PENDAHULUAN
Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Timur) pada triwulan III
tahun 2015 sebesar 19,30 juta US$. Menurut Kemenperin (2017) harga rata-rata
baja sebesar 325 US$/Ton. Berdasarkan kedua data di atas dapat diketahui
besarnya Jumlah konsumsi baja di Kalimantan Timur sekitar 59.384 ton pada
adanya masalah yang dapat mengganggu aliran fluida yang melewati pipa,
khususnya pipa API 5L X-52 yang digunakan dalam aplikasi tersebut. Salah satu
problematika yang sering terjadi pada proses pendistribusian crude oil adalah
adanya brine water yang mengandung NaCl dan HCO3- yang tinggi serta adanya
gas CO2 yang terlarut. Adanya senyawa-senyawa tersebut pada pipa penyalur
crude oil dapat meningkatkan potensi korosi, ditambah lagi dengan adanya injeksi
gas CO2 pada sumur minyak dapat menyebabkan korosi CO2 pada pipa semakin
Proses korosi yang terjadi pada baja tidak dapat dihindari. Untuk
mengatasi korosi internal dari suatu produk, terutama pada industri minyak dan
gas serta industri kimia lainnya dibutuhkan metode yang tepat, salah satu cara
mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang
sederhana. Salah satunya kandungan estrak dari bahan alam yang dapat digunakan
menjadi inhibitor adalah tanin. Tanin dapat diperoleh dari hampir semua jenis
tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat
rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda- beda. Beberapa tumbuhan yang
memiliki kandungan tanin antara lain daun akasia (Malik et al., 2008 dalam
Nurkaromah, 2017), daun jambu biji (Amalia, 2016) dan Daun Sukun (Idris,
2016). Adanya kandungan tanin sekitar 13% hingga 22% (Malik et al., 2008
dalam Nurkaromah, 2017) di dalam daun akasia menjadikan tanaman ini dapat
dimanfaatkan untuk menghambat laju korosi dari baja. Daun akasia merupakan
tanin.
menggunakan bahan baku baja API 5L X-52 dengan ekstrak tembakau sebagai
inhibitor dalam media Artificial Braine Water, variabel yang divariasikan adalah
konsentrasi inhibitor, dengan menggunakan metode uji polarisasi Tafel dan EIS,
ekstrak tembakau pada larutan ABW 1 sebesar 8.95 mpy dan ABW 2 sebesar 9.87
ppm ekstrak tembakau, untuk larutan ABW 1 sebesar 79,51% dan ABW 2 sebesar
80,94%. Efisiensi inhibis mulai mengalami penurunan kembali pada penambahan
80 ppm, untuk larutan ABW 1 sebesar 42,32% dan ABW 2 sebesar 68,71%.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Nuraini dkk (2016) menggunakan baja API
5 grade B dengan inhibitor imidazoline salt dalam media brine water, variabel
polirisasi dan variasi 3-20 ppm untuk pengujian EIS. Metode yang digunakan
inhibitor imidazoline salt antara 3 – 20 ppm secara efektif dapat menurunkan nilai
baik, namun inhibitor yang digunakan anorganik imidazoline salt relatif mahal
ekstrak tembakau yang digunakan relatif murah dalam penggunaan yang banyak ,
digunakan kurang efesien . Secara umum efisiensi inhibisi yang bagus mencapai
dengan menggantikan bahan inhibitor yang digunakan yaitu ekstrak daun akasia
daun Akasia terhadap penghambatan laju korosi pada baja API 5L X-52 dalam
laut sehingga dapat mengurangi biaya kerugian akibat korosi dan memanfaatkan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi
lingkungan asam, udara, embun, air laut, air danau, air sungai (Murabbi &
Sulistijono, 2012). Adapun proses korosi yang terjadi disamping oleh reaksi kimia
elektron, entah dari reduksi ion logam maupun pengendapan logam dari
oksidasi, beberapa logam lebih mudah teroksidasi dari logam lain. (Fontana,
1987).
Korosi merupakan proses yang terjadi secara alami dan tidak akan bisa
berhenti selama logam tersebut masih berada di lingkungan yang bersifat korosif.
Proses ini akan merusak logam dengan cara mengikis logam yang kemudian akan
menurunkan sifat – sifat mekanis yang dimiliki oleh logam tersebut. Korosi pada
logam adalah hal yang tidak bisa dihindari, tetapi proses tersebut dapat
2011).
Syarat terjadinya korosi adalah adanya bahan yang berperan sebagai anoda
karbondioksida, suhu, kelembapan udara, pH, dan jenis logam (Gapsari, 2017).
berawal dari logam yang teroksidasi di dalam larutan dan melepaskan elektron
untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak
sebagai katoda dengan rekasi yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi
O2, akibat ion H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi di permukaan logam
Fero hidroksida (Fe(OH)2) yang terjadi merupakan hasil sementara yang dapat
teroksidasi secara alami oleh air dan udara menjadi ferri hidroksida (Fe(OH)3),
Ferri hidroksida yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna
reaksi korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik
besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi)
fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan
logam akan semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak
yang lepas sehingga logam akan mengalami korosi (Kirk dan Othmer,
1965).
tertentu, zat penyusun larutan tersebut akan terurai menjadi ion-ion (baik
larutan elektrolit yang menghubungkan antara anoda dan katoda ini akan
menentukan kecepatan dari reaksi elektrokimia tersebut. Larutan dengan
Oksigen (O2)
Reaksi korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen
Karbondioksida (CO2)
adalah :
e. Waktu kontak
akan hilang atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan semakin
lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan
(Uhlig, 1958).
berikut:
sangat merugikan, karena bentuk dari jenis korosi tidak dapat dilihat
secara langsung. Korosi ini hanya dapat dilihat melalui uji lab.
material mengalami korosi, hal ini disebabkan adanya difusi media korosi
grain boundary.
lubang pada permukaan logam karena hancurnya film dari proteksi logam
yang disebabkan oleh chloride atau ion yang mengandung chlorine. Korosi
ini dapat dicegah dengan pemilihan material yang sesuai dan memiliki
mendapat tekanan. Hal ini disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan
(Halimatuddahliana, 2003).
2.1.3 Penghambatan Korosi
(Gumelar, 2011) :
a. Metode Design
b. Coating
cairan atau serbuk, yang akan melekat secara kontinyu pada logam yang
Pelapisan yang paling umum digunakan adalah dengan cat. Cat yang
terdiri dari logam oksida TiO2, PbO3, Fe2O3, dan lainnya. Sementara zat
d. Inhibitor
Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat
mata.
iii. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan
permukaan logam.
lingkungannya.
Korosi dapat dikurangi dengan berbagai macam cara, cara yang paling
mudah dan paling murah adalah dengan menambahkan inhibitor ke dalam media.
Inhibitor adalah senyawa kimia yang bila ditambahkan dengan konsentrasi yang
kecil ke dalam lingkungan elektrolit, akan menurunkan laju korosi. Inhibitor dapat
Pemakaian inhibitor dalam suatu sistem tertutup atau sistem resirkulasi, pada
dengan lingkungannya. Ada dua jenis interface inhibitor yang berfasa cair dan
fasa uap. Inhibitor berfasa cair dapat berperan sebagai inhibitor anodik, katodik,
cara. Salah satunya adalah melalui proses adsorpsi pada permukaan logam. Proses
tersebut dapat mengurangi laju korosi dengan cara menaikkan atau menurunkan
organik pada permukaan logam dapat dijelaskan dengan 2 tipe interaksi, yaitu
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya perbedaan energi atau gaya tarik
bermuatan listrik (gaya Van der Waals). Terjadi ikatan secara fisik antara molekul
sesuai dengan konsentrasi yang digunakan. Fisisorpsi tidak spesifik, molekul yang
terjadi pada suhu rendah dengan adsorpsi yang relatif rendah dibandingkan
kemisorpsi, dan bersifat reversible Adsorpsi kimia biasanya terjadi karena ikatan
kimia antara adsorben dengan zat yang teradsorpsi (adsorbat) dan bersifat
spesifik, molekul hanya terserap pada tempat-tempat tertentu saja. Adsorpsi ini
terjadi lebih besar dan lebih panas dibandingkan dengan fisisorpsi. Biasanya
adsorpsi pada suhu tinggi. Adanya ikatan kimia menyebabkan terbentuk lapisan
pada permukaan adsorbent. Jika semakin bertambah ikatan kimia maka adsorben
akan jenuh dan tidak dapat menyerap zat lainnya, dan bersifat irreversible
a. Inhibitor Anodik
sehingga berada pada daerah pasif yang membuat suatu lapisan pasif di
permukaan logam sehingga laju korosi dapat menurun. Terdapat dua tipe
di permukaan baja.
b. Inhibitor Katodik
Inhibitor jenis ini bekerja dengan menghambat reaksi katodik suatu logam
reaksi reduksi yang terjadi di katoda sehingga otomatis reaksi di anoda juga
berkurang atau terhambat karena reaksi yang terjadi di anoda dan katoda
ii. Persipitat katoda, jenis yang dapat mengendap membentuk oksida sebagai
iii. Oxygen scavenger, jenis yang dapat mengikat oksigen terlarut sehingga
c. Inhibitor Presipitasi
Inhibitor jenis ini bekerja dengan membentuk persipitat yang relatif porous,
tebal dan kurang kuat melekat pada logam. Lapisan ini terbentuk di seluruh
menghambat reaksi anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung.
d. Inhibitor Organik
lapisan/film adalah suatu proses adsorpsi, suhu dan tekanan merupakan faktor
seperti amina – amina, atau inhibitor anionik, seperti sulfonat – sulfonat akan
dari suatu logam yang ingin dilindungi berada sebagai senyawa yang
Senyawa tersebut dialirkan sebagai uap untuk mencegah korosi pada bagian
kesuasana yang tidak terlalu asam. Pemakaian yang efisien dari inhibitor dari
jenis ini dapat menghasilkan proses inhibisi secara cepat dan dapat digunakan
terjadinya reaksi kimia atau elektrokimia, antara baja dengan lingkungannya, sebagai
contoh; apabila baja dicelupkan dalam air akan terlihat bagian baja yang terkorosi
(berkarat). Bagian baja yang terkorosi disebut anodik dan bagian baja yang tidak
terkorosi disebut katodik. Proses terbentuknya korosi dapat dijelaskan dalam gambar
menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis
yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena
membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang menghilangkan konstituen yang
lapisan pasif dapat dilihat pada Gambar 2.2 Pada Gambar 2.2 (a) terlihat korosi
terjadi pada bagian selaput oksida yang terkelupas. Selaput pelindung kemudian
akan bertindak sebagai katoda, sedangkan logam yang tersingkap sebagai anoda.
Kemudian anion dalam inhibitor anodik bereaksi dengan ion logam dalam larutan
dan menutup bagian yang bersifat anodik, sehingga laju korosi menjadi terhenti
Gambar 2.2 Efek konsentrasi terhadap inhibitor anodik pada laju korosi
Tumbuhan akasia adalah jenis tumbuhan yang sering dikenal dan di sebut
dengan pohon berduri, karena memiliki duri yang banyak dan berjarak di bagian
pertulangan menyirip, bagian tepi merata, berwarna hijau hingga tua. Daun juga
memiliki getah yang kental berwana keputihan hingga kecoklatan, getah memiliki
kandungan tannin yang dapat dimanfaatkan dibidang kesehatan dan industri. Daun
Subkingdom : Tracheobionta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Acacia
dalam sistem dan dibiarkan untuk terkorosi. Lempengan logam digunakan untuk
pada kondisi dimana peningkatan laju korosi dapat diukur. Bentuk dan dimensi
𝐾.𝑊
Laju korosi (CR) = 𝐷.𝐴.𝑇 ……….……………… (2.8)
Dimana:
D = densitas (g/cm3)
T = waktu (jam)
Pembuktian rumus memperoleh nilai konversi satuan 534 dari persamaan laju
1
thn mil mil
1
Laju korosi = 534,565 mil thn = 534,565 thn
Semakin tinggi nilai laju korosi menunjukkan cepat suatu logam terkorosi.
Satuan mpy paling umum digunakan untuk menghitung laju korosi, karena
menggunakan bilangan bulat kecil. Berikut beberapa penetrasi metrik yang setara:
𝑚𝑚 𝜇𝑚 𝑛𝑚 𝑝𝑚
1𝑚𝑝𝑦 = 0,0254 = 25,4 = 2,90 = 0,805
𝑦𝑟 𝑦𝑟 ℎ𝑟 𝑠𝑒𝑐
dimana milimeter (mm) adalah 10-3 meter ; mikrometer atau mikron (μm) adalah
10-6 meter ; nanometer (nm) adalah 10-9 meter dan pikometer (pm) adalah 10-12
meter. Laju korosi pada material umumnya berkisar antara 1 sampai 200 mpy.
Tabel 2.1 memperlihatkan perbandingan satuan mpy dengan satuan lain. Dari
hasil perhitungan laju korosi, maka dapat diketahui ketahanan laju korosi relatif
1000-
Poor 50-200 1-5 150-500 50-200
5000
Pengurangan berat sampel kupon besi dan laju korosi pada perendaman
kupon besi tanpa inhibitor jauh lebih besar dibandingkan pada kupon besi yang
terjadi ketika konsentrasi inhibitor yang larut didalam larutan semakin besar,
sehingga larutan menjadi jenuh, dan seluruh permukaan material pun telah
persamaan:
𝑅0 −𝑅
%𝐼𝐸 = × 100%....................................... (2.9)
𝑅0
hambatan 95% pada konsentrasi 0,008% dan 90% pada konsentrasi dari 0,004%)
dan karbon dengan presentase perbandingan sebesar 0,02% dan 1,7%. Disamping
itu, baja juga mengandung unsur campuran lainnya seperti sulfur (S), fosfor (F),
silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi (Munasir, 2009).
