PDRB Menurut Pengeluaran Kota Palangka Raya 2012-2016
PDRB Menurut Pengeluaran Kota Palangka Raya 2012-2016
PENGELUARAN 2012-2016
ISBN : 978-602-6463-10-4
No. Publikasi : 62710.1703
Katalog : 9302020.6271
Naskah : https://palangkakota
Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya
Penyunting:
Badan Pusat Statis ik Kota Palangka Raya
Diterbitkan oleh:
© Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya
Dicetak oleh:
CV. Grafitama Jaya
PenanggungJawab : Agie
Penyusun : Dian Arevina
Editor : Agie
Tata Letak : Dzikronah
Gambar Kulit : Dzikronah
Infografis (Desain) : Dian Arevina
Infografis (Gambar/icon) : Freepik, Flaticon
KATA PENGANTAR
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu perangkat data ekonomi
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah
(provinsi maupun kabupaten/kota). Perangkat data ini dapat pula digunakan untuk kepentingan
dan tujuan lain, seperti sebagai dasar pengembangan model-model ekonomi dalam rangka
menyusun formulasi kebijakan, kajian ekspor dan impor dan sebagainya.
Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi sehingga publikasi i i dapat terbit tepat waktu. Kami menyadari bahwa data
dan informasi yang disajikan dalam publikasi ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh
karena itu, setiap masukan yang bersifat membangun sangat dihargai demi penyempurnaan isi
publikasi ini selanjutnya.
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xiii
BAB I PENDAHULUAN 2
E. Perubahan Inventori 46
BAB V PENUTUP 58
LAMPIRAN 62
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut 29
Pengeluaran, 2012 - 2016
Tabel 3.2 PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Konstan 2010 31
Menurut Pengeluaran, 2012 - 2016
Tabel 3.3 Distribusi PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku 33
Menurut Pengeluaran, 2012 - 2016
Tabel 3.4 Laju Pertumbuhan PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga 34
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2012 - 2016
Tabel 3.5 Indeks Implisit PDRB Kota Palangka Raya Menurut Pengeluaran, 35
2012 - 2016
Tabel 3.6 Sumber Pertumbuhan PDRB Kota Palangka Raya Menurut 35
Pengeluaran, 2012 - 2016
Tabel 3.7 Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga Kota 37
Palangka Raya, 2012 - 2016
Tabel 3.8 Struktur Komponen Konsumsi Rumah Tangga Kota Palangka Raya, 39
2012 - 2016
Tabel 3.9 Pertumbuhan Riil Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga 40
Kota Palangka Raya, 2012 - 2016
Tabel 3.10 Pertumbuhan Implisit (Indeks Harga) Pengeluaran Konsumsi Akhir 41
Rumah Tangga Kota Palangka Raya, 2012 - 2016
Tabel 3.11 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir LNPRT Kota Palangka 42
Raya, 2012 - 2016
Tabel 3.12 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah Kota 43
Palangka Raya, 2012 - 2016
Tabel 3.13 Perkembangan dan Struktur PMTB Kota Palangka Raya, 2012 - 45
2016
Tabel 3.14 Perkembangan dan Struktur Perubahan Inventori Kota Palangka 46
Raya, 2012 - 2016
Tabel 4.1 PDRB dan PDRB Perkapita Kota Palangka Raya, 2012 - 2016 53
Tabel 4.2 Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap PDRB Kota 54
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut 30
Pengeluaran, 2012 - 2016
Gambar 3.2 PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Konstan 2010 31
Menurut Pengeluaran, 2012 - 2016
Gambar 3.4 Perbandingan PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga 32
Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Pengeluaran, 2012 - 2016
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
yang pada suatu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat
digunakan untuk https://palangkakotamelihatpergeseransertastruktur ekonomi. PDRB atas dasar
harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi pada suatu periode ke
periode ( tahun ke tahun atau triwulan e triwulan). Dalam publikasi ini tahun dasar yang
digunakan adalah tahun 2010 dan ini tentu akan mencerminkan struktur ekonomi terkini.
Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan
menjadi 17 kategori lapangan usaha yaitu: 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, 2.
Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Pengadaan Listrik dan Gas, 5.
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, 6. Konstruksi,
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 8. Transportasi dan
Pergudangan, 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, 10. Informasi dan
Komunikasi, 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12. Real Estat, 13. Jasa Perusahaan, 14.
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, 15. Jasa Pendidikan,
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, 17. Jasa lainnya. Setiap kategori lapangan usaha
tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub kategori lapangan usaha.
PDRB menurut pendekatan ini merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-
faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan
gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan
dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran
konsumsi rumah tangga (2) lembaga non profit yang melayani rumah tangga (3)
pengeluaran konsumsi pemerintah, (4) pembentukan modal tetap domestik bruto, (5)
perubahan inventori, dan (6) ekspor neto (ekspor dikurangi impor).
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama.
Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang
dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi.
PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar,
karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.
Data pendapatan regional adalah salah satu indikator makro yang dapat
menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat
diperoleh dari data ini antara lain adalah:
2. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
4. PDRB harga berlaku menurut pengeluaran menunjukkan produk barang dan jasa
digunakan untuk tujuan komunikasi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak
luar negeri.
6. PDRB pengeluaran atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju
pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
7. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala
atau per satu orang penduduk.
8. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilayah.
B. Cakupan
A. Pendahuluan
Sektor rumah tangga mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian.
Hal ini tercermin dari besarnya sumbangan komponen konsumsi rumah tangga dalam
pembentukan PDRB pengeluaran. Di samping berperan sebagai konsumen akhir barang
dan jasa, rumah tangga juga berperan sebagai produsen serta penyedia faktor produksi
untuk aktivitas produksi yang dilakukan oleh sektor institusi lainnya.
