oleh berubahnya musim. Masalah
kerusakan jalan juga dipengaruhi oleh muatan kendaraan yang berlebihan, padahal perancangan perkerasan
umumnya didasarkan pada beban gandar 8,16 ton atau 10 ton saja.
Penyelesaian dari masalah tersebut adalah dengan menggunakan perkerasan Sistem Cakar Ayam
Modifikasi. Struktur perkerasan ini yang dirancang seperti halnya perancangan pelat/gelagar jembatan,
sehingga dimensi pelat dirancang berdasar beban lalu-lintas rancangan yang paling kritis. Sistem CAM
dirancang kuat menahan momen, gaya lintang dan geser pons, sehingga pengaruh beban-beban tambahan
seperti: beban akibat vibrasi tanah-dasar dan naik-turunnya tanah-dasar akibat kembang susut tanah-dasar
dapat diperhitungkan dalam perancangan.

9.1. TIPE-TIPE TANAH-DASAR

Dalam aplikasi Sistem Cakar Ayam Modifikasi untuk perkerasan kaku, maka terdapat beberapa
kemungkinan tipe-tipe kondisi tanah dasar yang cocok digunakan.

Tipe I : Perkerasan berada pada tanah asli tanpa atau dengan tanah urug tebal 30 – 50 cm (Gambar 14).
Tanah asli direkomendasikan mempunyai modulus reaksi subgrade (kv) ≥ 20000 kN/m3 atau CBR ≥ 2.
Karena tanah asli mempunyai CBR ≥ 2, maka umumnya dibutuhkan material urug 30 – 50 cm sebagai
landasan kerja. Tanah urug yang digunakan adalah tanah granuler (pasir atau sirtu).

Tanah urug (granuler)


tebal 30 – 50 cm

Tanah asli CBR ≥ 2

Gambar 14. Sistem CAM pada tanah asli

Tipe II : Perkerasan terletak pada tanah timbunan dengan tinggi ≥ 50 cm yang berada di atas tanah asli yang
lunak (Gambar 15). Oleh akibat beban timbunan, tanah fondasi akan mengalami penurunan konsolidasi.
Penurunan konsolidasi total ≤ 90 cm dalam periode 15 tahun yang masih cocok untuk dibangun Sistem Cakar
Ayam. Dalam hal ini, yang dimaksud tanah lunak adalah tanah yang mempunyai N-SPT ≥ 2, atau tahanan
konus dari alat sondir (Cone Penetration Test), qc ≥ 2 kg/cm2. Timbunan yang mendukung Sistem Cakar
Ayam harus stabil terhadap keruntuhan kapasitas dukung tanah dan stabilitas lereng menyeluruh.

18
Tanah dalam
Zona Sistem
CAM, CBR ≥ 2

Badan timbunan harus stabil terhadap keruntuhan kapasitas


dukung tanah fondasi dan stabilitas lereng

Tanah fondasi lunak:


N-SPT ≥ 2 atau qc ≥ 3 kg/cm2

Gambar 15. Sistem CAM pada timbunan di atas tanah lunak.

Perlu diperhatikan, pada dasarnya Sistem Cakar Ayam merupakan struktur perkerasan (seperti halnya
perkerasan beton konvensional), sehingga bila Sistem Cakar Ayam diletakkan pada timbunan, maka timbunan
harus stabil terhadap kemungkinan terjadinya deformasi berlebihan atau bahaya longsoran. Untuk jalan-jalan
kelas 1, umumnya kecuali persyaratan struktural, persyaratan geometri sangat diperhatikan, sehingga
penurunan timbunan yang berlebihan yang akan merubah alinyemen vertikal jalan. Untuk ini, umumnya
pembangunan jalan, demikian pula pembangunan perkerasan dengan Sistem CAM, harus lebih dulu
dilakukan rekayasa perbaikan tanah fondasi. Perbaikan tanah yang lazim dilakukan adalah dengan
pemasangan drainase vertikal untuk percepatan penurunan konsolidasi.

