1. Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kontrol pernapasan efek sekunder anestesi. 2. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agen anestesi. 3. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokontriksi 4. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan neuromuskular pascabedah 5. Risiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda) berhubungan dengan cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas, efek sekunder kompres posisi bedah. 6. Konstipasi berhubungan dngan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intraoperatif 7. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek efek medikasi, dan penurunan masukan cairan 8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dari anestesi penurunan intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan tempat insisi bedah drainase 10. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan terhadap nvasi bakteri 11. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri 12. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kehilangan fungsi dan struktur orga pascabedah.
Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anestesi Tujuan: Mengefektifkan jalan napas, mempertahankan ventilasi pulmonal, dan mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea (kelebihan karbondioksida dalam darah) Kriteria evaluasi: Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20 x/menit) Pasien tidak menggunakan otot bantu napas Tidak terdengar bunyi napas tambahan Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi Intervensi Rasional Atur tempat pasien dengan Pasien biasanya masih mendapat dekatkan pada akses oksigen dan oksigenasi pemeliharaan sampai suction sadar penuh. Kaji dan observasi jalan napas Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan diatas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan nafas. Gerakan thorak dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernafas. Pertahankan kepatenan jalan nafas Jalan nafas oral atau oral airway tetap terpasang untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai pernafasan yang nyaman dengan kecepatan normal. Apabila fungsi pernafasan sudah kembali normal, bantu pasien membersihkan jalan nafas degan cara meludah. Kemampuan melakukan hal tersebut menandakan kembalinya reflek muntah normal. Atur posisi kepala untuk Tindakan terhadap obstruksi mempertahankan jalan nafas hipovaringeus termasuk mendongakkan kepala kebelakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bahaw di depan gigi atas. Beri oksigen 3 lpm Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi pengaturan pernafasan. Bersihkan secret pada jalan nafas kesulitan peernafasan dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul unruk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dan berhati-hati dengan spatell lidah yang dibungkus kasa jika terjadi muntah, pasien dibalikkan miring dan vomitus dikumpukan dalam basin emesis. Wajah diusap dengan kasa atau kertas tisu. Kemudian sifat serta jumlah muntah dicatat. Mucus atau muntah yang menyumbat faring atau trakea dihisap ddengan ujung penghisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan kedalam nasofaring atau orofaring.
Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol
kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agen anestesi. Tujuan: pola nafas kembali efektif sesuai dengan berkurangnya efek anestesi umum dan pasien mampu melakukan latihan pernafasan pasca bedah. Kriteria evaluasi: Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20 x/menit) Pasien tidak menggunakan otot bantu napas Saturasi oksigen 100% Oral airway sudah bisa dilepas saat pasien keluar ruang pemulihan. Intervensi Rasional Kaji dan ,monitor control Obat anestesi tertentu dapat pemulihan menyebabkan depresi pernafasan. Oelh karena itu, perawat harus mewaspadai pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Monitor frekuensi, irama, Deteksi awal adanya perubahan kedalaman ventilasi pernafasan, terhadap control pola pernafasan kesimetrisan gerakan dinding dari medulla oblongata untuk dada, bunyi nafas, dan warna intervensi selanjutnya. membrane mukosa. Pastikan fungsi pernafasan sudah Tindakan evaluasi untuk optimal menentukan dimulainya latihan pernafasan yang diajarkan pada saat preoperative. Instruksikan pasien untuk nafas Meningkatkan ekspansi paru. dalam Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas. Sebagai contoh, meminta pasien untuk menguap atau untuk melakukan inspirasi maksimal. Instruksikan untuk melakukan Batuk juga didorong untuk batuk efektif melonggarkan sumbatan mucus. Pembebatan dengan cermat pada abdomen atau insisi thorak membantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa eksersi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah terbuka.
Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokontriksi Tujuan: dalam waktu 15 menit pasca bedah perfusi bedah perifer menjadi optimal Kriteria evaluasi: Denyut nadi perifer teraba Akral hangat Pengisian kapiler <3 dtk Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer TTV dalam batas normal Kulit perifer tidak pucat Output urin 50ml/jam Intervensi Rasional Monitor tanda dan gejala Pasien di pantau terhadap segala penurunan perfusi jaringan tanda dan gejala yang menandakan menurunnya perfusi jaringan, yaitu : penurunan tekanan darah; saturasi O2 yang tidak adekuat ; pernafasan cepat atauu sulit; peningkatan frekuensi nadi >100x /mnt; gelisah; respon melambat; kulit dingin, kusam, dan sianosi ; denyut perifer menurun atau tak teraba; output urin kurang dari 30 ml/jam. Salah satu dari tanda dan gejala ini harus dilaporkan. Beri intervensi sesuai dengan Tindakan dilakukan untuk penyebab penurunan perfusi. mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, tergantung pada penyebab tidak adekuatnya perfusi jaringan. Tindakan yang dilakukan dapat mencakup pergantian cairan, terapi komponen darah, medikasi untuk mendukung atau memperbaiki fungsi jantung (misalnya ; vasodilator koroner, antidisritmia, dan agen inotropik), dan pemberian oksigen. Respon pasien terhadap tindakan ini dipantau dan didokumentasikan. Selain itu, suhu ruangan dijaga agar nyaman, kemudian pasien diberi pakaian yang mencukupi dan selimut untuk mencegah menggigil yang menyebabkan faso konstriksi. Efek dari terapi cairan dan komponen darah dipantau. Lakukan percepatan mobilisasi Aktifitas seperti latihan tungkai aktifitas dilakukan untuk menstimulasi sirkulasi dan pasien di dorong untuk berbalik dan mengubah posisi dengan perlahan dan untuk menghindari posisi arus balik vena
Risiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda)
berhubungan dengan cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas, efek sekunder kompres posisi bedah. Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi TVP Kriteria evaluasi: Tidak terdapat tanda-tanda Homans Intervensi Rasional Monitor tanda dan gejala Gejala pertama TVP dapat berupa thrombosis vena profunda (TVP) nyeri atau kram pada kaki seperti yang ditunjukkan oleh tanda Homans
Lakukan latihan tungkai Upaya yang diarahkan pada
pencegahan pembentukan thrombus tindakan seperti latihan tungkai yang dapat diajarkan sebelum pembedahan Hindari posisi kaki yang Duduk di tepi tempat tidur dan menggantung kaki menggantung dapat membahayakan dan tidak dianjurkan pada pasien yang rentan, karena tekanan dibawah lutut dapat membahayakan sirkulasi Kolaborasi pemberian heparin Heparin dosis rendah dapat di resepkan dan di berikan melalui sub kutan sampai pasien bisa ambulasi. Warfarin dosis rendah adalah anti koagulan lain yang mungkin diberikan. Dexstran 40 dan Dexstran (dengan berat molekul rendah dan tinggi ) adalah plasma eksplander yang mengurangi bekuan mikroskopik yang dicetuskan oleh hemokonsentrasi.
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah
urogenital, kerusakan neuromuskular pascabedah Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi. Kriteria evaluasi: TTV dalam batas normal Nyeri di tingkat 0 / 1 dari skala 0-4 Intervensi Rasional Kaji kemampuan control nyeri Banyak faktor fisiologis pasien ( motivasi, afektif, kognitif, dan emosional) yang dapat mempengaruhi perspeksi nyeri.
Kaji persiapan pengelolaan nyeri Persiapan praoperatif yang di
praoperatif terima oleh pasien (termasuk informasi tentang apa yang diperkirakan dan dukungan psikologis) adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan nyeri yang dialami dalam periode pascaoperatif. Kaji skala nyeri Skala nyeri pascaoperatif tergantung pada persepsi fisiologis dan psikologis individu, toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur dan kedalaman trauma bedah Lakukan manajemen nyeri Istirahatkan secara fisiologis keperawatan. akan menurunkan kebutuhan Istirahatkan pasien oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolism basal. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 pernafasan dalam saat nyeri sehingga menurunkan nyeri muncul sekunder dari iskemia spina.
Ajarkan teknik distraksi Distraksi atau pengalihan
pada saat nyeri perhatian dapat mengalihkan stimulus internal. Manajemen lingkungan : Lingkungan tenang akan lingkungan tenang, batasi menurunkan stimulus nyeri pengunjung, dan eksternal dan pembatasan istirahatkan pasien. pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang ada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer. Lakukan manajemen Manajemn sentuhan pada saat sentuhan nyeri berupa sentuhan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri. Lakukan teknik stimulasi Salah satu metode distraksi perkutaneus untuk menstimulasi pengeluaran endorphin –efalin yang berguna sebagai analgetik internal untuk memblok rasa nyeri Tingkatkan pengetahuan Pengetahuan membantu tentang penyebab nyeri dan mengurangi nyerinya dan menghubungkan berapa mengembangkan kepatuhan lama nyeri akan pasien terhadap rencana berklangsung teraupetik Kolaborasi dengan dokter Analgesic memblok lintasan untuk pemberian analgetik nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Kostipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intraoperatif. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam fungsi peristaltik menjadi normal. Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal. Peristaltik usus normal. Pasien mampu BAB Intervensi Rasional Kaji kemampuan peristaltik setiap 4-8 - Anestesi umum akan memengaruhi jam penurunan peristaltik usus. Penilaian bunyi bissing usus merupakan parameter penting yang dilakukan perawat untuk mengetahui fungsi intestinal sudah optimal. - Perawat mengkaji peristaltik usus setiap 4-8 jam. Perawat secara rutin mengauskultasi abdomen untuk mendeteksi kembalinya bissing usus normal. Adanya suara seperti berkumur yang nyaring sebanyak 5- 30 kali per menit pada setup kuadran abdomen menunjukkan bahwa peristaltik telah kembali normal. Bunyi gemerincing bernada tinggi yang disertai dengan distensi abdomen menunjukkan apakah pasien sudah mengeluarkan gas (flatus). Hal ini merupakan tanda penting yang menunjukkan bahwa fungsi usus telah kembali normal. Berikan asupan nutrisi dan tingkat Beberapa jam pertama setelah secara bertahap. pembedahan , pasien hanya menerima cairan melalui IV, Apabila dokter memprogramkan pemberian diet normal pada malam pertama setelah pembedahan, pertama-tama perawat memberikan cairan yang encer, seperti air, jus apel, atau teh, setelah mual pasien hilang. Jumlah cairan yang terlalu banyak dapat menyebabkan distensi dan mutah. Apabila pasien dapat menoleransi cairan tanpa rasa mual, diet terus diberikan sesuai program. Pasien yang telah menjalani bedah abdomen biasanya berpuasa selama 24-48 jam pertama setelah pembedahan. Apabila peristaltik sudah kembali, perawat memberikan cairan yang encer, dilanjutkan dengan cairan yang kental, diet ringan makanan padat, dan akhirnya diberikan diet reguler. Lakukan dan tingkatkan ambulasi dan Aktivitas fisik merangsang kembalinya latihan peristaltik. Pasien yang mengalami distensi abdomen dan “nyeri karena gas” akan merasa lebih nyaaman ketika berjalan. Pertahankan asupan cairan yang Cairan menjaga feses tetap lembut adekuat sehingga mudah dikeluarkan. Jus buah dan air hangat biasanya sangat efektif. Kolaborasi dengan dokter untuk Perawat memberikan enema, supositoria pemberian obat supositoria rektal, dan selang rektal sesuai instruksi. Apabila terjadi konstipasi atau distensi, dokter mencoba merangsang peristaltik melalui katartik atau enema. Selang rektal atau enema aliran balik meningkatkan keluarnya flatus.
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek
medikasi, dan penurunan masukan cairan. Tujuan : dalam waktu 8-12 jam pasien mampu berkemih. Kriteria Hasil : Pasien mampu berkemih secara spontan dan tanpa bantuan selang kateter. Intervensi Rasional Kaji kemampuan kontrol berkemih. Efek depresan dari anestesi dan analgesik dapat mengaggu sensasi penuhnya kandung kemih. Apabila tonus kandung kemih menurun, pasien akan mengalami kesulitan untuk memulai berkemih. Namun , pasien harus berkemih dalam waktu 8-12 jam setelah pemedahan. Pasien yang menjalani pembedahan pada sistem perkemihan biasanya akan dipasang kateter tetap untuk mempertahankan kelancaran aliran urine sampai kontrol volentur berkemih kembali normal. Bantu pasien untuk berkemih dalam Perawat membantu pasien untuk berada posisi normal pada posisi normal selama berkemih. Pasien laki-laki akan membutuhkan bantuan untuk berdiri saat berkemih. Pispot menyebabkan pasien sulit berkemih. Pasien wanita akan berkemih dengan baik jika ia dapat berkemih di toilet. Monitor keinginan berkemih dari Perawat memeriksa pasien dengan pasien sering untuk mengetahui adanya kebutuhan untuk berkemih. Pasien bedah yang diharuskan berbaring ditempat tidur memerlukan bantuan untuk memegang dan menggunakan pispot atau urinal. Pasien sering merasa bahwa tiba-tiba kandung kemihnya penuh dan perlu segera berkemih dan perawat harus berespons dengan cepat jika pasien meminta bantuan. Kaji adanya distensi kandung kemih Perawat mengkaji adanya distensi kandung kemih. Apabila pasien tidak berkemih dalam waktu 8 jam setelah pembedahan, mungkin pasien perlu dipasang kateter urine. Untuk itu diperlukan instruksi dari dokter. Monitor supan dan keluaran cairan tiap Perawat memantau asupan dan keluaran 4 jam. cairan. Jumlah haluran urine untuk dewasa minimal 2ml/kg/jam. Apabila urine berwarna gelap, pekat, dan volumenya sedikit, maka dokter harus diberitahu. Pasien mudah mengalami dehidrasi akibat cairan yang hilang dari luka bedah. Perawat mengukur asupan dan keluaran cairan selama beberapa hari setelah pembedahan sampai tercapai asupan cairan dan keluaran urine yang normal.
Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan
perubahan gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan pasien kurang atau hilang. Kriteria evaluasi : - Pasien menyatakan kecemasan berkurang. - Pasien mampu mengenal persaanya, dapat mengidentifikasi penyebabatau faktor yang mempengaruhinya. - Pasien kooperatif terhadap tindakan. - Wajah rileks Intervensi Rasional Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat kecemasan, dampingi pasien dan menunjukkan rasa agitasi, marah dan lakukan tindakan bila menunjukan gelisah yang akan memengaruhi posisi perilaku merusak. pasien pada brankar sehingga mempunyai risiko jatuh. Apabila perawat mendapatkan gejala awal perubahan dari nonverbal, maka perawat meminta babtuan dari perawat lain diruang pemulihan untuk melakukan fiksasi pada pasien. Hidari konfirmasi Kontrofersi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sam, dan memperlambat peyembuhan. Tingkatkan kontrol sensasi pasien Kontrol sensasi pasien (dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respon balik yang positif Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan. rutin dan aktivitas yang diharapkan
Evaluasi Keperawatan Pascaoperatif
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pascaoperatif, meliputi : Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh sistem secara normal. Tidak terjadi komplikasi pascabedah Pasien dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaaman. Tidak terjadi luka operasi Hilangnya rasa cemas Meningkatkanya konsep diri pasien.