Sektor rumah tangga mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian.
Hal ini tercermin dari besarnya sumbangan komponen konsumsi rumah tangga dalam
pembentukan PDRB pengeluaran. Di samping berperan sebagai konsumen akhir barang
dan jasa, rumah tangga juga berperan sebagai produsen serta penyedia faktor produksi
PK-RT mencakup pengeluaran tas barang dan jasa oleh rumah tangga residen, baik
yang dilakukan di dalam mau un di luar wilayah domestik suatu region. Jenis barang dan
jasa yang dikonsumsi diklasifikasika menurut Classifications of Individual Consumption
by Purpose (COICOP) seperti yang direkomendasikan oleh United Nations (UN), sbb:
1. Makanan dan minuman tidak beralkohol
2. Minuman beralkohol, tembakau dan narkotik
3. Pakaian dan alas kaki
4. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya
5. Furniture, perlengkapan rumahtangga dan pemeliharaan rutin
6. Kesehatan
7. Angkutan
8. Komunikasi
9. Rekreasi/hiburan dan kebudayaan
10. Pendidikan
11. Penyediaan makan minum dan penginapan/hotel
12. Barang dan jasa lainnya
Nilai perkiraan sewa rumah milik sendiri harus diperhitungkan karena rumah tangga
o Pembelian barang yang tidak diproduksi kembali (diduplikasi), seperti barang antik,
lukisan, dan hasil karya seni lainnya diperlakukan sebagai investasi atas barang
berharga, bukan konsumsi rumah tangga.
o Barang dan jasa yang dibeli langsung (direct purchase) oleh residen luar wilayah
atau luar negeri termasuk dalam konsumsi rumah tangga dan diperlakukan
sebagai impor. Sedangkan pembelian langsung oleh non-residen diperlakukan
sebagai ekspor dari wilayah tersebut.
o Pengeluaran rumah tangga untuk keperluan biaya antara dan pembentukan modal
di dalam aktivitas usaha rumah tangga, tidak termasuk dalam pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Contoh, pembelian barang dan jasa untuk keperluan
usaha, perbaikan besar rumah, dan pembelian rumah.
C. Sumber Data
Data dasar yang digunakan untuk mengestimasi komponen PK-RT bersumber dari :
3. Data Sekunder (dari dalam maupun luar BPS), dalam bentuk data atau indikator
suplai komoditas dan jenis pengeluaran tertentu,
4. Indeks Harga Konsumen (IHK), BPS
D. Metoda Estimasi
7. Nilai PK-RT atas dasar harga Konstan diperoleh dengan cara membagi hasil poin 5
dengan poin 6.
Catatan:
A. Pendahuluan
Sektor Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) muncul sebagai
sektor tersendiri dalam suatu perekonomian suatu wilayah. Sektor ini berperan dalam
menyediakan barang dan jasa bagi anggotanya maupun bagi rumah tangga secara gratis
atau pada tingkat harga yang tidak berarti secara ekonomi. Harga yang tak berarti secara
ekonomi artinya harga yang ditawarkan dibawah tingkat harga pasar (tidak mengikuti
harga pasar yang berlaku).
LNPRT merupakan bagian dari lembaga non profit (LNP). Untuk diketahui, sesuai
dengan fungsinya LNP dapat dibedakan atas LNP yang melayani rumahtangga (LNPRT)
dan LNP yang melayani bukan rumah tangga. Adapun Karakteristik unit LNP adalah:
o LNP umumnya adalah lembaga formal, tetapi terkadang merupakan lembaga
informal yang keberadaannya diakui oleh masyarakat;
berhak menguasai profit atau surplus, karena profit yang diperoleh dari kegiatan
usaha produktif dikuasai oleh lembaga;
o Istilah non profit tidak berarti bahwa lembaga ini tidak dapat menciptakan
surplus melalui kegiatan produktifnya, namun surplus yang diperoleh biasanya
diinvestasikan kembali pada aktivitas sejenis.
LNPRT merupakan lembaga yang melayani anggota atau rumah tangga, serta tidak
dikontrol oleh pemerintah. Anggota yang dimaksud bukan berbentuk badan usaha.
LNPRT dibedakan atas 7 jenis lembaga, yaitu: Organisasi kemasyarakatan, Organisasi
sosial, Organisasi profesi, Perkumpulan sosial/ kebudayaan/olahraga/hobi, Lembaga
C. Cakupan
Nilai PK-LNPRT merupakan nilai output non-pasar yang dihasilkan LNPRT. Nilai
output non-pasar diestimasi berdasarkan nilai pengeluaran LNPRT dalam rangka
melakukan kegiatan operasionalnya. Pengeluaran yang dimaksud terdiri dari :
2 Kompensasi tenaga kerja, contoh : upah, gaji, lembur, honor, bonus dan
tunjangan lainnya https://palangkakota
3 Penyusutan
4 Pajak lainnya atas produksi (dikurangi subsidi), contoh: PBB, STNK, BBN dll
D. Sumber Data
Informasi yang diperole dari hasil SKLNP adalah rata-rata pengeluaran menurut
jenis lembaga dan jenis pengeluaran.
2. Hasil up-dating direktori LNPRT.
Informasi yang diperoleh dari hasil up-dating direktori LNPRT adalah jumlah
populasi LNPRT menurut jenis lembaga.
3. Indeks Harga Konsumen (IHK)
E. Metode Estimasi
2. Hasil dari poin 1 dikalikan dengan banyaknya lembaga pada pertengahan tahun
dari Direktori LNPRT;
6. Nilai PK-LNPRT atas dasar harga Konstan (ADHK) diperoleh dengan membagi hasil
poin 4 dengan poin 5.
Catatan :
A. Pendahuluan
Unit pemerintah adalah unit institusi yang dibentuk melalui proses politik, serta
mempunyai kekuasaan di bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif atas unit institusi lain
yang berada di dalam batas-batas teritori suatu wilayah negara. Pemerintah juga
berperan sebagai penyedia barang dan jasa bagi individu atau kelompok rumah tangga
tertentu, pemungut dan pengelola pajak atau pendapatan lainnya, serta berfungsi untuk
mendistribusikan pendapatan melalui aktivitas transfer. Dari sudut pandang lain, unit
pemerintah terlibat dalam produksi non-pasar.
Nilai PK-P merupakan besarnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh
pemerintah untuk dikonsumsi oleh pemerintah itu sendiri. Nilai tersebut diestimasi
dengan pendekatan pengeluaran, yakni sebesar nilai pembelian barang dan jasa yang
bersifat rutin, pembayaran kompensasi pegawai, transfer sosial dalam bentuk barang,
perkiraan penyusutan barang modal, serta nilai output dari unit Bank Indonesia. Nilai ini
masih harus dikurangi nilai penjualan barang dan jasa yang dihasilkan melalui unit
produksi yang tak terpisahkan dari aktivitas pemerintahan secara keseluruhan. Aktivitas
yang dimaksud mencakup aktivitas:
1. Memproduksi barang yang sama atau sejenis dengan barang yang diproduksi
oleh unit perusahaan seperti aktivitas pencetakan ublikasi, kartu pos, reproduksi
karya seni, pembibitan tanaman di kebun percobaan dsb. Aktivitas menghasikan
barang-barang semacam itu bersifat insidentil dan di luar fungsi utama unit
pemerintah.
C. Cakupan
Sektor pemerintahan terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam
melakukan aktivitasnya, pemerintah pusat akan mengacu pada dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan unit pemerintah daerah (baik
Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Desa) mengacu pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Pemerintah Daerah (APBD).
Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah (PK-P) kabupaten/kota mencakup;
D. Sumber Data
Secara umum, PK-P tas dasar harga Berlaku dihitung menggunakan rumusan
berikut :
PK-P atas dasar harga Konstan diestimasi dengan menggunakan metode deflasi.
Deflator PK-P atas dasar harga Berlaku dengan menggunakaan deflator. Deflator-deflator
yang digunakan adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) umum tanpa ekspor,
Indeks Upah, Indeks Implisit dari Produk Domestik Bruto komponen Pembentukan
Modal Tetap Bruto, Indeks Harga Konsumen (IHK) umum.
A. Pendahuluan
Aktivitas investasi merupakan salah satu faktor utama yang akan mempengaruhi
perkembangan ekonomi suatu negara/wilayah. Investasi disini terdiri dari investasi fisik
dan investasi finansial. Dalam konteks PDB/PDRB, aktivitas investasi fisik ini tercermin
pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan Perubahan Inventori.
PMTB erat kaitannya dengan keberadaan aset tetap (fixed asset) yang dilibatkan
dalam proses produksi. Secara garis besar aset tetap dapat d klasifikasi menurut jenis
barang modal seperti: bangunan dan konstruksi lain, mesin dan perlengkapan,
kendaraan, tumbuhan, ternak, dan barang modal lainnya.
PMTB didefinisikan sebagai penamb h n dan pengurangan barang modal yang ada
pada unit produksi dalam kurun waktu tertentu. Penambahan barang modal mencakup
pengadaan, pembuatan, pembe i , sewa beli (financial leasing) barang modal baru dari
dalam negeri serta barang modal baru maupun barang modal bekas dari luar negeri
(termasuk perbaikan be ar, transfer atau barter), serta pertumbuhan aset sumber daya
hayati yang dibudidaya (Cultivated Biological Resources/CBR). Sedangkan pengurangan
barang modal mencakup penjualan, transfer atau barter, dan sewa beli (financial
leasing) barang modal bekas pada pihak lain. Dalam hal pengurangan barang modal yang
disebabkan oleh bencana alam tidak dicatat sebagai pengurangan.
Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun, serta akan mengalami
penyusutan sepanjang usia pakai-nya. Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa di
dalamnya masih mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang
modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal
yang digunakan dalam proses produksi secara normal selama satu periode.
PMTB mencakup :
2. Biaya alih kepemilikan aset non-finansial yang tidak diproduksi, seperti lahan dan
aset yang dipatenkan;
D. Sumber Data
2. Nilai impor 2 digit HS, yang merupakan barang modal impor dari KPPBC (Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai) setempat.
3. Indeks Produksi Industri Besar Sedang dari Statistik Industri Kecil & Rumah
tangga (level provinsi).
4. Laporan keuangan perusahaan.
5. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang level provinsi.
6. IHPB dari Statistik Harga Perdagangan Besar.
7. Publikasi Statistik Pertambangan dan Penggalian (migas dan non-migas).
8. Publikasi Statistik Listrik, Gas & Air Minum.
9. Publikasi Statistik Konstruksi.
10. Data Eksplorasi Mineral dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
11. Statistik Peternakan, Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian
Pendekatan Langsung
Penghitungan PMTB dengan cara tidak sung, disebut sebagai pendekatan arus
komoditas (commodity flow approach). Pendekatan ini dilakukan dengan cara
menghitung nilai penyediaan produk barang yang dihasilkan oleh berbagai industri
(supply), yang kemudian sebagian di antaranya dialokasi menjadi barang modal.
Penghitungan PMTB dalam bentuk bangunan, dilakukan dengan menggunakan rasio
tertentu dari nilai output industri konstruksi, baik ADHB maupun ADHK 2010.
Penghitungan PMTB dalam bentuk mesin, alat angkutan dan barang modal lainnya
dibedakan atas barang modal yang berasal dari produksi domestik, dan yang berasal dari
impor. Untuk barang modal domestik, dapat diperoleh dengan dua cara. Pertama,
dengan mengalokasi output mesin, alat angkutan dan barang modal lain yang menjadi
pembentukan modal. Nilai tersebut masih harus ditambah dengan biaya angkut dan
margin perdagangan, sehingga diperoleh PMTB ADHB. Untuk memperoleh nilai ADHK
Pendekatan ke dua, yang harus dilakukan bila data output tidak tersedia adalah
dengan cara “ekstrapolasi” atau mengalikan PMTB ADHK 2010 dengan indeks produksi
jenis barang modal yang sesuai. Untuk itu penghitungan PMTB diawali dengan
menghitung PMTB ADHK 2010 terlebih dahulu. Selanjutnya untuk memperoleh PMTB
ADHB, nilai PMTB ADHK 2010 tersebut di “reflate”(dikalikan) dengan indeks harga
masing-masing jenis barang modal yang sesuai (sebagai inflator). Hal ini mensyaratkan
bahwa PMTB ADHK 2010 di tahun-tahun sebelumnya sudah tersedia secara lengkap.
Penghitungan PMTB dalam bentuk mesin, alat angkutan dan barang modal lain
yang berasal dari impor, dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) cara.
Pertama, PMTB ADHB diperoleh dari total nilai barang impor. Selanjutnya, barang
modal tersebut dirinci menurut kelompok utama seperti mesin-mesin, alat angkutan
dan barang modal lain. Apabila rician tersebut tidak tersedia dapat digunakan rasio
tertentu sebagai alokator (barang modal impor kode HS 2 digit). Ke dua, untuk
memperoleh PMTB ADHK 2010 adalah dengan cara men“deflate” PMTB ADHB dengan
menggunakan indeks harga yang sesuai.
PMTB ADHB untuk barang modal tak berwujud seperti eksplorasi mineral, dihitung
dengan cara mengumpulkan data laporan keuangan perusahaan terbuka di bidang
industri pertambangan. Dengan menggunakan data panel, pertumbuhan ADHB dari
aktivitas pertambangan itu menjadi pengali nilai eksplorasi mineral pada periode
sebelumnya. Sedangkan PMTB ADHK 2010 diperoleh dengan men-deflate nilai ADHB
dengan indeks implisit dari PDRB industri pertambangan. Selain itu, data dari ESDM dan
BP Migas diharapkan menjadi dasar atau data kontrol untuk data tahunannya.
Untuk perangkat lunak, PMTB ADHB diperoleh dengan cara mengumpulkan data
laporan keuangan perusahaan terbuka di bidang software. Untuk ADHK 2010 diperoleh
dengan men-deflate nilai ADHB dengan indeks implisit industri jasa perusahaan.
Penghitungan PMTB hasil karya hiburan, sastra, dan seni original (entertainment,
literary, or artistic original products), data dikumpulkan adalah nilai sinetron dan
program acara televisi yang dapat dibuat. Sedangkan data Impor film diperoleh dari nilai
impor film. PMTB ADHK 2010 diperoleh dengan cara mendeflate nilai ADHB dengan
indeks implisit industri jasa hiburan dan IHPB barang impor.
1. Rasio penggunaan output industri yang menjadi barang modal cenderung statis.
Untuk memperbaiki diperlukan survei dalam skala yang besar.
2. Nilai margin perdagangan dan angkutan (Trade and Transport Margin) sulit
diperoleh.
3. Selang (Lag) waktu antara data tahun pengukuran (referensi) dengan data
publikasi yang diperoleh dari sumber data tertentu, terlalu lama.
A. Pendahuluan
Dalam suatuhttps://palangkakotaperekonomian,inventoriatau persediaan merupakan
salah satu komponen penting yang dibutuhkan untuk kelangsungan suatu proses produksi,
disamping tenaga kerja dan barang modal. Komponen tersebut menjadi bagian dari
pembentukan modal bruto at u investasi fisik, yang terjadi di suatu wilayah pada kurun
waktu tertentu. Komponen inventori menggambarkan bagian dari investasi yang
direalisasikan dalam bentuk barang jadi, barang setengah jadi, serta bahan baku dan
bahan penolong. Ketersediaan data tenta perubahan inventori pada suatu periode
akuntansi menjadi penting guna memenuhi kebutuhan analisis tentang aktivitas
investasi.
Pengertian sederhana dari inventori (persediaan) adalah barang yang dikuasai oleh
produsen untuk tujuan diolah lebih lanjut (intermediate consumption) menjadi barang
dalam bentuk lain, yang punya nilai ekonomi maupun nilai manfaat yang lebih tinggi.
Termasuk dalam pengertian ini adalah barang yang masih dalam proses pengerjaan
(work in progress), serta barang jadi yang belum dipasarkan dan masih dikuasai oleh
pihak produsen.
Nilai perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori pada akhir periode
dengan nilai inventori pada awal periode (akuntansi). Perubahan inventori menjelaskan
seperti beras, terigu, minyak goreng dan gula pasir .Bagi rumah tangga pengadaan
inventori lebih ditujukan untuk kemudahan dalam mengatur perilaku konsumsinya saja.
C. Cakupan
2. Berbagai jenis bahan baku & penolong (material & supplies), yaitu semua bahan,
komponen atau persediaan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi;
3. Barang jadi, yaitu barang yang telah diproses tetapi belum terjual atau belum
digunakan, termasuk barang yang dijual dalam bentuk yang sama seperti pada
waktu dibeli;
4. Barang setengah jadi, yaitu barang-barang yang sebagian telah diolah atau belum
selesai (tidak termasuk konstruksi yang belum selesai).
5. Barang dagangan yang masih dikuasai oleh pedagang besar maupun pedagang
eceran untuk tujuan dijual;
6. Ternak untuk tujuan dipotong;
7. Pengadaan barang oleh pedagang untuk tujuan dijual atau dipakai sebagai bahan
bakar atau persediaan; dan
8. Persediaan pada pemerintah, yang mencakup barang strategis seperti beras,
D. Sumber Data
E. Metoda Estimasi
1. Metoda Revaluasi
o Data inventori yang dibutuhkan adalah dalam bentuk posisi atau pada satu saat
untuk periode waktu yang berurutan;
o Tidak seluruh komoditas inventori tersedia data volume dan harganya;
o Data perubahan inventori yang tersedia dalam bentuk v lume umumnya tidak
disertai data harganya. Jika data harga inventori tidak tersedia, maka dapat
diasumsikan indeks harga komoditas inventori mengikuti indeks implisit PDRB
yang sesuai; https://palangkakota
o Diperlukan adjustment dengan cara me-mark-up, guna untuk melengkapi estimasi
untuk industri yan datanya tidak tersedia.
2.6 EKSPOR DAN IMPOR
A. Pendahuluan
Aktivitas ekspor-impor dalam suatu wilayah diyakini telah terjadi sejak lama,
bahkan sebelum wilayah itu ditetapkan sebagai wilayah pemerintah. Ragam barang dan
jasa yang diproduksi serta disparitas harga, menjadi faktor utama munculnya aktivitas
ekspor impor. Wilayah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri berusaha
mendatangkan dari luar wilayah bahkan luar negeri. Di sisi lain, wilayah yang
memproduksi barang dan jasa melebihi dari kebutuhan domestik, terdorong untuk
memperluas pasar ke luar wilayah atau bahkan ke luar negeri.
C. Cakupan
D. Sumber Data
1. Data Statistik Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari BPS (dalam US$)
2. Data Statistik Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dari BPS (dalam US$)
3. Neraca Pembayaran Indonesia dari BI
4. Laporan Simopel, yaitu laporan (bulanan) bongkar muat barang di pelabuhan;
5. Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi di jembatan timbang;
6. Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi dari hasil survei.
7. Kurs transaksi rata-rata tertimbang dari Bank Indonesia.
E. Metode Penghitungan
Ekspor-Impor barang luar negeri dinilai menurut harga free on board (fob) dalam
US$. Penghitungan ekspor barang luar negeri dilakukan dengan mengalikan nilai barang
(sesuai PEB) dengan kurs transaksi beli rata-rata tertimbang. Sedangkan Impor barang
luar negeri dilakukan dengan mengalikan nilai barang (sesuai PIB) dengan kurs transaksi
jual rata-rata tertimbang. Nilai ekspor-impor jasa berasal dari Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Disamping itu nilai ekspor-impor
tersebut masih ditambah/dikurangi dengan nilai pembelian langsung (direct purchase)
dan transaski yang tidak terdokumentasi (undocumented trasnsaction) baik oleh residen
Pada periode tahun 2012 - 2016 PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku
meningkat cukup signifikan, yakni sebesar 5.215,1 miliar Rupiah, 7.577,9 miliar Rupiah
(2012); 8.637,9 miliar Rupiah (2013); 9.829,6 miliar Rupiah (2014); 11.289,3 miliar Rupiah
(2015); dan 12.792,9 miliar Rupiah (2016). Peningkatan ini dipengaruhi baik oleh
perubahan harga maupun perubahan volume. Peningkatan PDRB sisi produksi diikuti
oleh peningkatan PDRB dari sisi permintaan akhir atau PDRB pengeluaran. Peningkatan
PDRB menurut komponen pengeluaran Kota Palangka Raya pada periode 2012-2016
dapat dilihat dari Tabel 3.1 dan Gambar 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1
PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Pengeluaran, 2012 - 2016
(Miliar Rp)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
12,000.0
10,000.0
8,000.0
6,000.0
4,000.0
2,000.0
0.0
MIliar RP 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori Ekspor
Impor
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Selain dinilai atas dasar harga yang berlaku, PDRB pengeluaran juga dapat dinilai
atas dasar harga konstan 2010 atau atas dasar harga dari berbagai jenis produk yang
divaluasi dengan harga tahun 2010. Melalui pendekatan ini, nilai PDRB pada masing-
masing tahun memberikan gambaran tentang perubahan PDRB secara volume atau
kuantitas (tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga). PDRB pengeluaran atas dasar harga
Konstan 2010 menggambarkan terjadinya perubahan atau pertumbuhan ekonomi secara
riil, utamanya terkait dengan peningkatan volume permintaan atau konsumsi akhir.
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Gambar 3.2
10,000.0 7.60
9,000.0 7.53 7.50
8,000.0 7.40
7,000.0
7.29 7.30
Rp
6,000.0
7.19 7.20
4,000.0
Miliar
5,000.0
7.10
3,000.0 7.00
2,000.0 6.96 6.92 6.90
1,000.0
6.80
0.0
2012 2013 2014 2015*) 2016**)
%
Konsumsi Rumah Tangga Axis Title Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori Ekspor
Impor Laju
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dari Tabel 3.2, terlihat bahwa nilai PDRB ADHK di Kota Palangka Raya meningkat
selama periode 2012-2016, yakni sebesar 6 721,5 miliar Rupiah (2012); 7.227,4 miliar
2016**)
2015*)
2014
2013
2012
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dari Gambar 3.3, terlihat bahwa nilai PDRB ADHB selalu lebih tinggi dari PDRB
ADHK. Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan harga yang cenderung
meningkat. Sedangkan pada PDRB ADHK, pengaruh dari harga tersebut telah ditiadakan.
Sama halnya dengan PDRB ADHB, sebagian besar pengeluaran akhir PDRB ADHK juga
menunjukkan peningkatan.
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dari Tabel 3.3 terlihat bahwa selama periode 2012-2016, PDRB Kota Palangka Raya
sebagian besar digunakan untuk aktivitas kebutuhan konsumsi akhir rumahtangga (PK-
RT), pembentukan modal (PMTB) dan konsumsi pemerintah (PKP). Pengeluaran untuk
konsumsi akhir rumahtangga sekitar 41 sampai dengan 47 persen dengan tren yang
cenderung menurun. Pengeluaran untuk akitvitas pembentukan modal (PMTB) berkisar
Tabel 3.4
Laju Pertumbuhan PDRB Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Pengeluaran, 2012 - 2016
(persen)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Konsumsi Rumah Tangga 5,37 3,95 3,58 4,94 4,54
2. Konsumsi LNPRT 6,96 13,51 7,07 5,92 8,01
3. Konsumsi Pemerintah 13,23 6,95 6,39 9,05 (3,73)
4. Pembentukan Modal Tetap 7,26 3,78 11,32 8,75 6,24
Bruto
5. Perubahan Inventori 14,60 (6,98) 35,59 21,96 22,94
6. Ekspor 5,02 9,55 7,43 6,20 5,93
7. Impor 7,23 5,58 7,44 7,05 0,69
PDRB 7,29 7,53 6,96 7,19 6,92
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
1
Indeks implisit PDRB pengeluaran menggambarkan besarnya perubahan harga yang
terjadi dari sisi konsumen akhir barang dan jasa (rumah tangga, LNPRT, pemerintah, dan
perusahaan), baik yang digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi maupun
ekspor/impor. Dari Tabel 3.5 akan terlihat tingkat kenaikan harga selama periode tahun
1 Indeks perkembangan
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Kota Palangka Raya maupun produk (impor) yang didatangkan dari luar wilayah atau luar
negeri akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir oleh rumahtangga.
Data berikut menunjukkan bahwa pada periode tahun 2012 - 2016 pengeluaran
konsumsi akhir rumah tangga mengalami peningkatan, baik dari sisi nominal (atas dasar
harga berlaku) maupun secara riil (atas dasar harga konstan). Kenaikan jumlah penduduk
Tabel 3.7
Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga
Kota Palangka Raya, 2012 - 2016
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
2 Diturunkan dari perhitungan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK 2010)
Menurut perkiraan ADHB, rata-rata konsumsi per kapita terus meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2012, secara rata-rata setiap penduduk di Kota Palangka
Raya menghabiskan dana sekitar 15,3 juta rupiah setahun untuk membiayai konsumsi
baik dalam bentuk makanan maupun bukan makanan (sandang, perumahan, pendidikan,
dsb). Pengeluaran ini terus meningkat menjadi 16,1 juta rupiah (2013); 17,1 juta rupiah
(2014); 18,6 juta rupiah (2015); dan menjadi 19,9 juta rupiah (2016).
Sementara itu, berdasarkan perkiraan ADHK 2010, rata-rata konsumsi per perkapita
selama periode 2012 s.d 2016 tumbuh positif, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi
pada tahun 2015 yaitu sebesar 4,94 persen. Rata-rata konsum i per-kapita menunjukkan
kecenderungan yang searah dengan kenaikan jumlah penduduk dan diikuti pula oleh
kenaikan nilai konsumsinya. Sejak tahun 2012 hingga ahun 2016, rata-rata konsumsi per-
kapita baik ADHB maupun ADHK mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata konsumsi setiap penduduk di Kota Palangka Raya meningkat, baik secara
kuantitas (volume) maupun secara nil i.
Pada tahun 2012 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga sebesar 5,37
persen. Kemudian, berturut-turut sebesar 3,95 persen (2013); 3,58 persen (2014); 4,94
persen (2015); dan 4,54 ersen (2016). Sementara itu pertumbuhan rata-rata konsumsi
per-kapita pada masing-masing tahun adalah; 2,04 persen (2012); 0,71 persen (2013);
0,44 persen (2014); 1,81 persen (2015); dan 1,46 persen (2016). Dari data tersebut
nampak bahwa peningkatan total konsumsi “riil” rumahtangga lebih tinggi dari
peningkatan jumlah penduduk yang berada pada kisaran 3 persen. Hal ini
mengindikasikan telah terjadi perbaikan pada tingkat kesejahteraan masyarakat,
meskipun tidak dapat dijelaskan lebih jauh melalui perangkat data PDRB ini. Peningkatan
tersebut tentu berpengaruh pada struktur konsumsi rumah tangga.
Sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, kontribusi konsumsi bukan makanan
cenderung meningkat. Proporsi pengeluaran untuk makanan selama periode tersebut
cenderung berada pada kisaran yang menurun, yaitu 47,07 persen (2010) ; 45,82 persen
(2011) ; 44,61 persen (2012) ; 43,73 persen (2013) ; 42,45 persen (2014) ; dan 40,67 persen
(2015).
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Pola proporsi konsumsi di atas, menunjukkan pergeseran yang relatif kecil antara
kebutuhan rumah tangga atas makanan dan non makanan. Walaupun demikian,
pengeluaran untuk kebutuhan non-makanan menjadi semakin penting sebagai akibat dari
perubahan dan pengaruh tatanan ekonomi sosial dalam masyarakat. Pengeluaran tersebut di
antaranya meliputi biaya untuk pendidikan, pembelian alat dan perlengkapan elektronik,
pembelian alat transportasi, jasa komunikasi, jasa transportasi, jasa kesehatan, perjalanan
wisata, restoran, sewa bangunan tempat tinggal, jasa hiburan dan sebagainya.
Dilihat dari pertumbuhan “riil” nya, pengeluaran rumah tangga baik untuk
kelompok makanan maupun non makanan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif.
Selama periode 2012-2016 pertumbuhan riil konsumsi makanan pada berada dibawah 2
persen. Sementara untuk konsumsi non makanan tumbuh dikisaran 1,30 – 12,34 persen.
Pertumbuhan “riil” ini menunjukkan adanya perubahan konsumsi rumah tangga dalam
bentuk kuantum (volume) dari waktu ke waktu. Informasi ini menunjukkan terjadinya
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Pada 2012 laju pertumbuhan tertinggi pada sub kelompok konsumsi lainnya; diikuti
dengan sub kelompok konsumsi Hotel dan Retoran yaitu sebesar 10,98 persen dan 09,21
persen. Tahun berikutnya 2013, laju pertumbuhan tertinggi ada pada sub kelompok
konsumsi Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budaya tumbuh sebesar 8,56 persen.
Tahun 2014 laju pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada konsumsi Hotel dan Restoran,
dengan laju sebesar 12,34. Tahun 2015 dan 2016 pertumbuhan tertinggi pada sub
kelompok konsumsi Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budayadengan laju masing-
masing sebesar 8,61 persen dan 7,45 persen.
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) adalah salah satu unit
institusi yang melakukan kegiatan produksi, konsumsi dan akumulasi aset. Keberadaannya
diakui oleh hukum atau masyarakat, terpisah dari orang atau entitas lain yang memiliki atau
mengendalikan. Dalam kegiatannya, LNPRT merupakan mitra pemerintah dalam mengatasi
berbagai masalah sosial seperti kemiskinan dan lingkungan hidup.
Pengeluaran Konsumsi Kolektif. Barang dan jasa individu merupakan barang dan jasa
privat, dimana ciri-ciri barang privat adalah a) Scarcity, yaitu ada
kelangkaan/keterbatasan dalam jumlah; b) Excludable consumption, yaitu konsumsi
suatu barang dapat dibatasi hanya pada mereka yang memenuhi persyaratan tertentu
(biasanya harga); dan c) Rivalrous competition, yaitu konsumsi oleh satu konsumen akan
mengurangi atau menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal serupa.
Contoh barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah dan tergolong sebagai barang dan
jasa individu adalah jasa pelayanan kesehatan pemerintah di rumah sakit/puskesmas dan
jasa pendidikan di sekolah/universitas negeri.
Sedangkan barang dan jasa kolektif ekuivalen dengan barang publik yang memiliki
ciri a) Non rivalry, yaitu pengeluaran satu konsumen terhadap suatu barang tidak
mengurangi kesempatan konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang tersebut dan
b) Non excludable, yaitu apabila suatu barang publik tersedia, maka tidak ada yang dapat
menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
4 Diturunkan dari perhitungan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK 2010)
menjadi sebesar 17 784,3 ribu rupiah. Kebijakan pehematan anggaran yang booming pada
tahun 2016 berdampak pada menurunnya konsumsi pemerintah di Kota Palangka Raya.
Gambaran tenta konsumsi akhir pemerintah secara “riil” peningkatan baik secara
keseluruhan maupun rata-rata per penduduk. Parameter ini adalah pendekatan untuk
mengukur pemerataan kesempatan masyarakat atas pengeluaran sumber daya finansial
oleh pemerintah.
Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada sajian PDRB menurut
pengeluaran, lebih menjelaskan tentang bagian dari pendapatan (income) yang
direalisasikan menjadi investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan
sebagai gambaran dari berbagai produk barang dan jasa yang sebagian digunakan
5
sebagai investasi fisik (kapital) . Fungsi kapital adalah sebagai input tidak langsung
(indirect input) didalam proses produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat
berasal dari produksi domestik maupun dari impor.
Pengelompokan PMTB pada PDRB tahun dasar 2010 dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu Bangunan dan Non Bangunan. Data di bawah ini menjelaskan bahwa,
5 Selain bagian lain yang menjadi konsumsi antara, konsumsi akhir, ataupun diekspor
Tabel 3.13
Perkembangan dan Struktur PMTB Kota Palangka Raya, 2012 – 2016
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Proporsi non bangunan terhadap total PMTB cenderung menurun selama tahun 2012-
2016, sementara proporsi bangunan cenderung meningkat seperti yang disajikan dalam
Tabel 13. Perubahan yang terjadi pada proporsi tersebut tidak lepas dari pengaruh
pertumbuhan yang terjadi pada masing-masing komponen PMTB. Selama periode 2012-
2016 pertumbuhan pada komponen bangunan cenderung meningkat, sementara
6
Diturunkan dari perhitungan PDRB (atas dasar harga berlaku /ADHB )
7 Diturunkan dari perhitungan PDRB (atas dasar harga konstan/ADHK 2010)
E. Perubahan Inventori
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Berbeda dengan komponen pengeluaran lain yang dapat dianalisis agak rinci,
perubahan inventori baru dapat dianalisis dari sisi proporsinya saja. Perbedaan dalam
pendekatan dan tata cara estimasi menyebabkan komponen inventori tidak dikaji terlalu
dalam. Hal utama yang dapat dilihat dari komponen ini adalah, bahwa proporsi dalam
Pada tahun 2012 perubahan inventori atas dasar harga berlaku sebesar 78,0 miliar
rupiah atau menyumbang sebesar 1,03 persen terhadap pembentukan PDRB Kota
Palangka Raya. Sedangkan tahun 2013 proporsinya turun menjadi 0,84 persen atau
sebesar 72,7 miliar rupiah. Pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 1,10
persen terhadap total PDRB Kota Palangka Raya. Pada tahun 2015 perubahan inventori
mampu menyumbang sebesar 1,21 persen atau sebesar 136,7 miliar rupiah. Pada tahun
2016 proporsinya menurun menjadi 1,37 persen atau sebesar 175,0 miliar rupiah.
