Anda di halaman 1dari 17

Library Manager

Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK REFERAT


DAN MEDIKOLEGAL APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

SURAT KETERANGAN KEMATIAN DI RUMAH


SAKIT

OLEH :

Annas Zulfakhri Abidin C 111 13 574


Mustakim Burhan C 111 12 329

PEMBIMBING :
dr. Tjiang Sari Lestari

SUPERVISOR :
dr. Denny Mathius. M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DI BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Annas Zulfakhri Abidin C 111 13 574


Mustakim Burhan C 111 12 329
Telah menyelesaikan referat dengan judul Pembuatan Surat Keterangan Kematian
dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, April 2018

Supervisor, Pembimbing,

dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F dr. Tjiang Sari Lestari


DISCLAIMER

Referat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan dari
referat yang dibuat oleh:

Judul : Pembuatan Surat Keterangan Kematian


Penyusun : Shaliza binti Hussin C 111 13 854
Zulfatul Ain binti Zulkefli C 111 12 860

Pembimbing : dr. Olfi Susan Tumbol


Supervisor : dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F
Tahun : 2018
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................1


LEMBAR PENGESAH ....................................................................................2
DISCLAIMER ...................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................3
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA ...................................4
KERANGKA TEORI .......................................................................................5
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................7
2.1 Surat Keterangan Kematian .......................................................................7
2.2 Kegunaan Surat Keterangan Kematian…………………………………. 8
2.3 Landasan Hukum Surat Keterangan Kematian………………………… 10
2.4 Macam-macam Surat Keterangan Kematian……………………………. 10
2.5 Syarat Surat Keterangan Kematian…………………………………….....15
2.6 Instruksi Pengisian Surat Keterangan Kematian………………………. 16
2.7 Isi Surat Keterangan Kematian……………………………………….......16
2.8 Format Surat Keterangan Kematian…………………………………........18
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................19
3.1 Kesimpulan ................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
PERSPEKTIF DALAM STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
( SKDI )

Pembuatan surat keterangan kematian dalam SKDI yang merupakan standar


kompetensi 4A, yaitu:Tingkat kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri
dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.
TEORI
Kerangka teori Pembuatan Surat Keterangan Kematian

Pengertian Surat
Keterangan Kematian

Kegunaan Surat
Keterangan Kematian

Landasan Hukum
Surat Keterangan
Kematian

Macam-macam Surat
Keterangan Kematian
PEMBUATAN SURAT
KETERANGAN
KEMATIAN
Syarat Surat
Keterangan Kematian

Instruksi Pengisian
Surat Keterangan
Kematian

Isi Surat Keterangan


Kematian

Format Surat
Keterangan Kematian

Gambar 1: Kerangka teori penulisan Surat Keterangan Kematian


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia perlu untuk berinteraksi dalam kehidupan


sehari-harinya. Pencatatan dalam masyarakat menjadi salah satu yang menunjang
kehidupan sosial manusia. Manusia lahir tercatat dalam bentuk akta kelahiran atau
surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat meninggal, manusia juga seharusnya
tercatat dalam surat keterangan kematian. Bukan hanya untuk pencatatan, namun
surat kematian ini juga dibutuhkan oleh keluarga untuk mengurus mayat anggota
keluarga yang meninggal dan keperluan lainnya.

Badan Pusat Statistik mencatat angka kematian kasar tahun 2003 untuk
Indonesia sebanyak 767.740, sedangkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun
tersebut diperkirakan sebesar 214.374.096 jiwa. Ini berarti, pada tahun tersebut
terdapat 3 atau 4 kematian untuk tiap 1000 penduduk. Namun bisa dipastikan bahwa
angka ini belum akurat, disebabkan minimnya laporan dan pencatatan lebih lanjut
untuk kematian tiap tahun, sehingga sangat tidak tepat untuk dijadikan titik acuan
penentuan mortalitas di Indonesia.
Kematian dapat menyebabkan seorang individu berubah hak dan
kewajibannya, serta perbedaan mendasar pada hukum yang berlaku pada individu
tersebut. Seperti status sosial dan hukum antara keluarga dan jenazah, contohnya
warisan, klaim asuransi, hak untuk menikah lagi, dan lain sebagainya. (rs padang).
Ditinjau dari sisi kesehatan, pencatatan atau pembuatan surat kematian
penting dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan
penyakit dan penyebab kematian pada masyarakat. Dari hal itu, maka seharusnya
bisa ditentukan langkah dan intervensi apa yang tepat untuk dilakukan. Selain itu,
data bisa juga dipakai sebagai upaya supervisi jalannya suatu program sekaligus
sebagai bahan evaluasi program yang telah berjalan. Sehingga kelengkapan dan
keaslian data yang didapat perlu dibuatkan standar tertentu agar bisa ditelusuri hal
yang kurang dan memperbaiki isi data tersebut.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, khususnya seorang dokter, wajib untuk
mengetahui seluk-beluk dari surat keterangan kematian. Mulai dari pembuatan,
alur, dan fungsi dari pembuatan surat kematian tersebut karena memiliki landasan
tersendiri di mata hukum.
1.2. Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang aspek medikolegal dari surat keterangan


kematian sebagai berikut:

1.2.1. Definisi kematian dan surat keterangan kematian


1.2.2. Penerbitan surat keterangan kematian
1.2.3. Fungsi surat keterangan kematian
1.2.4. Landasan hukum surat keterangan kematian
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui aspek medikolegal dari surat keterangan kematian.

1.3.2. Tujuan Khusus


1.3.2.1. Mengetahui definisi kematian dan surat keterangan kematian
1.3.2.2. Mengetahui alur dan penerbitan surat keterangan kematian
1.3.2.3. Mengetahui fungsi dan kegunaan surat keterangan kematian
1.3.2.4. Mengetahui landasan hukum surat keterangan kematian
1.4. Metode Penulisan
Referat ini merupakan susunan dari tinjauan kepustakaan yang dirujuk dan
dipelajari dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.1.1. Kematian

Kematian didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak dan berhentinya


sirkulasi serta pernapasan, secara ireversibel, yang disertai disintegrasi jaringan
tubuh dan kematian sel.1

Menurut UU 2006 23 DPR Pasal 44, Ayat (1), Yang dimaksud dengan
”kematian” adalah tidak adanya secara permanen seluruh kehidupan pada saat mana
pun setelah kelahiran hidup terjadi.2 Ini berarti pencatatan sipil memaksudkan
bahwa selama seorang individu lahir dalam keadaan hidup, baik beberapa jam
setelah lahir, berbulan-bulan, maupun dalam puluhan tahun, apabila kehidupan
telah berhenti, maka hal tersebut dimaksudkan sebagai kematian.

2.1.2. Surat Keterangan Kematian

Surat keterangan kematian adalah surat yang menerangkan bahwa


seseorang telah meninggal dunia. Surat keterangan kematian ini berisi identitas,
saat kematian, dan sebab kematian. Kewenangan penerbitan surat keterangan
kematian ini adalah dokter yang telah diambil sumpahnya dan memenuhi syarat
administratif untuk menjalankan praktik kedokteran.3

Surat keterangan kematian merupakan suatu keterangan tentang kematian


yang dibuat oleh dokter. Hal ini penting sehingga dokter harus bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan surat keterangan kematian3.

2.2. Penerbitan Surat Keterangan Kematian


2.2.1. Penerbit Surat

Pada waktu menuliskan surat keterangan kematian, maka keadaan orang


tersebut sebelum meninggal dapat diperoleh dari keluarga yang meninggal sebelum
jenazahnya dikuburkan atau dikremasi. Dokter sebagai penerbit surat keterangan
kematian, bertugas untuk melakukan evaluasi pasien, dalam hal ini adalah:3
 Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen:
sirkulasi, respirasi dan neurologi)
 Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab
kematian, jika diperlukan otopsi)
 Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.

Adapula surat keterangan kematian non-medis dapat dibuat oleh pejabat


setingkat lurah dan kepala desa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil), namun
tetap membutuhkan surat keterangan kematian dari dokter untuk membuat
pelaporan kematian.4

Dalam hal tidak ada dokter, maka surat keterangan kematian dapat diberikan
oleh perawat atau bidan, kecuali surat berasal dari rumah sakit. Baru setelah itu,
dilengkapi dengan dokumen kependudukan dan surat pengantar dari pejabat
setempat (ketua RT/RW) maka pelaporan kematian dapat dilakukan.4

Dalam hal kematian yang berkaitan dengan tindak pidana tertentu harus
dipastikan bahwa prosedur hukum telah dilakukan, yang biasanya disertai dengan
surat permintaan visum, yang berarti membutuhkan penerbitan surat Visum et
Repertum. Pembedahan jenazah mungkin dibutuhkan untuk memperoleh sebab
kematian yang pasti.3

Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat pada orang yang mati diduga
akibat peristiwa pidana jika tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu,
dalam hal ini yang berperan tentunya adalah dokter spesialis kedokteran forensik
dan medikolegal.3

2.2.2. Syarat-syarat Penerbitan

Surat keterangan kematian dibuat berdasar keilmuan yang menerbitkannya


sehingga untuk pembuatannya pun harus jelas atas dasar apa, dan posisi atau profesi
pembuatnya. Keterangan ini dibuat sekurang-kurangnya berdasarkan atas
pemeriksaan luar jenazah. Namun dalam kasus tertentu, ada hubungan dengan
proses peradilan sehingga pembuatan surat keterangan kematian tidak boleh
langsung dilakukan.3

Saat ada surat permintaan visum atas korban meninggal, maka sebelum
pembuatan surat kematian, harus didahului dengan pembuatan Visum et Repertum,
di mana dalam beberapa kasus, otopsi ataupun pembedahan jenazah harus
dilakukan.3

Dalam alur pembuatannya, hal berikut harus ada agar dapat terbit surat
keterangan kematian dari pihak dan profesi manapun:
 Identitas individu yang meninggal dan waktu kematian
 Keterangan sebab meninggal (tidak wajib dicantumkan)
 Kejelasan identitas penerbit surat keterangan kematian

2.2.3. Isi Surat Keterangan Kematian

Menurut format baku surat keterangan kematian yang ditetapkan oleh


Kementerian Kesehatan, surat keterangan kematian berjumlah 4-5 embar dalam 1
rangkap dengan warna yang berbeda. Ketentuan format itu ialah sebuah surat
keterangan kematian harus tercantum nomor surat, bulan/tahun kematian, nama
RS/puskesmas, kode RS/puskesmas, nomor urut pencatatan kematian tiap bulan
dan nomor rekam medis. Pada bagian identitas jenazah terdapat nama lengkap,
Nomor Induk Kependudukan (NIK), jenis kelamin, tempat/tanggal lahir,
pendidikan almarhum/ah, pekerjaan almarhum/ah, alamat sesuai dengan
KartuTandaPenduduk (KTP)/KartuKeluarga (KK) dan status kependudukan, lalu
terdapat keterangan tentang waktu meninggal, umur saat meninggal, tempat
meninggal dan keterangan penyebab kematian berdasarkan ICD-10.5

Keterangan yang diberikan pada surat keterangan kematian adalah:8.9

 Yang berhubungan dengan kematian dan adanya keterangan dokter secara


terperinci, yaitu nama, umur, tempat, dan tanggal kematian.
 Bagian yang menyatakan pelaporan penyebab kematian, yaitu :
 Penyebab dasar kematian ditentukan oleh dokter yang merawat dan
ditulis di bagian penyebab kematian pada sertifikat kematian.
Penyebab kematian diklasifikasikan berdasarkan International
Classification of Disease (ICD). Kematian pada tahun 1979-1998
diklasifikasikan berdasarkan ICD Revisi Kesembilan (ICD 9)
sedangkan kematian pada tahun 1999 dan tahun-tahun berikutnya
diklasifikasikan berdasarkan ICD Revisi Kesepuluh (ICD 10).6.
 Bila seseorang meninggal, otoritas (biasanya dokter) yang
mensertifikasi kematian diperlukan untuk mencatat semua kondisi
yang dipikirkan menyebabkan atau berkontribusi pada sertifikat
kematian (lihat Sertifikat Medis Kematian). Untuk mematuhi
administrasi internasional, setiap kematian diklasifikasikan untuk
mengidentifikasi satu penyebab yang mendasarinya. Penyebab
kematian mendasari didefinisikan sebagai: a) penyakit atau luka
yang memicu kereta peristiwa mengarah langsung ke kematian, atau
b) keadaan dari kecelakaan atau kekerasan yang berakibat fatal
cedera. Ada juga referensi mendefinisikan penyebab kematian
sebagai "penyakit atau cedera yang memulai rangkaian kejadian
yang mengarah langsung ke kematian , atau keadaan kecelakaan
atau kekerasan, yang mengakibatkan luka fatal.6
 Patokan penulisan MCOD pada sertifikat kematian adalah:
 I(a) adalah penyebab langsung kematian. Sedangkan I(b) dan I(c)
adalah penyebab antara. I(d ) pula adalah penyebab dasar kematian.
II adalah faktor kontibusi kematian yang tidak berkaitan dengan I
tetapi turut berperan menyebabkan kematian.6
 Bagian terakhir dari surat keterangan kematian berisi tentang:
 Kehadiran dokter saat melihat kritis penyakit penderita
 Penyebab kematian tersebut ditulis dengan benar berdasarkan
keyakinan dan keilmuannya.
2.2.4. Format Surat Keterangan Kematian

