Anda di halaman 1dari 5

Kasus pelanggaran etika profesi akuntansi di Bank Mega Syariah:

Money Game berkedok Gadai Emas

Kasus money game berkedok investasi emas Golden Traders Indonesia Syariah
(GTIS) dan Gold Bullion Indonesia (GBI) merembet kemana-mana. Tak cuma menyeret
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan sertifikat syariah untuk GTIS dan GBI,
Bank Mega Syariah pun diduga terlibat dalam pusaran kasus investasi emas bodong itu.
Jejak Mega Syariah terekam di empat kantor cabang di Jawa Tengah, yakni Mega
Syariah Cabang Semarang, Ungaran, Kendal dan Karangayu. Menurut seorang nasabah,
dia dibujuk oleh karyawan Mega Syariah, bernama Fresiyanto Novendi yang juga
berperan sebagai agen marketing GTIS dan GBI.
Fresiyanto merayu nasabah agar mau membeli emas dengan skema fisik di GTIS
dan GBI. Sebagai pemanis, Mega Syariah mengucurkan pembiayaan 60% dari harga
pembelian emas GTIS dan GBI.

Emas itu kemudian digadai ke Mega Syariah dan nasabah mendapat uang gadai 60
persen untuk kembali membeli emas di GTIS dan GBI, kemudian digadai lagi ke bank
milik pengusaha Chairul Tanjung ini. Dengan cara itu, keuntungan yang mungkin didapat
nasabah bisa berlipat ganda.
Rayuan ini membuat nasabah tergiur. Apalagi, seringkali dana talangan diberikan
lebih dulu sebelum emas diterima Bank Mega Syariah.
Belakangan, masalah muncul ketika pembayaran bonus dari GTIS dan GBI macet.
Saat jatuh tempo, nasabah tak bisa menebus emas, Mega Syariah lantas melelangnya.
Hampir 100 persen dana hasil lelang dikuasai Mega Syariah. Sisa hasil lelang yang
dikembalikan ke nasabah sangat kecil. Misalnya dari hasil lelang Rp 100 juta, nasabah
hanya dapat Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.
Ia menuding, kerugian terjadi karena ada peran Mega Syariah. Menurutnya, di
awal kelahiran Gold Bullion Indonesia Syariah (GBIS), yang semula GBI, Mega Syariah
Semarang memberikan fasilitas. “Tiga bulan pertama GBI Semarang belum punya kantor
sendiri. Selama itu GBI bertransaksi di lantai 1 ruang rapat Bank Mega Syariah Semarang,”
kata si nasabah.
Nasabah juga menuding, praktik gadai emas di Mega Syariah melanggar aturan
Bank Indonesia tentang batas gadai maksimal Rp 250 juta untuk setiap nasabah. Selama
tahun 2011-2013, total nilai gadai emas nasabah itu di Mega Syariah mencapai belasan
miliar rupiah.
Agar tak terkena aturan batas maksimal gadai, Mega Syariah diduga mengakali,
dengan memecah kepemilikan dengan memalsukan identitas nasabah. Nasabah baru
mengetahui hal ini ketika meminta semua fotokopi arsip surat gadai ke Mega Syariah.

Kasus ini telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Semarang
dan Polda Jawa Tengah. Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Alloysius Liliek
Darmanto, bilang kasus ini telah ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum
(Ditreskrimum) Polda Jateng sejak 23 November 2013.
Tapi pada 24 April 2014, proses hukumnya dilimpahkan ke Direktorat Reserse
Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng. Sebab, kasus ini termasuk tindak pindana
khusus bidang ekonomi. “Kasus masih dalam penyelidikan dan pendalaman oleh serse
khusus,” kata Liliek.
Informasi yang diperoleh KONTAN, pada pekan ketiga Mei 2014, polisi akan
memanggil pihak terkait, termasuk Mega Syariah Semarang. Kasus ini menimpa beberapa
nasabah. Mereka berharap polisi bisa mengungkap kasus ini.
Saat dikonfirmasi, manajemen Mega Syariah membantah keterlibatannya. “Intinya
kami tidak ada kaitannya dengan mereka (GTIS dan GBI),” kata Eko Sukapti, Direktur
Bisnis Mega Syariah, seperti dikutip KONTAN, Rabu (7/5/2014).
OJK juga siap bergerak. “Kami akan panggil bank, jika melampaui ketentuan per
nasabah maksimal Rp 250 juta,” Edy Setiadi, Kepala Departemen Perbankan Syariah
OJK. (Tedy Gumilar, Nina Dwiantika, Issa Almawadi).
Analisis Kasus Pelanggaran Gadai Emas di Bank Mega Syariah

Berdasarkan kasus di atas, Money Game yang berkedok Gadai Emas ini telah menyalahi
prinsip – prinsip etika profesi akuntan menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), berikut
analisisnya:
1. Prinsip Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Dalam kasus ini Fresiyanto Novendi selaku karyawan Bank Mega Syariah tidak
menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan penipuan terhadap nasabah.
2. Prinsip Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Dalam kasus ini akuntan Fresiyanto Novendi diduga tidak obyektif karena diduga
telah mengelabui nasabah dengan mengiming-imingi keuntungan yang besar padahal
itu hanya akal-akalannya untuk mendapatkan keuntungan bagi Fresiyanto Novendi
sendiri.
3. Prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik
yang paling mutakhir.
Dalam kasus ini, Bank Mega Syariah tidak melaksanakan kehati-hatian profesional
sehingga Fresiyanto Novendi dapat melancarkan aksi penipuan yang merugikan
banyak nasabah.
4. Prinsip Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau
hukum untuk mengungkapkannya.
Dalam kasus ini, Bank Mega Syariah telah menerapkan prinsip kerahasiaan karena
data nasabah disimpan dan tidak dipublikasikan kepada orang yang tidak berhak.
5. Prinsip Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
Dalam kasus ini Fresiyanto Novendi tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan banyak kerugian yang dialami para nasabah yang menggadaikan
emasnya, dan hal ini mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
6. Prinsip Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Dalam kasus ini, Fresiyanto Novendi selaku karyawan Bank Mega Syariah kurang
bertanggung jawab karena dia telah menghancurkan kepercayaaan publik dengan
menipu nasabah hanya demi kesenangan pribadinya.

Anda mungkin juga menyukai