Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN

MYASTENIA GRAVIS
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Yurida Olviani, Ns., M.Kep


Abdul Wahab, S.Kep., Ns

Disusun Oleh:

Siti Hapsah, S.Kep


NPM. 1914901210153

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
MYASTENIA GRAVIS

A. Definisi
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di mana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis
mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Usia awitan dari miastenia gravis
adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60 tahun untuk pria. Kelemahan otot
yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah
komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan,
bicara cadel, kelopak mata turun, dan penglihatan kabur atau ganda. Sekitar 15%
orang mengalami peristiwa berat yang disebut dengan krisis miastenia. Hal ini
kadang kala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah dan pada
beberapa orang, otot yang diperlukan untuk pernafasan melemah. Keadaan ini
dapat mengancam nyawa (Abdullah, 2016)
B. Pathway
1. Definisi Cedera Autoimun, Gangguan sub imun
Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun kronik Diagnosa
yang ditandai oleh bermacam-macam tingkat kelemahan Simplifikasi region pasca sinaps o Hambatan mobilitas fisik
dari otot skelet (volunter) tubuh. Kata miastenia gravis o Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang secara Gangguan konduksi neuromuskular o Ketidakefektifan pola nafas
harafiah berarti kelemahan otot yang berat atau gawat o Hambatan komunikasi verbal
(Istiantoro, 2012). ↓ jumlah reseptor asetikolin pada membrane postsinap
3. Manifestasi Klinis
Miasthenia Gravis dapat terjadi
Hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan secara berangsur atau mendadak.
2. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui. Tanda dan gejala (Yudistira, 2014):
Kerusakan pada transmisi impuls saraf
Akan tetapi, penyakit ini diyakini a. Pengatupan kelopak mata yang
karena; lemah, ptosis, dan diplopia
Gangguan potensial aksi sel saraf
a. Respon autoimun b. Kelemahan otot skeletal dan
b. Pelepasan asetilkolin yang tidak keluhan mudah lelah
Gangguan kontraksi serabut otot
efektif. c. Kelemahan otot yang progresif
dan kehilangan fungsi
c. Respon serabut otot yang tidak
Gangguan otot wajah, Gangguan otot Kelemahan otot b. Tampilan wajah yang kosong serta
adekuat terhadap asetilkolin
laring, faring pernafasan tanpa ekspresi dan nada vocal
Hambatan hidung
4. Komplikasi Mobilitas Fisik
Disfonia e. Regurgitasi cairan yang sering ke

Status hiperkolinergik dapat terjadi yang dalam hidung dan kesulitan


ditandai dengan peningkatan motilitas Kesulitan Kelemahan otot Ketidakmampuan batuk mengunyah serta
usus, kontrisksi pupil, dan bradikardi. mengucapkan kata- palatum efektif
Individu dapat mengalami mual muntah, f. Kelemahan otot-otot pernapasan,
kata
berkeringat, dan diare. penurunan volume tidal serta
Sesak nafas Sekresi mucus
Gawat napas dapat terjadi: kapasitas vital
g. Kelemahan otot pernapasan (krisis
Gagal nafas, Disfagia, Krisis miastenik,
Hambatan Ketidakefektifan Ketidakefektifan
komunikasi verbal miastenik)
Krisis cholinergic pola nafas bersihan jalan nafas

Hambatan Mobilitas Fisik Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Ketidakefektifan Pola Nafas Hambatan Komunikasi Verbal
o NOC: aktivitas fisik meningkat o NOC : mengeluarkan sputum, jalan o NOC : pernafasan membaik o NOC : peningkatan kemampuan
o NIC: monitoring vital sign, kaji nafas tetap paten o NIC : Manajremen jalan nafas, untuk berkomunikasi
kemampuan mobilisasi,latih o NIC : batuk efektif, posisi semipowler, ventilasi mekanik, terapi o NIC: lalukan pemeriksaan berkala
kebutuhan ADLs secara mandiri mobilisasi untuk mefasilitasi ekspansi oksigen dan pemantauan tanda- dan kaji kemampuan klien dalam
sesuai kemampuan dada dan ventilasi tanda vital menerima pesan, dorong untuk
nerkomunikasi secara perlahan
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosa miastenia
gravis (Abdullah, 2016), antara lain;
No. Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Manfaat
1. Elektrodiagnostik Repetitive Nerve Stimulation
(RNS) = Normal Repetitive Nerve Stimulation (RNS) pada
penderita miastenia gravis terdapat
penurunan jumlah reseptor asetilkolin,
sehingga pada RNS tidak terdapat adanya
suatu potensial aksi.
Single-fiber Electromyography (SFEMG)
Single-fiber Electromyography SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter
(SFEMG) SFEMG = Normal (variabilitas pada interval interpotensial di
antara 2 atau lebih serat otot tunggal pada
motor unit yang sama) dan densitas fiber
(jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal
yang dapat direkam oleh jarum perekam).
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi
pada fiber neuromuskular berupa
peningkatan jitter dan densitas fiber yang
normal.

2. Laboraturium Antibodi reseptor anti-asetilkolin. Hasil dari


pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mendiagnosis suatu miastenia gravis, di
mana terdapat hasil yang postitif pada 74%
pasien. Sekitar 80% penderita miastenia
gravis generalisata dan 50% penderita
dengan miastenia okular murni
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin
reseptor antibodi yang positif

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan myasthenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi
pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan
sirkulasi antibodi. Terapi mencakup agen-agen antikolinesterase dan terapi
imunosupresif, yang terdiri dari plasmeferesis dan timektomi.
a. Agen-agen antikolinesterase
Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relative
tersedia pada persimpangan neuromuscular. Mereka diberikan untuk
meningkatkan respon otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan
kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi
simtomatik.
b. Obat-obatan
Dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromide (Mestinon),
ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin (Prostigmine). Banyak
pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini menghasilkan efek
samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai
hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya
kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak tercapai dan pasien akan
mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan.
E. Daftar Pustaka
Abdullah, Rozi. 2016. Tatalaksana Pasien Krisis Miatenia Gravis Dengan Syok
Septik Ec Hospital-Acquired Pneumonia Late Onset. Refarat.
Farmakologi Klinik Stase Departemen Anestesiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Istiantoro, Yh, Gan Vhs. 2012. Ed 5. Hal: 687-688. Farmakologi Dan Terapi.
Dalam: Gunawan S, Setiabudi R, Editor. Farmakologi Dan Terapi.
Edisi Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fkui.
Setiabudy, R. Golongan Kuinolon Dan Fluorokuinolon . 2012. Ed 5. Hal : 718-
719 . Dalam: Gunawan S, Setiabudi R, Editor. Farmakologi Dan
Terapi. Edisi Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fkui
Yudistira, Erlan. 2014. Myastenia Gravis. Refarat. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Dharma Husada. Jakarta : EGC
Nanda. 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
NANDA-I. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta : EGC

Banjarmasin, 04 Mei 2020


Ners Muda

( Siti Hapsah )

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(Yurida Olviani, Ns., M.Kep) (Abdul Wahab, S.Kep., Ns)

Anda mungkin juga menyukai