Gambar 2: Contoh surat Keterangan Kematian


Gambar 3: Contoh surat Keterangan Kematian
2.3. Fungsi Surat Keterangan Kematian
Manusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir tercatat dalam
bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat
meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam surat keterangan kematian.
Surat keterangan kematian memungkinkan keluarga almarhum mendaftarkan
kematian. Ini memberikan catatan hukum permanen tentang fakta kematian
dan memungkinkan keluarga mengatur pemakaman mayat, dan untuk
menyelesaikan harta milik almarhum. Informasi dari sertifikat kematian
digunakan untuk mengukur kontribusi relatif berbagai penyakit terhadap
kematian. Banyak kegunaan mengapa surat keterangan kematian ini perlu
untuk diterbitkan atau dibuat yaitu diantaranya adalah :7.8
a. Untuk kepentingan pemakaman jenazah
b. Kepentingan pengurusan asuransi
c. Kepentingan pengurusan warisan
d. Pengurusan pensiunan janda/duda
e. Persyaratan menikah lagi
f. Pengurusan hutang piutang
g. Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar
h. Kepentingan statistik
Dalam dunia kesehatan, pencatatan atau pembuatan surat kematian penting
dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan tren
penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat. Hal ini perlu sebagai
bagian dari system surveillance guna menentukan tindakan dan intervensi apa
yang bisa dilakukan. Selain itu, data bisa juga dipakai sebagai upaya
monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan evaluasi program
yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data ini dapat menjadi sumber data
untuk penelitian biomedis maupun sosiomedis. 7.8
2.4. Landasan Hukum Surat Keterangan Kematian
Surat Keterangan Kematian memberikan catatan hukum permanen tentang
fakta kematian berdasarkan Peraturan bersama Mendagri dan Menkes No.15
tahun 2010, nomor 162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan
Penyebab Kematian.,Hal ini berdasarkan dasar hukum surat keterangan
kematian 3, 7:
 Bab I pasal 7 KODEKI, ‘‘Setiap dokter hanya memberikan keterangan
dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya’’
 Bab II pasal 12 KODEKI, ‘’Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah
pasien meninggal dunia’’
 Pasal 267 KUHP : Ancaman pidana untuk surat keterangan palsu
 Pasal 179 KUHAP: Wajib memberikan keterangan ahli demi
pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan sumpah
jabatan atau janji.
DAFTAR PUSTAKA

1. Biswas, Gautam. Review of Forensic Medicine and Pathology, 3rd edition.


New Delhi: 2015. Jaypee Brothers Medical Publisher.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan.
3. Syahputra A, Susanti R, Mulyani A. Gambaran Format dan Tata Cara
Pengeluaran Surat Keterangan Kematian pada Rumah Sakit di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1).
4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kementrian Kesehatan
Nomor 15 Tahun 2010 Nomor 162/MENKES/PB/I/2010.
5. Abdullah Arief Syahputra, Rika Susanti, Henny Mulyani. 2016.
Gambaran Format dan Tata Cara Pengeluaran Surat Keterangan
Kematian pada Rumah Sakit di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
6. Arialdi. M, 2016, Coding and Classification of Cause of Death In
Accordance with the Tenth Revision of the International Classification of
Diseases, CDC Publisher
7. Suciningtyas, Martiana. 2008. Death Certification. Forensic Medicine.
Retrieved 29 February 2018
8. Carol M., et al. 2005. Death Certification and Doctors’ Dilemmas: A
Qualitative Study of GPs’ Perspectives. British Journal of General
Practice; 55: 677–683.
9. Gani, M. Husni. 2005. Surat Keterangan Kematian. Ilmu Kedokteran
Forensik. Retrieved 29 February 2018
10.

Anda mungkin juga menyukai