Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang sering
digambarkan dengan rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddines, unsteadyness)
atau rasa pusing (dizzines). Vertigo ini dapat menyerang siapa saja, termasuk ibu
hamil.1
Vertigo berasal dari kata latin Vetere yang berarti memutar. Vertigo didalam
kamus bahasa diterjemahkan dengan pusing. Diantara keluhan-keluhan penderita
yang dikemukakan kepada dokter, pusing yang merupakan keluhan yang umum
setelah nyeri kepala dan batuk. Penulis lain menunjukkan 15 % diantara penderita
yang dikonsultasikan ke ahli saraf atau ahli THT, mengemukakan keluhan
vertigo.2
Vertigo adalah sensasi seolah-olah bergerak atau berputar yang dialami
seseorang yang biasa disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo
bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut dalam beberapa jam
bahkan hari. Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kelainan. Meskipun jarang disebabkan oleh penyakit
yang berbahaya vertigo akan mengganggu kegiatan penderita yang bila
berlangsung lama akan menurunkan kualitas sumber daya manusia.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar.Vertigo disebut subjektif bila penderita merasa dirinya yang bergerak atau
berputar. Vertigo disebut objektif bila penderita melihat sekelilingnya yang
bergerak atau berputar. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala
pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik, pucat, peluh dingin, mual, muntah dan
pusing.1
Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan.2

2.2. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk
menyelidikiepidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular
dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering
diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat
jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada
sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita
dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 3
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap
tahunnya. Dari stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5%
diantaranya terjadi di serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan
dengan stroke perdarahan serebelum adalah 3-5: 1. Sebanyak 10% dari pasien
infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan ketidakseimbangan.3

2
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya
faktor resiko yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus,
atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien dengan infark serebelum berusia 65
tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka yang berusia 60-80 tahun.
Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata berusia 70 tahun.

2.3. Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit
atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan
mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.4
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi
tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo:5
1. Keadaan lingkungan: mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan: alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga: endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di
dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal
positional vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis,
penyakit maniere, peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
4. Kelainan neurologis: tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin,
persyarafannya atau keduanya.
5. Kelainan sirkularis: gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak (Transient Ischemic Attack) pada
arteri vertebral dan arteri basiler.

3
2.4. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan
non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan
sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang
disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.
Tabel 2.1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular


perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi akibat
gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di ganglion
vestibular atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi vestibular.
Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit peniere, fistula
perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat ototoksik mencakup:
streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol, aspirin, caffeine, antikonvulsan,
antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat hipoglikemik. Contoh penyakit di
nervus vestibularis adalah neuritis vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan
batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral antara
lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan
koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma, dan
sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga termasuk dalam
vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya
menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.6,7

4
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah Ya Kadang tidak berkaitan
perubahan posisi
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi Tidak ada Kadang disertai ataxia
cranial atau
cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang atau Biasanya normal
dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal dan Nistagmus horizontal atau
rotatoar; ada nistagmus vertikal; tidak ada nistagmus
fatique 5-30 detik fatique
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

2.5. Patogenesis
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat

5
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.6
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.7
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh:
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi

6
kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola
gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat

7
di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.6,7

2.6. Diagnosis
1. Anamnesis8
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai: Deskripsi jelas
keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa
goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang.
a. Bentuk serangan vertigo; Pusing berputar atau rasa goyang atau
melayang
b. Sifat serangan vertigo; Periodik. kontinu ringan atau berat
c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa:
 Perubahan gerakan kepala atau posisi
 Situasikeramaian dan emosional
 Suara
d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo
Mual, muntah, keringat dingin; Gejala otonom berat atau ringan.
e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti: tinitus atau
tuli.
f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,
gentamisin, kemoterapi.
g. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transfympanal treatment
h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan Jantung.
i. Defisit neurologis: hemihipestes, baal wajah satu sisi, perioral
numbness, distagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia
serebelans.

