Anda di halaman 1dari 10

Ruang Lingkup dan Sasaran Penelitian

membuat secara konseptual model pengendapan batubara.

Tinjauan Pustaka
Daerah Pinang dan sekitarnya telah banyak diteliti oleh para ahli geologi, diantaranya
Ubaghs (1934), melakukan studi geologi batubara di daerah Sangata, dalam studinya
ditemukan beberapa lapisan batubara yang cukup tebal dengan kualitas tinggi. Tahun
1978, PT. Rio Tinto Indonesia mengadakan penyelidikan kembali batubara, ternyata
lapisan batubara yang diketemukan lebih banyak dan mempunyai kualitas tinggi. Tahun
1983 sampai 1987 PT. Kaltim Prima Coal mempelajari endapan batubara di daerah Pinang
Barat.

Samuel dan Muchsin, (1975), menjelaskan ketebalan batuan sedimen yang diendapkan di
Cekungan Kutai kira-kira 7500 m. Sedimentasi Cekungan Kutai dimulai dari Kala Eosen
Tengah sampai Mio-Pliosen, lingkungannya mulai laut terbuka hingga delta.

Pattinama dan Djunaedi (1977), dalam penelitiannya di daerah Sangata dan sekitarnya
menjelaskan tentang terdapatnya individu sistem pengendapan delta tersendiri dengan
arah barat laut - tenggara.

Muggeridge (1987), menjelaskan bahwa struktur geologi lapangan batubara Sangata


sebagian besar terdiri dari antiklin, sinklin, sesar dan kekar dan struktur diapir yang
berpengaruh terhadap peringkat (rank) batubara, sedangkan sesar-sesar yang di daerah
Sangata merupakan zona sesar pembatas terhadap penyebaran endapan batubara.

Laporan team eksplorasi PT. Kaltim Prima Coal (1997), menjelaskan bahwa di daerah
Pinang - Sangata terdapat batuan sedimen pembawa lapisan batubara yang merupakan
bagian dari Formasi Balikpapan. Umumnya endapan batubara tersebut terletak di sekitar
struktur Dome Pinang dan dikontrol oleh struktur perlipatan. Lapisan utama batubaranya
adalah : Melawan Seam, Prima Seam, Bintang Seam, Sangata Seam, Middle Seam,
Pinang Seam dan sebagainya. Munculnya mudrock ke permukaan pada lower delta plain
sangat berpotensi untuk tumbuhnya peat secara menerus di bawah kondisi reduksi.
Penyebaran mudrock, secara lokal terpotong oleh channel fluvial, sehingga di beberapa
tempat sering berkembang lingkungan lakustrine, sedangkan secara luas akan
berkembang ke lingkungan estuarine. Hal ini secara umum mengakibatkan splitting dan
washout di lapisan-lapisan batubara di lapangan batubara Sangata.

Peneliti lain yang membicarakan geologi daerah Sangata sebagai bagian dari Cekungan
Kutai seperti, van Bemmelen, 1949; Rose dan Hartono, 1978; Koesoemadinata, dkk.,
1978; Hamilton, 1979; Sikumbang, 1981; Marks, 1982; Pieters, dkk., 1987; Umar, dkk.,
1987; Ott, 1987; Muggeridge, 1987; Daly, dkk., 1987; Wain dan Berod, 1989; Nas dan
Indratno, 1989; Hadiyanto, 2000.

Hipotesa Kerja
Proses pengendapan batubara berhubungan erat dengan jenis endapannya yang berupa
sedimen pembawa batubara seperti endapan overbank, endapan levee dan endapan
point bar seperti channel deposits dan splay deposits. Masing-masing endapan tersebut,
dapat diketahui dari ciri-ciri litologinya. Endapan overbank dicirikan dengan batulempung,

1
endapan levee dicirikan dengan batulanau, endapan point bar dicirikan dengan batupasir
menghalus ke atas (channel) (Allen, 1981). Endapan overbank merupakan jenis endapan
yang paling banyak membawa lapisan batubara, karena endapan overbank diendapkan di
daerah flood plain yang berupa daerah rawa atau marsh dimana lingkungan seperti ini
sangat cocok untuk akumulasi gambut.

