Dia
hanya berusaha agar tidak disuruh tidur.”
Tetapi ketika cucu lelaki saya meminta lebih banyak tulisan suci, kami membaca lebih banyak tulisan
suci! Lebih banyak tulisan suci menerangi pikiran kami, memelihara roh kami, menjawab pertanyaan
kami, meningkatkan kepercayaan kami kepada Tuhan, dan menolong kami memusatkan kehidupan
kami pada Dia. “Ingat[lah] untuk menyelidikinya dengan tekun, agar kamu boleh mendapat
keuntungan darinya.”3
Kedua, kita dapat mengenal Tuhan dan memercayai Dia melalui doa. Sungguh dapat berdoa kepada
Allah kita adalah berkat! “Berdoalah kepada Bapa dengan sekuat tenaga hati.”4
Saya memiliki kenangan manis tentang doa yang saya hargai. Selama salah satu dari liburan musim
panas saya dari perguruan tinggi, saya menerima pekerjaan di Texas. Saya harus berkendara ratusan
mil dari Idaho menuju Texas dengan mobil tua saya, mobil kesayangan yang saya namai Vern. Vern
dipenuhi dengan barang sampai ke atap, dan saya siap untuk sebuah petualangan baru.
Sebelum pergi, saya memberi pelukan kepada ibu saya dan dia mengatakan, “Mari kita berdoa
sebelum kamu pergi.”
Kami berlutut dan ibu saya mulai berdoa. Dia memohon kepada Bapa Surgawi untuk keselamatan
saya. Dia berdoa untuk mobil saya yang tidak ber-AC, memohon agar mobil dapat berfungsi
sebagaimana yang saya perlukan. Dia memohon agar para malaikat menyertai saya sepanjang
musim panas itu. Dia berdoa dan berdoa dan berdoa.
Kedamaian yang datang dari doa itu memberi saya keberanian untuk memercayai Tuhan dan tidak
bersandar pada pengertian saya sendiri. Tuhan mengarahkan jalan saya dalam banyak keputusan
yang saya buat musim panas itu.
Sewaktu kita menjadikan mendekati Bapa Surgawi dalam doa kebiasaan, kita akan mengenal
Juruselamat. Kita akan memercayai Dia. Hasrat kita akan menjadi lebih seperti hasrat-Nya. Kita akan
mampu menjamin diri kita sendiri dan untuk berkat-berkat lain yang Bapa Surgawi siap berikan jika
kita mau meminta dengan iman.5
Ketiga, kita dapat mengenal Tuhan dan memercayai Dia sewaktu kita melayani sesama. Saya
membagikan kisah berikut dengan izin dari Amy Wright, yang jadi memahami asas melayani bahkan
di tengah-tengah penyakit yang mengerikan dan mengancam hidup. Amy menulis:
“Pada tanggal 29 Oktober 2015, saya mendapati saya menderita kanker. Kanker saya memiliki
tingkat kesintasan 17 persen. Kesempatan pulih saya tidaklah bagus. Saya tahu bahwa saya akan
mengalami pergumulan dalam hidup saya. Saya bertekad untuk berjuang keras melawan kanker itu
bukan hanya untuk diri saya namun, yang lebih penting, untuk keluarga saya. Pada bulan Desember,
saya memulai kemoterapi. Saya familier dengan banyak efek samping dari obat-obatan penyembuh
kanker, namun saya tidak tahu adalah mungkin bagi seseorang untuk sakit parah dan masih dapat
hidup.
Di satu sisi, saya menyatakan kemoterapi suatu pelanggaran hak asasi manusia. Saya mengatakan
kepada suami saya bahwa saya menyerah. Saya mundur! Saya tidak mau kembali ke rumah sakit.
Dalam kearifannya, kekasih hati saya dengan sabar mendengarkan dan kemudian menjawab,
‘Baiklah, jadi kita perlu menemukan seseorang untuk melayani.’”
Apa? Apakah dia melewatkan fakta bahwa istrinya menderita kanker dan tidak dapat menahan lagi
serangan mual atau satu lagi momen dari rasa sakit yang menyiksa?
Amy melanjutkan untuk menjelaskan: “Gejala-gejala saya secara bertahap memburuk sampai saya
biasanya memiliki satu atau dua hari ‘baik’ dalam sebulan [ketika] saya dapat sedikit berfungsi
sebagai manusia yang hidup dan bernapas. Pada hari-hari itulah ketika keluarga kami akan
menemukan cara-cara untuk melayani.”
Pada salah satu dari hari-hari itu, keluarga Amy membagikan perangkat penghibur kemo kepada
pasien-pasien lainnya, perangkat itu diisi dengan barang-barang untuk menceriakan dan membantu
mereka mengurangi gejala-gejala. Ketika Amy tidak dapat tidur, dia akan memikirkan cara-cara
untuk menceriakan hari orang lain. Beberapa cara adalah besar, namun beberapa hanya sekadar
catatan kecil atau SMS dorongan semangat dan kasih. Pada malam-malam itu ketika rasa sakitnya
sedemikian hebat untuk dapat tidur, dia akan berbaring di tempat tidur dengan iPadnya dan mencari
tata cara-tata cara yang perlu diselesaikan mewakili leluhurnya yang telah tiada. Secara ajaib rasa
sakit itu akan menyusut, dan dia dapat bertahan.
“Pelayanan,” Amy bersaksi, “menyelamatkan hidup saya. Di mana saya akhirnya menemukan
kekuatan untuk terus maju adalah kebahagiaan yang saya temukan dalam berusaha meringankan
penderitaan dari mereka yang ada di sekitar saya. Saya menantikan proyek-proyek pelayanan kami
dengan sukacita dan antisipasi besar. Sampai hari ini tampaknya itu seperti paradoks aneh. Anda
akan berpikir bahwa seseorang yang botak, teracuni, dan berjuang demi hidup[nya] dibenarkan
dalam memikirkan bahwa ‘sekarang adalah waktunya untuk memedulikan diri sendiri.’ Tetapi, ketika
saya memikirkan tentang diri saya sendiri, situasi saya, penderitaan, dan rasa sakit saya, dunia
menjadi sangat gelap dan menyedihkan. Ketika fokus saya beralih kepada orang lain, ada terang,
harapan, kekuatan, keberanian, dan sukacita. Saya tahu bahwa ini mungkin karena kuasa yang
mendukung, menyembuhkan, dan memungkinkan dari Pendamaian Yesus Kristus.”
Amy jadi memercayai Tuhan sewaktu dia mengenal Dia. Jika dia telah bersandar bahkan sedikit saja
pada pengertiannya sendiri, dia mungkin telah menolak gagasan bahwa dia melayani. Pelayanan
memungkinkan dia untuk menahan rasa sakit dan kesengsaraan dan untuk menjalankan tulisan suci
berikut: “Bilamana kamu berada dalam pelayanan bagi sesamamu manusia kamu semata-mata
berada dalam pelayanan bagi Allahmu.”6
Yesus Kristus telah mengatasi dunia. Dan karena Dia, karena Pendamaian-Nya yang tak terbatas, kita
semua memiliki alasan besar untuk percaya, mengetahui bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik
saja.
Sister sekalian, kita masing-masing dapat memercayai Tuhan dan tidak condong. Kita dapat
memusatkan kehidupan kita pada Juruselamat dengan mengenal Dia, dan Dia akan mengarahkan
jalan kita.
Kita berada di bumi untuk memperlihatkan kepercayaan yang sama kepada Dia yang
memperkenankan kita untuk berdiri dengan Yesus Kristus ketika Dia menyatakan, “Di sinilah Aku,
utuslah Aku.”7