A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakarnium. Kejang demam pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun, dan
banyak terjadi pada usia 17-23 bulan. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului dengan demam, kemungkinan lainn harus dipertimbangkan
misalnya infeksi sistem saluran pernapasann atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam.
B. Etiologi
Kejang demam terjadi karena aktivitas listrik di otak terganggu oleh demam.
Kejang demam dapat merupakan tanda pertama penyakit. Sebagian beesar kejang
demam terjadi dalam 24 jam pertama penyakit dan tidak selalu saat demam
tertinggi. Penyakit yang dapat menyebabkan kejang demam adalah flu, pilek,
infeksi telinga dan infeksi lai yang biasanya tidak serius.
Namun, penyakit serius seperti pneumonia dan meningitis juga dapat menjadi
penyebabnya. Kecenderungan untuk mendapatkan kejang demam diwariskan
dalam keluarga. Resiko anak memiliki kejang demam adalah 10-20% bila salah
satu orang tuanya pernah menndapatkannya. Resiko meninngkat menjadi sekitar
30% jika kedua orang tua dan saudara kandung pernah mendapatkannya.
C. Klasifikasi Kejang Demam
Pada kejang demam sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang
meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba
merupakan faktor yang penting unntuk menimbulkan kejang.
Kejang inni biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinnis kejang ini yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrassi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsangan meningkat karena infeksi selaput otak.
4. Kejang Klonik
5. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang
mioklonik pada bayi tidak spesifik.
D. Patofisiologi
E. Prognosis
Bila seluruh faktor ini ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10%-15%.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EEG : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunnakan kajian sinar-X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. MRI : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dengan gelombang radio berguna untu memperlihatkan daerah-daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
4. PET : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, pperubahan metabolik atau aliran darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
H. Penatalaksanaan
Obat yang praktis yang dapat diberikan oleh orang tua di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,7mg/kgBB atau
diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan
10mg untuk berat badan lebih dari 10kg. Atau diazepam rektal dengan dosis
5mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau 7,5mg untuk anak diatas usia 3
tahun.
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejangdemam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10 ± 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebihdari 5
kali. Dosis ibuprofen 5 ± 10 mg/kgBB/kali, 3 ± 4 kali sehari. Meskipun
jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkanataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 %
kasus.Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejangdemam.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya:
Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 ±
2060.
Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam
Kapita SelektaKedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK
Universitas Indonesia, Jakarta.2000 : 48, 434 ± 437.
Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF
IlmuKesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 ± 273.6. Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 ± 855.