Kadar abu dan sulfur berhubungan dengan proses pengendapan batubara. Kadar abu
akan meningkat apabila berjarak tidak jauh dari sedimen klastik yang sedang aktif
terutama di sekitar channel (Mc Cabe, 1987), sedangkan kadar sulfur batubara akan
meningkat apabila apabila pada saat diendapkan batubara lingkungannya dipengaruhi
marine transgression (Horne, 1978).

Maseral batubara sebagai produk dari jenis tumbuhan, dapat dipakai sebagai petunjuk
untuk mengetahui lingkungan pengendapan pada saat akumulasi gambut berlangsung.
Pada saat muka air maksimum seperti lingkungan rawa, maka jenis tumbuhannya adalah
tumbuhan tinggi (banyak mengandung serat kayu), sedangkan pada saat permukaan air
minimum seperti marsh, maka jenis tumbuhannya adalah tumbuhan rendah (banyak
mengandung buluh atau rumput) (Mukopadhay, 1986).

Dengan demikian dapat diyakini adanya hubungan antara proses pengendapan batubara
dengan lingkungan pengendapan sedimen pembawa batubara.

Asumsi
Lingkungan pengendapan sedimen pembawa batubara dapat diketahui dari jenis endapan
yang membawa lapisan batubara.

Perubahan muka air suatu lingkungan akan mempengaruhi proses reduksi yang
berhubungan dengan kandungan oksigen di dalamnya, hal ini akan mempengaruhi
aktifitas bakteri organik yaitu proses dekomposisi pada tumbuhan yang telah mati,
sehingga berpengaruh terhadap proses pengawetan gambut. Apabila suatu lingkungan
dipengaruhi oleh perubahan muka air yang besar, maka dapat diasumsikan bahwa daerah
tersebut berada di lingkungan pasang - surut (transisi). Perioda pasang hingga surut
menyebabkan daerah tersebut pernah mengalami kondisi yang relatif basah dan kering,
sehingga dapat mempengaruhi proses gelifikasi dalam pembentukan gambut.

Metodologi Penelitian
Metodologi penalaran yang dilakukan penulis adalah melakukan generalisasi fungsional
yaitu dengan cara menghubungkan antara beberapa data pengamatan yang meliputi :
data singkapan lapangan seperti : data sifat fisik sedimen pembawa batubara (ukuran
butir, struktur sedimen), data lapisan batubara yang dianalisa dari kandungan maseralnya,
kemudian data yang tersedia seperti : data kadar abu dan sulfur, data pemboran yaitu log
gamma ray dan density. Data-data tersebut kemudian diintegrasikan untuk mengetahui
lingkungan pembentukan batubara.

Metode Pengumpulan Data


1 Pengumpulan Data Lapangan.
a. Pengamatan Singkapan
Pengamatan singkapan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :

2
Tahap 1: sepanjang 2 lintasan, pada lintasan 1 : dilakukan pengukuran stratigrafi dan
pengamatan singkapan dari sedimen pembawa lapisan batubara Sangata, Middle Lower
dan Middle Upper (setelah splitting), sedangkan pada lintasan 2 : dilakukan pembuatan
profil khusus lapisan batubara Middle (sebelum splitting) (gambar 1.4 ).
Tahap 2 : pengamatan singkapan di luar lintasan pengukuran stratigrafi yaitu melakukan
survey geologi umum yang meliputi pengamatan singkapan batuan dan batubara, serta
pengukuran strike/dip.

Pengamatan singkapan sedimen pembawa batubara meliputi pengamatan jenis endapan


seperti endapan overbank, endapan levee dan endapan channel, pengamatan struktur
internal batuan seperti struktur sedimen, ukuran butir dan mineral penyusun batuan, dan
pengamatan kontak antar lapisan batuan (batas tegas dan batas erosi). Sedangkan
pengamatan lapisan batubara meliputi pengamatan sifat-sifat fisik batubara seperti,
warna, kilap, pecahan dan kekerasan.

b. Pengambilan conto
Pengambilan conto batuan dan batubara hanya dilakukan sepanjang lintasan pengukuran
stratigrafi, sebelum dilakukan pengambilan conto terlebih dahulu dipelajari jenis batuan
secara megaskopis (ada 3 jenis batuan : batulempung, batulanau dan batupasir), khusus
untuk jenis batupasir dibedakan berdasarkan ukuran butir seperti : batupasir kasar dan
batupasir sedang, dari beberapa jenis batuan yang sama baru diambil 1 conto batuan
yang dianggap penting serta mewakili dari seluruh urutan stratigrafi mulai dari bawah
sampai atas dengan metode stratified sampling. Jumlah sampel batulempung berukuran
handspecimen untuk analisa petrografi sebanyak 2 buah (no. conto P1 dan P6), sampel
batulanau 2 buah (no. conto P2 dan P8), sampel batupasir kasar 2 buah (no. conto P3
dan P4), sampel batupasir sedang 2 buah (no. conto P5 dan P7). Sampel batulempung
untuk analisa paleontologi diambil 1 buah sama dengan pengambilan no. conto P6.

Pengambilan conto batubara dilakukan dengan metoda stratified sampling yaitu 1 conto
batubara dianggap mewakili setiap ply dari lapisan batubara mulai dari top sampai bottom.
Jumlah conto batubara untuk lapisan batubara Sangata Seam (10 buah), Middle Lower
Seam ( 7 buah ), Middle Upper Seam ( 8 buah ) dan Middle Seam (11 buah), jumlah
keseluruhan 36 buah.

Analisa Laboratorium
Conto batubara yang diperoleh dari lapangan kemudian dibuat menjadi pelet kilap atau
kilap (polished briquette) dengan ukuran garis tengah 2,5 cm dan tebal 2 cm. Analisa
petrografi batubara dibagi menjadi 2 jenis, yaitu analisa reflektansi dan analisa maseral
menggunakan mikroskop sinar pantul jenis Leitz Orthoplan POL Polarizing Research
Microscope yang dilengkapi dengan vertikal iluminator, menggunakan oil immersion
objective.
Analisa reflektansi untuk menentukan besarnya sinar pantul (refleksi) yang dipantulkan
maseral, dalam hal ini terhadap maseral vitrinite dengan pertimbangan maseral vitrinite
paling banyak ditemukan pada endapan batubara. Meningkatnya besaran sinar pantul
maseral vitrinite sesuai dengan pertambahan tingkat pembatubaraan lapisan batubara,
sehingga analisa reflektansi vitrinite dapat digunakan untuk menentukan untuk
menentukan tingkat pembatubaraan (rank) lapisan batubara.

3
Pengukuran reflektansi vitrinite dilakukan di bawah minyak imersi dengan menggunakan
peralatan photometer dan photomultiplier serta standar reflektansi yang telah diketahui.
Pengukuran reflektansi standar dilakukan sebelum pengukuran reflektansi virinite.
Reflektansi standar yang diketahui adalah dari spinel sintetik dengan reflektansi 0,42%.
Penggunaan standar ini bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat.
Rumus perhitungan reflektansi vitrinite ( Rv ) maseral :

Rv (dicari)
Rv (dicari) = ----------------x R (standar)
R (standar)

Khusus untuk mengetahui jenis maseral liptinite menggunakan sinar ultra violet
(flourecense). Pengamatan komposisi maseral batubara dari setiap conto (pelet kilap)
dilakukan sebanyak 500 pengamatan dengan menggunakan point counting mengikuti
standart Australia (Australian Standart, AS-2856, 1986).

2 Peralatan dan Bahan yang Digunakan


- Peta Geologi Regional Daerah Sangata skala 1:100000
- Peta topografi setelah penambangan skala 1: 5000
- Palu geologi jenis sedimen, kompas geologi, kaca pembesar 10X, HCl 0,1N, kamera, tali
ukur 100m, busur derajat, penggaris, peralatan tulis.
- Kantong sampel, sekop untuk menampung conto batubara pada pengambilan conto.
- Mikroskop polarisasi untuk petrografi batuan.
- Mikroskop binokuler untuk analisa paleontologi.

3 Pengumpulan Data yang Tersedia


Pengumpulan data yang tersedia adalah berupa data pemboran dari 28 lobang bor
(gambar 1.4) terdiri dari :
1. Log gamma ray dan log density,
2. Data core batubara berupa hasil analisa proximate kadar abu, sulfur dan kalori.
Data penunjang yang dipergunakan adalah : Peta Geologi Regional Daerah Sangata,
Peta Struktur Geologi Daerah Pinang, Peta Topografi setelah ditambang, dengan seijin
pihak PT. Kaltim Prima Coal.

Pemrosesan Data
Hasil survey geologi permukaan diproses menjadi bentuk peta geologi dan penampang
geologi.
Lintasan pengukuran stratigrafi ditampilkan dalam bentuk kolom stratigrafi sebanyak 1
kolom stratigrafi.

Log gamma ray dan log density diproses untuk menafsirkan litologi dan batubara,
selanjutnya dibuat penampang korelasi lapisan batubara antar titik bor sebanyak 6
penampang (penampang A - A, B - B’, C - C’, D - D’, E - E’ dan F - F’) dan pembuatan
diagram pagar yang dibagi menjadi 4 blok (gambar 1.4 )

Hasil analisa reflektansi vitrinite diproses menjadi grafik, sedangkan hasil pengamatan
maseral juga diproses menjadi grafik yang dikelompokkan menjadi 3 grafik group-

4
maseral, yaitu group vitrinite, group liptinite dan group inertinite, sedangkan yang
bukan maseral yaitu mineral matter khususnya untuk kandungan sulfur diproses menjadi
grafik tersendiri. Masing -masing group-maseral dibagi lagi menjadi subgroup-maseral
dan maseral. Pembuatan grafik tersebut dimaksudkan mengetahui perkembangan
maseral, reflektansi vitrinite dan kadar sulfur secara vertikal dari bawah sampai atas.

Analisa Data
Penampang kolom stratigrafi dari singkapan dan penampang log gamma ray dianalisa
untuk mengetahui unit-unit stratigrafi mulai dari bawah sampai atas dalam urutan
stratigrafi, unit stratigrafi tersebut dibatasi oleh lapisan batubara satu ke lapisan batubara
berikutnya. Selanjutnya dari masing-masing unit stratigrafi dianalisa untuk mengetahui
jenis endapan, perubahan facies baik secara vertikal maupun lateral dan penebalan -
penipisan lapisan batubara.

Grafik maseral untuk mengetahui perkembangan maseral lapisan batubara secara


vertikal, kemudian dari komposisi maseral dihitung tingkat gelifikasi dan tingkat
pengawetan gambut untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara menurut
modifikasi Diessel (1986), selain itu untuk mengetahui tingkat pengawetan gambut juga
digunakan modifikasi dari Mukopadhay (1986).

Grafik reflektansi vitrinite dan grafik kadar sulfur dianalisa untuk mengetahui faktor
lingkungan pengendapan terhadap perkembangan reflektansi vitrinite dan sulfur secara
vertikal.

Data-data di atas kemudian diintegrasikan untuk mengetahui lingkungan pembentukan


batubara.

Peta geologi dianalisa untuk mengetahui pola penyebaran unit batuan, arah kemenerusan
lapisan batubara (coal seam line), arah dan besar kemiringan serta jurus dari lapisan
batuan dan batubara

Pengamatan paleontologi untuk menentukan kisaran suatu spesies fosil planktonik


dengan menggunakan zonasi umur Blow (1969). Analisa kedalaman pengendapan
(paleobathymetry) didasarkan pada klasifikasi Bandy (1967).

Hasil pengamatan petrografi batuan dianalisa untuk mengidentifikasi batuan dengan


menggunakan klasifikasi Gillbert (1954).

Fisiografi
Fisiografi Pulau Kalimantan bagian timur termasuk dalam Mandala Meratus - Samarinda,
arah sumbu lipatan dari selatan - barat daya sampai utara - timur laut (van Bemmelen,
1949). Di bagian selatan dibatasi Laut Jawa dan di utara Punggungan Mangkalihat.
Mandala ini dibagi menjadi dua satuan, yaitu Punggungan Meratus di selatan dan
Antiklinorium Samarinda di utara

5
Lokasi penelitian termasuk dalam Antiklinorium Samarinda yang merupakan endapan
sedimen Tersier yang sangat tebal. Morfologi Antiklinorium Samarinda membentuk
punggungan, perbukitan bergelombang, dan kubah.

Kerangka Stratigrafi Regional.


Stratigrafi Cekungan Kutai bagian timur menurut Mark dan Samuel (1982), dari tua ke
muda terdiri dari Formasi Pamaluan yang diendapkan pada Kala Miosen Awal, terdiri dari
litologi batulempung dan serpih sisipan batupasir, di atasnya secara selaras diendapkan
Kelompok Bebulu terdiri dari Formasi Maruat berumur Miosen Awal - Miosen Tengah (N2 -
N9) dan Formasi Pulau Balang berumur Miosen Awal - Miosen Tengah (N6 - N9), kedua
formasi tersebut litologinya terdiri dari batugamping klastik dan terumbu yang saling
bersilang jari,di atasnya secara selaras diendapkan Kelompok Balikpapan yang berumur
Miosen Tengah (N9 - N13), terdiri dari Formasi Mentawir dan Formasi Galingseh,
litologinya terdiri dari batupasir dan batulempung, yang saling bersilang jari. Secara tidak
selaras di atasnya diendapkan Kelompok Kampung Baru yang terdiri dari Formasi Tanjung
Batu yang berumur Miosen Tengah - Pliosen (N13 - N15), litologinya terdiri dari serpih,
batulempung, batulanau, batupasir dan batubara dan Formasi Sepinggan berumur Miosen
Tengah - Pliosen Akhir (N13 - N21), litologinya terdiri dari batulempung, batupasir kuarsa,
batugamping kristalin dan batulanau, kedua formasi tersebut saling bersilang jari, di
atasnya secara tidak selaras diendapkan Kelompok Mahakam terdiri dari Formasi Attaka
berumur Pliosen - Resent (N22 - N23) dan Formasi Handil Dua berumur Resent, kedua
formasi tersebut saling bersilang jari (gambar2.2).

Data geologi permukaan menunjukkan bahwa semakin ke timur umur batuan semakin
muda. Batuan-batuan tersebut diendapkan mulai dari lingkungan neritik luar sampai delta.
Lingkungan delta di daerah Sangata mengalami progradasi dari barat ke timur sejak
Miosen Awal sampai Pliosen (Samuel dan Muchsin, 1975). Perbedaan penamaan formasi
disebabkan oleh litologi yang mencerminkan endapan kompleks delta, dengan
karakteristik khas yang disebabkan perubahan facies secara cepat.

Kerangka Tektonik
Unsur-Unsur Tektonik
Lokasi penelitian yang terletak di Cekungan Kutai secara tektonik regional di picu oleh
tabrakan Lumpar di sebelah barat dan pemekaran Selat Makassar di timur pada Kala
Eosen Tengah (Hamilton, 1979) (gambar 2.2 ). Secara mayor deformasi Cekungan Kutai
disebabkan oleh sistem gravitasional slumping (Koesoemadinata, dkk., 1978; Ott, 1987;
van der Weerd dan Armin, 1992), sehingga sedimen di Cekungan Kutai melengser
menuju pemekaran Selat Makasar menyebabkan perlipatan dan pensesaran pada lapisan
sedimen tersebut (gambar 2.3 ).

