Anda di halaman 1dari 20

I.

KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi Muskuloskletal
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengusruskan pergerakan. Komponen utama sistem muskoluskeletal
adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, dan otot.
1. Sistem Tulang
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan
mempunyai fungsi utama, yaitu:
a) Membentuk rangka badan
b) Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
c) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alat dalam, seperti otak, sum sum tulang belakang, jantung,
dan paru-paru
d) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, posfat, magnesium
dan garam
e) Ruang di tengah tulang tertentu yang mempunyai fungsi tambahan
lain, yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Fungsi Umum dari Tulang,yaitu :
a) Formasi kerangka
Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan ukuran
tulang dan menyokong struktur tubuh yang lain.
b) Formasi sendi-sendi
Tulang-tulng membentuk persendian yang bergerak dan tidak
bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional.
c) Perlekatan otot
Tulang-tulang menyediakan pembukaan untuk tempat melekatnya
otot, tendo, dan ligamentum.
d) Sebagai pengungkit
Untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
e) Penyokong berat badan
Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan
dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga dapat menjadi
kaku dan lentur.
f) Proteksi
Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi
struktur-struktur yang halus seperti otak, medulla spenalis, jantung,
paru-paru, alat-alat dalam tubuh, dan panggul.
g) Haemopoiesis
Sum-sum tulang merupakan tempat pembentulkan sel-sel
darah,tetapi terjadinya pembentukan sel-seldarah sebagian besar
terjadi di sum-sum tulang merah.
h) Fungsi immunologi
Limposit B dan makropak-makropak dibentuk dalam sistem
retikuloendotelial sum-sum tulang.
i) Penyimpanan kalsium
Tulang mengandung 97% kalsium tubuh baik dalm bentuk
anorganikmaupun dalam bentuk garam, terutama kalsium fosfat.
Pada fase awal perkembangan tulang embrio(pada minggu k-3 dan
ke-4) terbentuk tiga lapisan germinal yaitu ectoderm, mesoderm,
dan endoderm. Lapisan ini merupakan jaringan yang bersifat multi
potensial serta akan membentuk mesenkim yang kemudian
berdiferensisasi membentuk jaringan tulang rawan. Pada minggu
ke-5 perkembangan embrio terbentuk tonjolan anggota gerak
(Limb bud) yang didalamnya terdapat sel mesoderm yang
kemudian akan berubah menjadi mesenkim yang merupakan bakal
terbentuknya tulang dan tulang rawan.
Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap, yaitu :
a. Pada minggu ke-5 perkembangan embrio, tulang rawan terbentuk dari
prakartilago. Ada 3 jenis tulang rawan yaitu : tulang rawan hialin,
tulang rawan fibrin, dan tulang rawan elastic.
b. Setelah minggu ke-7 perkembangan embrio, tulang akan terbentuk
melalui dua cara yaitu :
1) Secara langsung : pada proses ini tulang akan terbentuk secara
langsung dari membrane tulang dalam bentuk lembaran,misalnya
pada tulang muka,pelvis, scapula, dan tulang tengkorak. Proses
penulangan ini ditandai terbentuknya osteoblas yang merupakan
rangka dari trabekula tulang yang penyebarannya secar radial.
2) Secara tidak langsung : proses ini tulang terbentuk dari tulang
rawan. Proses penulangan tulang rawan terjadi melalui dua
cara,yaitu :
a) Osifikasi Sentral : terjadi melalui osifikasi endokondral.
b) Osifikasi Perifer : terjadi di bawah perikondrium atau
osifikasi periosteum. Pertumbuhan intertisial terjadi melalui
proses osifikasi endokondral pada tulang rawan. Ada dua
lokasi pertumbuhan tulang rawan dan tulang panjang, yaitu :
 Tulang rawan artikuler : pertumbuhan tulang panjang
terjadi pada daerah tulang rawan artikuler dan
merupakan tempat satu-satunya bagi tulang untuk
bertumbuh pada daerah epifisis.
 Tulang rawan lempeng epifisis : pertumbuhan ini terjadi
keseimbangan antara dua proses, yaitu:1). Proses
pertumbuhan : adanya pertumbuhan intertisial tulang
rawan dari lempeng epifisis memungkinkan terjadinya
penebalan tulang. 2). Proses kalsifikasi : kematian dan
penggatian tulang rawan pada daerah permukaan
metafisis terjadi melalui proses osifikasi endokodral.
Perkembangan tulang berasal dari jenis pertumbuhan membranosa dan
kartilago. Proses peletakan jaringan tulang (histogenesis) disebut osifikasi
(penulangan). Jika hal ini terjadi dalam suatu model selaput dinamakan
penulangan intramembranosa dan tulang yang dibentuk dinamakan tulang
membrane atau tulang derma karena tulang ini berasal dari suatu membrane.
Tulang-tulang endokondral(tulang kartilago) merupakan tulang yang berkembang
dari penulangan suatu model tulang rawan. Penulangan ini dinamakan tenulangan
intrakartilaginosa (penulangan tidak langsung).
Ujung Pertumbuhan Tulang
Epifise bersatu dengan diafise. Pusat-pusat epifise akan menyatu dengan
diafise sehingga terjadi pada tulang-tulang yang lain. Korpus dari semua tulang-
tulang panjang dan besar memperlihatkan akhir dari suatu alur yang berfungsi
sebagai suatu lubang pada tulang yang di sebut suramen nutrisia yang digunakan
pada arteri nutrisia untuk memasuki korpus.
2. Anatomi Sistem Tulang
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam, yaitu :
A. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis
diebut metafisis. Di daerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada
daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
B. Tulang pendek (short bone), misalnya tulang-tulang karpal.
C. Tulang pipih (flat bone), misalnya tulang parietal, iga, scapula, dan pelvis.
D. Tulang takberaturan (irregular bone), misalnya tulang vertebrata.
E. Tulang sesamoid, misalnya tulang patella.
F. Tulang sutura (sutural bone),ada di atap tengkorak.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut
korteks dan bagian dalam (endosteum) yang bersifat spongiosa berbentuk
trabekula dan diluarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal
daripada orang dewasa, yang memungkinkan penyembuhan tulang pada anak
lebih cepat dibandingkan orang dewasa.

Fisiologi Sel Tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
1) Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblas menyekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang
peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ked ala matriks
tulang.
2) Osteosit adalah sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Bentuk tulang
dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis yang semakin
meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses panuaan. Matriks organic yang sudah tua berdegenerasi
sehingga membuat tulang relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan
tulang yang baru memerlukan matriks organic baru sehingga member
tambahan kakuatan pada tulang.

Klasifikasi Tulang
Terdapat berbagi bentuk dan saiz tulang. Ini membolehkan tulang-tulang
memenuhi keperluan khusus bagi tulang tersebut. Tulang-tulang memenuhi
keperluan khusus bagi tulang tersebut. Tulang-tulang diklasifikasikan berdasarkan
kepada empat bentuknya.
1) Tulang Panjang
Tulang –tulang dalam kumpulan ini secara umumnya lebih panjang, lebar dan
berfungsi sebagai tuas. Kebanyakan dari pada tulang-tulang panjang adalah
tulang - tulang mampat. Contoh tulang pada tangan (humerus, radius, ulna,
metacarpal, dan falanges) dan kaki (femur, tibia, fibula, metatarsal, falangus)
kecuali pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
2) Tulang Pendek
Secara umumnya tulang-tulang pendek berbentuk kiub dan didapati di ruang-
ruang yang tertutup. Tulang – tulang ini berongga. Contoh tulang – tulang
pergelangan tangan ( karpal ) dan pergelangan kaki (tarsal).
3) Tulang Pipih
Tulang – tulang ini berbentuk pipih, tipis, dan melengkung. Tulang-tulang ini
berfungsi sebagai tempat pelekatan otot-otot dan melindungi organ-organ di
bawahnya. Contohnya tulang – tulang cranium, rusuk, dan sternum.
4) Tulang tak sama bentuk
Tulang – tulang tak sama bentuk berfungsi sebagai tempat pelekatan otot atau
artikulasi. Contoh tulang – tulang vertebra ( servikel, torasik, lumbar, sekrum,
dan koliks ) dan tulang telinga tengah ( stapes, inkus, maleus).

B. Definisi
Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel
bulat, kecil yang paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama
kehidupan. Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas primer yang paling
sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis. tulang yang
paling sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Sarkoma Ewing adalah
neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitive
sumsum tulang pada dewasa muda.Sarkoma Ewing adalah suatu tumor
ganas yang jarang terjadi dimana sel kanker dapat ditemukan pada tulang
maupun jaringan lunak.Ewing’s sarcoma dijelaskan pertama kali pada
tahun 1921 oleh Dr.James Ewing (1866 – 1943), dimana penyakit ini
berbeda dengan limfoma dan jenis penyakit kanker lainnya pada masa
itu.Biasanya penyakit ini menyerang tulang panjang seperti pelvis, femur,
humerus dan tulang rusuk. Sarkoma Ewing juga dapat bermetastasis ke
tempat lain seperti sumsum tulang, paru-paru, ginjal, hati, kelenjar
adrenal,dan jaringan lunak lainnya.Walaupun Ewing’s sarcoma termasuk
salah satu kanker tulang, namun dapat juga terjadi pada jaringan lunak
yang lebih dikenal dengan nama ekstraosseus sarkoma ewing.
Sarkoma Ewing ini sangatlah ganas dengan rendahnya tingkat
kesembuhan walaupun dengan pembedahan ablatif baik disertai radiasi
ataupun tidak. Namun demikian terapi radiasi pada daerah primer dan
daerah metastase yang dikombinasi dengan kemoterapi menggunakan
doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine dan dactynomycin
dilaporkan dapat meningkatkan kelangsungan hidup penderita sekalipun
dengan metastase. Memang terapi multimodalitas diyakini akan
meningkatkan proporsi long-term disease-free survival dari kurang 15 %
menjadi lebih dari 50 % pada 2 – 3 dekade belakangan ini.
C. Etiologi(penyebab)
Hingga kini, penyebab kanker tulang belum diketahui secara pasti.
Namun faktor genetik atau keturunan tampaknya memainkan peran besar
dalam banyaknya kasus kanker tulang. Kondisi lain yang menyebabkan
peningkatan risiko kerusakan dan regenerasi tulang dalam jangka waktu
tertentu juga meningkatkan risiko berkembangnya tumor tulang. Hal ini
menjadi penjelasan mengapa Sarkoma Ewing sering menimpa anak-anak,
ini karena pertumbuhan tulang mereka yang cepat.
Berikut ini beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena kanker tulang.

1) Paparan radiasi tinggi dari suatu pengobatan yang pernah dialami


penderita, misalnya radioterapi.
2) Pernah memiliki riwayat suatu jenis kanker mata yang disebut
retinoblastoma saat kecil.
3) Pertumbuhan tulang yang cepat pada pubertas.
4) Menderita penyakit Paget, yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan
tulang lemah.
5) Menderita penyakit hernia umbilitikus sejak lahir.
D. Patofisologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi
oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik
yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik
atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada
proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan
periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.
Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia,
rangsangan fisik berulang, hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik
(bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau
berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau
bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor
jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan
sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut
pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh
karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan
dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga
tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh
menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan
seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang
terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis)
ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh
darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain.
Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat
merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi
terganggu.
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri,
membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru,
duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase
mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).

E. ManifestasiKlinis
1) Nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadisemakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
2) Fraktur patologik (patah tulang).
3) Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas.
4) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena.
5) Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai sarcoma Ewing :
a) Pemeriksaan darah rutin.
b) Transaminase hati.
c) Laktat dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan
adanya atau berkembangnya metastase.
2) Pemeriksaan radiologis :
a) Foto rontgen.
b) CT scan : Pada daerah yang dicurigai neoplasma (misal : pelvis,
ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan
hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner.
Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3) Pemeriksaan invasif :
a) Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample sumsum
tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan
adanya metastase.
b) Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk
mendiagnosis Ewing’s Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak,
biopsi pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.

G. Penatalaksanaan
Semua pasien dengan sarkoma Ewing, meskipun sudah mengalami
metastase harus diobati dengan sebaik-baiknya. Untuk keberhasilan
pengobatan diperlukan kerja sama yang erat diantara ahli bedah, kemoterapist
dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang efektif guna
mengendalikan lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan
sarkoma Ewing sekarang ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus
kemoterapi sebelum radiasi.
Kemoterapi adjuvant adalah suatu kewajiban yang biasa digunakan
untuk pengobatan sarkoma ewing. Secara dua dekade berturut-turut,
kemoterapi adalah terapi yang lebih efektif.
Adapun obat kemoterapi yang digunakan sejak 1960 adalah
vincristine, actinomycin D dan cyclophosphamide (regimen VAC) yang
memang terbukti secara pemantauan jangka panjang. Penelitian terbaru,
terbukti dengan studi yang memperlihatkan bahwa ada dua jenis obat yang
sangat efektif berikatan dengan sel-sel agen tumor, antara lain alkylating
agent dan anthracycline. Disini dibuktikan bahwa isosfamide dan
cyclophosphamide merupakan agen alkylating dan anthracycline doxorubicin
akan menstabilkan dan membuat maksimal jika digunakan dengan regimen
VAC.
Sekarang secara universal telah ditemukan adanya terapi terbaru yang
telah difokuskan pada pengobatan lokal dengan strategi yang lebih baik, yang
telah dibuktikan pada berbagai macam pasien untuk tumor ekstremitas. Dua
strategi untuk meningkatkan hasil lokalisasi pada pasien. Pertama,
membandingkan efisiensi antara ifosfamide dengan cyclophosphamide,
ternyata yang lebih bagus adalah regimen yang menggunakan ifosfamide
karena bisa menginduksi waktu paruh lebih panjang. Strategi kedua adalah
menggabungkan antara ifosfamide dan etoposide di dalam terapi VDCA
(vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide dan actinomycin D), ternyata
hasilnya meningkatkan masa hidup yang lebih lama. Studi ini membuktikan
bahwa untuk pasien yang penyakitnya masih terlokalisasi, hasilnya lebih
bagus tapi tidak ada hasil yang memuaskan bila ada metastasis. Terapi radiasi
biasanya menggunakan energi tinggi untuk menghancurkan atau membunuh
sel-sel kanker dari kecenderungan untuk tumbuh dan bermetastasis. Ini
termasuk pembedahan kecil. Terapi ini hanya bisa digunakan untuk area yang
spesifik. Radiasi tidak bisa digunakan untuk daerah yang tidak terlokalisasi
atau sel-sel kanker yang sudah menyebar pada bagian-bagian tubuh.
Radioterapi bisa dilakukan dengan dua cara yakni eksternal dan internal:
1) Secara eksternal dengan cara mengirimkan energi radiasi tingkat tinggi
yang berasal dari mesin secara langsung pada tumor.
2) Secara internal atau brachiterapi, biasanya dengan menanamkan
implantasi atau sejenis materil radioaktif yang lebih kecil, dekat dengan
kanker. Sarkoma ewing relatif sensitif terhadap radiasi. Bila terlokalisasi,
terapi radiasi adalah terapi utama tapi akan lebih efektif jika digabungkan
dengan kemoterapi.
Efek samping bisa timbul dengan berjalannya waktu. Dosis besar
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit di area yang langsung menerima
radioterapi. Pada pasien sarkoma ewing bisa menyebabkan kerusakan
pembuluh darah vena dan saraf, sedangkan pemberian pada efek-efek lanjut
biasanya muncul pada anak-anak, bisa menyebabkan atropi, fibrosis,
gangguan pertumbuhan tulang, gangguan pergerakan, edem dan kerusakan
saraf perifer.
H. Komplikasi

1. Akibat langsung : patah tulang.


2. Akibat tidak langsung : penurunan berat badan, anemia, penurunan
kekebalan tubuh.
3. Akibat pengobatan : gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah,
kebotakan pada kemoterapi.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat kesehatan
a) Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
b) Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
c) Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
3. Pengkajian fisik
a) Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
b) Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
4. Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
5. Keterbatasan rentang gerak

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
(amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a) Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b) Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur
dengan tepat,
c) Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk
menghilangkannya, dan
d) Skala nyeri 0-2.

Intervensi:

a) Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki
perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat
nyeri pasien.
b) Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering,
pijatan lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan
yang luka.
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan
mengurangi nyeri.
d) Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya
stress.
e) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji
efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri
.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a) Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program
pengobatan, dan tindakan keamanan,
b) Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan
keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c) Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan
tindakan beraktivitas, dan
d) Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas
sesuai tingkat optimal

Intervensi :

1) Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan


persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi
(persepsi tidak proporsional).
2) Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV,
membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol
diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
3) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada
yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi,
mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
4) Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan
pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan
pasien untuk sembuh.
5) Berikan diet Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan
mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah
penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi
penurunan BB.
6) Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.

3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan


berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu
yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan teratasi
seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk
mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut

Intervensi :
a) Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
b) Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko
kerusakan kulit lebih lanjut.
c) Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama
dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
d) Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit /
kerusakan kulit.
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf /
antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan
jaringan lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b) Leukosit dalam batas normal, dan
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya:


edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3) Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
4) Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan
gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5) Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC.


Jakarta

Doengoes, Marilynn E. Et al. 2016, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia Anderson. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Reeves, J. Charlene. Et al. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 5. Salemba


medika. Jakarta

Tucker, Susan Martin et al.2012, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3,


Penerbit Buku Kedokteran EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

EWING SARKOMA

Oleh

JIANS FAUJI

113063J117026

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2017

Anda mungkin juga menyukai