Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya
ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan
otot jantung.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak
seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada
atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan
angina, maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal dipagi hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan infark miocard akut (IMA) ?
2. Apa saja penyebab dan gejala IMA serta bagaimana proses terjadinya ?
3. Tes apa saja yang dilakukan dan komplikasi apa yang ditimbulkan ?
4. Bagaimana dengan pengkajian dan diagnosa apa yang bisa muncul ?
5. Rencana apa yang akan dilakukan dan bagaimana hasilnya ?

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan
penyakit infark miocard akut (IMA) atau biasa disebut dengan serangan jantung.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penulisan makalah ini adalah supaya
para pembaca mengetahui tentang pengertian, akibat, penyebab, dan cara pengobatan dari
penyakit IMA serta asuhan keperawatan pada pasien IMA. Selain hal itu yang terpenting
dari penulisan makalah ini adalah dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada
umumnya serta dapat berguna dalam meningkatkan kesehatan di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Infark Miokardium Akut (IMA) adalah nekrosis miokardium yg disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. (Perki,2004).
Infark miocardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang
tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miocard acut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. (Suyono, 1999). Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan
oleh karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh
karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah
ke jaringan otot jantung.

B. ETIOLOGI
Faktor penyebab:
1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a. Faktor pembuluh darah: Aterosklerosis, Spasme, Arteritis.
b. Faktor sirkulasi: Hipotensi, Stenosos aurta, insufisiensi.
c. Faktor darah: Anemia, Hipoksemia, polisitemia
2. Curah jantung yang meningkat:
a. Aktifitas berlebihan
b. Emosi
c. Makan terlalu banyak
d. Hypertiroidisme
3. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada:
a. Kerusakan miocard
b. Hypertropimiocard
c. Hypertensi diastolic
Faktor predisposisi :
1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor: hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabetes, Obesitas, Diet tinggi
lemak jenuh, kalori
b. Minor: Inaktifitas fisik, Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif) Stress psikologis berlebihan

C. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri),

2
bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama
darangina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada
pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai
perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien
sering tampak ketakutan.
Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner
namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-
keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan
fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah,
paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-
paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif
lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding
dada pada IMA inferior.

D. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus
berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila
infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark
lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai
akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung
ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia. Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik
akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi
bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan
penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah
serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar
terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus
3
parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan
tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan
perluasan infark.

E. PATHWAYS

F. KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikular. Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran,
dan ketebalan padasegmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara
klinis dalamhitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhanyang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pascainfark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yangnyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk
2. Gangguan Hemodinamik. Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumahsakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkatgagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya.
3. Syok kardiogenik. Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90%
terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensivena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.

4
5. Aritmia paska STEMIMekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom,gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona
iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikelDepolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua
pasien STEMIdan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitasektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikelTakikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa
bahaya aritmia sebelumnya dalam24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium atau AF, adalah aritmia paling umum. Aritmia adalah masalah dengan
kecepatan atau irama jantung. Gangguan sistem listrik jantung menyebabkan AF dan
jenis aritmia. AF terjadi ketika cepat, tidak terorganisir sinyal-sinyal listrik di jantung
kamar atas dua, disebut atria, menyebabkan mereka kontrak sangat cepat dan tidak teratur
(ini disebut fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah kolam renang di atria dan tidak benar-
benar dipompa ke jantung dua rendah chambers, disebut ventrikel. Ketika ini terjadi,
jantung atas dan bawah chambers tidak bekerja sama sebagaimana mestinya.

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan
cara, segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung.
Terapi obat- obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan
untuk teteap mempertahankan jantung.Obat- obatan dan oksigen digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan
oksigen.Hilangnya nyeri merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah
mencapai keseimbangan.

1. Farmakoterapi
Ada 3 kelas obat- obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen ;
vasodilator (khususnya nitrat), antikoagulan, dan trombolit. Analgetik dapat
menghilangkan nyeri namun tidak diketahui apakah biasa memperbaiki aliran darah
coroner secara langsung.
2. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin (NTG)
intravena.Dosis NTG yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri dada berfariasi
antara 1 pasien dengan lainnya. Karena dosisnya berbeda- beda, maka jumlah NTG
yang diberikan ditentukan berdasarkan jumlah yang mampu menghilangkan nyeri,
tetapi tetap mempertahankan tekanan systole dalam batas parameter terapeutik untuk
masing- masing pasien. Dosis ditentukan berdasarkan berat badan dan diukur dalam
milligram per kilogram berat badan. Nitrogiliserin menyebabkan dilatasi arteri dan
vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan
jumlah darah yang kembali ke jantung (perload) dan mengurangi beban kerja
(workload) jantung.Karena NTG juga bekerja pada arteri, maka penurunan tekanan
darah juga merupakan hasil yang diharapkan, karena menyebabkan penurunan
tekanan darah sistemik (afterloud).Efek terapeutik nitrat juga menjelaskan efek
samping utama yaitu hipotensi klinis.
5
3. Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu memepertahankan intergritas
jantung.Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat
menurunkan kemungkinan pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan
aliran darah.
4. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap thrombus yang telah terbentuk
diarteri coroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infrak, Agar efektif,
obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam obat trombolitik
yang terbukti bermanfaat melarutkan thrombus (trombolisis) adalah streptokinase,
activator plasminogen jaringan (t-PA= tissueplasminogen activator) dan anistreplase.
5. Streptokinase
Streptokinase bekerja secara sistemikpada mekanisme pembekuan dalam tubuh.
Meskipun obat ini efektif melarutkan bekuan darah, namun ada resiko terjdi
potensial perdarahan sistemik. Streptokinase juga mempunyai resiko terjdi alergi dan
terbukti hanya efektif bila diinjeksikan langsung ke arteri coroner. Pemberian secara
intrakoriner memerlukan fasilitas keterisasi jantung, seorang dokterdengan
keterampilan tinggi, dan tim ahli bedah torak yang siap siaga.
6. Aktivator Plasminogen Tipe Jaringan
Berbeda dengan streptokinase, activator plasminogen tipe jaringan mempunyai kerja
spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga resiko perdarahan sistemik bisa
dikurangi.Enzim t-PA adalah enzim yang selalu ada dalam keadaan normal, sehingga
reaksi alergi dapat dikurangi. Akhirnya penelitian menunjukkan bahwa pemberian
intravena dan intrakoroner t-PA sama efektifnya.
7. Anistreplase
Anistreplase, obat tombolitik spesifik bekuan darah, mempunyai efektifitas yang
sama dengan streptokinase dan t-PA. Anistreplase semakin banyak diterima karena
lebih mudah diberikan dan lebih murah. Obat ini hanya efektif bila diberikan dalam 6
jam awtan nyeri dada, sebelum terjadi nekrosis jaringan transmural, sehingga jumlah
pasien yang mendapat manfaat obat ini sangat sedikit. Bedah pintas arteri coroner
tetap merupakan alternative untuk revaskularisasi jantung pada pasien dengan bekuan
darah yang tidak dapat larut secara efektif atau kontra indikasi.
8. Pemberian oksigen
Terapi oksigen saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan
saturasi darah. Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan obsevasi kecepatan
dan irama pertukaran pernapasan, dan pasien mampu bernapas dengan
mudah.Saturasi oksigen dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulsa
oksimetri.
9. Analgetik
Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektifdi diobati dengan
nitrat dan antikoagulan. Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan
secara intra vena dengan dosis meningkat 1- 2 mg. Respon kadiovaskulerterhadap
morfin dipantau dengan cermat, khususnya tekanan darah, yang sewaktu- waktu
dapat turun. Tetapi karena morfin dapat menurunkan preloaddan afterload dan
merelaksasi bronkus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan
terpeutik selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.
6
10. Survei primer
a. Airway (Jalan Napas)
Obstruksi Jalan nafas adanya sumbatan jalan nafas misal: gigi palsu.
Tindakan : Helmich Manuver, suction, tracheostomy
11. Breathing (Pertukaran O2 dan CO2)
a. Frekuensi dan Irama Jantung
Frekuensi dan irama jantung dipantau terus menerus ditempat tidur dengan
monitor jantung jarak jauh. Frekuensi dipantau akan adanya kenaikkan dan
penurunan yang tidak dapat dijelaskan; irama dipantau akan adanya deviasi
terhadap irama sinus.. Awitan disritmia dapat merupakan petunjuk bahwa jantung
tidak cukup mendapat oksigen. Bila terjadi disritmia tanpa nyeri dada, maka
parameter klinis lain selain oksigenasi yang adekuat harus dicari, seperi kadar
kalium serum terakhir. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan terapi medis
antidisritmia.
12. Bunyi Jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi dengan stetoskop yang baik.Bagian bell
stetoskop digunakan untuk mendengarkan nada rendah.Sedang diafragma untuk
mendengarkan suara bernada tinggi.Bell stetoskop diletakkan diatas kulit dada
dengan ringan, sebaiknya diafragma ditekan dengan mantap.
Bunyi jantung satu (S1), terdengar paling jelas di atas apeks jantung yang
menunjukkan permulaan systole, harus diidentifikasi pertama kali.Bunyi jantung dua
(S2), terdengar paling jelas pada basis dan menujukkan permulaan diastole,
diidentifikasi kemudian.
Catat bunyi yang tidak normal. Mencakup bunyi jantung tiga (S3) yang dikenal
sebagai gallop ventrikel dan bunyi jantung empat (S4), yang dikenal sebagai gallop
atrial atau presistolik. S1 dan S2 bersama- sam terdengar seperti “lub- lub” S1 (“lub”)
lebih keras di apeks dan S2 (“dup”) lebih kers di basis.Suara S3 terdengar segera
setelah S2 seperti irama puisi pada kata Ken-tuck-y (S1- S2- S3). Suara jantung S4
mendahului S1 seperti irama puisi kata Ten- nes- see (S4- S1-S2).
Biasanya setelah terjadi IM akan timbul bunyi S3. bunyiS3 merusak tanda awal
gagal ventrikel kiri yang mengancam. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan
medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa.
Murmur jantung atau friction rub pericardium dapat di dengar dengan mudah
sebagai bunyi tambahan. Bunyi ini lebih kompleks untuk didiagnosa namun dapat
terdengar dengan mudah dan harus dilaporkan segera. Adanya awitan murmur yang
sebelumnya tidak ada dapat menunjukkan perubahan fungsi otot miokard; sedang
friction rub menunjukkan adanya pericarditis.
13. Tekanan Darah
Tekanan darah diukur untuk menentukan respon terhadap nyeri dan keberhasilan
terapi. Khususnya terapi vasodilator, yang dikenal dapat menurunkan tekanan darah.
Pengukuran tekanan nadi perlu diperhatikan dengan cermat.Tekanan nadi adalah
perbedaan angka antara tekanan systole dan diastole.Penurunan tekanan nadi biasa
terjadi setelah MI. Volume sekuncup (jumlah darah yang diseprotkan pada setiap
kontraksi ventrikel) dapat disimpulkan dari tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi
artinya terjadi pengurangan volume sekuncup.

7
Tempat infus intravena sering diperiksa kelancarannya dan akan adanya tanda-
tanda radang. Berbagai obat diberikan secara intravena untuk mencegah perubahan
kadar enzim serum yang dapat terjadi bila obat diinjeksikan secara intramuscular.
Maka penting sekali dipasang satu atau dua infus intravena pada pasien yang
mengalami nyeri dada agar selalu tersedia akses untuk pemberian obat darurat.
14. Circulation (Sirkulasi)
a. Warna Kulit dan Suhu
Kulit dievaluasi untuk mengetahui apakah warnanya merah muda, hangat
dan kering yang menunjukkan sirkulasi prefer yang baik. Karena warna kulit
setiap orang berbeda, maka tempat terbaik untuk memeriksa warna kulit adalah
pada kuku, selaput mukosa mulut, dan cuping telinga. Pada tempat tersebut akan
tampak biru atau ungu pada pasien yang mengalami kesulitan mempertahankan
kebutuhan oksigen. Pasien yang kulitnya dingin, lembab atau berkeringat dingin
(diaphoresis) mungkin merupakan respon terhadap terapi medis atau kolaps
kardiovaskuler yang berlanjut seperti pada syok kardiogenik.
Paru setiap peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan harus
diawasi, seiring dengan adanya kesulitan napas.Gerakan napas harus teratur dan
tanpa hambatan aliran udara.
Napas pendek dengan atau tanpa sesak dan batuk adalah kunci tanda yang
harus diperhtikan.Batuk kering pendek sering merupakan tanda gagal jantung.
Dada diauskultasi adanya Wheezing diakibatkan oleh udara yang melintasi jalan
sempit; krekel terjadi apabila udara bergerak melalui air dan bila terjadi MI akut,
biasanya menunjukkan gagal jantung.
b. Disability (Tingkakat Kesadaran)
Orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang dipantau dengan ketat.
Terkadang terjadi perubahan status penginderaan mental akibat terapi medis atau
syok kardiogenik yang mengancam. Perubahan penginderaan berarti bahwa
jantung tidak mampu mempompa darah yang cukup untuk oksigenasi otak.
Karena pasien mungkin mendapatkan obat yang mempengaruhi fungsi
pembekuan darah, maka pengawasan adanya tanda - tanda pendarahan adalah
kewajiban perawat yang sangat penting. Dua perubahan yang harus diwaspadai
adalah adalah bicara pelo dan suara dengkur pasien yang terdengar lebih berat
pada saat tidur. Pasien yang mendapat pengobatan yang mempengaruhi
pembekuan darah harus dibangunkan sesering mungkin untuk mengkaji status
mentalnya.
Fungsi motoric dan tingkat kesadaran dapat diuji secara bersamaan
melalui kemampuan merespon perintah sederhana. Misalnya, respon pasien untuk
“menggengam tangan saya” memungkinkan perawat mengkaji status mental
maupun kekuatan genggaman masing- masing tangan.
15. Survei sekunder
a. Nyeri Dada
Ada atau tidaknya nyeri dada adalah satu- satunya temuan terpenting pada
pasien dengan MI akut. Pada setiap episode nyeri dada, harus dicatat EKG dengan
12 lead. Pasien bisa juga ditanya mengenai beratnya nyeri dengan skala angka 0-
10, dimana 0tidak nyeri dan 10 terasa nyeri paling berat.
b. Status Volume Cairan
8
Peneluaran haluaran urine sangat penting, terutama dalam hubungannya
dengan asupan cairan. Pada sebagian besar kasus, cairan yang seimbang atau yang
cenderung negative akan lebih baik karena pasien dengan AMI harus menghindari
kelebihan dan kemungkinan terjadinya gagal jantung.
Pasien harus diperiksa adanya edema. Daerah sacrum dan bafian tubuh
lain pada pasien tirah baring harus diamati adanya edema sehubungan dengan
adanya peredaran darah yang statis. Perawat harus waspada terhadap
berkurangnya haluaran urine (oliguiria); suatu tanda awal syok kardiogenik
adalah hipotensi yang disertai oliguiria.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. KG. Adanya gelombang patologik disertai dengan peninggian segmen ST yang konveks
dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q
yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam ( Q/R lebih dari ¼ ).
2. Enzim Jantung. CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih. Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi. Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan
inflamasi. Kimia. Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis
6. GDA. Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
Kolesterol atau Trigliserida serum. Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab IMA.
7. Foto dada. Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
8. Ekokardiogram. Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
9. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau
luasnya AMI.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
10. Pencitraan darah jantung (MUGA). Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
11. Angiografi koroner. Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
12. Nuklear Magnetic Resonance (NMR). Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi
jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
13. Tes stress olah raga. Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IMA

A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas
Gejala :
 Kelemahan
 Kelelahan
 Tidak dapat tidur
 Pola hidup menetap
 Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2. Sirkulasi
Gejala
 Riwayat IMA sebelumnya
 Penyakit arteri coroner
 Masalah tekanan darah
 Diabetes mellitus.
Tanda :
 Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
 Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
 Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
 Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
 Friksi : dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel
 Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa dan bibir
3. Integritas ego
 Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja
, keluarga
 Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
10
4. Eliminasi
 Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
 Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
 Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan
6. Hygiene
 Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
 Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
 Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral).
Lokasi :
 Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
Kualitas “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
 Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
 Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Gejala :
 dispnea tanpa atau dengan kerja
 dispnea nocturnal
 batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
 peningkatan frekuensi pernafasan
 nafas sesak / kuat
 pucat, sianosis
 bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interkasi social
Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri

11
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama
paru dan perubahan membran alveolar- kapiler.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
3. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan
kebutuhan

C. INTERVENSI
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Oksigenasi dengan a. Kaji tanda-tanda vital a. Untuk mengetahui
GDA dalam rentang keadaan umum
normal (pa O2 < 80 klien
mmHg, pa Co2 > 45 b. Catat frekuensi & b. Mengetahui
mmHg dan Saturasi < kedalaman pernafasan, keefektifan
80 mmHg ) setelah penggunaan otot bantu penggunaan otot
dilakukan tindakan pernafasan bantu pernapasan
keperawatan selama di c. Auskultasi paru untuk c. Sebagai indicator
RS mengetahui penurunan / untuk mengetahui
KH : tidak adanya bunyi tingkat dispneu
a. Tidak sesak nafas dan adanya bunyi yang d alami oleh
nafas tambahan misal krakles, klien
b. Tidak gelisah ronki
c. GDA dalam d. Lakukan tindakan untuk d. Memaksimal fungsi
batas Normal ( memperbaiki / pernapasan melalui
pa O2 < 80 mempertahankan jalan tidak adanya
mmHg, pa Co2 nafas misalnya, batuk, hambatan pada
> 45 mmHg dan penghisapan lender jalan napas
Saturasi < 80 e. Kaji toleransi aktifitas e. Dapat diberikan
mmHg ) misalnya keluhan pilihan terhadap
kelemahan/ kelelahan aktivitas yang
selama kerja atau tanda sesuai dengan
vital berubah kondisi klien

2. Gangguan perfusi a. Monitor Frekuensi dan a. Mengetahui


jaringan berkurang / irama jantung keteraturan atau
tidak meluas selama disaritmia
dilakukan tindakan b. Observasi warna dan b. Mengetahui tingkat
perawatan di RS suhu kulit / membran sianosis dan
KH : mukosa clubbing finger
a. gambaran EKG yang di alami oleh
tak menunjukan klien
perluasan infark c. Ukur haluaran urin dan c. mengetahui output
b. RR 16-24 x/ catat berat jenisnya cairan protein
menit plasma yang keluar
c. Tak terdapat bersama urin
clubbing finger d. Kolaborasi : Berikan d. Memenuhi
cairan IV sesuai indikasi kebutuhan cairan
e. Pantau Pemeriksaan e. mengetahui hasil
diagnostik / dan laboratorium dan
laboratorium mis EKG, status klien.
12
elektrolit , GDA (PaO2, Memenuhi
Pa CO2 kebutuhan oksigen
klien
3. Terjadi peningkatan a. Catat atau/dokumentasi a. Mengetahui
toleransi pada klien frekuensi jantung, irama, frekuensi irama dan
setelah dilaksanakan dan perubahan TD perbandingan TD
sebelum, sesudah sebelum dan
tindakan keperawatan
beraktivitas sesudah
selama di RS penggunaan energi
KH : b. Tingkatkan istrahat. b. memenuhi
a. klien kebutuhan
berpartisipasi cadangan energi.
dalam aktifitas c. Batasi aktivitas pada c. memberikan
sesuai dasar nyeri/ respon kesempatan
kemampuan hemodinamik. berikan penambahan waktu
klien aktivitas istirahat
b. frekuensi d. Batasi pengunjung dan d. mengurahi resiko
jantung 60-100 berikan lingkungan yang peningkatan kerja
x/ menit tenang jantung
e. Jelaskan pola e. sedikit demi sedikit
peningkatan bertahap menambah tingkat
dari tingkat aktifitas, latian untuk
contoh bangun dari kursi memenuhi toleransi
dan bila terhadap aktivitas
f. Kaji ulang tanda/gejala f. mengklarifikasi
yang menunjukan tidak pada keluhan yang
toleran terhadap aktifitas dirasakan
atau memerlukan

D. IMPLEMENTASI
No Implementasi
1. a. mengkaji tanda-tanda vital
b. mencatat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu
pernafasan
c. mengauskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi
nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki
d. melakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas
misalnya, batuk, penghisapan lender
e. mengkaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan
selama kerja atau tanda vital berubah

2. a. memonitor Frekuensi dan irama jantung


b. mengobservasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
c. mengukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
d. mengkolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi
e. memantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG,
elektrolit , GDA (PaO2, Pa CO2
3. a. mencatat atau/dokumentasi frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD
sebelum, sesudah beraktivitas
b. meningkatkan istrahat. Batasi aktivitas pada dasar nyeri/ respon
hemodinamik. berikan aktivitas
c. membatasi pengunjung dan berikan lingkungan yang tenang

13
d. menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bangun dari kursi dan bila
e. megkaji ulang tanda/gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan

E. EVALUASI
No. Evaluasi
1. S : pasien mengatakan sudah tidak sesak napas
O : pasien terlihat dalam posisi nyaman
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2. S : pasien mengatakan sudah tidak tremor lagi
O : EKG tak menunjukan perluasan infark. RR : 23x/mnt
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3. S : pasien mengatakan sudah dapat melakukan aktivitas sendiri
O : N : 90x/mnt
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
IMA (infark miokard akut) Merupakan salah satu penyakit yang di akibatkan karena
berkurangnya suplai oksigen kejaringan .sehingga kematian sel-sel mikardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen berkepanjangan .
Selain itu , serangan jantung terjadi jika ada suatu sumbatan pada arteri koroner
menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah kesuatu bagian dari jantung. Dimana
arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, septum dan arteri kiri serta
arteri kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri sedikit bagian posterior septum
dan vetrikel serta antrium kanan .
Akan tetapi, IMA(infark miokard akut) bisa diatasi. Apabila, perawat atupun tim
medis segera melakukan tindakan kepada kliennya untuk cepat tanggap terhadap gejala-
gejala yang ditimbulkan dalam IMA ini.

B. Saran
Sebaiknya, untuk menghindari penyakit IMA ini. maka hindarilah hal-hal yang dapat
menyebabkan fungsi otot jantung terganggu, dengan melakukan pola nafas efektif dengan
baik karena penyakit ini cukup membahayakan bagi tubuh dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001

16

Anda mungkin juga menyukai