Bidang lengser tersebut memberikan gaya vertikal yang sangat kuat pada satuan
batulempung yang lebih muda (Formasi Pamaluan), yang memicu pembentukan intrusi-
intrusi diapirik (Ott, 1987). Pemekaran Selat Makasar menyebabkan pengangkatan
Tinggian Kucing dan Meratus, sehingga Cekungan Kalimantan Timur terbagi menjadi 4
cekungan yaitu : Cekungan Tarakan, Kutai, Asem-Asem dan Barito (Samuel dan Muchsin,
1975). Pengangkatan Tinggian Kuching dan Meratus mengakibatkan terjadinya tektonik
inversi di Cekungan Kutai selama Miosen Awal mengakibatkan arah sedimentasi dari
barat menuju timur (Hamilton, 1979 ; Daly, dkk., 1987 ; Wain dan Berod, 1989).

6
Van de Weerd dan Armin (1992), menjelaskan adanya sistem flexural down-warping pada
bagian basementnya yang menyebabkan terjadinya formasi-formasi di Cekungan
Kalimantan Timur.

Struktur Geologi Regional


Struktur geologi regional Cekungan Kutai mempunyai keunikan tersendiri, yaitu pola
struktur perlipatan memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda serta perbukitan yang
memanjang utara - selatan dan hampir sejajar dengan garis pantai Kalimantan Timur.
Berdasarkan penampang seismik, pola perlipatan Cekungan Kutai cenderung dikontrol
oleh proses diapirik (Biantoro, dkk. 1991).

Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara
umum, sumbu perlipatan dan sesar naik berarah selatan - barat daya sampai utara - timur
laut dan subparallel terhadap garis Pantai Timur Pulau Kalimantan.

Antiklinorium Samarinda merupakan daerah yang paling terlipat kuat di Cekungan Kutai,
demikian pula proses pensesaran naiknya (Samuel dan Muchsin, 1975; Koesoemadinata,
dkk., 1978; Nas dan Indratno, 1979; Land dan Jones, 1987; Ott, 1987). Antiklinorim
Samarinda semakin ke arah barat atau timur, tingkat intensitas dan kerapatan perlipatan
semakin berkurang.

Struktur Lipatan
Antiklin terbesar di daerah Sangata ada 2 (dua) yaitu : Antiklin Melawan dan Pinang yang
berada di bagian barat dan timur dari lapangan batubara Sangata, diantara kedua antiklin
tersebut terdapat Lembak Sinklin yang berarah utara - selatan (gambar 2.4 ).

Plunge Antiklin Pinang berarah menuju utara dan selatan dan membentuk struktur “Dome
Pinang”, dimana struktur geologinya paling mendominasi di daerah Pinang. Munculnya
mudrock ke permukaan diyakini berasal dari struktur diapir yang menerobos menuju
permukaan (Gunawan, 1979; Muggeridge, 1987). Kemiringan lapisan Formasi Pulubalang
yang berada di sekitar Dome Pinang yaitu di sisi barat, utara dan selatan berkisar antara
150 - 200, menuju ke arah selatan dan timur kemiringan lapisan semakin besar hingga 20 0
- 400. Struktur diapir tersebut menurut Muggeridge (1987), sangat berpengaruh terhadap
pola peringkat batubara di daerah Sangata.

Sumbu lipatan Antiklin Melawan cenderung berarah utara - selatan dan menerus sampai
di sebelah barat lapangan batubara Sangata sedangkan semakin ke utara dari lapangan
batubara Sangata, plunge Antiklin Melawan semakin besar. Kemiringan lapisan Formasi
Balikpapan di daerah penelitian berkisar 12 0 - 200 terletak di sebelah timur dari Lembak
Sinklin (gambar 2.5)

Lembak Sinklin merupakan sinklin mayor di daerah Sangata, yang berada diantara Dome
Pinang dan Antiklin Melawan dimana plungenya semakin besar menuju utara. Secara
struktural Lembak Sinklin mengontrol penyebaran lapisan batubara di daerah Sangata

Struktur Sesar

7
Sesar-sesar yang ada di daerah Sangata dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu, sesar
mayor dan sesar minor. Sesar mayor kontrol geologi terhadap keberadaan endapan
batubara di daerah Sangata, sedangkan sesar minor dikarakteristikkan sebagai sesar
tumbuh (growth faults) yang mengontrol pengendapan batubara terutama untuk
lingkungan pengendapannya.

Zona Sesar Villa (sesar naik) merupakan zona sesar utama sebagai pembatas endapan
batubara di Sangata (gambar 2.5)

Arah sesar tumbuh di daerah Sangata bervariasi dari utara-selatan dan timur-barat.
Sesar-sesar tumbuh yang berorientasi utara-selatan, kemungkinan sangat berperan aktif
selama tahap pengendapan gambut, sehingga sesar-sesar inilah yang menyebabkan
terjadinya splitting pada lapisan batubara di daerah Sangata (Muggeridge, 1987).
Sedangkan sesar-sesar tumbuh yang berarah timur-barat, kemungkinan juga berperan
aktif selama pengendapan gambut walapun tidak sekuat bila dibanding dengan sesar
tumbuh yang berarah utara-selatan.

Geologi Rinci Daerah C-North, PIT. Hatari


Geologi daerah C-North terdiri dari satuan batulempung, batulanau dan batupasir serta
singkapan batubara Sangata Seam, Middle Seam, Pinang Lower Seam dan Pinang
Seam yang terletak di sayap Lembak Sinklin dengan arah kemiringan ke barat (gambar
2.6).

Stratigrafi Rinci Daerah C-North, PIT. Hatari


Stratigrafi rinci daerah yang diamati terdapat 1 formasi yaitu Formasi Balikpapan, secara
vertikal mulai dari bawah sampai atas dibagi menjadi 4 unit stratigrafi yaitu, unit 1 (Pra-
Sangata), unit 2 (Inter Sangata - Middle Lower/ Middle ), unit 3 (Middle Lower -
Middle Upper) dan unit 4 (Post-Middle Upper/ Middle) (gambar 2.10, lampiran 2.1).
Pembagian unit stratigrafi ini berlaku untuk data litologi dari log gamma ray dari 28
lubang bor dan singkapan.

Unit 1 : Pra-Sangata
Unit Pra-Sangata merupakan unit yang terletak paling bawah dari urutan stratigrafi, ke
arah atas dibatasi oleh lapisan batubara Sangata. Litologi pada unit Pra-Sangata terdiri
dari : batulempung, batulanau dan batupasir, litologi-litologi tersebut diketemukan di
semua lubang bor dan singkapan, kecuali litologi batulempung tidak diketemukan di
lubang bor nomor : C11397 (kedalaman akhir 164,67m), C10300 (kedalaman akhir 80m),
C10199 (kedalaman akhir 77,5m), C11702 (kedalaman akhir 83m), C10417 (kedalaman
akhir 45m), tebal batulempung antara 5,5m - 11,86m. Batulanau tidak diketemukan di
lubang bor nomor : C10197 (kedalaman akhir 81m), C10185 (kedalaman akhir 72m),
C11501 (kedalaman akhir 138m), C11500 (kedalaman akhir 136,5m), C11504 (kedalaman
akhir 162m), C11384 (kedalaman akhir 178m), C11708 (kedalaman akhir 68m), C6246
(kedalaman akhir 77m), tebal batulanau antara 0,52m - 11,4m. Batupasir tidak
diketemukan di lubang bor nomor : C10199, C10197, C10185, C10501, C11500, C10301
(kedalaman akhir 105,5m), C11384, C11705 (kedalaman akhir 66m), C11708, C6246,
tebal batupasir antara 1,4m - 14m (lampiran 3.1 s/d 3.6, penampang A - A’ s/d F - F’)

Unit 2 : Inter Sangata - Middle Lower (Middle)

8
Unit Inter Sangata - Middle Lower terletak di atas unit Pra-Sangata, bagian bawah
dibatasi oleh lapisan batubara Sangata, sedangkan bagian atas dibatasi oleh lapisan
batubara Middle Lower, ke arah timur dan ke utara merupakan kemenerusan dari lapisan
batubara Middle (Middle Lower adalah hasil splitting dari Middle Seam), dengan demikian
Unit Inter Sangata - Middle lower merupakan kemenerusan atau sama dengan dengan
Unit Inter Sangata - Middle. Litologinya terdiri dari : batulempung sisipan batupasir,
batupasir, batulempung, batulanau sisipan batulempung, litologi tersebut
diketemukan di semua lubang bor dan singkapan, kecuali batupasir tidak diketemukan
di lubang bor nomor : C10199, C10185, C10501, C11503 (kedalaman akhir 174m),
C11711 (kedalaman akhir 199m), C11702, C10417, C11504, C11506 (kedalaman akhir
240m), C11713 (kedalaman akhir 110m), C11384, C11507 (kedalaman akhir 120m),
C11705, C11708, C6257 (kedalaman akhir 54m), C6246, tebal batupasir antara 0,9m -
36,62m, Batulanau tidak diketemukan di lubang bor nomor : C10197, C10185, C11500,
C11702, C10417, C11504, C11506, C11384, C11705, C11708, C3941 (kedalaman akhir
73,15m), tebal batulanau antara 1,8m - 27,43m. Batulempung tidak diketemukan di
lubang bor nomor : C10300, C10197, C6246, C9968 (kedalaman akhir 117m), tebal
batulempung antara 1m - 37,31m.
(lampiran 3.1 s/d 3.6, penampang A - A’ s/d F - F’)

Unit 3 : Inter Middle Lower - Middle Upper


Unit Inter Middle Lower - Middle Upper dari urutan stratigrafi terletak di atas Unit Inter
Sangata - Middle Lower, bagian bawah di batasi lapisan batubara Middle Lower dan
bagian atas dibatasi lapisan batubara Middle Upper, kedua lapisan batubara tersebut ke
arah timur dan ke utara akan menerus dan bergabung menjadi satu menjadi lapisan
batubara Middle (Middle Seam terjadi splitting menjadi Middle Upper Seam dan Middle
Lower Seam), litologinya terdiri dari : batupasir, batulempung dan batulanau, litologi-
litologi tersebut diketemukan di semua lubang bor dan singkapan, kecuali batupasir tidak
diketemukan di lubang bor nomor : C10199, C11501, tebal batupasir antara 6,81m -
11,1m. Batulanau tidak diketemukan di singkapan dan di lubang bor nomor : C10197,
C11501, tebal batulanau antara 1,85m - 7,26m. Batulempung tidak diketemukan di
lubang bor : C10300, C10199, C10197, tebal batulempung antara 2,63m - 5,5m.
(lampiran 3.1; 3.2; 3.6, penampang A - A’, B - B’, F - F’)

Unit 4 : Post- Middle Upper (Middle)


Unit Post - Middle Upper terletak paling atas dalam urutan stratigrafi, unit ini bagian
bawah dibatasi oleh lapisan batubara Middle Upper, lapisan batubara Middle Upper ke
arah timur dan ke utara merupakan kemenerusan dari lapisan batubara Middle (Middle
Upper Seam merupakan hasil splitting dari Middle Seam), dengan demikian Unit Post
Middle Upper merupakan satu seam yang menerus dengan Unit Post-Middle.
Litologinya terdiri dari batulempung, batupasir dan batulanau, litologi tersebut
diketemukan di semua lubang bor dan singkapan, kecuali batupasir tidak diketemukan
di lubang bor nomor : C10417, C11384, C9968, C11705, C11708, C6257. Batulanau
tidak diketemukan di lubang bor nomor : C10185, C11702, C11384, C11705, C11708.
Tebal batulempung antara 3,3m - 90,96m, batupasir 0,5m - 12,37m, batulanau 2,25m -
31,42m (lampiran 3.1 s/d 3.6, penampang A - A’ s/d F - F’)

Struktur Geologi Rinci Daerah C-North, PIT. Hatari

9
Secara umum struktur geologi daerah penelitian berupa sayap sinklin - antiklin., dengan
arah kemiringan lapisan relatif ke barat, sedangkan besar kemiringan lapisan dari bagian
timur ke barat relatif menurun yaitu rata-rata dari 17 o - 11o. Struktur sesar tidak ditemukan
di daerah penelitian.

10

Anda mungkin juga menyukai