Anda di halaman 1dari 13

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut
berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun
interpretasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan
yang silih berganti. Pada akhirnya kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini
yaitu dengan keluarnya ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila (Eka
Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan pancasila sebagai dasar Negara.
Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bemegara.

1. A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT


Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.
Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
mengenai Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan
mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Dari
masing-masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok
yang terkandung di dalamnya.

1. Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila


Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai. Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea
IV adalah sebagai berikut.

 Ketuhanan Yang Maha Esa


 Kemanusiaan yang adil dan beradab

 Persatuan Indonesia

 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permuswaratan/perwakilan

 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan
perasan dari sila-sila pancasila tersebut adalah :

 Nilai Ketuhanan;
 Nilai Kemanusiaan;

 Nilai Persatuan;

 Nilai Kerakyatan;

 Nilai Keadilan

2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara

Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi
manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif
dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku
kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma. Dengan demikian pada dasarnya norma
adalah perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bisa praklis artinya tidak
mampu berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari.

Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.

a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau
keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban
manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-
ajarankepercayaan atau agamayang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah
Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran nonna kepercayaan atau
agama itu dengan sanksi.

b. Norma moral (etik)


Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral
atau etik adalah nonna yapg paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai
seseorang. Norma kesusilaan berhubungan. dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dan manusia
sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada
sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau normafatsoen.
Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku
dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal
atau pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan
masyarakat, berbeda pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan
berasal dari masyarakat setempat.

d. Norma Hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri
manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa
untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai
lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman

1. B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara


Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai
dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan Pembukaan ULID 1945 yang
menyatakan sebagai berikut:

“…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang


Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,

dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


pemusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas

menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima ) sila merupakan dasar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar
falsafah negara Qthilosophische grondslag) dari negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar
filsafat oleh karena pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai
Pancasila adalah nilai-nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum
r..egara yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara,
sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) negara Indonesia.

2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai – nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan
bernegara. Nilai-nilai Pancasilapada dasarnya adalah nilai – nilai filsafati yang sifatnya
mendasar. Nilai dasar Pancasila bersifat abstrak, normatif dan nilai itu menjadi motivator
kegiatan dalam penyelenggaraan bernegara.

Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normatif bagi
penyelenggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh
pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara

Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai


Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan nilai keadilan.

Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politis ini
berakibat pada: a. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;

b. Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;

c .Nilai-nilai Pancasila menj adi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.

1. C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori
jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat
hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara
atau disebut norna fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan
norna hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm terdapat nonna-norrna hukum
yang tingkatannya lebih rendah dan grundnorm tersebut Norma-norma hukum yang
bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai tertib hukum.

Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah berdasar,
bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar,
bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
norma yang tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, Norma tertinggi itu dikatakan
sebagai norma dasar (grundnorm). Norma dasar (grundnorm) ini sebagai norma tertinggi
tidak dibentuk lagi oleh norma yang lebih tinggi lagi sebab apabila norma dasar ini masih
berdasar, bersumber dan berlaku pada normayatg lebih tinggi lagi maka ia bukanlah norma
tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada habisnya. Norma tertinggi ini ditetapkan oleh
masyarakat sebagai norna dasar yang merupakan tempat bergantung norna-nonna di
atasnya.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans
Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan negara.
Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat
membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku
pada norma yang lebih tinggi, norrna yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku
pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam
Negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm).
Norma dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk
kelompok norma hukum.

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat)
kelompok besar, yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,

2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,

3. Formellgesetz atauundang-undang,
4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom

Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dan masyarakat yang bersangkutan.
Dengan cita hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat sesuai atau selaras
dengan cita-cita atau harapan masyarakat

Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu

a) fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak bagi
masyarakat;

b) fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka
hokum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.

Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasarbagi pembentukan konstitusi atau
undang-undang dasar suatu negara. Di dalam Negara Staatsfundamentalnorm merupakan
landasan dasar filosofi yang mengandung kaidah – kaidah dasar bagi pengaturan negara
lebih lanjut.

Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam


Pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai:

1. Norma dasar;

2. Staatsfundamentalnorm;

3. Norma pertama;

4. Pokok kaidah negara yang fundamental;

5. Cita Hukum (Rechtsidee)

D.MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesiajuga berkedudukan sebagai ideologi
nasional Indonesia. Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional ?

1. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea yangberarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan
logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide. Dalam
pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud
adalah cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan
dasar, pandangan/paham.

Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat
nilai, di mana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk
mencapai nilai-nilai tersebut.

Ideologi yang pada mulanya berarti gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi
suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seorang atau
sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.

2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa
Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. XVIIVMPR/l998 tentang
Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IVMPR/ 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
pengamalan pancasila (Eka prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan
pancasila sebagai dasar Negara.

Pada Pasal I ketetapan tersebut dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif
penyelenggaraan bernegara. Secara luas dapat

diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan,
yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan dan yang ber- Keadilan.

Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita adalah sejalan dengan
fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas. Adapun fungsi lain
ideologi Pancasila sebagai sarana pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan
prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara kita
tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai
golongan masyarakat di Indonesia.

Banyak pihak telah sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi nasional merupakan titik
temu, rujukan bersama, commom platform, kesapakatan bersama dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia, Kesepakatan bersama bahwa pancasila adalah ideologi nasional inilah
yang harus terus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa yang
plural ini.

Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional lndonesia memiliki makna
sebagai berikut:

1) Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi cita-cita normative


penyelenggaraan bernegara;

2) Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama
dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

E. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana
yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif
sehingga tidak menjadi slogan belaka. Daiam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998
dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten
dalam kehidupan bernegara.

1. Perwujudan Ideologi pancasila sebagai cita-cita Bernegara

Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi cita-cita


penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan No.VII/MPR/2001 tentang Visi
Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia Masa
Depan terdiri dari tiga visi, yaitu

1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia kedua dan
keempat;

2. Visi Antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;

3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Pada visi Antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yarng religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri,
serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020 dipergunakan


indikator-indikator utama sebagai berikut :

1. Religius.

2. Manusiawi.

3. Bersatu.

4. Demokratis.

5. Adil.

6. Sejahtera.
7. Maju.

8. Mandiri.

9. Baik dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara.

2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa

Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana
pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung
dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah diterima olehmasyarakat Indonesia sebagai
sarana pemersatu, artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya disefujui sebagai milik bersama. Pancasila menjadi semacarn
social ethics dalam masyarakat yang heterogen.

Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini
mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa daram hal konflik maka lembaga politik
yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Jadi, apakah
pancasila dapat digunakan secara rangsung mempersatukan masyarakat dan mencegah
konflik? Tidak, tetapi prosedur penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik meliputi
lembaga maupun aturan itulah yang diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi
di masyaratat. Fungsi Pancasila di sini adalah bahwa dalam hal pembuatan prosedur
penyelesaian konflik, nilai-nilai pancasila menjadi acuan normatif bersama.

Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyeresaian konflik yang ada di
masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu
konflik hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, menghargai derajat kemanusiaan,
mengedepankan persatuan, mendasarkan pada prosedur demokratis dan berujurrg pudu
terciptanya keadilan.

F. PENGAMALAN PANCASILA
Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata ”pengamaran Pancasila”,
Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde Baru perlunya Pancasila diamalkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Namun, selalu saja terkesan
slogan belaka dan tidak membumi. pada ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998 dinyatakan
bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945
adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan
pula bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah pengamalan Pancasila
secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimana
sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam
kehidupan bernegara itu?

Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:

1. Pengamalan secara objektif

Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan


perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang berlandaskan pada Pancasila.

1. Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang


berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya akftralisasi Pancasila. Aktualisasi
Pancasila dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu
realisasi pada setiap individu dan aktualisasi objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek
kenegaraan dan hukum. Sebagai dasar (filsafat) negara ada keharusan moral setiap warga
negara Indonesia untuk mengaktualisasikan Pancasila. Demikian pula sebagai dasar
(filsafat) Negara ada kewajiban moral dari negara (penyelenggara negara) untuk
melaksanakan nilai Pancasila.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara untuk


menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi.
Pengamalan secara objektifbersifat memaksa serta adanya sanksi hukum, artinya bagi
siapa saja yang melanggar norna hukum akan mendapatkan sanksi. Adanya pengamalan
objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norna hukum
negara.

Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan


penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif ini, Pancasila
menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga negara dan
penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumberkan
pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
adalah norma-norrna etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik tidak
mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan
secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai
norma etik berbangsa dan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai