PENDAHULUAN
1.3. TUJUAN
Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan ruptur uretra
Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Mengetahui definisi ruptur uretra
2. Mengetahui gambaran klinis ruptur uretra
3. Mengetahui asuhan keperawatan ruptur uretra
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari
kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat torak, kemudian
sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar. Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang
menghasilkan lendir untuk membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif.
tampak ada ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk
dilakukan cystostomi untuk diversi urin.
2.2 DEFINISI
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma
dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
Ruptur urethra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah, dimana sering terjadi
dengan fraktur pelvis dan biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata
5
trauma tumpul didapatkan lebih dari 90% kasus cedera urethra. Secara keseluruhan
pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior (3,5%-
19% ) pada pria dan (0%-6%) pada urethra perempuan
2.3 ETIOLOGI
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun
perineum. Cedera eksternal:
a. Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea
b. Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa
c. Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah
d. Persalinan lama
e. Ruptur yang spontan
2.4 KLASIFIKASI
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur uretra anterior :
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra terjadi
antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya. Terdapat daerah
memar atau hematoma pada penis dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine).
Penyebab tersering adalah straddle injury (cedera selangkangan). Jenis kerusakan :
- Kontusio dinding uretra.
- Ruptur parsial.
- Ruptur total.
2. Ruptur uretra posterior :
- Paling sering pada membranacea.
- Ruptur utertra pars prostato-membranasea
- Terdapat tanda patah tulang pelvis.
- Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
- Robeknya ligamen pubo-prostatikum.
- Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom
dan nyeri tekan.
- Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena
jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra
posterior dan anterior. Ruptur uretra posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis.
Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan
uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra
membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi
total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum
puboprostatikum robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial.
Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk
atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu
atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera
kangkang juga dapat di sebabkan oleh instrumentasi urologic seperti pemasangan
kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi
uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi
ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding
abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis.
7
2.6 PATHWAY
Rupture uretra
MRS
MK : Resiko Infeksi
Saraf aferen, talamus,
saraf eferen
Nyeri dipersepsikan
MK : Nyeri
8
2.7 MANIFESTASI KLINIK
a. Perdarahan per-uretra post trauma
b. Retensi urine
c. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter
Lebih khususnya:
Pada Posterior
1. Perdarahan per uretra
2. Retensi urine
3. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat
4. Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis
Pada Anterior:
1. Perdarahan per-uretra/ hematuri
2. Sleeve Hematom/butterfly hematom
3. Kadang terjadi retensi urine
2.9 KOMPLIKASI
1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
- Infeksi
- Hematoma
- Abses periuretral
- Fistel uretrokutan
- Epididimitis
9
2. Komplikasi lanjut
- Striktura uretra
- Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul :
- Impotensi
- Inkontinensia
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Pada ruptur anterior
a. Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan
melakukan drainase bila ada.
b. Ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end anastomosis dan suprapubic cystostomy.
c. Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.
d. sistosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika
timbul stiktura uretra.
e. Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi.
2. Pada ruptur uretra posterior
a. Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.
b. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer
kateter.
c. Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a. IDENTITAS KLIEN
Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, perkerjaan, alamat,
penangung jawab.
b. KELUHAN UTAMA
Nyeri tekan, memar atau hematum, hematuri
c. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Nyeri tekan, memar atau hematoma, hematuri bila terjadi rupture total uretra
anuria
d. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pernah jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah perineum.
e. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien yaitu
ruptur uretra.
f. PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (Breathing) : Tidak ada masalah pada pernafasan
2. B2 (Blood) : Tidak ada masalah pada sistem kardiovaskuler
3. B3 (Brain) : Tidak ada masalah pada sistem persyarafan
4. B4 (Bladder) : Adanya Retensi urine, trauma didaerah perineum, perdarahan
per uretra
5. B5 (Bowel) : Adanya jejak pada daerah supra pubik dan abdomen bagian
bawah
6. B6 (Bone) : Adanya fraktur tulang pelvis, nyeri tekan pada daerah supra pubik
dan abdomen bagian bawah
11
3.2 DIGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra
2. Gangguan eliminasi urine (retensi urine) b/d adanya hematoma dan ekstravasasi
3. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan kateter
4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
3.3 INTERVENSI
1. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
klien menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang.
Kriterial hasil : Skala nyeri berkurang, menunjukkan kemampuan untuk
membantu dalam tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur/ istirahat
dengan tenang.
Intervensi :
a. Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, lokasi, intensitas (skala 0-10)
R/ membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan deteksi dini terjadinya
komplikasi.
b. Perhatikan aliran dan karakteristik urine
R/ penurunan aliran menunjukkan retensi urine (s-d edema), urine keruh
mungkin normal (adanya mukus) atau mengindikasikan proses infeksi.
c. Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi
R/ mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control
d. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik
R/ menghilangkan nyeri
e. Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medis pemasangan
douwer kateter drainase cistostomy
R/ persiapan secara matang akan mendukung pelaksanaan tindakan dengan
baik.
2. Gangguan eliminasi urine (retensi urine) b/d adanya hematoma dan ekstravasasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat
berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
Kriteria Hasil :
- Eliminasi urin lancar
- Eliminasi urin normal
Intervensi :
12
a. perhatikan aliran dan karakteristik urine
R/ penurunan aliran menunjukkan retensi urine, urine keruh mungkin normal
(adanya mucus) atau mengindikasikan proses infeksi.
b. kateterisasi untuk residu urine dan biarkan kateter tak menetap sesuai
indikasi.
R/ : menghilangkan atau mencegah retensi urin dan megesampingkan adanya
striktur uretra
c. siapkan alat bantu untuk drainase urin, contoh : sistomi.
R/ : diindikasikan untuk mengeluarkan kandung kemih selama episode akut
dengan azotemia atau bila bedah dikontra indikasikan karena status kesehatan
pasien.
13
4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dan
keluarga menunjukkan penurunan ansietas dan menyatakan
pemahaman tentang proses penyakitnya.
Kriteria hasil : Mengungkapkan masalah ansietas dan tak pasti pada pemberi
perawatan atau orang terdekat mengidentifikasi mekanisme koping yang adaptif
memulai penggunaan tehnik relaksasi kooperatif terhadap tindakan yang
dilakukan.
Intervensi :
a. Ajarkan tentang proses penyakit dan penyebab penyakit
R/ dengan pengajaran meningkatkan pengetahuan pasien, menurunkan
kecemasan pasien
b. Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang rasa takut,
berikan privasi tanpa gangguan, sediakan waktu bersama mereka untuk
mengembangkan hubungan
R/ pasien yang merasa nyaman berbicara dengan perawat, mereka sering
dapat memahami dan memasukkan perubahan kebutuhan dalam praktek
dengan sedikit kesulitan.
c. Beri informasi dan diskusikan prosedur dan pentingnya prosedur medis dan
perawatan
R/ informasi yang adekuat meningkatkan pengetahuan dan koopereratif
pasien
d. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, obat-obatan, dosis, tujuan, jadwal
dan efek samping, diet, prosedur diagnostic
R/ pengorientasian meningkatkan pengetahuan pasien
3.4 EVALUASI
1. Menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan kenyamanan umum
dan mampu untuk tidur / istirahat dengan tenang.
2. Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
3. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
4. Mengungkapkan masalah ansietas dan tak pasti pada pemberi perawatan atau
orang terdekat.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma
dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
Ruptur urethra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah, dimana sering terjadi
dengan fraktur pelvis dan biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata
trauma tumpul didapatkan lebih dari 90% kasus cedera urethra. Secara keseluruhan
pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior (3,5%-
19% ) pada pria dan (0%-6%) pada urethra perempuan.
4.2 SARAN
Kami yakin makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran dari teman-teman dalam penambahan untuk kelengkapan
makalah ini, karena dari saran yang kami terima dapat mengkoreksi makalah yang
kami buat ini. Atas saran dari teman-teman kami ucapkan terima kasih.
15
DAFTAR PUSTAKA
Tucker Susan Martin, Et all , Standar Perawatan Pasien , volume 3 , EGC , Peter
Mowschenson , Ilmu Bedah Untuk Pemula , Edisi 2 , Bina Rupa aksara , 1983
JakartaHidayat Samsu , Ilmu Bedah , Edisi revisi, EGC , 1998 , JakartaDepkes RI
ASKEP Pasien dengan Gg Penyakit Sistem Urologi , 1996 , JakartaDoungoes Marilin
E
http://greenyello.blogspot.com/2012/02/askep-ruptur-uretra.html
16