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Secara total, dalam kurun waktu 2012-2016 nilai ekspor barang dan jasa
menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2012 nilai ekspor barang dan jasa
Pertumbuhan riil total ekspor berkisar 5,02-9,55 persen. Pertumbuhan yang tinggi
tersebut terjadi tahun 2013 dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2012.
Sementara itu, pada tahun berikutnya, pertumbuhan ekspor pada masing-masing tahun
adalah sebesar 7,43 persen (2014); 6,20 persen (2015); dan 5,93 persen (2016).
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa secara total nilai impor barang dan jasa
Kota Palangka Raya meningkat (baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan 2010) pada kurun tahun 2012 .d 2016. Pada tahun 2012 nilai impor barang dan
jasa atas dasar harga berlaku mencapai 7.663,0 miliar rupiah; kemudian meningkat di
tahun 2013 menjadi 8.479,7 miliar rupiah; 9.630,4 miliar rupiah pada tahun 2014;
10.564,7 miliar rupiah pada tahun 2015; dan menjadi 11 232,2 miliar rupiah pada tahun
2016. Sementara itu proporsinya terhadap PDRB cenderung menurun, pada tahun 2012
impor barang dan jasa memberikan kontribusi sebesar 101,12 persen. Pada tahun
berikutnya kontribusi impor barang dan jasa menurun menjadi 98,17 persen.
Selanjutnya, pada tahun 2014-2016 proporsi impor barang dan jasa sebesar 97,97
persen; 93,58 persen; dan 87,80 persen.
Agregat ini menjelaskan nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan di dalam
wilayah ekonomi Kota Palangka Raya dimana didalamnya masih terkandung nilai
penyusutan. PDRB dapat digunakan sebagai ukuran “produktivitas”, karena menjelaskan
kemampuan wilayah dalam menghasilkan produk dome tik.
Dari series data PDRB pengeluaran dapat diturunkan beberapa ukuran yang
berkaitan dengan PDRB maupun variabel pendukung lain, untuk melihat perkembangan
tingkat pemerataan, dapat disajikan data PDRB perkapita.
Tabel 4.1
PDRB dan PDRB Perkapita Kota Palangka Raya, 2012 – 2016
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Yang dimaksud dengan konsumsi akhir adalah penggunaan berbagai produk barang
dan jasa akhir (baik berasal dari produk domestik maupun impor) untuk menunjang
aktivitas ekonomi. Pelaku konsumsi akhir meliputi rumah tangga, LNPRT, dan
pemerintah. Walaupun ketiga institusi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda dalam
sistem ekonomi, tetapi sama-sama membelanjakan sebagian pendapatannya untuk
tujuan konsumsi akhir.
Tabel 4.2
Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap PDRB
Kota Palangka Raya, 2012 – 2016
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
K I It
ICOR Y Y Y Y
t t 1
https://palangkakota
Tabel 4.3
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
2. Publikasi ini menyajikan analisis sederhana tentang perilaku konsumsi, investasi, dan
perdagangan antar daerah yang dimaksud. Analisis didasarkan pada indikator yang
diturunkan dari PDRB pengeluaran. Analisis terse ut juga dilengkapi dengan indikator
sosial demografi (seperti penduduk), sehingga hasil analisis yang disajikan menjadi
lebih informatif.
3. Data disajikan dalam bentuk series data dari tahun 2012 s.d 2016, sehingga mudah
didalam menggambarkan perubahan atau kecenderungan yang terjadi antara waktu.
Masing-masing parameter disajikan dalam satuan yang berbeda (rupiah, indeks,
persentase, rasio, unit, dsb) sesuai dengan tujuan analisis dan karakteristik masing-
masing data.
4. Data dan indikator yang diturunkan dari sajian data PDRB menurut pengeluaran,
dapat dijadikan acuan bagi pengembangan dan perluasan indikator ekonomi makro
lain seperti pendapatan disposabel, tabungan, serta model ekonomi sederhana yang
saling berkaitan antara seluruh variabel ekonomi dan variabel yang tersedia. Bahkan
secara langsung maupun tidak langsung dapat dikaitkan dengan tampilan data
ekonomi makro lain seperti PDRB menurut lapangan usaha (industri), Tabel Input-
Output, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dan bahkan Neraca Arus Dana.
Lampiran 1
Produk Domestik Regional Bruto Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran,
2012-2016
(Miliar Rp)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Produk Domestik Regional Bruto Kota Palangka Raya Atas Dasar Harga Konstan Menurut
Pengeluaran, 2012-2016
(Miliar Rp)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
(Persen)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
(Persen)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
(Persen)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Indeks Harga Implisit Produk Domestik Regional Bruto Kota Palangka Raya
(2010=100) Menurut Pengeluaran, 2012-2016
(Persen)
Komponen Pengeluaran 2012 2013 2014 2015*) 2016**)
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara