Anda di halaman 1dari 7

MATERI KEDOKTERAN JIWA UNTUK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

OLEH:

RANDI SITORUS
KRISDAYANTI SILABAN
WIWIT PUSPITA SARI
SALMA MUNIFAH
TITIP ELIA GUSTAMI

PEMBIMBING:

DR. ANDRI SUDJATMOKO,SP.KJ

KEPANITRAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU
2018
A. Kesehatan Jiwa di Komunitas

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup
harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya
kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,
menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan orang
lain.

Derajat kesehatan jiwa masyarakat dapat dilihat dari angka kejadian gangguan jiwa
dan disabilitas. Gangguan dan penyakit jiwa termasuk burden disease, WHO (2001),
menyatakan bahwa 12 % dari global burden disease disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.
Angka ini lebih besar dari penyakit dengan penyebab lainnya (fisik).

Meskipun tidak tercatat sebagai penyebab kematian maupun kesakitan utama di


Indonesia, bukan berarti kesehatan jiwa tidak ada atau kecil masalahnya. Kurang terdatanya
masalah kesehatan jiwa disebabkan kesehatan jiwa belum mendapat perhatian. Prevalensi
gangguan jiwa di Indonesia saat ini diperkirakan sudah mencapai 11.6% (Riskesdas,
Departemen Kesehatan RI, 2007). Kesakitan dan kematian karena masalah gangguan jiwa
diketahui semakin meningkat di negara maju.

Gambar 1. Hubungan masalah kesehatan jiwa dengan kualitas dan produktifitas hidup
Dewasa ini Pemerintah telah menyediakan pelayanan kesehatan jiwa kepada
masyarakat melalui sistem pelayanan kesehatan jiwa mulai dari tingkat primer, sekunder dan
tersier. Namun demikian jika dikaitkan dengan beban biaya yang harus dikeluarkan, maka
pendekatan kepada masyarakat akan lebih efektif dan efisien.

Pelayanan Kesehatan Jiwa di masa lalu bersifat spesialistik dan dikembangkan untuk
RSJ maupun RSU. Sedangkan yang bersifat umum dilakukan di Puskesmas. RSJ dijadikan
pusat rujukan dan pembinaan pelayanan kesehatan jiwa agar pelayanan kesehatan jiwa dapat
diselenggarakan secara komprehensif. Pelayanan kesehatan jiwa dewasa ini mengalami
perubahan fundamental, dari pelayanan kesehatan jiwa dengan perawatan tertutup menjadi
terbuka. Dalam penanganan gangguan jiwa, pendekatan klinis-individual beralih ke
produktifsosial sesuai dengan berkembangnya konsep kesehatan jiwa komunitas.

Kesehatan jwa komunitas adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan jiwa berbasis
masyarakat, dimana seluruh potensi yang ada di masyarakat dilibatkan secara aktif.
Paradigma baru dalam kesehatan jiwa komunitas adalah konsep penanganan masalah
kesehatan jiwa di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dalam penanganan gangguan jiwa, terutama terhadap penderita gangguan jiwa berat,
dilakukan secara manusiawi tanpa mengabaikan hak-hak azasi mereka. Pendekatan yang
dilakukan beralih dari klinis-individual ke produktif-sosial sesuai dengan berkembangnya
konsep kesehatan jiwa komunitas.

B. Jumlah kunjungan dan angka kekambuhaan pada pasien psikiatri di pusat


pelayanan primer

Manajemen pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat dilakukan secara bertahap dan


berkelanjutan untuk mengurangi angka kekambuhan, diantaranya yaitu :

1. Deteksi dini

Untuk membentuk Kelurahan Siaga Sehat Jiwa hal pertama yang harus dilakukan
adalah meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesehatan jiwa melalui cara deteksi
dini kesehatan jiwa. Deteksi dini sebagai awal penemuan masalah sehingga dapat menekan
angka kejadian gangguan jiwa di masyarakat dan akan tercipta desa siaga sehat jiwa. Kader
kesehatan Jiwa dapat melakukan deteksi dini. Deteksi dini akan rutin dilakukan selama
beberapa periode sekali sesuai dengan musyawarah kader. Deteksi dini dilakukan selama 1
tahun sekali berguna untuk mengetahui kesehatan jiwa pada warga. Tidak menutup
kemungkinan angka kejadian ODGJ akan mengalami peningkatan atau penurunan, sehingga
kegiatan ini harus dilakukan secara rutin dalam jangka waktu tertentu.

2. Kunjungan rumah

Kegiatan kunjungan rumah yang dilakukan oleh kader kesehatan sesuai dengan KAK
(kerangka acuan kunjungan) rumah pasien dengan gangguan jiwa. KAK (kerangka acuan
kunjungan) rumah berisi pengertian kunjungan, tujuan kunjungan rumah, kebijakan
kunjungan rumah serta prosedur kunjungan rumah sesuai dengan buku pedoman menurut UU
no.18 Th.2004 tentang kesehatan jiwa. Kunjungan rumah dilakukan untuk mendapat
informasi serta mengetahui kondisi pasien yang telah mengalami gangguan jiwa atau ODGJ.
Kegiatan ini dilakukan 1 bulan sekali pada tiap pasien. Setiap kader harus mempunyai buku
pedoman kunjungan rumah sebagai alat untuk mendokumentasikan kondisi korban.
Kunjungan rumah dilaksanakan maksimal selama 2 jam yang meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik serta edukasi kesehatan pada pasien maupun keluarga. Kader melakukan
kunjungan secara mandiri ataupun didampingi oleh petugas puskesmas. Apabila kader
menemukan kondisi pasien yang semakin memburuk maka kader dapat melakukan rujukan
kasus ke pelayanan kesehatan.

3. Rujukan kasus

Rujukan pasien gangguan jiwa adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbale balik terhadap satu kasus
penyakit gangguan jiwa atau masalah kesehatan jiwa secara vertikal (dari unit yang lebih
mampu menangani). Pasien dirujuk adalah pasien yang atas pertimbangan kader, perawat
atau dokter yang memerlukan pelayanan di Rumah Sakit baik untuk diagnostik atau terapi.
Rujukan kasus harus dilaksanakan sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur)
rujukan. Rujukan kasus dapat dilakukan apabila ada temuan kasus baru ataupun pasien
mengalami kondisi yang semakin memburuk sesuai dengan persetujuan keluarga.

4. Pergerakan masyarakat

Investasi SDM untuk kesehatan jiwa merupakan hal penting, karena masalah
kesehatan jiwa berdampak terhadap pembiayaan kesehatan, produktivitas kerja, dan masalah
psikososial di masyarakat. Kegiatan ini dilakukan kader dengan melaksanakan penyuluhan
dan psikoedukasi pada masyarakat. Pergerakan masyarakat dilakukan kader dengan 3
sasaran, yakni ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), ODMK (Orang dengan masalah
kejiwaan) serta ODS (Orang dengan sehat jiwa). Dengan adanya 3 sasaran yang berbeda
maka informasi yang disampaikan kader dapat diterima dengan baik. Tujuan utama dalam
kegiatan ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan jiwanya sehingga
masyarakat turut berpartisispasi secara aktif dalam pelaksanaan manajemen kesehatan jiwa.

5. Posyandu jiwa

Setelah terbentuknya kader kesehatan jiwa di kelurahan Wonokromo, para kader


sudah bisa mengaplikasikan kegiatan di homebase Karsewa secara mandiri, tapi tetap
didampingi oleh pihak puskesmas Wonokromo dalam bentuk posyandu jiwa. Pelaksanaan
posyandu jiwa dilakukan secara periodik sesuai dengan jadwal yang ditentukan, misal 1
bulan sekali. Kegiatan dalam posyandu jiwa yaitu meliputi pemeriksaan fisik, anamnese,
konsultasi, penyuluhan serta terapi aktivitas kelompok yang dib
C. Peran Keluarga pada pasien gangguan jiwa

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan “perawat
utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang
diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak
diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali
(kambuh).

Peran serta keluarga sejak awal perawatan di tumah sakit akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat
dicegah. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya
kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan
terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah
karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.

Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi


penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan
keluargaPenderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih
besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis
lainnya. Hal ini tampak lebih jelas dialami oleh penderita skizofrenia, mereka sering
mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan,
diisolasi atau dipasung. Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau
madness).

Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari
keluarga atau anggota masyarakat mengenai skizofrenia. Hal itu menyebabkan penderita
skizofrenia yang sudah sehat memiliki kecenderungan untuk mengalami kekambuhan lagi
sehingga membutuhkan penanganan medis dan perlu perawatan di Rumah Sakit Jiwa lagi.

Penderita skizofrenia yang mendapatkan dukungan keluarga mempunyai kesempatan


berkembang kearah positif secara maksimal, sehingga penderita skizofrenia akan bersikap
positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya karena keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama yang dikenal. Dengan dukungan keluarga yang seimbang bagi penderita
skizofrenia diharapkan baginya agar dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh dan
memperkecil kekambuhannya . Modifikasi pemberian obat pada pasien skizofrenia paranoid

D. Modifikasi pemberian obat pada pasien skizofrenia paranoid

Skizofrenia adalah penyakit mental kronis yang menyebabkan gangguan


proses berpikir. Orang dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana
khayalan dan kenyataan. Itu sebabnya masyarakat Indonesia sering menyebut skizofrenia
dengan “gila”. Penyakit ini juga menyebabkan pengidapnya tidak memiliki kemampuan
untuk berpikir, mengingat, ataupun memahami masalah tertentu.

Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia yang paling sering ditemukan di


tengah masyarakat. Gejala paling khas dari skizofrenia paranoid adalah delusi (waham)
dan halusinasi. Itulah sebabnya, orang dengan skizofrenia paranoid cenderung mendengar
suara-suara di dalam pikiran mereka dan melihat sesuatu yang tidak nyata.

Tidak hanya itu, orang yang memiliki skizofrenia paranoid juga sering menunjukkan
perilaku kacau yang menyebabkan diri mereka tidak dapat mengendalikan perilakunya.
Akibatnya, pengidap skizofrenia paranoid sering berperilaku tidak pantas, sulit
mengendalikan emosi, hasrat, serta keinginannya. Secara umum, skizofrenia adalah gangguan
kejiwaan kronis yang membutuhkan pengobatan berkepanjangan untuk meringankan
gejalanya.

Skizofrenia adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara total. Akan tetapi,
beberapa gejalanya dapat ditangani dengan pengobatan dan terapi perilaku kognitif, sehingga
penderitanya dapat lebih mudah untuk menjalani aktivitas. Orang dengan kondisi ini bisanya
dirawat oleh seorang psikiater dan psikolog berpengalaman. Dalam banyak kasus, perawatan
di rumah sakit jiwa diperlukan agar kebersihan, nutrisi, serta keamanan pasien terjamin.

Obat-obatan memegang peranan penting untuk membantu mengendalikan gejala


sikozofrenia. Obat skizofrenia yang biasa diresepkan adalah antipsikotik. Obat antipsikotik
bekerja dengan memengaruhi neurotransmitter dopamin dan serotonin di dalam otak,
sehingga obat ini dapat membantu meringankan gejala skizofrenia.

Obat skizofrenia ini dapat digunakan lewat oral atau suntikan. Jika pasien
mengembangkan gejala yang tergolong ringan sehingga masih mudah diatur, dokter akan
memberikan obat skizofrenia oral. Sementara jika pasien mengembaangkan gejala yang
tergolong berat sehingga sulit untuk diatur, dokter terpaksa akan memberikan obat
skizofrenia suntik.

Antipsikotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antipsikotik generasi pertama dan
generasi kedua. Antipsikotik generasi kedua umumnya lebih sering diresepkan dokter karena
memiliki risiko efek samping yang lebih rendah daripadai antipsikotik generasi pertama.

Penyakit kejiwaan sering terjadi karena pasien memiliki konsep pemikiran yang
dibangun bukan berdasarkan logika, dalam jangka waktu yang lama. Dokter akan
menyarankan terapi kognitif untuk membantu pasien menemukan kebiasaan alam bawah
sadar yang menyebabkan penyakit ini.

Kemudian, akan dilakukan terapi perilaku dan pelatihan secara psikologis untuk
memperbaiki cara berpikir yang salah tersebut. Saat pemikiran-pemikiran negatif tersebut
berkurang dan kognitif Anda kembali normal (kemampuan mengingat sampai pada
kemampuan memecahkan masalah), tandanya gejala telah berhasil diatasi.

Dokter Anda mungkin akan memberi resep antineurotik harian untuk mencegah gejala
seperti delusi dan paranoid. Tambahannya, dokter Anda mungkin akan menggunakan
pengobatan psiko-sosial untuk para pasien. Pengobatan psikososial adalah terapi konseling
yang mendukung kegiatan sehari-hari dan juga aktivitas-aktivitas komunitas.
Namun pada pasien dengan skizofrenia paranoid, tingkat kecurigaanya tinggi, maka
pasien cendrung tidak mau minum obat yang diberikan, maka untuk memodifikasinyadapat
dilakukan berbagai cara:

1. Kapsul plasebo

Dokter menyiapkan resep obat dalam bentuk kapsul dan meminta apoteker untuk
menyiapkan plasebonya (kapsul yang diisi tepung). Obat dalam bentuk kapsul yang
disediakan diberikan kepada pasien, sedangkan kapsul yang berisi tepung diberikan kepada
keluarga pasien. Hal ini dilakukan agar pasien merasa tidak hanya dia yang perlu meminum
obat, tetapi keluargannya juga, hal ini membantu pasien percaya kepada dokter.

2. Tetes Haloperidol

Obat tetes haloperidol diteteskan ke dalam miniuman atau makanan pasien.

Anda mungkin juga menyukai