Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR PSIKIATRI KLINIS DAN PERKEMBANGAN

KEPRIBADIAN

Gangguan Kepribadian dan Prilaku Masa Dewasa

TITIP ELIA GUSTAMI

H1A013030

PEMBIMBING:

DR. ANDRI SUDJATMOKO,SP.KJ

KEPANITRAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU
2018
I. Psikoanalisis

Teori psikoanalisis merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan


tentang hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Unsur-unsur yang
diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal
lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi
konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi
pada anak-anak atau usia dini. Psikoanalisis memiliki banyak hal untuk
ditawarkan kepada pendidikan. Hubungan di antara mereka seperti sebuah
perkawinan di mana kedua pasangan sadar akan kebutuhan bersama mereka, tapi
tidak terlalu mengerti satu sama lain dan karena juga tidak mengerti akan
namanya menyatu.

Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis


dapat dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran
psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari
segi struktur, dinamika, dan perkembangannya. Freud berpendapat bahwa
kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das
Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego,
dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi,
dan perlengkapan sendiri.

2. Dinamika Kepribadian

Dinamika kepribadian, menurut Freud, adalah bagaimana energi psikis


didistribusikan dan dipergunakan oleh das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Freud
menyatakan bahwa energi yang ada pada individu berasal dari sumber yang sama
yaitu makanan yang dikonsumsi. Bahwa energi manusia dibedakan hanya dari
penggunaannya, energi untuk aktivitas fisik disebut energi fisik, dan energi yang
dunakan untuk aktivitas psikis disebut energi psikis. Freud menyatakan bahwa
pada mulanya yang memiliki energi hanyalah das Es saja. Melalui mekanisme
yang oleh Freud disebut identifikasi, energi tersebut diberikan oleh das Es kepada
das Ich dan das Ueber Ich.
3. Mekanisme Pertahanan Ego

Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism)


sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka
dari dorongan-dorngan das Es maupun untuk menghadapi tekanan das Uber Ich
atas das Ich, dengan tujuan kecemasan yang dialami individu dapat dikurangi atau
diredakan. Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah
mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam mekanisme
pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai.

1. Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan kecemasan


dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan
tersebut ke dalam ketidaksadaran.

2. Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah


atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan
primitif das es yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku
yang bisa diterima, dan bahkan dihargai oleh masyarakat.

3. Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang


menimbulkan kecemasan kepada orang lain.

4. Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan


kepada objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding individu semula.

5. Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutarbalikkan kenyataan,


dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih tertentu yang
seakan-akan masuk akal. Rasionalissasi sering dibedakan menjadi dua: sour grape
technique dan sweet orange technique.

6. Pembentukan reaksi, adalah upaya mengatasi kecemasan karena individu


memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara berbuat
sebaliknya.

7. Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya.

4. Tahap-tahap Perkembangan

Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian Menurut Freud, kepribadian


individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima, dan perkembangan selanjutnya
sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya
Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian berlangsung melalui 5 fase,
yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh
tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Kelima fase perkembangan
kepribadian adalah sebagai berikut:

1. Fase oral (oral stage): 0 sampai dengan 18 bulan. Bagian tubuh yang sensitif
terhadap rangsangan adalah mulut.

2. Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini
bagian tubuh yang sensitif adalah anus.

3. Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun. Bagian tubuh yang
sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.

4. Fase laten (latency stage): kira-kira usia 6 sampai pubertas. Pada fase ini
dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.

5. Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan
selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ
reproduksi.
5. Fiksasi

Menurut Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk ketika anak berusia


lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian dan akan mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap
psikoseksual selesai dengan sukses maka akan menghasilkan bentuk kepribadian
yang sehat. Namun sebaliknya, jika tahapan pada perkembangan tersebut tidak
terselesaikan atau mengalami hambatan, maka dapat menghasilkan fiksasi.

Fiksasi adalah perilaku menetap yang dibawa dari kecil hingga


perjalanannya menuju dewasa. Sampai konflik tersebut diselesaikan, individu
akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Contoh dalam hal ini misalnya, seseorang
yang tidak menyelesaikan tahap oralnya dengan baik maka ketika ia dewasa ia
akan terpaku pada tahap oral. Untuk lebih lengkapnya, berikut fase perkembangan
psikoseksual berdasarkan teori freud:

1. Fase Oral, Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan usia 1-2
tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan melalui makanan, ASI, dan kelekatan
hubungan emosional antara anak dan ibu. Tahap ini memfokuskan interaksi yang
terjadi melalui mulut bayi, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat
penting. Pada tahap ini bayi dipuaskan melalui kesenangan dari rangsangan oral
yaitu melalui kegiatan mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya
tergantung pada ibu jadi saat itulah bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan
dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus
menjadi kurang bergantung pada ibu. Jika terjadi hambatan pada tahap ini, Freud
mengemukakan bahwa individu nantinya akan memiliki masalah dengan
ketergantungan dan juga agresi. Fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah berupa
kesulitan mempercayai orang lain, peminum, perokok, makan terlalu banyak, suka
menggigiti kuku.
2. Fase Anal, Fase ini berkembang pada saat balita menginjak usia 15 bulan
sampai dengan usia 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan
aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai
periode “toilet training”. Pada tahap anal, Freud mengemukakan bahwa fokus
utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet yaitu dimana anak harus
belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
Menurut Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada bagaimana
cara orang tua mengajarakan pendekatan pelatihan toilet. Seharusnya, orang tua
memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang
tepat, dengan hal tersebut orang tua akan mendorong hasil positif dan membantu
anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif
selama tahap ini dapat menjadi dasar individu untuk menjadi orang dewasa yang
kompeten, produktif dan kreatif.
Belum semua orang tua memahami, memberikan dukungan, dan dorongan
yang anak perlukan selama tahap ini. Pada fase ini seringkali orang tua merasa
direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa
memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras
kepada anaknya dan yang kebanyakan terjadi adalah beberapa orang tua justru
memberikan respon berupa mengejek, menghukum anak. Hal tersebut akan
membuat anak menjadi gagal melewati fase ini. Menurut Freud, respon orangtua
yang tidak tepat dapat mengakibatkan dampak negatif, yaitu kurangnya rasa
percaya diri pada anak. Kegagalan pada masa ini akan menciptakan individu
dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-
masokis salah satunya disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar maka individu
nantinya akan berkembang menjadi anak yang memiliki sifat boros
atau berantakan. Jika orang tua memulai pendekatan toilet training terlalu dini,
maka kepribadian anak akan lebih ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic, Fase ini berkembang pada anak usia 3 sampai 6 tahun. Pada tahap
phallic atau yang biasa disebut sebagai fase erotik, fokus utama adalah pada alat
kelamin. Anak-anak juga sudah bisa menemukan perbedaan antara pria dan
wanita. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak suka
memegangi penisnya, dan pada kenyataannya hal tersebut seringkali membuat
marah orangtuanya. Freud juga mengemukakan masalah tentang Oediphus dan
Electra complex yaitu tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga
tentang teori “penis envy” yaitu dimana anak perempuan akan dekat kepada
ayahnya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan
tidak tahu aturan.
Freud mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra
complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga teori tentang
“penis envy” yang terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan
dekat kepada ayahnya. Pada tahap ini anak laki-laki mulai melihat ayah mereka
sebagai saingan mereka terhadap kasih sayang yang diberikan ibu. Kompleks
Oedipus menggambarkan perasaan yang ingin sepenuhnya memiliki ibu dan
keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, pada fase ini anak juga merasakan
kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah. Hambatan pada tahap ini dapat
menyebabkan kesulitan dalam indentitas seksual dan bermasalah dengan otoritas,
ekspresi malu, dan takut. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian
yang imoral dan tidak tahu aturan.

4. Fase Latent, Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat usia 6
tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak
dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada
fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan
lingkungannya.Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap
ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi
sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan
komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil.
Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar
banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan
dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode
terpisah.

5. Fase Genital, Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya
pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis
dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula
seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung
jawab akan dirinya.
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat
seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya
pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama
tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan
keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan

Anda mungkin juga menyukai