Namun, apabila pada batas-batas tertentu perubahan alinyemen vertikal perkerasan jalan diijinkan,
maka Sistem CAM akan sangat cocok. Hal ini, karena Sistem CAM kecuali menjaga kerataan jalan, juga
merupakan struktur perkerasan yang tahan terhadap perubahan bentuk tanah dasar. Hal ini, sudah dibuktikan
pada Sistem Cakar Ayam di Jalan Tol Prof. Sediyatmo, yaitu jalan menuju ke Bandara Internasional Sukarno
Hatta Jakarta. Pada jalan Tol ini, walaupun penurunan permukaan jalan sudah lebih dari 90 cm, namun hingga
saat ini tidak ada masalah kerusakan struktur perkerasan yang berarti dan tetap layak difungsikan sebagai
jalan Tol.

Tipe III : Perkerasan terletak pada tanah asli ekspansif yang mempunyai potensi pengembangan maksimum
(swelling potential) 15% (Gambar 16). Bila tekanan pengembangan lebih dari nilai tersebut, maka perlu
dilakukan penanganan untuk mengurangi tekanan pengembangan yang mengganggu kinerja Sistem CAM.

Tanah dalam
Zona Sistem
CAM, CBR ≥ 2

Tanah-dasar ekspansif

Gambar 16. Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif.

Tipe IV : Perkerasan terletak pada tanah galian dengan modulus reaksi subgrade minimum 20000 kN/m3 atau
CBR ≥ 2% (Gambar 17). Lereng galian harus stabil terhadap kemungkinan adanya longsoran.

19
Lereng galian harus stabil
terhadap longsoran

Tanah dalam zona


Sistem CAM, CBR ≥ 2

Gambar 17. Sistem CAM pada galian

Untuk semua tipe Sistem CAM, disarankan digunakan pelat penutup tepi (koperan) agar perkerasan lebih
tahan terhadap beban maupun perlemahan tanah-dasar di bagian tepi akibat

9.2. SISTEM CAKAR AYAM PADA TANAH EKSPANSIF


9.2.1. Tanah Ekspansif
Tanah ekspansif (expansive soil) adalah istilah yang digunakan pada material tanah atau batuan yang
mempunyai potensi penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Tanah-tanah
lempung yang banyak mengandung banyak mineral montmorillonite mengalami perubahan volume yang
signifikan, ketika kadar air berubah. Pengurangan kadar air menyebabkan lempung menyusut, dan sebaliknya
bila kadar air bertambah lempung mengembang.

Gambar 18. Foto kerusakan jalan akibat kembang susut tanah dasar
di ruas jalan Surakarta – Purwodadi, Jawa Tengah.

Perubahan volume tanah yang besar merusak bangunan. Perubahan bentuk permukaan tanah akibat
adanya pengembangan, akan menghasilkan permukaan yang tidak beraturan, dan tekanan pengembangan
yang dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada perkerasan jalan yang berada di atasnya.
Permukaan perkerasan yang berada di atas tanah menjadi retak-retak akibat naik-turunnya tanah, dan
tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada perkerasan jalan yang
berada di atasnya. Contoh kerusakan perkerasan jalan akibat kembang susut tanah-dasar di ruas jalan
Surakarta-Purwodadi ditunjukkan dalam Gambar 18. Kerataan permukaan juga sangat penting dalam
perkerasan landas pacu di bandara. Ketika pesawat melintasi permukaan perkerasan yang tidak rata,

20
percepatan vertikal yang tidak dikehendaki dapat timbul. Hal ini akan membahayakan keselamatan
penerbangan.

9.2.2 Perancangan Sistem Cakar Ayam Pada Tanah Ekspansif


Dalam aplikasi pada tanah dasar ekspansif, Sistem Cakar Ayam harus dirancang kuat terhadap
tekanan pengembangan yang bekerja di bagian bawah pelat. Pengembangan tanah dasar yang bergantung
pada gerakan kelembaban air dari pinggir menuju ke tengah, merupakan faktor yang komplek bila
digambarkan dalam diagram tekanan. Mekanisme momen perlawanan cakar Sistem CAM terhadap gerakan
naik pelat akibat pengembangan tanah dasar diilustrasikan oleh Hardiyatmo (2008) dalam Gambar 19. Ketika
terjadi kenaikan kadar air akibat hujan di bagian tepi perkerasan, tanah di bagian ini mengembang sehingga
pelat cakar ayam cenderung terangkat ke atas. Kenaikan pelat di bagian tepi ini, dilawan oleh momen
perlawanan cakar, sehingga pelat perkerasan cenderung tetap rata. Untuk kondisi tersebut, Hardiyatmo
(2008) mengusulkan metode pendekatan yang didasarkan pada asumsi bahwa tekanan pengembangan (σs)

bervariasi secara linier, dengan bagian maksimum (σs-mak) pada bagian pinggir pelat Cakar Ayam. Bila terjadi
kenaikan tanah di dalam Sistem Cakar Ayam, dan bila beban ke bawah oleh berat cakar relatif kecil, maka
beban terbagi rata yang melawan pengembangan hanya diperhitungkan akibat beban pelat beton saja, yaitu q
= tp x γbeton (tp = tebal pelat beton dan γbeton = berat satuan material pelat).
Besarnya kenaikan tanah tidak akan melebihi kenaikan tanah yang dihitung berdasarkan besarnya
potensi pengembangan pada setiap lapisan tanah di bawahnya (potensi pengembangan S = ∆H/H × 100%,
dengan H = tinggi lapisan tanah awal dan ∆H = pengembangan). Bila terjadi kombinasi beban antara beban
kendaraan dan tekanan pengembangan, maka lendutan dapat ditentukan dengan cara superposisi dari
hitungan keduanya.

Gambar 19. Mekanisme momen perlawanan cakar terhadap gerakan


naik pelat akibat pengembangan tanah dasar (Hardiyatmo, 2008).

Hardiyatmo dkk (2009) mengusulkan mekanisme pembebanan pada Sistem Cakar Ayam tanpa pelat
penutup tepi yang terletak pada tanah ekspansif, dengan memperhatikan 3 kasus, sebagai berikut (Gbr 19):

• Kasus 1 (Gambar 20-a): perubahan kadar air terbesar berada pada bagian tepi pelat, sehingga tekanan
pengembangan tanah maksimum (σs-maks) berada pada bagian tepi pelat. Kondisi ini terjadi di awal musim
hujan, di mana tanah di bagian bahu mengembang lebih dulu.
21
• Kasus 2 (Gambar 20-b): seiring dengan berjalannya waktu yang relatif lama, maka perubahan kadar air
tanah sampai ke tengah pelat, sehingga tekanan pengembangan tanah terbagi rata di bawah pelat.

• Kasus 3 (Gambar 20-c): pada musim kemarau pada bagian tepi pelat mengalami penyusutan atau
penurunan kadar air dan di bagian tengah pelat belum mengalami pengurangan kadar air, sehingga
tekanan pengembangan maksimum (σs-maks) berada di bagian tengah pelat.

a) σsmax di tepi pelat

b) σsmax terbagi rata di bawah pelat

c) σsmax di tengah pelat

Gambar 20. Mekanisme pembebanan Sistem Cakar Ayam pada tanah ekspansif (Hardiyatmo et al., 2009)

