Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap manusia normalnya memiliki organ sensori, yaitu organ pembau, pendengaran,
pengecapan, dan penglihatan. Organ- organ tersebut tidak jarang atau bahkan rawan sekali
mengalami gangguan, sehingga terjadi gangguan sensori persepsi pada penderitanya.
Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ penghidu. Jika
hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada beberapa sistem tubuh, seperti
pernapasan dan penciuman.
Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah massa lunak yang
bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya
licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan.
Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya
polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian
yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi
polip nasi masih belum diketahui dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada
penderita asma nonalergi (13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama
ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki –
laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.
Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa (Hosemann, 1994)
dan 4,3% di Finlandia (Hedman, 1999). Jarang ditemukan pada anak- anak. biasanya polip
hidung ditemukan pada umur 20 tahun.
Oleh karena itu, penting bagi perawat dan mahasiswa perawat untuk mendalami
segala hal tentang polip. Sehingga nantinya bisa ditegakkan diagnosa yang tepat, beserta
asuhan keperawatan yang akan diberikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana konsep polip?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien yang menderita polip?

4
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan konsep dan asuhan
keperawatan pada penderita polip.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasikan definisi dari polip
2. Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi organ hidung
3. Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi, dan manifestasi polip serta segala
hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
4. Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita polip.

1.4 MANFAAT
1. Untuk dapat mengidentifikasikan definisi dari polip
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi organ hidung
3. Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan manifestasi polip serta segala hal yang berkaitan
dengan penyakit tersebut.
4. Agar dapat mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita
polip.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 DEFINISI POLIP HIDUNG


Polip nasi adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat
di dalam rongga hidung. Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang berisi
cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan
polip berwarna putih bening atau keabu–abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi
kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat
bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang,
muncul di nasofaring dan disebut polip koanal (polip antrokoana).

Polip nasi atau biasa disebut Polip Hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus
paranasal terutama pada kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa
lunak yang bertangkai (tonjolan pada jaringan permukaan mukosa), bentuk bulat atau
lonjong, berwarna putih keabu-abuan (bentuknya mirip dengan buah anggur bening lonjong
bertangkai). Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan.

2.2 ETIOLOGI
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi
pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui
dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal
seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan
lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip
biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak,
polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Dulu diduga predisposisi timbulnya
polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian
yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi
polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya

6
dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan
berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip
konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh
karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a) Alergi terutama rinitis alergi.
b) Sinusitis kronik.
c) Iritasi.
d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

2.3 KLASIFIKASI
Polip Hidung terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1) Polip hidung Tunggal. Jumlah polip hanya sebuah. Berasal dari sel-sel permukaan
dinding sinus tulang pipi (maxilla).
2) Polip Hidung Multiple. Jumlah polip lebih dari satu. Dapat timbul di kedua sisi rongga
hidung. Pada umumnya berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian
atas (etmoid).
3) Polip koana. Polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring,. Polip
koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana.
Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada
dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus
etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.

2.4 PATOFISIOLOGI
Pembentukan polip sering dihubungkan dengan proses inflamasi kronik, disfungsi
sistem saraf otonom dan predisposisigenetik. Beberapa teori telah dikemukakan, tetapi
tidak ada satupun yang dapat menjelaskan patofisiologi polip hidung secara lengkap.
Menurut teori Bernstein, inflamasi pertama terjadi di mukosa dinding lateral hidung atau
mukosa sinus sebagai akibat dari peradangan oleh alergan, polutan, atau agen infeksius
(virus / bakteri) atau karena adanya aliran udarayang berturbulensi. Pada sebagian besar
kasus, polip berasal dari area sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatusmedia.
Terjadi kerusakan atau prolaps mukosa yang diikuti dengan reepitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru. Selama proses tersebut polip dapat terbentuk dari mukosa karena proses
inflamasi dari sel epitel, sel endotel pembuluh darah, danfibroblast berpengaruh pada

7
integritas bioelektik natrium channel pada mukosa hidung. Hal ini menyebabkan
meningkatnyaabsorpsi natrium sehingga terjadi retensi air dan pembentukan polip.
Pada teori kerusakan epitel menjelaskan bahwa rusaknya epitel pada mukosa hidung
disebabkan karena dalam keadaansakit (alergi,infeksi) terjadi peningkatan turgor jaringan.
Kerusakan tersebut menyebabkan prolaps lamina propia mukosasehingga terjadi
pembentukan polip yang dapat bertambah ukurannya karena efek gravitasi atau obstruksi
vena yangdisebabkan polip. Dari penelitian ditemukan 37% pasien fibrosis kistik menderita
polip hidung. Fibrosis kistik adalah penyakit herediter autosomal resesif yang disebabkan
karena adanya kerusakan pada gen cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR)
dikromosom 7. Gen ini mengatur chloride channel pada sel epitel pada berbagai organ,
termasuk saluran nafas. Kerusakan pada gen ini menyebabkan terganggunya pembersihan
sekret dan dihasilkannya sekret kental yang dapat menyebabkan obstruksi dan merupakan
predisposisi infeksi pada paru-paru dan sinus paranasal

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat.
sumbatan ini menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin
berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang
ingus. Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman). Gejala lainnya dapat timbul jika
teradapat kelainan di organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di
bagian belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring
(ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali
mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa
berhubungan dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan
fungsi indera perasa dan penciuman. Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan
pada drainase lendir dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya
lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami
infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering bersuara sengau dan
bernafas melalui mulutnya.
Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput
permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput
permukaan yang sembab.
Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-
bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya
8
massa di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi
simetris, bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan
rasa kering yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dan lain-lain. Kesemua keluhan
itu tentu saja amat mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.
a) Gejala Subjektif:
Hidung terasa tersumbat,Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman), Nyeri
kepalav Rhinore, Bersin,Iritasi di hidung (terasa gatal),Post nasal drip, Nyeri muka, Suara
bindeng, Telinga terasa penuh, Mendengkur , Gangguan tidur, Penurunan kualitas hidup
b) Gejala Objektif:
Oedema mukosa hidung, Submukosa hipertropi dan tampak sembab, Terlihat
masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Cara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu dengan :
1) Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan
gangguan yang ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:
a. Hidung tersumbat
b. Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder
c. Post nasal drip
Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara
terus menerus ke belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari
kavum nasi.
d. Anosmia atau hiposmia
e. Suara sengau karena sumbatan pada hidung
f. Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar
g. Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar
h. Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara
sinus ke rongga hidung
i. Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang
menimbulkan obstructive sleep apnea.
Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma,
intoleransi terhadap aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.
2) Pemeriksaan fisik

9
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius
dan mudah digerakkan. Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
a) Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius
b) Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung
c) Stadium 3 : polip yang massif
3) Rinoskopi anterior
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat,
polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar.
Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat dilakukan untukPolip biasanya tumbuh di
daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di
sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak
seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang
berwarna keabu-abuan.
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan. Pembagian polip nasi
a. Grade 0 : Tidak ada polip
b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi
belum menyebabkan obstruksi total
d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total
4) Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip
berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat
pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi.
Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium
asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada
layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.
5) Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus,
10
tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan
terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
6) Biopsi.
Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut,
menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang
pada foto polos rontgen.

2.7 PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan untuk polip, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :
1) Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian dosis
diturunkan perlahan – lahan (tappering off).
2) Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7
hari sekali, sampai polipnya hilang.
3) Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis
alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per
oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi)
dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase
sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk
melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip
dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan pembuatan foto
sinus paranasal tidak boleh dilupakan. Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan
senar polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi lokal.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medika mentosa atau polip yang
sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung
dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat
yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari
polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan atau polipektomi intranasal
dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan
analgesi lokal. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah
microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap
jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.

11
a. Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip
dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar
namun belum memadati rongga hidung.
b. Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan
tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat
adalah polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks
osteomeatal.
c. Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan
sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis
pasca operasi.

2.8 KOMPLIKASI
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau dalam
jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,
mengorok dan bahkan sleep apnea. Kondisi serius nafas dimana akan berhenti dan bernafas
beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah, akan mengubah bentuk wajah dan
penyebab penglihatan ganda atau berbayang.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
POLIP HIDUNG

3.1 PENGKAJIAN

Kelompok :

Ruangan :

Tanggal Pengkajian :

3.1.1 PENGUMPULAN DATA


1) IDENTITAS DIRI KLIEN

Nama : Tgl. Masuk RS :

Tempat/Tgl.Lahir : Sumber Informasi :


Umur : Keluarga yg didapat dihub. :
Jenis Kelamin : Pendidikan :

Alamat : Pekerjaan :
Sts. Perkawinan : Alamat :
Agama : Lain-lain :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Lama kerja :

2) KELUHAN UTAMA
Biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, sakit tenggorokan.
3) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Kien merasa buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung.
4) RIWAYAT ENYAKIT DAHULU
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
5) RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Dari keluarga klien tidak pernah ada yang mengalami penyakit yang seperti diderita
klien
6) RIWAYAT PSIKOSOSIAL
13
a. Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis.
b. Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara sengau
akibat massa dalam hidung.
7) POLA FUNGSI KESEHATAN
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
3) Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
4) Sirkulasi
Gejala Lelah, pucat atau tidak ada tanda sama sekali, tanda Takikardia,
disritmia. Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
5) Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
6) Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
7) Pola nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala Nyeri tekan/nyeri pada daerah hidung, tanda Fokus pada diri
sendiri, perilaku berhati-hati.
8) Pola pernafasan
Gejala Dispnea, takikardia Pernafasan mulut Tanda distress pernapasan,
sianosis(bila obstruksi total) terdapat pembesaran polip
8) PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi :
Inspeksi lubang hidung, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan
atau ada obstruksi kavum nasi. Apakah terdapat peradangan,tumor. Inspeksi
dapat menggunakan alat Rinoskopi.
b. Palpasi :

14
Lakukan penekanan ringan pada cuping hidung, bila konsistensinya lunak,
tidak nyeri bila ditekan, tak mudah berdarah; maka dapat dipastikan klien
menderita polip pada hidung.
3.1.2 PENGELOMPOKAN DATA
1. Data Subyektif :
a) Klien mengeluh adanya massa yang menyumbat hidung.
b) Klien mengeluh adanya iritasi hidung disertai bersin-bersin.
c) Klien mengeluh tidak bisa atau mengalami gangguan penciuman.
2. Data Objektif :
a) Adanya pembengkakan mukosa, iritasi mukosa, kemerahan.
b) Adanya massa berupa berwarna putih seperti agar-agar.
c) Klien tampak sulit untuk inspirasi – ekspirasi.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dihidung dan hidungnya tersumbat
2) Pola nafas tak efektif b.d obstruksi pada hidung (polip).
3) Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar

3.3 INTERVENSI

No Hari/ Diagnosa Rencana Keprawatan


Tujuan Ttd
Dx Tgl Keperawatan
Intervensi Rasional

1. - Bersihan jalan Setelah Observasi: 1) Mengetahui -


nafas tidak dilakukan keefektifan pola
1) Observasi RR
efektif b.d tindakan napas
tiap 4 jam,
adanya masa asuhan 2) Mengetahui adanya
bunyi napas,
dihidung dan keperawatan penurunan atau tidak
kedalaman
hidungnya selama 3x24 adanya ventilasi dan
inspirasi, dan
tersumbat jam adanya bunyi
gerakan dada
diharapkan tambahan
2) Auskultasi
bersihan 3) Mencegah terjadinya
bagian dada
jalan nafas sianosis dan
anterior dan
klien keparahan
posterior
kembali 4) Mencegah
3) Pantau status
15
efektif. oksigen pasien obstruksi/aspirasi,
Dengan KH Mandiri : dan meningkatkan
: 4) Berikan posisi ekspansi paru
1) Mendemo fowler atau 5) Membantu
nstrasikan semifowler pengenceran sekret
batuk tinggi 6) Mengkompensasi
efektif, 5) Lakukan ketidakadekuatan O2
dan tidak nebulizing akibat inspirasi yang
terdapat 6) Berikan O2 kurang maksimal
ronchi (oksigenasi) 7) Mukolitik untuk
2) Tidak ada Kolaborasi: menurunkan batuk,
sianosis. 7) Berikan obat ekspektoran untuk
sesuai dengan membantu
indikasi memobilisasi sekret,
mukolitik, bronkodilator
ekspetoran, menurunkan spasme
bronkodilator bronkus dan
Edukasi: analgetik diberikan
8) Ajarkan batuk untuk meningkatkan
efektif pada kenyamanan
pasien 8) Membantu pasien
9) Ajarkan terapi untuk mengeluarkan
napas dalam sekret yang
pada pasien menumpuk
9) Membantu
melapangkan
ekspansi paru
2. - Pola nafas tak Setelah Mandiri: 1) Untuk mengetahui -
efektif b.d dilakukan jumlah nafas kembali
1) Kaji frekuensi normal dan
obstruksi pada tindakan
,kedalaman melapangkan
hidung asuhan
pernapasan dan ekspansi paru
(polip). keperawatan
ekspansi dada 2) Memudahkan klien
selama 3x24
.catat upaya bernafas dan
jam.
mengurangi obstruksi
pernapasan ,

16
Dengan KH termasuk pada jalan nafas.
: penggunaan otot 3) Mengurangi
Pola nafas bantu /pelebaran penyumbatan jalan
nafas
pasien nasal .
4) Mengkompensasi
kembali 2) Beri posisi semi
ketidakadekuatan
efektif fowler
O2 akibat inspirasi
3) Dorong atau
yang kurang
bantu pasien
maksimal
dalam napas
dalam dan
latihan batuk .
Kolaborasi:
4) Berikan oksigen
tambahan

3. - Nyeri kronis Setelah Observasi: 1) Mengetahui tingkat -


b.d penekanan dilakukan nyeri klien dalam
1) Kaji tingkat
polip pada asuhan menentukan
nyeri klien
jaringan sekitar keperawatan tindakan selanjutnya.
2) Observasi
selama 3x24 2) Mengetahui keadaan
tanda-tanda
jam umum dan
vital dan
diharapkan perkembangan
keluhan klien
nyeri klien kondisi klien. TTV
3) Kaji pola tidur ,
teratasi. dapat menunjukkan
pola makan,
Dengan KH: kualitas nyeri dan
serta pola
1) Melaporka respon nyeri oleh
aktivitas pasien
n nyeri tubuh pasien tersebut
hilang/terk 3) Untuk mengetahui
Mandiri:
ontrol pengaruh nyeri yang
2) Mendemo 4) Ajarkan tekhnik timbul pada pola
nstrasikan relaksasi dan kesehatan pasien
penggunaa distraksi (misal: 4) Klien mengetahui
n baca buku atau teknik distraksi dan
keterampil mendengarkan relaksasi sehingga

17
an music) dapat
relaksasi 5) Tanyakan mempraktekannya
dan pasien tentang bila mengalami nyeri
aktivitas nyeri. Dengan 5) Penggunaan skala
hiburan rentang nyeri rentang membantu
3) Mengungk intensitas pada pasien dalam
apkan skala 0-10 dan mengkaji tingkat
metode Tentukan nyeri dan
untuk karakteristik memberikan alat
meredakan nyeri untuk evaluasi
nyeri. keefektifan
Kolaborasi:
analgesik,
meningkatkan
6) Kolaborasi
kontrol nyeri.
dengan tim
6) Menghilangkan/
medis untuk
mengurangi keluhan
terapi
nyeri klien. Dengan
konservatif:
sebab dan akibat
pemberian obat
nyeri diharapkan
acetaminofen;
klien berpartisipasi
aspirin,
dalam perawatan
dekongestan
untuk mengurangi
hidung;
nyeri.
pemberian
7) Memberikan
analgesik
pengetahuan pada
Edukasi: klien dan keluarga
8) Untuk
7) Jelaskan sebab
memaksimalkan
dan akibat nyeri
tindakan
pada klien serta
(mengurangi ketidak
keluarganya
patuhan)
8) Jelaskan pada
keluarga dan
pasien bahwa
dalam

18
penatalaksanaan
ini
membutuhkan
kepatuhan
penderita utk
menghindari
penyebab /
pencetus alergi

3.4 IMPLEMENTASI
No Dx Hari/Tgl Implementasi Ttd
1. - Observasi -
1) Mengobservasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi,
dan gerakan dada
2) Mengauskultasi bagian dada anterior dan posterior
3) Memantau status oksigen pasien.
Mandiri
4) Memberikan posisi fowler atau semifowler tinggi
5) Melakukan nebulizing
6) Memberikan O2 (oksigenasi)
Kolaborasi
7) Memberikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran,
bronkodilator
Edukasi
8) Mengajarkan batuk efektif pada pasien
9) Mengajarkan terapi napas dalam pada pasien
2. - Mandiri
1) Mengkaji frekuensi ,kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
.catat upaya pernapasan , termasuk penggunaan otot bantu
/pelebaran nasal .
2) Memberikan posisi semi fowler
3) Mendorong atau bantu pasien dalam napas dalam dan latihan
batuk .
Kolaborasi

19
4) Memberikan oksigen tambahan

3. - Observasi: -
1) Kaji tingkat nyeri klien
2) Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien
3) Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas pasien
Mandiri:
4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau
mendengarkan music)
5) Tanyakan pasien tentang nyeri. Dengan rentang nyeri intensitas
pada skala 0-10 dan Tentukan karakteristik nyeri
Kolaborasi:
6) Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif:
pemberian obat acetaminofen; aspirin, dekongestan hidung;
pemberian analgesic
Edukasi:
7) Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
8) Jelaskan pada keluarga dan pasien bahwa dalam penatalaksanaan
ini membutuhkan kepatuhan penderita utk menghindari
penyebab / pencetus alergi

2.5 EVALUASI
No. Dx Evaluasi Ttd
1. S : Klien mengatakan dapat bernafas dengan teratur -
O: Klien dengan RR normal
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
2. S : Klien mengatakan hidungnya tidak merasa tersumbat lagi -
O : Klien menunjukkan frekuensi nafas normal
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
3. S : Klien mengatakan tidak merasakan sakit -
O : Klien dengan TTV normal
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi
akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal
atau multipel, unilateral atau bilateral.

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi
pada mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.

Diagnos keperawatan yang mungkin ditegakkan pada klien penderita polip antara
lain:

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dihidung dan hidungnya tersumbat.
2) Pola nafas tak efektif b.d obstruksi pada hidung (polip).
3) Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar

4.2. SARAN

Di dalam asuhan keperawatan ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan,
baik dari segi bahasa, kata-kata, maupun penjelasan, maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,yang sifatnya membangun dan dapat dijadikan
bahan untuk lebih baik dari sempurna.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius fakultas
kedokteran universitas Indonesia

Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC

Greenberg J, 1998. Current Management of Nasal Polyposis. Diakses dari www.bcm.com

Jual, linda.1998.Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan-diagnosa keperawatan dan


masalah kolaborasi. Jakarta : EGC

McClay JE, 2007. Nasal Polyps. Diakses dari www.emedicine.com


Szema AM, Monte DC, 2005. Nasal Polyposis: What Every Chest Physician

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35552-Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-
Askep%20Polip.html

22

Anda mungkin juga menyukai