8
2. Pemeriksaan Fisik8
a. Pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan system kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan
lebih dari 30 mmHg.
c. Pemeriksaan neurologis
1) Kesadaran: kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perfer dan
vertigo non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo
vestibuler sentral.
2) Nervus kranialis: pada vertigo vestibularis sentral dapat
mengalami gangguan pada nervus kranialis III, IV, V, VI, VII,
VIII. IX, X, XI, Xll.
3) Motorik; kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
4) Sensorik: gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
5) Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi)
 Romberg Sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo
sentral memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat
berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk
gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang
lebih serius dari dizziness(tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya
drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular
event.9
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada

9
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.9

Gambar 1. Uji Romberg


 Unterberger's stepping test
Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika
pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin
pada sisi tersebut.9
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan
di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.9

Gambar 2. Uji Unter Berger

10
 Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.9

Gambar 3. Uji Tusuk Barany


 Manuver Nylen Barany (Hallpike Manouvre)10
lalah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/ nistagmus
posisional paroksismal danmembedakan vertigo sentral dan
perifer.
Cara:
1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-
cepat berbaring terlentang dengankepala tergantung
(disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan
cepat-cepatkepala disuruh menengok kekiri (10°-20°),
pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanyanistagmus.
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya
nistagmus (10-15 detik).
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan.
Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo
atau nistagmus.

11
Tipe Perifer Tipe Sentral
Bangkitan vertigo Lebih mendadak, Lebih lambat,
intermitten konstan
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan (+) (-)
kepala
Gejala otonom (++) (+)
(mual, muntah,
keringat)
Gangguan (+++) (-)
pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak (-) (+)
Nistagmus Selalu ada Dapat hilang

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometri, vestibular
testing, evalusi laboratorium dan evalusi radiologi.
1. Tes audiologi tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas
maka dapat dilakukan audiometri pada semua pasien meskipun tidak
mengeluhkan gangguan pendengaran.
2. Vestibular testing tidak dilakukan pada semua pasien dengan keluhan
dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang
jelas
3. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, elekrolit,
gula darah, fungsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang
dari 1 persen pasien.

12
4. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada faktor resiko untuk
terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi
struktur dan integritas batang otak, cerebelum, periventrikular white
matter, dan kompleks nervus VIII.9

2.8. Tatalaksana
Prinsip Umum Terapi Vertigo
 Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan:
Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
- Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di
lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
o Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
o Betahistin di HCl (Betaserc)

13
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
- Difhenhidramin HCl (Benadryl)
Lama aktivitasobatiniialah 4 – 6 jam, diberikandengandosis 25 mg (1
kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obatinidapatjugadiberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.2
Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium
sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin.
Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo
belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15 – 30 mg, 3 kali sehariatau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah
rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa
kering dan “rash” di kulit.2
Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine
(Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea
yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap
vertigo.

14
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek
samping ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obat Fenotiazine
lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1
tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).2
Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah
efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4
kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi
dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia,
jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.11
Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
- Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
- Diazepam: Dosisdapatdiberikan 2 mg – 5 mg.

15
Obat Anti Kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin
dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg –
0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.11

 Terapi Fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat
atau didapatkan defisit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-
kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik
vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,
membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.
Tujuan latihan ialah:
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan:
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,
ekstensi, gerak miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian
dengan mata tertutup.

16
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang
satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan
juga memfiksasi pada objek yang diam.2

Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-
Darrof.

Keterangan Gambar:
 Ambil posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian
balik posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-
masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan
berulang kali.
 Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin
bertambah.2

17
Terapi Spesifik
 BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo
dapat membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan memindahkan
deposit kalsium yang bebas ke belakang vestibule. Manuver ini meliputi
reposisi kanalit berupa maneuver epley, modifikasi maneuver epley.
Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi kanalit utnuk
mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis.11
 Vestibular neuronitis dan Labirynthis
Terapi fokus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang
mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi
vestibular terjasi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali
sehari latihan vestibular sesegera mungkin setelah vertigo berkurang
dengan obat-obatan.11
 Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet
rendah garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang
efektif dalam mengobati ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi
dengan shunt endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika
penyakit ini resisten terhadap pengobatan diuretic dan diet.2
 Iskemik Vascular
Terapi TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan
kejadian melalui control tekanan darah, menurunkan level kolesterol,
mengurangi merokok, menginhibisi fungsi platelet (misalnya aspirin,
clopidogrel) dan terkadang antikoagulasi (warfarin).
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau
cerebellum diobati dengan obat-obat yang mensupresi vestibular dan
meminimalisrir pergerakan kepala pada hari pertama. Sesegera mungkin
jika keluhan dapat ditoleransi obat-obatan harus di tapper off dan latihan
rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.

18
Penempatan stent vertebrobasilar diperlukan pada pasien dengan
stenosis arteri vertebralis dan refrakter terhadap penaganan medis.
Perdarahan pada cerebellum dan batang otak memberi risiko
kompresi sehingga diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.2

2.9 Tatalaksana vertigo pada kehamilan


2.9.1 Obat dan Kehamilan
Meskipun janin di dalam kandungan telah dilindungi dari pengaruh luar
oleh plasenta dan selaput ketuban, tetapi ia sama sekali tidak terlepas dari
pengaruh buruk obat yang dikonsumsi oleh sang ibu. Secara khusus, penggunaan
obat-obatan pada ibu hamil tidak hanya memberikan efek samping pada sang ibu,
tetapi lebih dari itu ada pengaruh buruk pada janin, yang berupa cacat-cacat
bawaan. Obat atau agen lain yang dapat mengakibatkan cacat bawaan yang nyata
lazim disebut sebagai obat yang bersifat teratogenik atau dismorfogenik12.
Sebagian besar obat yang digunakan oleh wanita hamil dapat menembus
plasenta, sehingga embrio dan janin dalam masa perkembangan terpapar terhadap
efek farmakologis dan teratogenik agen tersebut. Faktor-faktor kritis yang
mempengaruhi transfer obat menembus plasenta dan efek obat terhadap janin
termasuk hal-hal sebagai berikut: (1) sifat fisikokimiawi; (2) kecepatan menembus
plasenta dan jumlah yang mencapai janin; (3) durasi paparan; (4) sifat distribusi
pada jaringan janin yang berbeda; (5) tahap perkembangan janin dan plasenta
pada saat pemaparan; dan (6) efek obat yang digunakan secara kombinasi 13.

2.9.2 Farmakokinetik Obat pada Kehamilan

Menurut Katzung (2004), berikut hal-hal yang mempengaruhi penyerapan


obat pada kehamilan:

a. Kelarutan Lipid
Seperti juga membran biologik lainnya, obat yang melintasi plasenta
bergantung pada kelarutan lipid dan derajat ionisasi obat, obat lipofilik
cenderung berdifusi dengan mudah melintasi plasenta dan masuk
sirkulasi janin.

19
b. Ukuran Molekul
Berat molekul obat juga mempengaruhi kecepatan transfer dan jumlah
obat yang ditransfer melalui plasenta. Obat-obat dengan molekul 250-
500 dapat melintasi plasenta dengan mudah, bergantung pada kelarutan
lipidnya dan derajat ionisasi. Obat dengan berat molekul 500-1000 lebih
sulit melintasi plasenta, dan obat dengan berat molekul lebih dari 1000
sangat sulit melintasi plasenta.
c. Ikatan Protein
Derajat ikatan obat dengan protein plasma (albumin) dapat pula
mempengaruhi laju transfer dan jumlah obat yang dipindahkan. Namun,
jika obat sangat mudah larut lipid, tidak akan banyak dipengaruhi oleh
ikatan protein.
d. Metabolisme obat plasenta dan janin
Terdapat dua mekanisme yang memberikan perlindungan janin dari obat
dalam sirkulasi darah maternal:
1. Plasenta sendiri berperan baik sebagai sawar semipermeabel dan
sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melaluinya.
2. Obat yang telah melewati plasenta masuk dalam sirkulasi janin
melalui vena umbilikus.

2.9.3 Kategori Obat pada Ibu Hamil

Sistem penggolongan kategori resiko pada masa kehamilan dapat mengacu


pada sistem penggolongan FDA (Food and Drug Administration) atau ADEC
(Australian Drug Evaluation Committee). Untuk sediaan farmasi yang
mengandung lebih dari satu bahan obat, penggolongan resiko sesuai dengan
komponen obat yang mempunyai penggolongan paling ketat. Penggolongan ini
berlaku hanya untuk dosis terapetik anjuran bagi wanita usia produktif12.

20
Kategori kehamilan menurut FDA, adalah sebagai berikut12:

a. Kategori A
Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko pada
janin pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti mengenai
resiko terhadap trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan
obat ini untuk membahayakan janin.
Contoh obat kategori A :
Antihistamin –> Dimenhidrinat, difenhidramin
b. Kategori B
Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan
adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang
diperoleh pada ibu hamil. Studi terhadap reproduksi binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang
tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama
(dan ditemukan bukti adanya pada kehamilan trimester berikutmya).
c. Kategori C
Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang
masuk kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat
terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.
d. Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat terapeutik yang
diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika obat perlu
digunakan untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa atau
penyakit serius bilamana obat yang lebih aman tidak digunakan atau
tidak efektif.
e. Kategori X
Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya
abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin.
Besarnya resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas

21
melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang masuk dalam kategori ini
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki
kemungkinan hamil.
2.9.4 Anjuran Penggunaan Obat Pada Masa Kehamilan

Anjuran penggunaan obat pada masa kehamilan adalah sebagai berikut13:

1. Obat hanya diresepkan pada ibu hamil bila manfaat yang diperoleh ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan resiko pada janin.
2. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan.
3. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luasa
pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru
atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis.
4. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
5. Penggunaan banyak obat tidak boleh diberikan sekaligus (polifarmasi).
6. Perlu adanya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan.
Pemakaian obat-obat bebas dan resep perlu diperhatikan sepanjang
kehamilan sampai nifas. Perubahan fisiologik pada ibu yang terjadi selama masa
kehamilan mempengaruhi kerja obat dan pemakaiannya13.

Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan jika vertigo menyerang ibu hamil
yaitu2:

1. Pada saat bangun tidur di malam hari, pastikan menggunakan penerangan


yang baik
2. Jika vertigo kambuh saat ibu sedang berdiri, pastikan ibu harus segera
duduk karena takut terjatuh akibat kehilangan keseimbangan
3. Hindari tidur miring dengan bertumpu pada sisi kepala yang mengalami
vertigo
4. Pada saat berbaring gunakan dua bantal agar posisi kepala lebih tinggi dari
badan

22
5. Pada saat bangun, bergeraklah secara perlahan
6. Membungkuklah dengan kepala berada diantara kedua lutut, sementara
dahi menyentuh lantai. Lakukan posisi ini selama 30 detik hingga vertigo
berhenti
7. Miringkan kepala selama 30 detik ke sisi telinga yang merasakan vertigo
8. Tegakkan kepala sambil dimiringkan ke sisi yang merasakan vertigo
9. Ulangi gerakan diatas jika dalam 15 menit vertigo masih terasa.

23
BAB III
KESIMPULAN

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar.Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami
episode rekuren.Vertigodisebabkan oleh gangguan atau pada sistem vestibular.
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan
atau gangguan orientasi di ruangan. Gangguan keseimbangan beragam bentuknya
dan penyebabnya pun bermacam-macam. Sistem yang berperan dalam vertigo
adalah sistem vestibular, sistem visual, sistem somatosensorik. Untuk
mempertahankan keseimbangan di ruangan maka sedikitnya 2 dari 3 sistem
tersebut harus berfungsi dengan baik. Vertigo sering disertai oleh gangguan
sistem otonom seperti rasa mual, muntah dan mungkin keringat yang berlebihan
serta pucat. Hal ini dikarenakan apparatus vestibular dihubungkan dengan pusat
otonom dalam formation retikularis batang otak. Istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan vertigo berbeda-beda misalnya pusing, pening, rasa berputar,
sempoyongan, rasa seperti melayang atau merasakan badan atau dunia
sekelilingnya berputar-putar dan berjungkir balik.
Prinsip umum penatalaksanaan vertigo dengan pemberian obat-obatan
berupa antihistamin, antagonis kalsium, fenotiazine, obat simpatomimetik, obat
penenang minor, dan obat anti kolinergik. Terapi fisik juga dilakukan yang
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi
diri terhadap gangguan keseimbangan dengan contoh latihan berupa berdiri tegak
dengan mata dibuka kemudian dengan mata ditutup, olahraga yang menggerakkan
kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring),melatih gerakan mata
dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang
diam. Bila dapat ditangani dengan baik, progresivitas gejala ini dapat dicegah dan
pasien bisa mengalami perbaikan kesehatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary


care, BJMP 2010 3(4):351
2. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigoini Journal American
Family Physician 2006 73(2)
3. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
4. Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat
5. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology: Systematic
Approach that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September
2010 - 254 (1732): 19-23
6. Morris JH. 2002. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku
ajar patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;
P.474-510
7. Ginsberg L. 2007. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga;
P.89
8. PERDOSSI. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta
9. Chain, TC. 2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient
with Dizziness and Vertigo
10. PERDOSSI. 2011. Vertigo. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta
11. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of
American Family Physician March 15,2005:71:6
12. Tjay, H.T. & Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Edisi V, Ditjen
PengawasanObat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
13. Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3.
Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih
bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas
Airlangga. Jakarta: Salemba Medika

25

Anda mungkin juga menyukai