Pada Sistem Cakar Ayam yang dilengkapi dengan pelat penutup tepi (koperan), maka pelat penutup ini
sekaligus berfungsi sebagai penghalang kelembaban vertikal (vertical moisture barrier), yaitu menjaga kadar
air dalam zona di bawah Sistem Cakar Ayam konstan. Kedalaman/tinggi pelat beton untuk penghalang
kelembaban (koperan) ini antara 0,5~1,20 m (Hardiyatmo, 2006), bergantung pada potensi pengembangan
dan kedalaman zona aktif di lokasi rencana jalan. Karena cakar juga berfungsi untuk melawan kenaikan pelat
akibat pengembangan, maka pelat penutup tepi dengan tebal 10~12 cm dan tinggi 50 cm cukup memadai.
Perilaku Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif masih dalam penelitian intensif lebih
lanjut oleh Hardiyatmo dan Suhendro sejak tahun 2009. Penelitian yang dilakukan, meliputi uji model di
lapangan dengan skala 1:1 (full scale) untuk Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif dan
dilakukan di daerah Sedan-Sariharjo-Sleman, Yogyakarta.
22
10. Penutup
Pengembangan sistem perkerasan CA menjadi sistem perkerasan CAM, baik melalui pendekatan
analitis, numeris, eksperimental di laboratorium, eksperimental di lapangan (full schale), trial road, maupun
aplikasi nyata sebagai jalan detour, jalan propinsi, jalan tol, maupun jalan lalu-lintas kendaraan berat, yang
kesemuanya dibangun di atas tanah lunak yang cukup tebal, telah diuraikan dalam makalh ini. Prinsip
perancangan tahap preliminary design maupun tahap detail design telah pula dibahas.
Mengingat teknologi sistem CAM ini adalah murni ditemukan dan dikembangkan oleh ahli-ahli
Indonesia, namun tidak kalah kinerjanya dibanding teknologi lain yang diimport dari luar negeri, maka untuk
mengabadikan proses pengembangan tersebut, sistem perkerasan CAM ini telah dipatenkan pada tahun
2007, dengan nomer P-00200700161. Meskipun demikian untuk aplikasi pembangunan jalan-jalan pemerintah
(jalan propinsi, kabupaten, maupun jalan-jalan dalam kota) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum, dibebaskan 100% dari royalty, sebagai sumbang sih teknologi bagi bangsa dan negara. Saat ini buku
pedoman perancangan, pedoman pelaksanaan, dan spesifikasi teknis untuk keperluan aplikasi di lapangan
yang disusun oleh penulis, telah diadopsi dan dalam proses diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Untuk proyek-proyek swasta, jalan tol, dan sejenisnya yang bersifat komersial, sudah selayaknyalah
dikenakan royalty, sebagai subsidi silang. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan teknologi jalan
dan alternatif solusi pembangunan jalan di atas tanah lunak/ekspansif di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Suhendro, B. (1992). Laporan Penelitian Pekerjaan Pengkajian Sistem Cakar Ayam di Landasan Pacu,
Taxiway, dan Apron Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II.
Suhendro, B. (1994). Laporan Penelitian Pekerjaan Pengkajian Lanjutan Sistem Cakar Ayam di Landasan
Pacu, Taxiway, dan Apron Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II.
Suhendro, B. (1996). Laporan Penelitian Uji Pembebanan Dengan Falling Weight Deflectometer (FWD)
Sistem Cakar Ayam di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II.
Suhendro, B. (1999). Pemodelan Ellemen Hingga dan Studi Eksperimental Perilaku Struktural Sistem
Perkerasan Cakar Ayam di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Bandung : Prosiding Seminar Nasional
Metode Elemen Hingga, ITB, 17 Desember.
Suhendro, B. (2005). Laporan Hasil Full Scale Loading test Sistem Cakar Ayam Modifikasi di Lokasi Tanah
Lunak Waru – Surabaya. Yogyakarta : Laboratorium Teknik Struktur, Jurusan Teknik Sipil FT-UGM.
Suhendro, B. (2005). Sistem Cakar Ayam Modifikasi Sebagai Alternatif Solusi Konstruksi Jalan di atas Tanah
Lunak. Jakarta : Buku 60 tahun Departemen Pekerjaan Umum.
Hardiyatmo, H.C., Suhendro, B. Hutagamissufardal & Susanto, H.A. (1999). Perilaku Fondasi Cakar Ayam
pada Model di Laboratorium – Kontribusi Untuk Perancangan. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional
Geoteknik, Jurusan Teknik Sipil FT-UGM, 8 November.
Hardiyatmo, H.C. & Suhendro, B. (2010). Laporan Penelitian Program Insentif 2009, Kementerian Negara
Riset & Teknologi RI: “Perilaku Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada Tanah Ekspansif”. Yogyakarta :
Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan, FT-UGM.

23

Anda mungkin juga menyukai