Baja secara umum diklasifikasikan menjadi 2 yaitu baja karbon dan baja
paduan, baja karbon dapat diklasifikasikan menjadi : (a) Baja karbon rendah (Low
Carbon Steel), (b) Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel), (c) Baja karbon
tinggi (High Carbon Steel). Sedangkan baja paduan dapat didefinisikan sebagai
suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih campuran seperti nikel,
memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat dan liat) tetapi unsur
karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Baja paduan terdiri dari
: (1) Low Alloy Steel dan (2) High Alloy Steel (Munasir, 2009).
Pipa API 5 L banyak digunakan dalam industri minyak dan gas baik onshore
Pipeline)
L : Line Pipe
X52 : Salah satu grade yang berhubungan dengan sifat mekanik material
Kandungan
Kadar(%) Kandungan unsur kimia Kadar (%)
unsur kimia
C 0,1506 W 0,0013
Si 0,2368 Ti 0,0013
S 0,0028 Sn 0,0083
P 0,0156 Al 0,0402
Mn 0,6744 Pb -0,0004
Ni 0,0037 Nb 0,0015
Cr 0,0098 Zr -0,0001
Mo -0,0018 Zn 0,1816
V 0,0020 Fe 98,676
Cu 0,0055
Sumber: Ahmadi dkk, 2016
Baja API spesifikasi 5L grade X52 termasuk jenis baja karbon rendah
karena memiliki kandungan karbon sebesar 0,28% massa. Baja ini memiliki
X52 termasuk kelompok baja karbon yang mengandung unsur mekanis dan
permukaan sampel. Oleh karena itu gambar yang dihasilkan oleh Scanning
mendeteksi elektron yang muncul pada permukaan objek. Perbedaan tipe yang
METODE PENELITIAN
2018. Mengacu pada standar ASTM G31-72. Lokasi preparasi plat baja API 5L
X-52, analisa laju korosi dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Samarinda dan analisa SEM dilakukan di gedung ADB
A. Variabel Berubah
B. Variabel Tetap
C. Variabel Respon
2. Foto Makro
5. Uji Tarik
3.3 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Blender
2. Corong plastik
6. Neraca Digital
7. Oven
8. Pipet Tetes
9. Wadah sampel
10. Lidi
16. Spatula
B. Bahan
2. NaCl
3. NaHCO3
4. Aquadest
5. Daun Akasia
6. Ethanol
7. Amplas
8. Aseton
9. HCL
10. FeCl3
3.4 Prosedur Penelitian
Preparasi sampel
Blanko
Penimbangan massa awal
Uji
Foto Makro Laju Korosi Analisa SEM Analisa XRD Uji Tarik
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
4. Mengambil plat yang ada dalam wadah berisi oli kemudian mencuci
digital
kimia
2. Memipet ekstrak kental daun akasia kedalam gelas kimia 100 ml dan
4. Menghomogenkan larutan
lidi
gelas beker ke dalam wadah yang sudah disiapkan dan diberi kode
nomor
6. Merendam plat uji yang telah dikaitkan dengan benang dan lidi didalam
7. Memasukkan lidi ke bagian sisi kanan dan kiri wadah yang telah
Akasia
lidi
6. Merendam plat uji yang telah dikaitkan dengan benang dan lidi didalam
7. Memasukkan lidi ke bagian sisi kanan dan kiri wadah yang telah
14. Menghitung laju korosi yang terjadi dengan standar ASTM G31-72
Arianti, D, C. 2011. Pengaruh Jenis Dan Kadar Ekstender Kulit Akasia (Acacia
Kirk and Othmer. (1965). Encyclopedia of Chemical Technology, 2nd ed., Vol.6,
p. 320, John Willey and Sons, New York,.
Mandang, Y dkk. 1997. Pedoman Identifikasi Daun di Lapangan. Yayasan Prosea.
Bogor.
Sunarya, Yayan, & Setiabudi, Agus. (2007). Mudah dan Aktif Belajar Kimia
untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Bandung: PT Setia Purna Inves.
Uhlig, H. H., (1961). Corrosion Handbook, John Willey& Sons Inc., London.